You are on page 1of 8

MODEL DAN FAKTOR PENDUKUNG BERETIKA

DALAM BISNIS

Dosen

: Bani Zamzani, SE., MM.

Nama Anggota

: Andree Maulana Yusuf


Rifqi Ramadhan
Syah Rochman
Stanislaus Yoseph T. K.
Trias Prasetyo

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
JAKARTA
2016

MODEL DAN FAKTOR PENDUKUNG BERETIKA DALAM


BISNIS

A.

Immoral Manajemen
Immoral manajemen merupakan tingkatan terendah dari model
manajemen dalam menerapkan prinsip-prinsip etika bisnis. Manajer yang
memiliki manajemen tipe ini pada umumnya sama sekali tidak
mengindahkan apa yang dimaksud dengan moralitas, baik dalam internal
organisasinya maupun bagaimana dia menjalankan aktivitas bisnisnya.
Para pelaku bisnis yang tergolong pada tipe ini, biasanya memanfaatkan
kelemahan-kelemahan dan kelengahan-kelengahan dalam komunitas untuk
kepentingan dan keuntungan diri sendiri, baik secara individu atau
kelompok mereka. Kelompok manajemen ini selalu menghindari diri dari
yang disebut etika. Bahkan hukum dianggap sebagai batu sandungan
dalam menjalankan bisnisnya.

B.

Amoral Manajemen
Tingkatan kedua dalam aplikasi etika dan moralitas dalam
manajemen adalah amoral manajemen. Berbeda dengan immoral
manajemen, manajer dengan tipe manajemen seperti ini sebenarnya bukan
tidak tahu sama sekali etika atau moralitas. Ada dua jenis lain manajemen
tipe amoral ini, yaitu Pertama, manajer yang tidak sengaja berbuat amoral
(unintentional amoral manager). Tipe ini adalah para manajer yang
dianggap kurang peka, bahwa dalam segala keputusan bisnis yang
diperbuat sebenarnya langsung atau tidak langsung akan memberikan efek
pada pihak lain. Oleh karena itu, mereka akan menjalankan bisnisnya
tanpa memikirkan apakah aktivitas bisnisnya sudah memiliki dimensi etika
atau belum. Manajer tipe ini mungkin saja punya niat baik, namun mereka
tidak bisa melihat bahwa keputusan dan aktivitas bisnis mereka apakah
merugikan pihak lain atau tidak. Tipikal manajer seperti ini biasanya lebih

berorientasi hanya pada hukum yang berlaku, dan menjadikan hukum


sebagai pedoman dalam beraktivitas. Kedua, tipe manajer yang sengaja
berbuat amoral. Manajemen dengan pola ini sebenarnya memahami ada
aturan dan etika yang harus dijalankan, namun terkadang secara sengaja
melanggar etika tersebut berdasarkan pertimbangan-pertimbangan bisnis
mereka, misalnya ingin melakukan efisiensi dan lain-lain. Namun manajer
tipe ini terkadang berpandangan bahwa etika hanya berlaku bagi
kehidupan pribadi kita, tidak untuk bisnis. Mereka percaya bahwa aktivitas
bisnis berada di luar dari pertimbangan-pertimbangan etika dan moralitas.

Widyahartono (1996:74) mengatakan prinsip bisnis amoral itu


menyatakan bisnis adalah bisnis dan etika adalah etika, keduanya jangan
dicampur-adukkan. Dasar pemikirannya sebagai berikut :

Bisnis adalah suatu bentuk persaingan yang mengutamakan dan


mendahulukan kepentingan ego-pribadi. Bisnis diperlakukan seperti
permainan (game) yang aturannya sangat berbeda dari aturan yang ada
dalam kehidupan sosial pada umumnya.

Orang yang mematuhi aturan moral dan ketanggapan sosial (sosial


responsiveness) akan berada dalam posisi yang tidak menguntungkan di
tengah persaingan ketat yang tak mengenal values yang menghasilkan
segala cara.

Kalau suatu praktek bisnis dibenarkan secara legal (karena sesuai


dengan aturan hukum yang berlaku dan karena law enforcement-nya
lemah), maka para penganut bisnis amoral itu justru menyatakan bahwa
praktek bisnis itu secara moral mereka (kriteria atau ukuran mereka)
dapat dibenarkan. Pembenaran diri itu merupakan sesuatu yang wajar
menurut mereka. Bisnis amoral dalam dirinya meskipun ditutup-tutupi

tidak mau menjadi agen moral karena mereka menganggap hal ini
membuang-buang waktu, dan mematikan usaha mencapai laba.

C.

Moral Manajemen
Tingkatan tertinggi dari penerapan nilai-nilai etika atau moralitas
dalam bisnis adalah moral manajemen. Dalam moral manajemen, nilainilai etika dan moralitas diletakkan pada level standar tertinggi dari segala
bentuk prilaku dan aktivitas bisnisnya. Manajer yang termasuk dalam tipe
ini hanya menerima dan mematuhi aturan-aturan yang berlaku namun juga
terbiasa meletakkan prinsip-prinsip etika dalam kepemimpinannya.
Seorang manajer yang termasuk dalam tipe ini menginginkan keuntungan
dalam bisnisnya, tapi hanya jika bisnis yang dijalankannya secara legal
dan juga tidak melanggar etika yang ada dalam komunitas, seperti
keadilan, kejujuran, dan semangat untuk mematuhi hukum yang berlaku.
Hukum bagi mereka dilihat sebagai minimum etika yang harus mereka
patuhi, sehingga aktifitas dan tujuan bisnisnya akan diarahkan untuk
melebihi dari apa yang disebut sebagai tuntutan hukum. Manajer yang
bermoral selalu melihat dan menggunakan prinsip-prinsip etika seperti,
keadilan, kebenaran, dan aturan-aturan emas (golden rule) sebagai
pedoman dalam segala keputusan bisnis yang diambilnya.

D.

Agama, Filosofi, Budaya dan Hukum


Agama
Agama adalah sumber dari segala moral dalam etika apapun
dengan kebenarannya yang absolut. Tiada keraguan dan tidak boleh
diragukan nilai-nilai etika yang bersumber dari agama. Agama
berkorelasi kuat dengan moral. Setiap agama mengandung ajaran
moral atau etika yang di jadikan pegangan bagi para penganutnya.
Pada umumnya, kehidupan beragama yang baik akan menghasilkan
kehidupan moral yang baik pula. Orang-orang dalam organisasi bisnis

secara luas harus menganut nilai shiddiq, tabligh, amanah dan


fathanah.

Filosofi
Sumber utama nilai-nilai etika yang dapat dijadikan sebagai
acuan dan referensi dalam pengeJolaan dan pengendalian perilaku
pebisnis dengan aktifitas usaha bisnisnya adalah filsafat. Ajaran-ajaran
filsafat tersebut mengandung nilai-nilai kebenaran yang bersumber
dari pemikiran-pemikiran filsuf dan ahli filsafat yang terus
berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.

Budaya
Referensi penting lainnya yang dapat dimanfaatkan sebagai
acuan etika bisnis adalah pengalaman dan perkembangan budaya, baik
budaya dari suatu bangsa maupun budaya yang bersumber dari
berbagai negara (Cracken, 1986). Budaya yang mengalami transisi
akan melahirkan nilai, aturan-aturan dan standar-standar yang diterima
oleh suatu komunitas tertentu dan selanjutnya diwujudkan dalam
perilaku seseorang, suatu kelompok atau suatu komunitas yang lebih
besar.

Hukum
Hukum merupakan aturan hidup yang bersifat memaksa dan si
pelanggar dapat diberi tindakan hukum yang tegas dan nyata. Hukum
moral dalam banyak hal lebih banyak mewarnai lilai-nilai etika.
Hukum moral adalah tuntunan perilaku manusia yang ditaati karena
kesadaran yang bersumber pada hati nurani dan bertujuan untuk
mencapai kebahagiaan.
Selain hukum moral yang biasanya tidak tertulis dan hanya
ditulis untuk penjelasan informasi semata, etika bisnis juga
mengadopsi aturan-aturan yang berlaku pada suatu daerah, negara atau

kesepakatan-kesepakatan hukum internasional. Harapan-harapan etika


ditentukan oleh hukum yang berlaku itu. Hukurn mengatur serta
mendorong perbaikan masalah yangdipandang buruk atau baik
dalam suatu komunitas. Sayangnya hingga saat ini kita masih
menemukan kendala-kendala penyelenggaraan hukum etika di
Indonesia.

E.

Leadership
Satu hal penting dalam penerapan etika bisnis di perusahaan adalah
peran seorang pemimpin/leadership. Pemimpin menjadi pemegang kunci
pelaksanaan yang senantiasa dilihat oleh seluruh karyawan. Di berbagai
kondisi, saat krisis sekalipun, seorang pemimpin haruslah memiliki kinerja
emosional & etika yang tinggi. Pada prakteknya, dibutuhkan kecerdasan
intelektual, emosional dan spiritual dari seorang pemimpin dalam
penerapan etika bisnis ini.
Kepemimpinan yang baik dalam bisnis adalah kepemimpinan yang
beretika. Etika dalam berbisnis memberikan batasan akan apa yang yang
sebaiknya dilakukan dan tidak. Pemimpin sebagai role model dalam
penerapan etika bisnis, akan mampu mendorong karyawannya untuk terus
berkembang

sekaligus

memotivasi

agar

kapabilitas

karyawan

teraktualisasi.

F.

Strategi dan Performasi


Fungsi yang penting dari sebuah manajemen adalah untuk kreatif
dalam

menghadapi

tingginya

tingkat

persaingan

yang

membuat

perusahaannya mencapai tujuan perusahaan terutama dari sisi keuangan


tanpa harus menodai aktivitas bisnisnya berbagai kompromi etika. Sebuah
perusahaan yang jelek akan memiliki kesulitan besar untuk menyelaraskan
target yang ingin dicapai perusahaannya dengan standar-standar etika.
Karena keseluruhan strategi perusahaan yang disebut excellence harus bisa

melaksanakan seluruh kebijakan-kebijakan perusahaan guna mencapai


tujuan perusahaan dengan cara yang jujur.

G.

Karakter Individu
Perjalanan hidup suatu perusahaan tidak lain adalah karena peran
banyak individu dalam menjalankan fungsi-fungsinya dalam perusahaan
tersebut. Perilaku para individu ini tentu akan sangat mempengaruhi pada
tindakan-tindakan mereka ditempat kerja atau dalam menjalankan aktivitas
bisnisnya.
Semua kualitas individu nantinya akan dipengaruhi oleh beberapa
faktor-faktor yang diperoleh dari luar dan kemudian menjadi prinsip yang
dijalani dalam kehidupannya dalam bentuk perilaku. Faktor-faktor tersebut
yang pertama adalah pengaruh budaya, pengaruh budaya ini adalah
pengaruh nilai-nilai yang dianut dalam keluarganya. Seorang berasal dari
keluarga tentara, mungkin saja dalam keluarganya di didik dengan disiplin
yang kuat, anak anaknya harus beraktivitas sesuai dengan aturan yang
diterapkan orang tuanya yang kedua, perilaku ini akan dipengaruhi oleh
lingkunganya yang diciptakan di tempat kerjanya. Aturan ditempat kerja
akan membimbing individu untuk menjalankan peranannya ditempat kerja.
Peran seseorang dalam oerganisasi juga akan menentukan perilaku dalam
organisasi,seseorang yang berperangsebagai direktur perusahaan, akan
merasa bahwa dia adalah pemimpin dan akan menjadi panutan bagi para
karyawannya, sehingga dalam bersikap dia pun akan mencoba menjadi
orang yang dapat dicontoh oleh karyawannya, misalnya dia akan selalu
datang dan pulang sesuai jam kerja yang ditentukan oleh perusahaan.
Faktor yang ketiga adalah berhubungan dengan lingkungan luar tempat dia
hidup berupa kondisi politik dan hukum, serta pengaruh-pengaruh
perubahan ekonomi. Moralitas seseorang juga ditentukan dengan aturanaturan yang berlaku dan kondisi negara atau wilayah tempat tinggalnya
saat ini. Kesemua faktor ini juga akan terkait dengan status individu

tersebut yang akan melekat pada diri individu tersebut yang terwuju dari
tingkah lakunya.

H.

Budaya Perusahaan
Budaya organisasi adalah suatu kumpulan nilai-nilai, norma-norma,
ritual dan pola tingkah laku yang menjadi karakteristik suatu organisasi.
Setiap budaya perusahaan akan memiliki dimensi etika yang didorong
tidak hanya oleh kebijakan-kebijakan formal perusahaan, tapi juga karena
kebiasaan-kebiasaan sehari-hari yang berkembang dalam organisasi
perusahaan tersebut, sehingga kemudian dipercayai sebagai suatu perilaku,
yang bisa ditandai mana perilaku yang pantas dan mana yang tidak pantas.
Budaya-budaya perusahaan inilah yang membantu terbentuknya nilai
dan moral ditempat kerja, juga moral yang dipakai untuk melayani para
stakeholdernya. Aturan-aturan dalam perusahaan dapat dijadikan yang
baik. Hal ini juga sangat terkait dengan visi dan misi perusahaan.
Banyak hal-hal lain yang bisa kita jadikan contoh bentuk budaya
dalam perusahaan. Ketika masuk dalam sebuah bank, misalnya, satpam
bank selalu membukakan pintu untuk pengunjung dan selalu mengucapkan
salam, seperti Selamat pagi Ibu! Selamat sore Pak! sambil
menundukkan badannya, dan nilai-nilai sebagiannya. Ini juga budaya
perusahaan, yang dijadikan kebiasaan sehari-hari perusahaan.

You might also like