You are on page 1of 15

NELA INDRA SARI/FG 7

130 644 2896


Sabtu, 22 Maret 2014

AKHLAK ISLAM
A.

Pengertian Akhlak

Kata Akhlak berasal dari bahasa arab, jamak dari khuluqun yang menurut bahasa berarti
budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kata tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan
perkataan khalqun yang berarti kejadian, yang juga erat hubungannya dengan khaliq yang berarti
pencipta; demikian pula dengan akhluqun yang berarti yang diciptakan.
Secara epistemologi atau istilah akhlak bisa diartikan berbagai perspektif sesuai dengan para ahli tasawuf
diantaranya :
Ibnu Maskawaih memberikan definisi sebagai berikut:

Artinya:
Keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui
pertimbangan pikiran (lebih dahulu).
Imam Al-Ghozali mengemukakan definisi Akhlak sebagai berikut:


Artinya:
Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan
dengan mudah, dengan tidak memertrlukan pertimbangan pikiran(lebih dahulu).

Prof. Dr. Ahmad Amin memberikan definisi, bahwa yang disebut akhlak Adatul-Iradah atau kehendak
yang dibiasakan. Definisi ini terdapat dalam suatu tulisannya yang berbunyi:


Artinya:
Sementara orang membuat definisi akhlak, bahwa yang disebut akhlak ialah kehendak yang
dibiasakan.Artinya bahwa kehendak itu bila membiasakan sesuatu, maka kebiasaan itu dinakamakan
akhlak.

Makna kata kehendak dan kata kebiasaan dalam penyataan tersebut dapat diartikan bahwa kehendak
adalah ketentuan dari beberapa keinginan manusia setelah bimbang, sedang kebiasaan ialah perbuatan
yang diulang-ulang sehingga mudah melakukannya.Masing-masing dari kehendak dan kebiasaan ini
mempunyai kekuatan, dan gabungan dari kekuatan dari kekuatan yang besar inilah dinamakan Akhlak.
Sekalipun ketiga definisi akhlak diatas berbeda kata-katanya, tetapi sebenarnya tidak berjauhan
maksudnya, Bahkan berdekatan artinya satu dengan yang lain. Sehingga Prof. Kh. Farid Maruf membuat
kesimpulan tentang definisi akhlak ini sebagai berikut:
Kehendak jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan dengan mudah karena kebiasaan, tanpa
memerlukan pertimbangan pikiran terlebih dahulu.

B. Sumber dan Ciri-Ciri Akhlak Islami


Persoalan Akhlak di dalam islam banyak dibicarakan dan dimuat pada Al-Qurn dan Al-Hadits.
Sumber tersebut merupakan batasan-batasan dalam tindakan sehari-hari bagi manusia.Ada yang
menjelaskan arti baik dan buruk. Memberi informasi kepada umat, apa yang semestinya harus diperbuat
dan bagaimana harus bertindak. Sehingga dengan mudah dapat diketahui, apakah perbuatan itu terpuji
atau tercela, benar atau salah.
Kita telah mengetahui bahwa akhlak islam adalah merupakan system moral/akhlak yang berdasarkan
islam, yakni bertitik tolak dari akidah yang diwahyukan Allah pada nabi/Rasul-Nya yang kemudian agar
disampaikan kepada umatnya.
Memang sbagaimana disebutkan terdahulu bahwa secara umum akhlak/moral terbagi atas moral yang
berdasarkan kepercayaan kepada Tuhan dan kehidupan akhirat dan kedua moral yang sama sekali tidak
berdasarkan kepercayaan kepada Tuhan, moral ini timbul dari sumber-sumber sekuler.
Akhlak islam, karena merupakan system akhlak yang berdasarkan kepercayaan kepada Tuhan, maka
tentunya sesuai pula dengan dasar daripada agama itu sendiri. Dengan demikian, dasar/sumber pokok
daripada akhlak islam adalah Al-Quran dan Al-Hadits yang merupakan sumber utama dari agama islam
itu sendiri.
Dinyatakan dalam sebuah hadits Nabi:

:

Artinya:
Dari Anas Bin Malik berkata: Bersabda Nabi Saw: Telah kutinggalkan atas kamu sekalian dua
perkara, yang apabila kamu berpegang kepada keduanya, maka tidak akan tersesat, yaitu Kitab Allah
dan Sunah Rasul-Nya.

Memang tidak disangsikan lagi dengan bahwa segala perbuatan/tidakan manusia apapun
bentuknya pada hakikatnya adalah bermaksud untuk mencapai kebahgiaan (saadah), dan hal ini adalah

sebagai natijah dari problem akhlak. Sedangkan saadah menurut system moral/akhlak yang
agamis(islam), dapat dicapai dengan jalan menuruti perintah Allah yakni dengan menjahui segala
larangan Allah dan mengerjakan segala perintah-Nya, sebagaimana yang tertera dalam pedoman dasar
hidup bagi setiap muslim yakni Al-Quran dan Al-Hadits.
Sehubungan dengan Akhlak Islam, Drs. Sahilun A, Nasir menyebutkan bahwa Akhlak Islam berkisar
pada:
1. Tujuan hidup setiap muslim, ialah menghambakan dirinya kepada Allah, untuk mencapai
keridhaan-Nya, hidup sejahtera lahir dan batin, dalam kehidupan masa kini maupun yang akan
datang.
2. Dengan keyakinannya terhadap kebenaran wahyu Allah dan sunah Rasul-Nya, membawa
konsekuensi logis, sebagai standard dan pedoman utama bagi setiap moral muslim. Ia member
sangsi terhadap moral dalam kecintaan dan kekuatannya kepada Allah, tanpa perasaan adanya
tekanan-tekanan dari luar.
3. Keyakinannya akan hari kemuadian/pembalasan, mendorong manusia berbuat baik dan berusaha
menjadi manusia sebaik mungkin, dengan segala pengabdiannya kepada Allah.
4. Islam tidak moral yang baru, yang bertentangan dengan ajaran dan jiwa islam, berasaskan darI
Al-Quran dan Al-Hadits, diinterprestasikan oleh ulama mujtahid.
5. Ajaran Akhlak Islam meliputi segala segi kehidupan manusia berdasrkan asas kebaikan dan bebas
dari segala kejahatan. Islam tidak hanya mengajarkan tetapi menegakkannya, dengan janji dan
sangsi Illahi yang Maha Adil. Tuntutan moral sesuai dengan bisikan hati nurani , yang menurut
kodratnya cenderung kepada kebaikan dan membenci keburukan.

Dengan demikian dapat ditegasakan disini bahwa dasar dari akhlak islam secara global hanya ada dua
yakni: Percaya adanya Tuhan dan percaya adanya hari kemudian/ pembalasan, sebagai disebutkan oleh
Abul Ala Maududi bahwa system moral/akhlak ada yang berdasarkan kepercayaan kepada Tuhan dan
kehidupan setelah mati.
Dalam islam, budi pekerti merupakan refleksi iman dari seseorang sebagai contoh(suri tauladan) yang
pas dan benar ialah Rasullah Saw. Beliau memiliki akhlak yang sangat muia, agung dan teguh.Sehingga
tidak mustahil kalau Allah memilih beliau sebagai pemimpin umat manusia.
Akhlak di dalam iajaran islam sangat rinci, berwawasan multi dimensial bagi kehidupan, sistematis dan
beralasan realitas. Juga Akhlak banyak dibicarakan tentang konsekuensi yang bagi manusia yang tidak
berpegang pada akhlak islam.
Akhlak islam bersifat mengarahkan, membimbing, mendorong, membangun peradaban manusia dan
mengobati bagi penyakit social dari jiwa dan mental.Tujuan berakhlak yang baik untuk mendapatkan
kebahagiann di dunia dan akhirat.Dua simbolis tujuan inilah yang diidamkan manusia bukan semata
berakhlak secara islami hanya bertujuan untuk kebahagiaan dunia saja.

Dalam ajaran Islam memelihara terhadap sifat terpuji. Dan ada cirri-ciri akhlak islamiyah yaitu:
1. Kebajikan yang mutlakIslam menjamin kebajikan mutlak. Karena Islam telah menciptakan
akhlak yang luhur. Ia menjamin kebaikan yang murni baik untuk perorangan atau masyarakat
pada setiap keadaan, dan waktu bagaimanapun. Sebaliknya akhlak yang diciptakan manusia, tidak
dapat menjamin kebaikan dan hanya mementingkan diri sendiri.
2. Kebaikan yang menyeluruhAkhlak islami menjamin kebaikan untuk seluruh manusia. Baik segala
jaman, semua tempat, mudah tidak mengandung kesulitan dan tidak mengandung perintah berat
yang tidak dikerjakan oleh umat manusia di luar kmampuannya. Islam menciptakan akhlak yang
mulia, sehingga dapat dirasakan sesuai dengan jiwa manusia dan dapat diterima akal yang sehat.
3. KemantapanAkhlak Islamiayah menjamin kebaikan yang mutlak dan sesuai pada diri manusia. Ia
bersifat tetap, langgeng dan mantap, sebab yang menciptakan Tuhan yang bijaksana, yang selalu
memliharanya dengan kebaikan yang mutlak. Akan tetapi akhlak/etika ciptaan manusia bersifat
berubah-rubah dan tidak selalu sama sesuai dengan kepentingan masyarakat dalam satu jaman
atau satu bangsa. Sebagai contoh aliran materialism, hati nurani dana lain sebagainya.
4. Kewajiban yang dipatuhiAkhlak yang bersumber dari agama Islam wajib ditaati manusia sebab ia
mempunyai daya kekuatan yang tinggi menguasai lahir batin dan dalam keadaan suka dan duka,
juga tunduk pada kekuasaan rohani yang dapat mendorong untuk tetap berpegang kepadanya.
Juga sebagai perangsang untuk berbuat kebaikan yang diiringi dengan pahala dan mencegah
perbuatan jahat, karena takut skan siksaan Allah SWT.
5. Pengawasan yang menyeluruhAgama islam adalah pengawas hati nurani dan akal yang sehat,
islam menghargai hati nurani bukan dijadikan tolak ukur dalam menetapkan beberapa usaha.
Firman Allah dalam surat Al-Qiyamah: 1-2 ; yang artinya: Aku bersumpah dengan hari kiamat,
dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri).

C. Akhlak islami dalam kaitannya dengan status pribadi


Dibagian ini akan dijelaskan Akhlak islami yang mengatur dan membatasi kedudukan (satus)
pribadi sebagai:
1. Hamba Allah
2. Anak
3. Ayah/ibu
4. Anggota masyarakat
5. Jamaah
6. Dai/Muballigh
7. Pemimpin

Dengan demikian akhlak islami mengarah kepada status pribadi yang berada pada kelompok
social yang beraneka ragam. Fungsi, peran dan bagaimana semestinya berperilaku pada
posisi(kedudukan) dalam kelompok sosial tersebut, dengan adanya akhlak Islami dapat dihindari (pola
hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan kholiqnya) keliruan bertindak.

1.

Pribadi sebagai Hamba Allah

Kenyataan di jagad raya (dunia) membuktikan bahwa ada kekuatan yang tidak Nampak.Dia mengatur dan
memelihara alam semesta ini.Juga Dialah yang menjadi sebab adanya semua ini.Dalam pengaturan alam
semesta ini terlihat ketertiban, dan ada suatu peraturan yang berganti-ganti dan gejala dating dengan
keteraturan-Nya.

Semua kenikmatan tersebut, bukan berarti Sang Pencipta mempunyai maksud kepada manusia supaya
membalas dengan sesuatu, itu tidak, tetapi Allah SWT. memerintahkan manusia agar senantiasa beribadah
kepada-Nya.

Hubungan manusia dengan Allah adalah hubungan makhluk dengan kholiknya. Dalam masalah
ketergantungan , hidup manusia selalu mempunyai ketergantungan kepada yang lain. Dan tumpuan serta
pokok ketergantungan adalah ketergantungan kepada yang Maha Kuasa, Yang Maha Perkasa, Yang Maha
Bijaksana, Yang Maha Sempurna, ialah Allah Rabul alamin, Allah Tuhan Maha Esa.
Ketergantungan manusia kepada Allah ini, difirmankan Allah dalam surah al ikhlas ayat 2
Artinya:
Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.(QS.Al-Ikhlas:2)
Kalau di dalam sesuatu hal dalam hidup sehari-hari untuk mencapai suatu tujuan tergantung
kepada Sesuatu, maka kita harus memperhatikan ketentuan dari Sesuatu itu agar tujuan kita
tercapai.Memenuhi ketentuan Sesuatu itu adalah sesuatu keharusan bagi kita.
Kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat, tergantung kepada izin dan ridha Allah.Dan untuk itu
Allah memberikan ketentuan-ketentuan agar manusia dapat mencapainya.Maka untuk mencapai
kebahagiaan dunia dan akhirat itu dengan sendirinya kita harus mengikuti ketentuan-ketentuan dari Allah
SWT.

Dari segi kemanusiaan, sebagai manusia yang normal yang mempunyai sifat kemanusiaan, harus tahu
berterima kasih kepada segala pihak yang telah memberikan jasa. Kita akan disebut orang yang tak tahu
diri, kalau kita ditolong oleh seseorang, kemudian orang itu tidak kita terima kasih apalagi malah orang
itu kita marahi. Kalau kita ditolong oleh orang lain dalam hidup kita ini, maka sewajarnyalah kalau kita
berterima kasih kepada orang yang telah member pertolongan itu.

Maka akan timbul di dalam hati bagaimana dapat membalas jasa atau membalas budi kepada
orang yang telah member pertolongan itu. Maka akan timbul di dalam hati bagaimana dapat membalas
jasa atau membalas budi kepada oaring yang telah member tolong itu tadi. Kalau tidak dapat dapat
memberikan balasan budi yang sepadan, sekurang-kurangnya akan mengatakan terima kasih dengan
perbuatan yang hormat, menunjukkan betapa berterima kasihnya dan keinginan membalas budi walaupun
tidak terbalas oleh dirinya, dia mengharapkan mudah-mudahan dibalas kebaikannya itu dengan pahala
yang berlipat ganda oleh Allah.
Kalau kita diberi sesuatu sebagai hadiah oleh seseorang, yang hadiah itu sangat bermanfaat bagi
kita,tentu kita akan senang dan berterima kasih kepada orang yang member it. Malah timbul kehendak
ingin membalas kebaikannya orang itu dengan sesuatu yang berharga baginya.
Sifat berterima kasih kepada orang yang telah berjasa kepada dirinya adalah sifat kemanusiaan,
yang sesuai dengan bisikan hati nurani setiap orang.Dari tindakan moral inilah kemudian timbul adatistiadat, sopan-santun dan tata susila.
Karena itulah kiranya sangat wajar dan seharusnya, apabila setiap anak harus hormat dan berbudi
baik kepada orang tuanya, seseorang harus berbudi baik kepada temannya.Seorang atasan harus berterima
kasih dan berbudi kepada bawahannya, karena bawahannya telah memberikan bantuan kelancaran
programnya.Bawahan harus berterima kasih dan berbudi baik kepada atasannya karena bimbingan dan
kebijaksanaannya.Apa yang telah kita terima dari Allah SWT. Sungguh tak dapat dihitung dan tak dapat
dinilai dengan materi banyaknya.Dan kalau kita mau menghitungnya, karena terlalu amat sangat
banyaknya. Firman Allah dalam surah An-nahl ayat 18:
Artinya:
Dan jaika kamu menghitung-hitung nikamat Allah, niscaya kamu tidak dapat menentukan
jumlahnya.Sesungguhnya Allah Maha Pengampun Lagi maha Penyayang. (QS.An-Nahl:18)
Secara moral manusiawi, manusia mempunyai kewajiban kepada Allah sebagai kholiknya, yang
telah member kenikmatan yang tak terhitung jumlahnya.
Pada garis besarnya kewajiban manusia kepada Allah menurut hadits Nabi, yang diriwayatkan dari
sahabat Muadz bin Jabal bahwa Nabi Saw. Bersabda kepada Mu
: :

: , :
: !
Artinya:
Adalah aku duduk di belakang Nabi di atas sebuah keledai yang dinamai Ufair, maka bersabda Nabi:
Hai Muadz apakah engkau mengetahui hak Allah atas hamba-Nya dan apa hak engkau mengetahui hak
hamba terhadap Allah? Menjawab aku, Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui. Bersabda Nabi:
maka bahwasanya hak Allah atas para hamba, ialah : Mereka menyembah-Nya dan tidak
memperserikatkan Dia dengan sesuatu dan hak para hamba terhadap Allah, Tiada Allah mengadzabkan
orang yang tidak memperserikatkan Dia dengan sesuatu. Mka berkata aku, ya Rasullah, apa tidak lebih

baik saya menggembirakan para manusia dengan dia? Bersabda Nabi, jangan kamu menggembirakan
mereka yang menyebabkan mereka akan berpegang kepada untung saja. (Al-Lula uwal Marjan I:8)
Jadi berdasarkan hadits ini kewajiban manusia kepada Allah pada garis besarnya ada 2( dua):
1. Mentauhidkan-Nya yakni tidak memusyrikkan-Nya kepada sesuatupun.
2. Beribadah kepada-Nya.
Orang yang demikian ini mempunyai hak untuk tidak disiksa oleh Allah, bahkan akan diberi
pahala dengan pahala yang berlipat ganda, dengan sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus kali lipat bahkan
dengan lipat ganda yang tak terduga banyaknya oleh manusia.
2. Pribadi sebagai Anak
Ketika nabi Ibrahim masih kecil, berdialog kepada ayahnya tentang Tuhan.Dan kesimpulannya
bahwa Tuhan telah member petunjuk kepada manusia bahwa memperTuhan benda adalah sangat keliru.
Dengan demikian, dunia anak sangat penting diperhatikan. Apabila keliru dalam mendidik akhlak
anak, bias jadi dunia anak akan tidak mengenal akhlak yang lebih lanjut anak akan melakukan perbuatan
yang abnormal kriminalitas dan lain sebagainya. Contoh dalam pendidikan akhlak, apabila anaka-anak
sekolah berdusta di dalam segala apa yang mereka bicarakan, didukung para gurunya berdusta juga di
dalam mengajar dan segala pembicaraannya, maka masyarakat (anak-anak) tidak dapat berujud. Dan
apabila dunia anak terancam demikian, masyarakat yang akan dating tidak dapat berwujud karena adanya
tiap-tiap yang dibicarakan menjurus dusta. Dan yang membekas dan berwujud pada masyarakat yang
merusak dan rendah martabatnya.

Maka model mendidik akhlak anak, tidak langsung berkata itu baik, atau itu buruk, apabila
seorang anak baru saja belajar membaca, menurut kita itu jelek/buruk namun kita tidak seharusnya
berkata demikian.Sebab dapat menyakiti hati dan patah semangat.Tetapi kita beri semangat dan dorongan
yang dapat memacu dan bergiatnya si anak.

Selain daripada itu, kisah luqman yang diberi hikmah oleh Allah. Hal ini dijelaskan di dalam surat
Luqman: 12:
Artinya:
Dan sesungguhnya telah kami berikan hikmah kepada Luqman, yaitu bersyukurlah kepada Allah. Dan
barang siapa yang bersyukur kepada Allah, maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan
barang siapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya Lagi Maha Terpuji.
(QS.Luqman: 12)
Kelanjutan kisah Luqman yang termuat dalam ayat di atas, bahwa beliau menasehati dan member
pesan kepada generasi selanjutnya (anak-anak) untuk mewarisi nilai-nilai akhlak sebagai berikut:

1. Dilarang berbuat syirik (Menyekutukan) Allah (Luqman: 13)


2. Kewajiban berbakti kepada kedua oaring tua (Luqman: 14)
3. Keharusan tetap berbakti kedua orang tua di dunia(Luqman: 15)
4. Perintah menegakkan sholat, amar maruf, nahi munkar dan sabar (Luqman:17)
5. Tidak bersikap sombong, angkuh dan membanggakan diri sendiri (Luqman:18)
6. Perintah bersikap sopan, santun dalam berjalan atau berbicara (Luqman: 19)

3. Akhlak Pada Ayah dan Ibu


Betapa berat tangguangan seorang ibu dikala mengandung dan demikian pula kalau sudah dating
waktunya melahirkan.Dengan mengerahkan seluruh perhatian, jiwa raga dan tenaga si ibu melahirkan
jabang bayinya dengan harap-harap cemas.Berharap agar si bayi yang dilahirkannya sehat dan sempurna
keadaannya sebagai manusia sempurna anggota badannya, seperti susunan jasmaninya dan tumbuh dalam
keadaan yang wajar baik jasmani maupun rohaninya.Cemas kalau-kalau jabang bayinya tidak normal baik
jasmani dan rohaninya atau ada gangguan-ganguan yang tidak diinginkannya.Di samping itu derita
jasmani si ibu menahan dikala melahirkan jabang bayinya tersebut.
Setelah jabang bayinya lahir, betapa kasih saying si ibu kepada anaknya, seakan-akan segala yang
ada pada si ibu adalah untuk anaknya.Jiwa, raga perhatian, kasih saying semuanya ditumpahkan untuk si
jabang bayi itu, agar si bayi selamat sentosa dalam pertumbuhannya menjadi manusia yang baik. Kata
sanjung dan manjaan, kata timang yang mengandung doa dan harapan meluncur dicurahkan untuk si bayi,
semoga kelak menjadi manusia yang ideal.
Mengapa demikian besar kasih sayang ibu kepada anaknya.Padahal sewaktu belum mengandung
seakan belum mau mempunyai anak.Atau karena anaknya sudah dua tiga ingin tidak ada yang keempat.
Tetapi karena dikarunia Tuhan anak yang selanjutnya kasih saying ibu tidak ada bedanya antar kepada
yang pertama yang kedua dan seterusnya
Dari mana datangnya cinta kasih saying kepada putranya, padahal tiada pamrih. Lain dengan cinta
seorang kekasih kepada pacarnya, yang kalau kasihnya tiada terbalas bias berbalik menjadi benci. Tetapi
kasih ibu bagaimanapun tiada akan berubah dan hilang, walaupun si anak tiada membalas kasih dan cinta
ibu. Memang itu kareana Hidayah, anugerah dari pada Allah Yang Maha Pengasih dan
Penyayang.Hidayah itu tersebut insting atau naluri, dalam ilmu agama disebut Hidayah-ghariziyyah.
Beberapa perkara yang harus di perhatikan dan dilaksanakan oleh seorang anak kepada Orang tua
yakni:
a.

Berbuat Baik kepada Ibu dan Ayah, Walaupun keduanya Lalim

Seorang anak menurut ajaran islam diwajibkan berbuat baik kepada ibu dan ayahnya, dalam keadaan
bagaimanapun. Artinya jangan sampai seorang anak samapai menyinggung perasaan orang tuanya,
walaupun seandainya orang tuanya berbuat lalim kepada anaknya, dengan melakukan yang tidak

semestinya, maka jangan sekali-kali si anak berbuat tidak baik, atau membalas atau mengimbangi
ketidakbaikan orang tua kepada anaknya.Allah tidak meridhoinya sehingga orang tua itu meridhoinya.
b.

Berkata Halus dan mulia kepada Ibu dan Ayah

Kewajiban anak kepada orang tuanya berbicara menurut ajaran islam harus berbicara sopan, lemah
lembut dan mempergunakan kata-kata mulia hal ini dituturkan dalam Firman Allah surah Al-Isra: 23-24:
Artinya:
Dan Tuhan telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain kepada-Nya dan hendaknya
kamu berbuat baik kepada ibu bapak kamu dengan seabaik-baiknya. Jika salah satu dari keduanya atau
kedua-duanya samapi berumur lanjut dalam pemeliharaan kamu, maka sekali-kali janganlah kamu
mengatakan kepada keduanya perkataan ah dan janganlah membentak mereka dan ucapkanlah
kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka dengan penuh
kesayangan dan ucapakan doa:Wahai Tuhanku, kasihanilah mereka kedua, sebagaimana mereka
berdua telah mendidik aku di waktu kecil.(QS.Al-Isra: 23-24)

Dari ayat-ayat tersebut, dapat di tarik kesimpulan bahwa sewajarnya seorang anak untuk berbuat baik
kepada orang tua baik berbicara dan yang lain- lain. Dengan cara tidak menyinggung perasaan orang tua
dan tidak berkata kasar kepada mereka.
c.

Berbuat baik kepada Ibu dan atau Ayah yang sudah meninggal dunia

Apabila ibu dan ayah masih hidup, si anak berkewajiban berbuat baik, dan itu mudah dilakukan dengan
berbagai macam cara, baik yang bersifat moaral, maupun yang bersifat material.

Bagaimana berbuat baik seorang anak kepada ayah dan atau ibunya yang sudah tiada. Hal ini
agama islam mengajarkan supaya seorang anak:
a. Mendoakan ayah ibu yang telah tiada itu dan memintakan ampun kepada Allah dari segala dosa
orang tua kita. Doa yang sering di amalkan yakni:


b.
Menepati janji kedua ibu bapak, Kalau sewaktu hidup orang tua mempunyai janji kepada seseorang,
maka anaknya harus berusaha menunaikan menepati janji tersebut. Umpamanya beliau akan naik haji,
yang belum sampai melaksanakannya. Maka kewajiban anaknya untuk menunaikan haji untuk orang
tuanya tersebut. Dan hal ini diperbolehkan menurut hadits riwayat Al-Bukhari dari Ibnu Abbas:
, : :


{ }

Artinya:

Bahwa seorang perempuan dari Juhainah dating kepada Nabi Saw, ia bertanya kepada Rasullah:
Bahwasannya ibu saya telah bernazar untuk berhaji, tapi ia tidak haji sampai meninggal dunia. Apakah
boleh saya menghajikannya? Jawab Rasullah:ya, hajikanlah! Apakah kau tahu, kalau seandainya ibu
mempunyai hutang, apakah engkau membayarkannya?Bayarkan (tepatilah) kepada Allah, sesungguhnya
Allah lebih berhak untuk ditepati!

c. Memuliakan teman-teman kedua orang tua. Di waktu hidupnya ibu dan ayah, beliau-beliau mempunyai
teman-teman akrab, yang segulung-segalang orang tua kita dengan temannya.
d. Bersilaturrahmi kepada orang-orang yang mempunyai hubungan dengan keduaorang tua.

4. Akhlak kepada Anggota Masyarakat/ Jamaah


Pokok utama kerasulan nabi Muhammad Saw adalah menyempurnakan akhlak yang
mulia.Mencakup semua bentuk sikap dan perbuatan yang terpuji dikalangan orang-orang (masyarakat)
yang bertaqwa.Di samping terpuji berdasarkan norma-norma yang ditetapkan Allah SWT.
Akhlak mulia merupakan akhlak yang berlaku dan berlangsung di atas jalur Al-Quran dan
perbuatan nabi Muhammad Saw.Dalam sikap dan perbuatan.Seperti di dalam Al-Quran surat l-Qalam
ayat 4.Dan sesungguhnya engkau Muhammad mempunyai akhlak yang mulia.
Dengan demikian setiap muslim diwajibkan untuk memlihara norma-norma (agama) di
masyarakat terutama di dalam pergaulan sehari-hari baik keluarga rumah tangga, kerabat, tetangga dan
lingkungan kemasyarakatan.
Tolong-menolong untuk kebaikan dan takwa kepada Allah adalah perintah Allah, yang dapat ditarik
hokum wajib kepada setiap kaum muslimin dengan cara yang sesuai dengan keadaan objek orang
bersangkutan, Allah berfirman dalam Al-Quran surat Al-Maidah, ayat 2:
{2: }
Artinya:
dan tolong-menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebaikan dan taqwa, dan janganlah
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran/permusuhan.
Dalam pergaulan yang sesuai dengan norma-norma agama, ada beberapa yang harus di perhatikan
yakni bagaimana cara berbahasa, cara salam, cara makan dan minum, cara di majles pertemuan, cara
minta ijin masuk, cara member ucapan selamat, cara berkelakar atau becanda, cara menjenguk orang
sakit, dan cara taziah. Dan kesemnilan tata cara diatas akan diterangkan secara terperinci di bawah ini:
a.

Tata cara berbahasa

Setiap muslim (umat islam) dan semua orang diperintah untuk selalu berbahasa dengan bahasa yang jelas
dan baik, bahasa yang mudah dimengerti oleh lawan bicara, sesuai tingkat usia, masyarakat dan tingkat
kedudukannya. Di dalam islam ada peribahasa yang menyatakan bahwa bahasa menunjukkan taqwa.
b.

Tata cara salam

Setiap masyarakat, agama atau bangsa memiliki tata cara member salam, sebagaimana juga dengan islam.
Salam telah menempati kedudukan sendiri dalam Islam.Lebih istimewa disbanding dengan agama di
luar Islam.
Sebagaimana landasan salamdi dalam firman Allah surat An-Nur ayat 27:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang buka rumahmu sebelum
meminta ijin dan member salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu agar
kamu(selalu) ingat. (QS.An-Nur: 27)
c.

Tata cara makan dan minum

Cara memegang sesuatu makanan dan minuman dengan tangan kanan.Dimulai membasuh sebelum
makan, membaca basmallah dan diakhiri mengucapkan Alhamdulillah.Sikap yang dimiliki oleh
orang yang sedang makan dan minum adalah dengan duduk yang baik.Tanpa bersuara, tanpa bersandar
sambil makan dan minum.Apabila sifatnya undangan bagi yang mengundang mempersilahkan dengan
bahasa yang sopan.Dan bagi yang diundang dengan menyambut yang baik, mendoakan si pengundang,
mendahulukan orang yang lebih tua, jangan mencaci hidangan yang ada di depannya, walaupun tak
berselera.
Dalam adab minum, tidak boleh menggunakan peralatan dari emas dan perak, jangan menarik nafas
dan menghembuskan kembali ke dalam cangkir.Apabila menggunakan kendi (dan sejenisnya) tidak boleh
melekat pada mulut di bibir kendi.
d.

Tata cara di majelis pertemuan

Bagaimana adab kita berada di majles pertemuan? Jawabannya adalah pertama kali baru masuk member
salam, kemudian baru dapat duduk yang telah disediakan, menyalami teman yang mendahului duduk,
jangan sekali-kali menggeser tempat duduk milik orang lain. Di samping itu juga jangan menggunakan
bahasa yang dapat menyinggung perasaan teman duduk. Ketika ingin meninggalkan tempat minta ijin,
juga bila ke luar membaca doa kifaratul majelis.
e.

Tata cara minta ijin masuk

Di dalam masyarakat dan Negara ada aturan-atauran tertentu baik ijin masuknya, waktu maupun
prosedurnya bagi setiap orang yang ingin memasuki kamar, rumah orang lain atau Negara.
Aturan Islam bagi seseorang yang ingin masuk rumah orang lain, maka paling awal yang dilakukan
adalah member salam. Apabila tidak baik kembali. Di dalam mengetuk pintu dilakukan secara wajar,
menyatakan nama diri. Tidak boleh berdiri tepat di tengah-tengah pintu ketika dibukakan.Apabila ditolak
tidak boleh sedih hati namun harus dikendalikan dengan hati yang bersih.

f.

Tata cara member ucapan selamat

Tujuh (7) rangkaian (munasabah) yang ada dalam islam ketika mengucapkan salam ucapan salam.
Ketujuh rangkaian tersebut antara lain:
a.

Dalam rangka acara pernikahan

b.

Dalam rangka kelahiran seorang bayi kepada ibunya

c.

Kembalinya seorang musafir (yang berpergaian)

d.

Pulangnya seorang dari jihad

e.

Sekembalinya dari haji

f.

Pada hari raya idul fitri dan idul adha

g.
Ketika seseorang mendapat kenikmatan tertentu seperti kenaikan pangkat, mendapat hadiah apa saja
yang membuat seseorang merasakan kebahagiaan.
Ketujuh peristiwa pada waktu dan suasana pemberian ucapan selamat tersebut telah ditentukan cara
bagaimana member ucapan selamat (sebagaimana keterangan b).
g. Tata cara bekelar
Di dalam ajaran Islam, berkelar atau becanda diperbolehkan. Namun hal itu bukan berarti bebas,
sesuka hati, sehingga tak ingat norma social. Ada tiga syarat diperbolehkan bercanda yaitu:
a.

Tidak boleh berlebih-lebihan sehingga menjadikan lupa kepada Allah

b.
Tidak boleh berkelar sehingga menyakiti baik yang bersifat jasmaniah dan rohaniah seperti ucapan
hinaan.
c.

Tidak bersifat dusta atau penipuan dan kata-kata kotor.

d.

Tata cara menjenguk orang sakit

Seseorang yang hidup di masyarakat, mau mengunjungi orang sakit tetangganya (jamaah) adalah suatu
tindakan terpuji. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan, dalam kunjungan orang sakit yaitu:
a.

Segera mungkin setelah ada orang sakit

b.

Mengungkapkan dengan kata-kata yang meringankan beban batinnya orang yang sakit.

c.

Ajarkan doa peringan perih pada bagian tubuh

d.

Mendoakan secara khusus bagi si sakit ketika masuk

e.

Duduk agak dekat dengan kepala si sakit

f.

Mintalah ia mendoakan kita

g.

Bila sudah gawat ajari si sakit dengan kalimat tauhid dan bacaan surat yasin.

h.

Tata cara taziah

Taziah dilakukan jamaah (masyarakat) dalam rangka meringankan beban lahir batin bagi keluarga yang
ditimpa musibah.Mka sikap dan tindakan tersebut bermaksud untuk menentramkan hati mereka. Menurut
ajaran islam, tata cara taziah atara lain:
a. Mengucapkan perkataan yang pernah diucapkan oleh nabi Saw. Dan para sahabatnya.
b.

Member makan keluarga yang terkena musibah

c.

Menunjukkan rasa belasungkawa

d.

Member nasehat yang baik.

5. Akhlak DaI / Mubaligh


Telah jelas ujian bagi penyebar agama islam yang paling hebat adalah para nabi. Kemudian orangorang saleh, para Dai/ mubaligh yang menyeri atau mengangguk manusia untuk mentauhidkan Allah dan
ikhlas dalam beribadah.
Dalam mempersiapkan diri yang telah mengikrarkan untuk berjalan mengikuti manhaj para nabi dalam
dakwah, maka para nabi harus membekali diri dengan akhlakul karimah.Sebab Dai/mubaligh di
masyarakat menjadi suri tauladan secara langsung.Baik perilaku, sikap perbuatan maupun perkataannya.
Jalan yang harus ditempuh selanjutnya, daI harus berusaha terus membersihkan jiwa. Segala apa
yang mengganjal, menutup dan tersembunyi di hati nurani, DaI harus berusaha juga menerangi segala
rahasia dirinya. Dan senantiasa mohon petunujuk dan pertolongan dari Allah.Dengan demikian dirinya
menjadi baik atas kuasa Allah SWT.
Para Dai memiliki ilham yang man merupakan martabat yang tinggi dalam dirinya yang selalu
menghubungkan dengan Allah.Di dalam hati DaI ada bisikan-bisikan yang benar yang berada pada
lisannya karena tergisik dari hati yang bersih.
Menurut Jamludin Kafie, sebagai DaI, pelaksana dakwah harus memperhatikan prinsip-prinsip
kemimpinan yang baik yaitu:
a.

Sifat terbuka

b.

Berani berkorban

c.

Aktif berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat

d.

Sanggup menjadi pelopor dan perintis dalam kebajika

e. Mengembangkan sifat-sifat kooperatif, kemusiaan dan sikap-sikap toleransi, kebijaksanaan dan


keadilan social

f.

Tidak menjadi parasit atau membebani masyarakat

g.

Percaya diri dan yakin akan kebenaran yang dibawanya

h.

Optimis dan tidak putus asa

Dengan demikian sikap DaI harus memahami kondisi dan situasi masyarakat yang menjadi
sasarannya.Juga perlu terus menambah wawasannya. Kerena beraneka ragam budaya , kompleksitas
permasalahan di masyarakat.

6. Akhlak Pemimpin
Tugas pemimpin tidak ringan. Tanggung jawab yang ia pikul senantiasa bernafaskan amanat. Baik
amanat dari masyarakat/ warga atau Negara.Bahkan agama. Agama islam sangat memperhatikan masalah
kepemimpinan. Menurut Islam. Semua pemimpin akan dimintai pertanggung jawabnya. Pemimpin
keluarga bertanggung jawab atas kebahagiaan, kesejahteraan keluarganya, pemimpin Negara/bangasa
akan dimintai pertanggung jawabnya oleh masyarakat dan lain sebagainya.
Sebagai contoh seorang pemimpin sejati adalah Rasullah Saw dan para sahabatnya seperti Abu
bakar sebagai orang yang berwibawa dan tenang.Oerangnya penuh ramah tamah, cinta sesama dan selalu
membenarkan dan menepati pada rasul yang agung. Umar bin khotob sebagai pemimpin yang
mempunyai pendapat yang berbobot. Dia adalah orang yang terpercaya terhadap rahasiarahasianya.Utsman sebagai pengumpul firman Kitab Allah.Dia adalah seorang pemimpin yang
meluruskan akida. Sedangkan Ali bin Abi Thalib sebagai pemimpin yang pandai menyusun pasukan
perang untuk mengalahkan orang-orang jahat. Dan Ali adalah seorang pemimpin yang mampu sebagai
pewaris ilmu rasullah dan pemelihara janjinya.
Demikianlah akhlak pemimpin yang dicontohkan kepada kita untuk menjadi pemimpin sejati.
Akhlak pemimpin baik, sebab sifat, perilaku dan sikapnya dapat membahagiakan orang lain (umat
manusia) dan menampakkan karismatiknya pada yang dipimpin, jadi dapat dikemukakan di sini, bahwa
pemimpin berakhlak baik apabila memiliki kepribadian yang sesuai dengan tata aturan (ketentuan)
agama, masyarakat, keluarga dan Negara/bangsa.

7. Akhlak Mahmudah dan Mazmumah


Ada 2 (dua) penggolongan akhlak secara garis besar yaitu: akhlak mahmudah(fadilah) dan akhlak
mazmumah(qabihah). Di samping istilah tersebut Imam Al-Ghazali menggunakan juga istilah munjiyat
untuk akhlak mahmudah dan muhlihat untuk yang mazmumah.
Di kalangan ahli tasawuf, kita mengenal system pembinaan mental, dengan istilah: Takhalli, tahalli dan
tajalli.
Takhalli adalah mengosongkan atau membersihkan jiwa dari sifat-sifat tercela, karena sifat-sifat
tercela itulah yang dapat mengotori jiwa manusia.

Dan tahalli adalah mengisi jiwa ( yang telah kosong dari sifat-sifat tercela) dengan sifat-sifat yang
terpuji (mahmudah).
Jadi dalam rangka pembinaan mental, pensucian jiwa hingga dapat berada dekat dengan Tuhan,
maka pertama kali yang dilakukan adalah pengosongan atau pembersihan jiwa dari sifat-sifat tercela,
hingga akhirnya sampailah pada tingkat berikutnya dengan apa yang disebut tajalli, yakni tersikapnya
tabir sehingga diperoleh pancaran Nur Ilahi.
Sedangkan yang dimaksud dengan akhlak mahmudah adalah segala macam sikap dan tingkah laku
yang baik (yang terpuji).Sebaliknya segala macam sikap dan tingkah laku yang tercela disebut dengan
akhlak mazmumah.Akhlak mahmudah tentunya dilahirkan oleh sifat-sifat mahmudah yang terpendam
dalam jiwa manusia, demikian pula akhlak mazmumah dilahirkan oleh sifat-sifat mazmumah.Oleh karena
itu sebagaimana telah disebutkan terdahulu bahwa sikap dan tingkah laku yang lahir adalah merupakan
cermin/ gambaran daripada sifat/kelakuan batin.
Beberapa akhlak mahmudah seperti bersikap setia, jujur, adil, pemaaf, disenangi, menepati janji,
memelihara diri, malu, berani, kuat, sabar, kasih sayang, murah hati, tolong menolong, damai,
persaudaraan, menyambung tali persaudaraan, menghoranati tamu, merendahkan diri, berbuat baik,
menundukkan diri, berbudi tinggi, memlihara kebersihan badan, cenderung kepada kebaikan, merasa
cukup dengan apa yang ada, tenang, lemah lembut, bermuka manis, kebaikan, menahan diri dari berlaku
maksiat, merendahkan diri kepada Allah, berjiwa kuat dan lain sebagainya.
Sedangkan yang termasuk dalam akhlak mazmumah, antara lain; egoistis, lacur, kikir, dusta,
peminum khamr, khianat, aniaya, pengecut, aniaya, dosa besar, pemarah, curang, culas, mengumpat, adu
domba, menipu, memperdaya, dengki, sombong, mengingkari nikmat, homosex, ingin dipuji, ingin
didengar kelebihannya, makan riba, berolok-olok, mencuri, mengikuti hawa nafsu, boros, tergopohgopoh, membunuh, penipuan, dusta, berlebih-lebihan, berbuat kerusakan, dendam, merasa tidak perlu
pada yang lain dan lain sebagainya yang menunjukkan sifat-sifat yang tercela.

DAFTAR PUSTAKA

Drs. Sahilun A. Nasir, Etika dan Problematikanya Dewasa ini, PT. Al-Maarif Bandung, 1980

Jamaluddin Kafie,Psikologi Dakwah, Indah, Surabaya, 1993

Drs. M. Zein Yusuf, Akhlak-Tasawuf, Al-Husna, Semarang, 1993

http://citrariski.blogspot.com

You might also like