You are on page 1of 21

LAPORAN KASUS

PEMPHIGUS VULGARIS
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan
Pendidikan Program Profesi Dokter Stase Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pembimbing :
Dr. Sunaryo, Sp.KK

Diajukan oleh :
Achmad Nur Ansyah J 500 900 098
Anjar Widarini

J 500 100 098

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MHAMMADIYAH SURAKARTA
2014

TUGAS LAPORAN KASUS


PEMPHIGUS VULGARIS

Yang diajukan oleh :


Achmad Nur Ansyah J 500 900 098
Anjar Widarini

J 500 100 098

Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Pada hari Senin, 23 Juni 2014.
Pembimbing :
Dr. Sunaryo , Sp.KK

(.....................................)

Dipersembahkan dihadapan :
Dr. Sunaryo, Sp.KK

(......................................)

BAB I
PENDAHULUAN
Pemfigus adalah kumpulan penyakit autoimun berbula kronik, menyerang
kulit dan membrana mukosa yang secara histologik ditandai dengan bula
intraepidermal akibat proses akantolisis dan secara imunopatologik ditemukan
antbodi terhadap desmosom pada permukaaan keratinosit IgG, baikterikat maupun
beredar dalam sirkulasi darah (Djuanda, 2009)
Pemphigus vulgaris merupakan penyakit yang sangat jarang terjadi, di
United Kindom hanya 5 kasus per sejuta orang dilaporkan setiap tahun..
Penelitian di Inggris menyatakan angka kematian pasien yang tidak mendapat
perawatan adalah 3 kali lebih besar berbanding pasien yang mendapat perawatan
dengan kortikosteroid. (Moore, 2008)
Penelitian epidemiologi terhadap 138 orang sampel yang menghidap
pemphigus vulgaris di Inggris, usia median bagi penghidap pemphigus vulgaris
adalah 71 tahun, berkisar diantara 21 hingga 102 tahun dan 91 orang yaitu 66%
(Langan, 2008)
Penelitian di Asia, Iran menunjukkan angka insiden yang tinggi yaitu 10
per sejuta orang pertahun berbanding Finland 7,6 per sejuta orang pertahun dan
6,7 per sejuta orang pertahun di Tunesia namun Jerusalem lebih tinggi dengan 16
per sejuta orang pertahun (Samadi, 2008)
Penyakit yang mempunyai gejala pada kulit dan juga mulut ini
memberikan dampak yang buruk kepada penderitanya. Lesi pada kulit dapat
menyebabkan terjadinya dehidrasi dan infeksi sedangkan lesi pada mulut yang
menyakitkan dapat menyebabkan malnutrisi dan memperparahkan dehidrasi
akibat konsumsi cairan yang berkurang (Loowe, 2008)
Terapi pada pemphigus Vulgaris ditujukan untuk menekan pembentukan
autoantibodi. Penggunaan kortikosteroid dan obat imunoupressan masih menjadi

pilihan utama akan tetapi masih harus diperhatikan morbiditas dan mortalitas
akibat terapi tersebut (Amagai, 2008)
Pada laporan kasus ini akan dibahas tentang pemphigus vulgaris karena
dengan pengetahuan yang cukup maka diagnosis dapat ditegakan secara dini dan
dapat dilakukan terapi dengan cepat sehingga prognosis semakin baik.

BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Agama
Suku
Tanggal Pemeiksaan
No RM

: Ny.M
: 35 tahun
: Perempuan
:Delingan Karanganyar
: Islam
: Jawa
: 30 Mei 2014
: 303606

B. KELUHAN UTAMA
Timbul lesi yang nyeri di seluruh tubuh
C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
2BSMRS
Pasien mengeluh terdapat lesi dirongga mulut tampak seperti sariawan,
terasa sakit dan nyeri
1BSMRS
Pasien dirawat di rumah sakit GH selama 7 hari akan tetapi lesi dirongga
mulut tidak membaik malah bertambah dengan timbul bula di regio abdomen
2HSMRS
Bula bertambah di regio torak, abdomen, di wajah, dan diselangkangan,
terasa gatal, panas dan pedih.

HMRS
Pasien datang ke poli kulit dan kelamin RSUD karanganyar dengan
keluhan lesi dikulit berupa bula yang telah mengalami ekskoriasi dan beberapa
telah menjadi krusta di muka, regio thorak dan abdomen yang semakin banyak.
Tidak ada keluhan sistemik sepeti mual, muntah, dan demam.
D. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Riwayat penyakit kulit yang sama
Riwayat alergi
E. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

: Disangkal
: Disangkal

Riwayat penyakit kulit yang sama

: Disangkal

F. RIWAYAT HIGIENE
1. Pasien mandi 2 kali sehari
2. Pasien selalu mencuci pakaian setelah digunakan.
3. Pasien selalu mengenakan pakaian yang bersih
G. RIWAYAT SOSIAL EKONOMI
Pasien merupakan ibu rumah tangga dan suaminya bekera sebagai
wiraswasta. Dinding rumah terbuat dari tembok, lantai keramik dan mata air
dari sumur.
H. ANAMNESIS SITEMIK
Neuro
: Sensasi nyeri baik, gemetaran (-), sulit tidur (+)
Kardio
: Nyeri dada (-), dada berdebar-debar (-)
Pulmo
: Sesak napas (-), batuk lama(-)
Abdomen : Diare (-), kembung (-), konstipasi (-)
Urologi : BAK dan BAB lancar, panas (-)
Muskulo : Nyeri otot (-), nyeri sendi (-)
I. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status generalis
KU
: Compos mentis
Vital Sign :
a. Nadi
: 100 x/menit
b. Respirasi : 20x/menit
c. Suhu
: 36 C
d. TB
: 155 cm
e. BB
:55 kg
2. Kepala
a. Mata
: Konjungtiva anemis (-), Sklera ikterik (-)
b. Bibir
: Sianosis (-)
c. Pembesaran kelenjar getah bening (-)
3. Thorax
Paru
: Suara vesikuler (+), whezing (-).
Jantung
: BJ 1 dan 2 murni reguler
4. Abdomen
: Dalam batas normal
5. Ekstremitas : Akral hangat
J. STATUS LOKALIS
Inspeksi (UKK)

K. PEMERIKSAAN PENUNJANG

L. DIAGNOSIS BANDING
1. Pemfigoid bulosa
2. Dermatitis herpetiformis

M. DIAGNOSIS KERJA
Pemfigus vulgaris
N. TERAPI (IGD)
1. Lameson tab 2x16 mg
2. Diprogenta cream
O. PROGNOSIS
1. Quo ad Vitam
2. Quo ad Sanam
3. Quo ad Fungsionam
4. Quo ad Cosmeticum

: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam

P. FOLLOW UP
1) 5 Juni 2014
Vital Sign
S
:36, 1C
N
: 80 x/menit
RR
: 16 x/menit
S : Pasien mengeluh lesi di muka, regio abdomen, thorak dan punggung
sudah mulai berkurang, rasa nyeri, pedih, dan gatalnya juga sudah
mulai berkurang, hanya lesi di bagian lidah yang masih terasa sakit.
O

A
P

Dan tidak ada lesi baru.


: K/L
= CA (-/-), SI (-/-), PKGB (-/-)
Thorax
= Paru
= SDV (+/+),Rh (+/+), Wh (-/-)
Jantung
= BJ I/II reguler, bising (-)
Abdomen
= NT (-)
Ekstremitas
= Akral Hangat
: Pemfigus vulgaris
: - Lameson tab 8mg 5-4-3
- Salep diprogenta
- Omeprazol

STATUS LOKALIS UKK

2) 10 Juni 2014
Vital Sign
S
: 36 C
N
: 80 x/menit
RR
: 16 x/menit
S : Pasien mengeluh masih terdapat lesi di bibir bagian bawah tapak
O

A
P

eritematous yang terasa sakit, akan tetapi tidaka da lesi baru..


: K/L
= CA (-/-), SI (-/-), PKGB (-/-)
Thorax
= Paru
= SDV (+/+),Rh (+/+), Wh (-/-)
Jantung
= BJ I/II reguler, bising (-)
Abdomen
= NT (-)
Ekstremitas
= Akral Hangat
: Bronkitis dengan furunkolisis
: Terapi anak
1. Lameson tab8mg 32-24-24
2. MTX 2x1
3. Salep diprogenta

STATUS LOKALIS UKK

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Pemphigus vulgaris adalah salah satu bentuk bulos
dermatosis yang bersifat kronis, disertai dengan adanya proses
akantolisis(terpisahnya

ikatan

antara

sel

epidermis)

dan

terbentuknya bula pada epidermis (Murtiastutik et al, 2011).


Istilah pemfigus sendiri berarti kelompok penyakit bula
autoimun

pada

karakteristik

kulit

secara

dan

membran

histologist

mukosa

berupa

dengan

adanya

bula

intraepidermal disebabkan oleh akantolisis (terpisahnya ikatan


antara sel pidermis) dan secara imunopatologis adanya IgG in
vivo

maupun

sirkulasi

yang

secara

langsung

melawan

permukaan sel-sel keratinosit (Stanley, 2012).


B. ETIOLOGI
Penyebab utama oleh reaksi autoimmune pada kulit dan membran
mukosa.
C. EPIDEMIOLOGI
Umur

: Penyakit ini banyak terjadi pada usia paruh baya


dan jarang terjadi pada anak-anak.

Jenis kelamin : frekuensi sama pria dan wanita.


Ras

: Pemfigus vulgaris mengenai semua ras.

D. FAKTOR PREDISPOSISI

Predisposisi pemfigus terkait dengan faktor genetic.

E. MANIFESTASI KLINIK
Pemfigus

vulgaris

ditandai

dengan

timbulnya

bula

lembek, berdinding tipis, mudah pecah, timbul pada kulit dan


mukosa yang tampaknya normal atau eritematosa. Isi bula
mula-mula cairan jernih, dapat menjadi hemoragik atau
seropurulen.

Bula

yang

pecah

menimbulkan

erosi

yang

eksudatif, mudah berdarah, dan sukar menyembuh. Bila


sembuh

meninggalkan

bekas

hiperpigmentasi.

Dalam

beberapa minggu atau bulan lesi dapat meluas, dimana


didapatkan erosi lebih banyak daripada bula. Pada 60%
penderita, lesi mulai muncul pada mukosa mulut kemudian
tempat-tempat lain seperti kepala, muka, leher, ketiak, lipat
paha atau daerah kemaluan. Bila lesi luas sering disertai
infeksi sekunder yang menyebabkan bau tidak enak.
F. PATOFISIOLOGI
Pemfigus vulgarisa

dalah

penyakit

autoimun

yang

menyerang kulit dan membrane mukosa yang ditandai dengan


didapatkannya
permukaasn

antibodi
sel

dalam sirkulasi

eratinosit.

yang

Autoantibodi

permukaan keratinosit digambarkan

menyerang
menyerang

pada pasien pemfigus

dengan di temukannya bula. Observasi klinik dan experimental


menunjukkan

autoantibody

dalam

sirkulasi

merupakan

pathogen. Predisposisi immunogenetik tak bisa dipungkiri.


Lepuhan yang terjadi pada PV berehubungan dengan ikatan
autoantibody IgG pada permukaan molekul sel keratinosit.
Antibodi interseluler atau PV ini berikatan dengan desmosom

keratinosit dan dengan area bebas desmosom pada membran


sel keratinosit. Ikatan autoantibody menyebabkan kehilangan
adhesi sel, disebut akantolisis. PV antigen: adhesi intraseluler
pada epidermis melibatkan beberapa molekul permukaan sel
keratinosit. Antibodi pemfigus mengikat molekul permukaan
sel keratinosit desmoglein 1 dan desmoglein 3. ikatan antibodi
dengan desmoglein menyebabkan efek langsung terhadap
adheren desmosomal atau mungkin memacu proses seluler
yang menghasilkan akantolisis. Antibodi spesifik untuk antigen
desmosomal juga didapatkan pada pasien PV, meskipun
begitu, peran antigen pada patogenesis penyakit masih belum
diketahui. Antibodi: pasien dengan penyakit aktif mempunyai
autoantibodi dalam sirkulasi dan terikat pada jaringan dari
subklas IgG1 dan G4.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pemfigus vulgaris dapat dilakukan pemeriksaan untuk menunjang
diagnosis yaitu:
1. Tidak adanya adhesi pada epidermis, dengan :
a. Nikolsky Sign : penekanan datau penggosokan pada lesi
menyebabkan terbentuknya lesi, epidermis
terlepas, dan tampak seperti kertas basah.
b. Bullae spread phenomenon : bula ditekan

isinya tampak

menjauhi tekanan
2. Tzanck test: bahan diambil dari dasar bula, dicat dengan
giemsa tampak sel akantolitik atau sel tzanck.
3. Biopsi bahan diambil dari dasar bula yang baru timbul, kecil,
dan utuh. Dicari adanya bula intraepidemal.
4. Pemeriksaan laboratorium yang tidak spesifik :

Leukositosis
Eosinofilia
Serum protein rendah

Gangguan elektrolit
Anemia
Peningkatan laju endap darah

(Murtiastutik, 2011)
5. Pemeriksaan imunofloresensi direk dan indirek.
Autoantibodi

ditemukan

imonofloresensi

pada

indirek

serum

dan

pasien

dengan

kemudian

dengan

imunofloresensi direk pada kulit pasien.


Pemeriksaan dengan ELISA memberikan hasil yang lebih
sensitive

dan

spesifik

daripada

imunofloresensi

(dapat

membedakan pemfigus vulgaris dan pemfigus foliaseus. Di


bandingkan dengan imunofolresensi, pemeriksaan ELISA juga
memiliki

korelasi

lebih

baik

dengan

aktivitas

penyakit

(Stanley, 2012).

H. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding
Bulosa eritema multiforme

Yang membedakan
Vesikel atau bula

timbul

dari

sebagian plak merah, 1-5 cm, pada


Bulosa lupus erythematosus

permukaan ekstensor ekstremitas.


Erupsi vesiculobullous luas yang
mungkin

pruritus; cenderung

mendukung bagian atas pada batang


Pemfigoid bulosa

tubuh dan ekstremitas atas proksimal.


Vesikel dan bula muncul dengan
cepat

Virus Herpes simpleks

pada

pruritus

luas,

plak

urtikaria.
Vesikel berkelompok pada dasar
eritematosa yang pecah menjadi erosi
ditutupi oleh kerak, biasanya pada
bibir dan kulit; mungkin memiliki

gejala prodromal
Bula terlihat dengan papula pruritus

Gigitan serangga

dikelompokkan

dalam

daerah

di

mana terjadi gigitan.


Sindrom Stevens-Johnson

Luka bakar termal

Penyakit vesiculobullous dari kulit,


mulut, mata, dan alat
kelamin; ulseratif stomatitis dengan
hemoragik krusta adalah fitur yang
paling karakteristik
Sejarah terbakar dengan terik di
luka bakar tingkat dua

Nekrolisis epidermal toksik

Varicella

Stevens-Johnson-seperti penyakit
selaput lendir diikuti dengan
menyebar detasemen umum dari
epidermis
Vesikel berdinding tipis pada basis
eritematosa yang dimulai pada batang
dan menyebar ke wajah dan
ekstremitas; vesikel pecah dan
membentuk krusta; lesi tahapan yang
berbeda yang hadir pada saat yang
sama di daerah tubuh yang diberikan
sebagai tanaman baru berkembang

I. KOMPLIKASI
1. Infeksi sekunder, baik yang bersifat sistemik maupun
terlokalisasi pada kulit dapat terjadi karena penggunaan
imunosupresan dan adanya erosi multipel. Infeksi kutaneus
dapat

memperlambat

penyembuhan

luka

dan

meningkatkan risiko timbulnya jaringan parut.


2. Terapi imunosupresan jangka panjang dapat berakibat pada
infeksi dan keganasan sekunder ( seperti Kaposi Sarkoma),
karena adanya gangguan imunitas.
3. Retardasi tumbuh kembang dilaporkan terjadi pada anakanak

yang

mendapatkan

imunosupresan sistemik.

terapi

kortikosteroid

dan

4. Supresi sumsum tulang dilaporkan terjadi pada pasien yang


mendapatkan terapi imunosupresan.
5. Peningkatan insidensi leukemia dan

limfoma

juga

dilaporkan terjadi pada imunosupresan jangka panjang.


6. Gangguan respon imun yang disebabkan oleh kortikosterod
dan agen imunosupresif lainnya dapat mengakibatkan
penyebaran infeksi secara luas. Kortikosteroid menekan
tanda-tanda

infeksi

sehingga

berakibat

terjadinya

septicemia.
7. Osteoporosis dan insufisiensi adrenal dilaporkan terjadi
setelah penggunaan kortikosteroid jangka panjang (Zeina,
2011)
J. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pemfigus vulgaris terutama pada fase
akut, harus di bawah pengawasan yang ketat untuk menjaga
keseimbangan cairan dan elektrolit.
Terapi antimikroba sistemik diperlukan untuk pasien
dengan infeksi sekunder. Untuk terapi topikal, dilakukan
kompres dengan Aluminium Diasetat 5%, perak nitrat 0.005%,
atau solusio kalium permanganate 0,01% pada area yang
terkena setiap 4 jam. Hal ini diperlukan untuk melepaskan
debris kulit dari area bula dan mengurangi risiko infeksi
sekunder.
Kortikosteroid dosis tinggi diperlukan untuk mengontrol
kondisi pasien. Dosis harus diturunkan perlahan-lahan ketika
sudah terjadi stabilisasi hingga mencapai dosis terendah untuk
memelihara remisi.
Prednisolon IV atau prednisone oral dapat digunakan
sebagai pilihan terapi.
Tambahan
obat-obatan

imunosupresif

seperti

Azathioprine atau Cyclophosphamid digunakan apabila pasien

tidak dapat menoleransi kortikosteroid dosis minimum untuk


menjaga kondisi remisi.
Efek imunosupresif muncul perlahan-lahan dan biasanya
tidak terdeteksi sampai 4-6 minggu setelah dosis awal.
Kortikosteroid harus sudah dihentikan sebelum penghentian
terapi imunosupresif (World Health Organization, 2013).
Penatalaksanaan
penderita
Pemfigus
Vulgaris
berdasarkan Pedoman Diagnosis dan Terapi RSUD dr.Soetomo
adalah sebagai berikut :
1. Penanganan lesi luas

diperlukan

rawat

inap

untuk

pengobatan dan perawatan yang tepat.


2. Topikal :
a. Lesi Basah : kompres garam faali (NaCl0.9%)
b. Lesi Kering : talcum Acidum Salicylicum 2%.
3. Sistemik :
a.

Antibiotik:

bila

timbul

infeksi

sekunder,

dengan

sebelumnya dilakukan:
pemeriksaan gram
kultur dan tes sensitivitas
Antibiotik spectrum luas 7-10 hari
b. Kortikosteroid : merupakan obat pilihan untuk pemfigus
vulgaris, diberikan Dexamethasone atau
sejenisnya.

Dosis

bila

keras

dapat

diberikan 3-4 mg Dexamethasone/hari. Bila


setelah beberapa hari tidak timbul bula
baru, dosis dapat diturunkan pelan-pelan
dan diberi tambahan Azathioprine untuk
mencegah relaps, sampai dengan dosis
terandah yang tidak menimbulkan bula
baru.
c. Imunosupresan : Untuk mengurangi dosis kortikosteroid
dapat diberikan Azathioprine (Imuran) 1-2
mg/kgBB/hari selama 2-3 kali 1 tablet.
K. PROGNOSIS

Pada umumnya baik apabila menghindari dan mencegah faktor


predisposisi dan mendapat terapi yang tepat dan adekuat.

BAB IV
PEMBAHASAN
Diagnose pemphigus vulgaris pada pasien ini ditegakkan berdasarkan
anamnesa dan pemeriksaan fisik. Pada anamnesa dijumpai lesi di muka, rongga
mulut, punggung, regio thoaks dan abdomen berupa erosi disertai pembentukan
krusta yang telah timbul selama 2 bulan dan bersifat nyeri. Demam tidak
dijumpai. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa gejala klinis
pemphigus vulgaris adalah berupa bula yang timbul berdinding kendor, mudah
pecah dengan meninggalkan kulit yang terkelupas disertai pembentukan krusta
yang lama bertahan diatas kulit yang terkelupas tersebut. Dan timbul rasa nyeri
pada kulit yang terkelupas tersebut.
Diagnosis banding pada kasus ini adalah dermatitis herpetiformis dan
pemfigoid bulosa.

Penatalaksanaan pada kasus ini secara umum adalah menghindari dan


mencegah faktor predisposisi, memperbaiki hygiene dan lingkungan, dan
meningkatkan daya tahan tubuh. Penatalaksaan secara khusus pada kasus ini
diberikan kortikosteroid lameson tab 8mg , salep diprogenta dan dilakukan
pemeriksaan gram
Pada pemeriksaan giemsa didapatkan gambarannya sebagai berikut :

Setelah diberikan penatalaksaan dengan lameson tab 8mg dan salep


diprogenta, keadaan pasien semakin membaik, tidak ditemukan lesi baru, dan lesi
lama mulai berkura

BAB V
KESIMPULAN
Pemphigus vulgaris adalah salah satu bentuk bulos
dermatosis yang bersifat kronis, disertai dengan adanya proses
akantolisis(terpisahnya ikatan antara sel epidermis) dan
terbentuknya bula pada epidermis
Pemfigus

vulgaris

ditandai

dengan

timbulnya

bula

lembek, berdinding tipis, mudah pecah, timbul pada kulit dan


mukosa yang tampaknya normal atau eritematosa. Isi bula
mula-mula cairan jernih, dapat menjadi hemoragik atau
seropurulen.

Bula

yang

pecah

menimbulkan

erosi

yang

eksudatif, mudah berdarah, dan sukar menyembuh. Bila


sembuh

meninggalkan

bekas

hiperpigmentasi.

Dalam

beberapa minggu atau bulan lesi dapat meluas, dimana


didapatkan erosi lebih banyak daripada bula. Pada 60%
penderita, lesi mulai muncul pada mukosa mulut kemudian

tempat-tempat lain seperti kepala, muka, leher, ketiak, lipat


paha atau daerah kemaluan. Bila lesi luas sering disertai
infeksi sekunder yang menyebabkan bau tidak enak.

Dengan ditegakan diagnosis secara dini dibantu dengan


pemeriksaan penunjang yang tepat dan terapi yang adekuat maka
prognosis pemphigus vulgaris memiliki prognosis yang baik

Daftar Pustaka
1. Amagai M. Pemfigus. In: Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP (eds).
Dermatology.pain: Elsevier. 2008; 5: 417-29
2. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S., Ilmu Penyakit kulit dan kelamin., FKUI.
2008. Balai penerbit FKUI: Jakarta
3. Langan SM, Smeeth L, Hubbard R, Fleming KM, Smith CJP, West J.
Bullous pemphigoid and pemphigus vulgaris incidence and mortality in
the UK: population based cohort study. BMJ 2008; 337: 180-7.
4. Lowe S, Watts MJ, Harman K, Chalmers J, Williams HC. Pemphigus
vulgaris.
<http://www.bad.org.uk/public/leaflets/bad_patient_information_gateway_
leaflets/pemphigus> (29 Agustus 2008)
5. Moore E, House F, Dorfman J, Gerber M, Fogarty M, Cowie R.
Pemphigus vulgaris: the blistering oral and skin lesions of vesiculbullous
PV.

<http://autoimmunedisease.suite101.com/article.cfm/pemphigus_vulgaris>
(29 Agustus 2008)
6. Samadi Z, Gorouhi F, Davari P, Firooz A. Think globally, act locally:
expert opinions from Asian on the diagnosis and treatment of pemphigus
vulgaris. Indian J Med Sci. 2007; 61(3), 144-51.

You might also like