You are on page 1of 5

Kasus 1 TIC KMB

Seorang perempuan usia 23 tahun peritonitis.


Pasien mengeluh nyeri pada bagian perut dengan skala 8, nyeri disertai dengan keluhan mual
dan muntah. Terdapat perubahan pola BAB, perut terasa kembung. Pasien menyatakan
pernah menjalani operasi usus besar pada bulan November 2015 di RS, setelah dioperasi
pasien mulai mengeluhkan nyeri pada bagian perut dan semakin hari semakin memberat.
Kesadaran: Compos mentis. Pasien tinggal bersama orang tua, bekerja sebagai pegawai
pabrik. Pasien mengatakan ingin mengetahui bagaimana cara mengurangi nyeri yang
dirasakan selain menggunakan obat.
HR: 104x/menit

TD: 130/80 mmHg

RR: 32x/menit

Suhu : 37,5.

Mual, muntah pada pasien. Ada nyeri pada saluran pencernaan dan abdomen, mukosa kering,
reflek mengunyah kurang baik, nafsu makan menurun. Makan 2x/hari dengan jumlah
porsi, kadang hanya 1x/hari karena pasien malas makan akibat mual. BB: 40 kg TB: 156
cm.
Hasil pemeriksaan penunjang:
Hb

: 9,8 g/dl

Ht

: 32%

Eritrosit: 4,63 juta/uL


Leukosit: 10000/mm3
Trombosit: 147000/mm3
Kreatinin: 0,34 mg/dL
Ureum : 38 mg/dL
Natrium : 134 mEq/dL
Kalium

: 4,1 mEq/dL

Obat paracetamol 1x1 gr, metocloparmide 1x1 ampul IV, ranitidine 100 mg IV, ceftriaxone
1x2 mg IV, keterolac 3x2 mg IV, omeprazole 2x100gr IV, tramadol 3x1 mg IV

Pembahasan (LO)
1. Obat yang digunakan:
Ranitidin: Ranitidin digunakan untuk menangani gejala dan penyakit akibat produksi asam
lambung yang berlebihan. Obat ini bekerja dengan menurunkan kadar asam berlebihan yang
diproduksi oleh lambung sehingga rasa sakit dapat reda dan luka pada lambung perlahanlahan akan sembuh.
Ketorolac: Obat antiinflamasi non steroid untuk meringkankan nyeri berat.
Metoclopramid: metoclopramide membantu memperkuat kontraksi terutama pada bagian
atrum serta memperkuat koordinasi kontraktilitas antrum & deudenum. Sehingga
pengosongan lambung menjadi lebih cepat.
Ceftriaxone: golongan antibiotik cephalosporin yang dapat digunakan untuk mengobati
beberapa kondisi akibat infeksi bakteri, seperti pneumonia, sepsis, meningitis, infeksi
kulit, gonore atau kencing nanah, dan infeksi pada pasien dengan sel darah putih yang
rendah.
Omeprazole: Omeprazole adalah obat yang mampu menurunkan kadar asam yang diproduksi
di dalam lambung. Obat yang masuk ke dalam jenis penghambat pompa proton ini
mengobati beberapa kondisi, yaitu nyeri ulu hati, penyakit asam lambung
atau gastroesophageal reflux disease (GERD), dan infeksi H. Pylori yang
menyebabkan tukak lambung.
Tramadol: Tramadol adalah salah satu obat jenis obat pereda sakit yang kuat yang digunakan
untuk menangani rasa sakit tingkat sedang hingga berat, misalnya rasa nyeri setelah operasi.
Tramadol
memengaruhi
reaksi kimia di otak dan
IMT
Klasifikasi
sistem saraf yang pada
akhirnya
mengurangi
< 17
Sangat kurus
sensasi rasa sakit. Anjuran
untuk
mengonsumsi
17,0 - 18,5
Kurus
tramadol adalah tiap 4-6
jam sekali, tapi tidak
18,5 - 24,9
Normal
boleh lebih dari 400 mg
dalam satu hari.
25,0 - 29,9
Gemuk
2. IMT pasien:
sangat kurus)

(40/

30,0 - 34,9
35,0 - 39,9
> 40

Obesitas level I
Obesitas level II
Obesitas level III

3. Nilai normal pemeriksaan\penunjang


Hb
Ht
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
Kreatinin

: 9,8 g/dl
: 32%
: 4,63 juta/uL
: 10000/mm3
: 147000/mm3
: 0,34 mg/dL

(Normal: 11,5-16,5 g/dl)


(Normal: 40-50%)
(Normal: 4,7-6 juta/uL)
(Normal: 4000-10500)
(Normal: 150.000-450.000)
(Normal: 0,5-1,5mg/dL)

(1,56)2)= 16,4 (kategori

Ureum
Natrium
Kalium

: 38 mg/dL
(Normal: 8-25 mg/dL)
: 134 mEq/dL
(Normal:135-145 mEq/dL)
: 4,1 mEq/dL
(Normal: 3,5-5 mEq/dL)

Konsep Peritonitis
Definisi
Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi atau kondisi aseptik pada
selaput organ perut (peritonium). Peritonium adalah selaput tipis dan jernih yang
membungkus organ perut dan dinding perut bagian dalam.
Peritonitis dapat diklasifikasikan menjadi peritonitis primer, peritonitis sekunder, dan
peritonitis tersier. Peritonitis primer disebabkan oleh penyebaran infeksi melalui darah dan
kelenjar getah bening di peritoneum dan sering dikaitkan dengan penyakit sirosis hepatis.
Peritonitis sekunder disebabkan oleh infeksi pada peritoneum yang berasal dari traktus
gastrointestinal yang merupakan jenis peritonitis yang paling sering terjadi. Peritonitis
tersier merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung yang sering terjadi pada
pasien immunocompromised dan orang-orang dengan kondisi komorbid.
Etiologi
Peritonitis primer :
a. Peritonitis spontan pada anak
b. Peritonitis spontan pada dewasa
c. Peritonitis pada pasien CAPD
d. Peritonitis tuberkulosa dan granulomatosa lainnya
Peritonitis sekunder :
A. Peritonitis perforasi akut
1. Perforasi saluran gastrointestinal
2. Iskemia saluran intestinal
3. Peritonitis pada pelvis dan bentuk lainnya
A. Peritonitis pasca operasi
1. Anastomotic leak
2. Perforasi yang tidak disengaja
B. Peritonitis pasca trauma
1. Trauma tumpul pada abdomen
2. Trauma tembus pada abdomen
Peritonitis tertier:
a. Peritonitis tanba sebab yang jelas
b. Peritonitis akibat jamur
c. Peritonitis with low-grade pathogenic bacteri

Manifestasi Klinis
Gambaran klinisnya tergantung pada luas peritonitis, berat peritonitis dan jenis organisme
yang bertanggung jawab. Peritonitis dapat lokal, menyebar, atau umum.
Gambaran klinis yang biasa terjadi pada peritonitis bakterial primer yaitu adanya nyeri
abdomen, demam, nyeri lepas tekan dan bising usus yang menurun atau menghilang.
Sedangkan gambaran klinis pada peritonitis bakterial sekunder yaitu adanya nyeri
abdominal yang akut. Nyeri ini tiba -tiba, hebat, dan pada penderita perforasi (misal perforasi
ulkus), nyerinya menjadi menyebar keseluruh bagian abdomen. Pada keadaan lain (misal
apendisitis), nyerinya mula mula dikarenakan penyebab utamanya, dan kemudian menyebar
secara gradual dari fokus infeksi. Selain nyeri, pasien biasanya menunjukkan gejala dan tanda
lain yaitu nausea, vomitus, syok (hipovolemik, septik, dan neurogenik), demam, distensi
abdominal, nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal, difus atau umum, dan secara klasik
bising usus melemah atau menghilang.
Peritonitis bakterial kronik (tuberculous) memberikan gambaran klinis adanya keringat
malam, kelemahan, penurunan berat badan, dan distensi abdominal; sedang peritonitis
granulomatosa menunjukkan gambaran klinis nyeri abdomen yang hebat, demam dan adanya
tanda -tanda peritonitis lain yang muncul 2 minggu pasca bedah.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah lengkap: biasanya ditemukan leukositosis, hematokrit yang meningkat
dan asidosis metabolik
2. Pemeriksaan X-ray: terdapat gambaran udara bebas pada kasus-kasus perforasi
Penatalaksanaan
Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang, pemebrian
antibiotik yang sesuai, dekompresi saluran cerna, pembuangan fokus septik atau penyebab
radang lainnya, dan tindakan untuk mengatasi nyeri.
Resusitasi dengan larutan saline isotonik sangat penting. Pengembalian volume
intravaskular memperbaiki perfusi jaringan dan pengantaran oksige dan nutrisi, dan mekanisme
pertahanan. Keluaran urine tekanan vena sentral, dan tekanan darah harus dipantau untuk menilai
keadekuatan resusitasi (Schwartz et al,2009).
Terapi antibiotika harus diberikan sesegera diagnosis peritonitis bakteri dibuat. Antibiotik
berspektrum luas diberikan secara empirik, dan kemudian diubah jenisnya setelah hasil kultur
keluar. Pilihan antibiotika didasarkan pada organisme mana yang dicurigai menjadi penyebab.
Antibiotika berspektrum luas juga merupakan tambahan drainase beda h. Harus tersedia dosis
yang cukup pada saat pembedahan, karena bakteremia akan berkembang selama operasi
(Schwartz et al,2009).
Pembuangan fokus septik atau penyebab radang lain dilakukan dengan operasi
laparotomi. Insisi yang dipilih adalah insisi vertik al digaris tengah yang menghasilkan jalan
masuk ke seluruh abdomen dan mudah dibuka serta ditutup. Jika peritonitis terlokalisasi, insisi

ditujukan diatas tempat inflamasi. Tehnik operasi yang digunakan untuk mengendalikan
kontaminasi tergantung pada lokasi dan sifat patologis dari saluran gastrointestinal. Pada
umumnya, kontaminasi peritoneum yang terus menerus dapat dicegah dengan menutup,
mengeksklusi,
atau mereseksi viskus yang perforasi (Rotstein et al 2010).
Lavase peritoneum dilakukan pada peritoniti s yang difus, yaitu dengan menggunakan
larutan kristaloid (saline). Agar tidak terjadi penyebaran infeksi ketempat yang tidak
terkontaminasi maka dapat diberikan antibiotika ( missal sefalosporin ) atau antiseptik (misal
povidon iodine) pada cairan irigasi. Bila peritonitisnya terlokalisasi, sebaiknya tidak dilakukan
lavase peritoneum, karena tindakan ini akan dapat menyebabkan bakteria menyebar ketempat lain
(Schrock. T. R,2008).
Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan, karena pipa drain itu
dengan segera akan terisolasi/terpisah dari cavum peritoneum, dan dapat menjadi tempat masuk
bagi kontaminan eksogen. Drainase berguna pada keadaan dimana terjadi kontaminasi yang terus
-menerus (misal fistula) dan diindikasikan peritonitis terlokalisasi yang tidak dapat direseksi
(Schrock. T. R,2008).

You might also like