You are on page 1of 7

Prosiding Pro poltek Diseminasi Hasil Penelitian

ISSN : 2089-2144

KESADARAN HUKUM DALAM MENGGUNAKAN HAK DESAIN INDUSTRI PERAJIN


KERAMIK DINOYO MALANG DALAM MENINGKATKAN DAYA SAING DAN
KEMANDIRIAN USAHA
Galuh Kartiko1, Sri Nurkudri2, Sri Hudiarini3
1,2,3

1,

UPT MKU, Politeknik Negeri Malang


2
galuh_law@yahoo.co.id, srinurkudri@ymail.com, 3hudiarini@yahoo.co.id

Abstract Legal awareness of the members of


a society is a bridge that related between rules of law
and behaviors of society such as obedience to the rules.
Legal awareness is the vealues and attitudes that
influence how the law works. The term desain industri
is used in Indonesia because it is viewed as an
appropriate parable term for industrial design included
in articles 25 and 26 of TRIPS. Compared with the term
industrial product design, the term has used in many
Uni Europeans countries, Korea, and Japan. It is
expected that usage of the term facilitates socialization
processes with foreign businessmen and designers
because its nearness to its original term. In the Law
numer 31 year 2000, industrial design is defined as:
creations of configurational or compositional forms of
lines, or color, or lines and colors, or its combination
in the form of three or two dimension and also can be
used to produce commodities, industrial products, or
handycrafts (Article 1 point 1 Law 31 year 2000) Field
research is one of kinds of the research that grouped
under descriptive research design, and this study use
descriptive qualititative design as its design of research
combined with sociological yuridical approach. There
are some efforts have been conducted to improve
competitiveness of handycraft products based on right
of industrial design. Till now, there is no proactive
measures to build an awareness among designers/
craft designers to protect their works in craft designs
for the government only facilitates the right of
intellectual property and make the registration
processes to be a public charge. Consequently, until
now, the government have no focus to improve the
development of the right of industrial designs, and
among designers, there is no awareness to patent their
right of industrial designs. The govenrment should
focus its efforts on designers development and not
only trade marks. If possible, the government should
implements a free of charges policy in the process of
registration of industrial design, and make it as a
public charge just as the policy on trade marks in the
area of industrial and cooperation office of Malang
city.
Keywords: Legal awareness, right of industrial design,
business independence

UPT. P2M Politeknik Negeri Malang, Oktober 2012

I.

PENDAHULUAN

Di Indonesia dengan adanya tradisi hukum


adat, sebenarnya kurang atau bahkan tidak begitu
mengenal
perangkat
hukum
yang
mengatur
perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Hal
demikian karena akar hukum Indonesia bersifat
Komunal, gotong-royong dan hak mengenal
perlindungan karya intelektual yang mengedepankan
sifat individual. Hal ini terlihat dari beberapa
pandangan dari pada pencipta desainer yang tidak
begitu memperdulikan bila karyanya ditiru orang lain
dan tidak merasa dirugikan, bahkan orang tersebut
merasa bangga bila karyanya mendapat perhatian
berpendapat bahwa karya ciptaannya sebagai karya
batiniah yang universal dan dapat dinikmati siapapun
dan kapanpun.
Sebagai anggota masyarakat dunia, mau tidak
mau Indonesia ikut terlibat dan harus berpartisipasi
dalam perjanjian-perjanjian Internasional sehubungan
dengan hal. Kekayaan intelektual. Partisipasi Indonesia
dalam perjanjian-perjanjian atau konvensi-konvensi
internasional telah membawa pengaruh di tanah air.
Pada tanggal 17 Desember 1999, sebagai wujud
pelaksanaan ratifikasi tersebut, pemerintah Indonesia
dengan diwakili oleh Menteri Hukum dan Perundangundangan, telah memberikan keterangan pemerintah
dihadapan Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat
mengenai usulan tiga rancangan Undang-Undang di
bidang hak kekayaan intelektual kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Indonesia. Keterangan pemerintah
tersebut telah didahului dengan Amanat Presiden
Republik Indonesia Nomor R.43/PU/XII/1999 Tanggal
8 Desember 1999 kepada Dewan perwakilan rakyat
untuk membicarakan mengenai Rancangan UndangUndang tentang Desain Industri, Rancangan UndangUndang tentang Rahasia Dagang dan Rancangan
Undang-Undang tentang Tata Letak Sirkuit Terpadu.(
Rachmadi Usman, 2003:418)
Bila disimak konsiderans menimbang UndangUndang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri,
maka terdapat dua pertimbangan pokok yang
melatarbelakangi perlunya dibentuk undang-undang
tersebut antara lain:
a. Bahwa untuk memajukan industri yang mampu
bersaing dalam lingkup perdagangan nasional dan
internasional perlu diciptakan iklim yang
mendorong kreasi dan inovasi masyarakat di bidang
|1

ISSN : 2089-2144
desain industri sebagai bagian dari sistem Hak
Kekayaan Intelektual.
b. Bahwa Indonesia telah meratifikasi Agreement
Establishing the World Trade Organization
(Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan
Dunia) yang mencakup Agreement on Trade
Related Aspect of Intellectual Property Rights
(Persetujuan TRIPs) dengan Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan
Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan
Dunia.(Gautama,2000:. 1.) Sehingga perlu diatur
mengenai desain industri. Selain sebagai
pelaksanaan dan konsekuensi ikut sertanya
Indonesia dalam World Trade Organization,
Indonesia juga mempunyai kepentingan nasional
dengan diterimanya rancangan undang-undang ini.
Salah satunya adalah untuk memenuhi kewajiban
yang tertera dalam perjanjian World Trade
Organization dan Agreement on Trade Related
Aspects of Intellectual Property Rights yang
mengharuskan setiap peserta dalam World Trade
Organization, untuk mentaati dan menerima dalam
undang-undang tersendiri atau aturan lainnya secara
nasional segera ketentuan yang termaktub dalam
perjanjian Agreement on Trade Related Aspects of
Intellectual Property Rights ini. Jadi, keikutsertaan
World Trade Organization mewajibkan Indonesia
sebagai anggota untuk mentaati dan memuat semua
ketentuan yang termasuk dalam persetujuan
Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual
Property Rights ini dalam tata peraturan perundangundangannya. Rancangan undang-undang ini
diharapkan akan meningkatkan harkat dan martabat
bangsa Indonesia, karena telah melaksanakan
kewajibannya
sebagai
anggota
masyarakat
internasional, World Trade organization berikut
peraturan-peraturan konvensi dan persetujuan
lainnya.
Di era pasar bebas dan terbuka sebagaimana
yang terjadi saat ini, membuat segala macam produk
barang maupun jasa tidak mengenal lagi batas negara
dan proteksi, yang diperlukan hanyalah profesionalisme,
efisiensi, produktifitas dan daya saing. Dalam era
tersebut hasil karya desainer harus mampu bersaing atau
mempunyai daya saing tinggi dengan produk-produk
desainer dari negara-negara lain.
Efisiensi dan daya saing tinggi hanya dapat
dicapai jika para desainer mengadakan berbagai
penyesuaian dan perubahan. Secara konkritnya pula para
desainer harus menyesuaikan diri dalam norma-norma
hukum internasional yang mengatur bidang desain baik
langsung maupun tidak langsung. Desainer harus
mampu mengidentifikasi masalah dan menganalisa dari
dampak ketentuan WTO yang berkaitan dengan desain.
Dalam kaitan dengan globalisasi perdagangan
Indonesia telah meratifikasi konvensi tentang
pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (World
Trade Organization ) yang mencakup pula persetujuan
tentang aspek-aspek dagang hak kekayaan intelektual
(Trade Related Aspects Of Intellectual Property Rights/
2|

Prosiding Pro poltek Diseminasi Hasil Penelitian


TRIPS) sebagaimana telah disahkan dengan UndangUndang Nomor 7 Tahun 1994. Ratifikasi Paris
Convention for the Protection of Industrial Property,
yang telah sahkan dengan Keputusan Presiden Nomor
15 Tahun 1997 dan mengikutsertakan Indonesia dalam
The Hague Aggrement Concerning the Internasional
Deposit of Industrial Design (London ACT).
Konvensi
Paris
mengatur
perlindungan hukum bidang hak milik perindustrian,
diantaranya adalah mengenai. Desain industri (industrial
design) desain industri diatur dalam Pasal 25 dan Pasal
26 persetujuan Trade Related Aspects of Intelectual
Property Rights (TRIPS). Sebagai konsekuensi dari
ratifikasi konvensi dari ratifikasi konvensi Paris dan
persetujuan trade related aspects of intelectual Property
Rights (TRIPS), Indonesia perlu memberikan
perlindungan hukum terhadap desain industri.
Perlindungan hukum ini dimaksudkan untuk menjamin
hak-hak pendesain dan kewajiban-kewajibannya serta
mencegah pelanggaran desain industri oleh pihak-pihak
yang tidak berhak.
Mengidentifikasi masalah dan analisis dampak dari
perkembangan ketentuan dibidang desain bagi desainer
saat ini perlindungan terhadap desainer sudah menjadi
keharusan, karena desain industri menjadi hak milik
perindustrian (industrial property rights) yang
merupakan 1 (satu) bidang dari hak kekayaan
intelektual, yang digunakan dalam industri. Karena
desain industri adalah karya intelektual seorang
pendesain sehingga perlu mendapat perlindungan
hukum. Perlindungan hukum telah diatur dengan
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000. Tentang
desain industri, yang mulai berlaku pada tanggal 20
Desember 2000, meskipun diakui juga bahwa
perlindungan didesain bukan satu-satunya alat untuk
menjamin berkembang sektor desain, teknologi, dan
industri yang sehat dalam masyarakat karena masih ada
cara-cara pengaturan dalam bidang politik, ekonomi,
sosial lainnya yang turut menentukan, tetapi paling tidak
adanya ketentuan dibidang desain merupakan landasan
utama untuk berkembangnya desain teknologi dan
industri.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian kesadaran hukum
Kesadaran
hukum
anggota
masyarakat
merupakan semacam jembatan yang menghubungkan
antara peraturan-peraturan hukum dengan tingkah laku
hukum masyarakat yaitu dapat berupa kepatuhan.
Masyarakat terhadap hukum kesadaran hukum termasuk
dalam kategori nilai-nilai serta sikap-sikap yang
mempengaruhi bekerjanya hukum, apabila kalau
dihubungkan dengan pendapat dari Lawrence M.
Friedman maka hal tersebut termasuk dalam kategori
kultur hukum. Kesadaran hukum masyarakat kiranya
dapat dibentuk melalui berbagai misalnya:
1. Dengan mengkomunikasikan suatu peraturan
hukum secara intensif kepada masyarakat.
2. Tergantung kepada aktivitas para pelaksana
hukum
2.2 Pengertian Desain Industri
UPT. P2M Politeknik Negeri Malang, Oktober 2012

Prosiding Pro poltek Diseminasi Hasil Penelitian


Indonesia menggunakan istilah desain industri
karena dinilai lebih tepat menjadi padanan kata
industrial design yang termuat dalam pasal 25 dan 26
TRIPS. Dibandingkan istilah desain produk industri,
pilihan kata ini banyak digunakan oleh Uni Eropa,
Korea dan Jepang penamaan tersebut diharapkan dapat
memudahkan dalam melakukan sosialisasi kepada
pengusaha dan pendisain karena istilah desain industri
dianggap lebih tepat dan lebih dekat dengan kata
asingnya (Insan Budi Maulana, 2001:7)
Dalam UU Nomor 31 tahun 2000, desain industri
dirumuskan sebagai:
Kreasi tentang bentuk konfigurasi atau komposisi,
garis, atau warna, atau garis dan warna atau gabungan
dari padanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua
dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu
produk barang komoditas, industri, atau kerajinan
tangan. (Pasal 1 butir1 Undang Undang Nomor 31
Tahun 2000).
Pengertian ini memuat unsur-unsur sebagai
berikut:
1. Adanya suatu kreasi tentang bentuk
konfigurasi atau komposisi garis, warna, atau
garis dan warna atau gabungan dari padanya
berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi.
2. Memberikan kesan estetis
3. Dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi
atau dua dimensi.
4. Pola tersebut dapat diwujudkan menjadi
produk barang, komoditas industri atau
kerajinan tangan.
2.3 Pengertian Hak Desain Industri
Adapun yang dimaksud dengan hak desain
industri sebagai mana tercantum dalam Pasal 1 angka 5
Undang-Undang Desain Industri, adalah hak ekslusif
yang diberikan kepada pendisain atas hasil kreasinya
untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri
kreasi tersebut atau memberikan persetujuan kepada
pihak lain untuk melaksanakannya. Definisi tersebut
menyelesaikan bahwa:
1. Hak tersebut diberikan oleh negara
2. Merupakan hak yang terbatas waktunya.
3. Digunakan sendiri atau oleh orang lain dengan seizin
yang berhak.
Diberikan oleh negara memiliki pengertian
bahwa untuk mendapatkan hak tersebut harus melalui
proses pendaftaran. Apabila hak desain industri tersebut
telah habis masa berlakunya akan menjadi milik umum
(publik dominan) sehingga setiap orang dapat
mempergunakan desain industri tersebut tanpa
membayar royalti.
Hak desain industri memiliki berbagai peran
antara lain merupakan hak eksklusif dan sebagai insentif
bagi kreator, desainer dan pelaku bisnis untuk mengacu
kreatifitas, alat untuk melindungi kreator atau desainer
agar persaingan dilakukan secara jujur (Insan Budi
Maulana. 1992:2)
Negara-negara di Eropa cenderung melihat
desain industri dalam suatu perspektif hak cipta hingga

UPT. P2M Politeknik Negeri Malang, Oktober 2012

ISSN : 2089-2144
desain industri dikategorikan sebagai karya cipta, rasa
dan karsa (budaya). (OK. Saidin, 2004 :469)
Sebenarnya perbedaan antara hak cipta dengan
desain industri memang sama-sama memiliki unsur
estetika bukan satu-satunya unsur. Hak cipta
menekankan pada unsur seni dan estetika, sedangkan
desain industri tidak hanya pada kesan estetis tetapi pada
unsur dapat diproduksi secara terus menerus proses
produksi dapat dikatakan merupakan inti yang
membedakan desain industri dengan hak cipta unsur lain
yang menjadi ciri adalah bahwa hak desain cenderung
berkaitan dengan estetika produk aspek kemudahan atau
keamanan dalam penggunaan produksi yang dihasilkan
sehingga memberikan sumbangan yang berarti untuk
kesuksesan pemasaran barang tersebut. Dengan kata
lain desain industri melindungi ciptaan seni pakai
sedangkan hak cipta dimaksudkan untuk melindungi
ciptaan seni murni (Patrick Keyzer, 1998:14)
Desain industri merupakan bagian dari hak
kekayaan intelektual Indonesia yang dikelompokkan
dalam bidang teknologi tetapi dibedakan dari paten
karena desain industri:
1. Tidak memerlukan isyarat langkah inventif
(inventive step)seperti pada paten
2. Mengutamakan keahlian/keterampilan kerja
yang bersifat seni(skill and artistic work)
3. Cenderung mengikuti mode musiman yang
distandardisasi
(standardized
seasonal
fashion)
4. Mewajibkan
pendesainan
mengarahkan
1(satu) contoh desain indsustri untuk
disimpan sesuai dengan ketentuan the Haque
Agreement london industrial designs
(Abdulkadir Muhammad 2001:268)
2.4 Prinsip-Prinsip Dasar Dalam Desain Industri
Pada hakekatnya perlindungan terhadap hak
kekayaan intelektual dimaksudkan untuk menjaga
keseimbangan
antara
kepentingan
masyarakat
sebagaimana prinsip-prinsip yang berlaku dalam hak
kekayaan intelektual, perlindungan terhadap desain
industri juga didasarkan pada beberapa prinsip antara
lain (Sunaryati Hartono 1982:124):
1. Prinsip keadilan (the principle of natural
justice)
Seseorang atau sekelompok orang yang telah
menciptakan sesuatu. Berhak mendapatkan
imbalan atas ciptanya imbalan tersebut dapat
merupakan materi, seperti penghargaan dan
pengakuan atas hasil karyanya, juga rasa
aman karena mendapat perlindungan.
2. Prinsip ekonomi (The economic argument)
Hak desain industri merupakan suatu bentuk
kekayaan bagi pemiliknya. Dari kepemilikan
hak tersebut seseorang dapat memperoleh
keuntungan ekonomis misalnya dalam bentuk
pembayaran royalti.
3. Prinsip kebudayaan (The cultural argument)

|3

ISSN : 2089-2144
Pengakuan atas kreasi, karya, karsa dan cipta
manusia yang diberlakukan dalam sistem.
Hak kekayaan intelektual adalah suatu usaha
yang tidak dapat dilepaskan sebagai
perwujudan suasana yang diharapkan mampu
membangkitkan semangat dan minat untuk
mendorong melahirkan ciptaan baru.

Prosiding Pro poltek Diseminasi Hasil Penelitian


2. Organizational capital resources terdiri dari struktur
perencanaan, pengorganisasian, pengendalian dan
sistem.
3. Human capital resources yang meliputi keahlian
yang dengan mental dan kecerdasan karyawan (WY.
Orlilowski, 1997:11)

4. Prinsip sosial (The social argument)


Hukum tidak mengatur kepentingan manusia
sebagai perorangan yang berdiri sendiri, lepas
dari manusia yang lain, melainkan mengatur
manusia sebagai warga masyarakat. Dengan
demikian perlindungan diberikan berdasarkan
keseimbangan antara individu dan masyarakat.
2.5. Pengertian Daya Saing dan Kemandirian Usaha
Salah satu tujuan dari Undang-Undang Desain
Industri meningkatkan daya tarik tampilan suatu produk
dengan suatu kreasi baru dan bernuansa estetik
(kemudahan). Dengan kata lain, apabila berbagai barang
yang tersedia berkualitas sama, maka barang yang
memiliki tampilan menariklah yang akan dibeli (Arif
Syamsudin, 2004: 1).
Selain itu berdasarkan suatu teori ekonomi, daya
saing atas suatu produk komoditi akan ditentukan oleh
beberapa faktor yaitu:
1. Mutu komoditi
Mutu komoditi ditentukan antara lain oleh:
a. Desain atau bentuk dari komoditi bersangkutan
atau spesifikasi teknis dari komoditi tertentu.
b. Fungsi dan kegunaan komoditi tersebut bagi
konsumen
c. Durability atau daya tahan dalam pemakaian
mutu komoditi pada dasar ditentukan oleh
komposisi antara nilai seni (art)dengan nilai
teknis, serta selera pemakai
2. Biaya produksi dan penentuan harga jual
Harga jual pada umumnya ditentukan oleh salah satu
dari pilihan berikut ini:
a. Biaya produksi ditambah mark up (delivery
time)
b. Disesuaikan dengan tingkat harga pada tingkat
pasar yang sedang berlaku (current market price)
3. Ketetapan waktu penyerahan (delivery time)
4. Intensitas promosi
5. Penentuan saluran pemasaran (marketing chanel)
6. Layanan purna jual (after sales service)(Amir. M.S,
2000:102)
Mengingat dengan perkembangan dan kemajuan
industrialisasi dan globalisasi menuntut peningkatan
kualitas dan meningkatkan daya saing produk industri
ada beberapa faktor industri yang dapat digunakan
sebagai keunggulan kompetitif dalam industrialisasi.
1. Phisical resources yang terdiri dari pabrik, peralatan
dan modal.
4|

III. METODE PENELITIAN


3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field
research) yang membahas mengenai perlindungan
hukum bagi Perajin terutama Perajin keramik Dinoyo
Malang yang menggunakan hak desain industri mereka
sebagai suatu bentuk kesadaran hukum.
Mengingat penelitian lapangan (field research)
merupakan salah satu jenis penelitian yang tergolong
dalam penelitian deskriptif maka rancangan (desain)
yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
deskriptif kualitatif serta dengan menggunakan metode
pendekatan yuridis sosiologis.
Alasan-alasannya adalah sebagai berikut:
1. Penelitian ini menganalisis perlindungan
hukum terhadap Perajin keramik Dinoyo
Malang yang menggunakan hak desain industri
mereka sebagai suatu bentuk kesadaran hukum
dan apa saja bentuk perlindungan hukum yang
akan diperoleh serta manfaat apa sajakah yang
akan diproleh bagi Perajin yang menngunakan
hak desain industri mereka tersebut;
2. Peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain
bertindak sebagai instrumen;
3. Penelitian
ini
berusaha
memberikan
interpretasi terhadap arti data yang ditemukan;
4. Penelitian ini menganalisis data yang
ditemukan tanpa campur tangan terhadap
sumber-sumber data;
5. Data dalam bentuk kata-kata ditemukan
percakapan disesuaikan dengan permasalahan
perlindungan hukum terhadap Perajin keramik
Dinoyo Malang yang menggunakan hak desain
industri serta manfaat yang akan diperoleh atas
hal tersebut;
6. Metode kualitatif lebih mudah untuk
menyesuaikan apabila berhadapan dengan
kenyataan ganda, dapat menyajikan secara
langsung hakikat hubungan antara peneliti
dengan responden serta dapat menyesuaikan
apabila berhadapan dengan penajaman
pengaruh bersama dan terhadap pola-pola yang
dihadapi. ( Moleong, 1996: 4-6 )
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1

Penggunaan Hak Desain Industri Oleh


Masyarakat Pengrajin Di Kawasan Industri
Keramik Dinoyo Malang

Meskipun hak desain kerajinan dapat


memperoleh perlindungan hukum dari negara, namun di
dalam prakteknya banyak para desainer kerajinan tidak
UPT. P2M Politeknik Negeri Malang, Oktober 2012

Prosiding Pro poltek Diseminasi Hasil Penelitian


mendaftarkan hak milik atas desainnya ke instansi yang
berwenang hal ini bukan berarti bahwa para desainer
kerajinan tidak tahu atau tidak mengerti bahwa desain
itu dapat merupakan hak mutlak yang bersifat imaterial
sebagai salah satu hak intelektual yang dapat dimiliki
dan dilindungi oleh hukum. Hal ini terbukti berdasarkan
hasil penelitian di lapangan beberapa desainer kerajinan
(wawancara dengan koordinator pengelola kawasan
industri keramik dilakukan secara terpisah-pisah pada
beberapa pengrajin di kawasan industri keramik Dinoyo
pada tanggal 8 September 2012), menyatakan bahwa
dirinya merasa dirugikan apabila hasil karya desain
kerajinannya dijiplak oleh pengrajin lain, sebab dengan
semakin banyak dijiplaknya hasil kerajinannya oleh
pengrajin lain itu menyebabkan desain atas kerajinan itu
tidak dapat bertahan lama di pasaran sehingga pasar
cepat jenuh (wawancara dengan Bpk.Sugeng Pengrajin
keramik di kawasan industri keramik Dinoyo, Malang.
Wawancara pada tanggal 10 September 2012). Bahkan
menurut para desainer kerajinan, desain suatu karya
kerajinan paling lama hanya bisa bertahan selama dua
sampai dengan tiga bulan saja, artinya jika setelah dua
atau tiga bulan si desainer kerajinan tidak membuat
desain baru maka bisa dipastikan bahwa usaha
kerajinannya menjadi berhenti atau tutup. Dari uraian ini
terlihat bahwa sebenarnya para desainer kerajinan
menyadari bahwa karya desainnya perlu mendapatkan
pengakuan perlindungan hukum sebagai sesuatu hak
yang bisa dimiliki (hak milik atas kebendaan), yang
dalam bahasa hukumnya dikatakan sebagai hak desain
(wawancara dengan Pengelola Pendowo keramik,
wawancara dengan peneliti 15 September 2012).
Para desainer kerajinan tidak berusaha
mendaftarkan hak milik desain untuk mendapatkan
perlindungan hukum dikarenakan adanya berbagai
persepsi sebagai berikut, persepsi pertama, adanya
sikap pasrah atau nrimo bahwa karya desainnya. dijiplak
oleh pengrajin yang lain, dikarenakan yang melakukan
penjiplakan adalah saudara, tetangga, atau teman
sesama
pengrajin
sendiri.
Sehingga
kalau
mempersoalkannya desainer kerajinan akan dianggap
mematikan usaha atau rejeki saudara, tetangga atau
teman sendiri, yang konsekwensi selanjutnya si
desainer yang mempersoalkan hak desainnya akan
dimusuhi dan dikucilkan dari lingkungannya.
4.2 Bentuk Perlindungan Hukum Bagi Pengrajin
Keramik yang telah Mendaftarkan Hak Desain
Industri
Secara Hukum adanya Undang-undang No.31
Tahun 2000 yang mengatur tentang desain industri,
memang dimaksudkan untuk melindungi para desainer
atas karya desainnya, supaya tidak ditiru/dijiplak oleh
pihak lain. Sehingga diharapkan dengan adanya
perlindungan atas karya desain industri ini dapat lebih
menciptakan adanya ketenangan dan ketentraman dalam
melakukan usahanya, karena dengan dilindunginya
karya desain akan membawa dampak pada
meningkatnya aktivitas daya inovasi dari para
pendesaian untuk selalu berkreasi menciptakan produkproduk desain baru, yang pada akhirnya secara makro
ekonomi akan membawa dampak pula pada
perkembangan dan kemajuan pertumbuhan ekonomi
dari masyarakat suatu daerah atau suatu negara.
UPT. P2M Politeknik Negeri Malang, Oktober 2012

ISSN : 2089-2144
Adanya peningkatan aktivitas daya inovasi untuk
menciptakan produk-produk desain baru, ditinjau secara
ekonomis juga akan membantu meningkatkan
kualitas/mutu dari produk suatu industri, mengingat
kwalitas mutu suatu produk disamping ditentukan oleh
faktor bahan baku atas produk industri, faktor proses
pembuatan atas suatu produk industri, juga ditentukan
oleh hasil desain dad karya pendesaian atas suatu
produk industri. Dengan meningkatnya kualitas/mutu
suatu produk industri secara langsung akan berpengaruh
pada peningkatan daya saing atas produk industri
tersebut. Suatu produk industri akan mempunyai daya
saing tinggi jika produk industri itu mempunyai
kemampuan memasuki pasar (baik dalam negeri
maupun luar negeri) dan kemampuan untuk dapat
bertahan dalam pasar tersebut.
Apabila kondisi tersebut dikaitkan dengan
penggunaan hak desain industri oleh masyarakat
pengrajin di kawasan industri keramik Dinoyo.
Terlihat bahwa pada umumnya masyarakat pengrajin
belum menyadari bahwa perlindungan hukum atas suatu
karya desain sebagaimana tertuang dalam UndangUndang No. 31 Tahun 2000 tentang Hak Desain Industri
akan berdampak pada peningkatan daya saing atas suatu
produk kerajinan, dan akan berdampak pula pada
kelanggengan suatu usaha kerajinan. Sebab dengan
dilindunginya suatu karya desain kerajinan, pada
dasarnya akan memberikan suatu hak monopoli atas
suatu
karya
desain
kerajinan
dari
pendesaian/desainer kerajinan. Dengan adanya hak
monopoli ini tentunya para pendesain/desainer
kerajinan akan mendapatkan keuntungan monopolitis
sebagai imbalan dari usaha menciptakan suatu karya
desain kerajinan. Sehingga pada akhirnya karena
adanya perlindungan hukum atas hak desain
kerajinan akan mendorong para desainer kerajinan
untuk selalu berinovasi sekaligus juga merangsang
para pengrajin lain untuk menjadi inovatorinovator/pendesain/desainer baru.
4.3 Manfaat Yang Akan Diperoleh Pengrajin
Keramik Dinoyo Malang dengan Menggunakan
Desain Industri
Dibentuknya UU Desain Industri pada intinya
bertujuan mendorong kreasi dan inovasi masyarakat
untuk terciptanya suatu karya desain dengan cara
mempromosikan perlindungan hukum atas penciptaan
tersebut. Dalam UU Desain Industri, hal menjadi
pertimbangan utama sebagaimana terjabar dalam
konsiderans dan penjelasan umum Keanekaragaman
budaya yang dipadukan dengan upaya untuk ikut serta
dalam globalisasi perdagangan dengan memberikan
pula perlindungan hukum terhadap desain industri
akan mempercepat pembangunan industri nasional.
Tanpa adanya perlindungan hukum, para
pesaing dapat meniru desain orang lain tanpa harus
mengeluarkan biaya untuk proses penciptaannya.
Dengan cara demikian, barang yang merupakan tiruan
desain baru tersebut dapat dijual dengan harga
semurah-murahnya. Hal ini berarti merampas
kesempatan pendesain asli untuk memperoleh
keuntungan dari jerih payahnya membuat suatu ciptaan.

|5

ISSN : 2089-2144
Perlindungan hak-hak ekonomi (economic
rights) dan hak moral (moral rights) yang diberikan UU
tersebut searah dengan gagasan dalam konstitusi atau
UUD 1945. Dilihat dari perspektif filosofi negara
Indonesia regulasi mengenai dua hal tersebut
merupakan upaya mempromosikan hak-hak bangsa
Indonesia di bidang sosial ekonomi. Secara ekonomi,
perlindungan economic rights dimaksudkan untuk
memberikan keuntungan finansial bagi pedesain, tapi
adanya perlindungan hukum, maka pesaing dapat
meniru rancangan tanpa harus mengeluarkan biaya
untuk mendisain peniruan ini dapat merampas
kesempatan pendisain untuk mendapat insentif finansial
guna menciptakan desain baru.
Oleh karena itu, UU Desain Industri
mengupayakan agar manfaat ekonomis dapat diterima
oleh yang berhak dan memberikan rangsangan bagi
tumbuhan kreatifitas. Disamping itu perlindungan
terhadap desain industri juga akan mendorong
penanaman modal dan kemajuan industri negara secara
umum.
Dari sisi sosial budaya, moral rights merupakan
perlindungan nilai-nilai keberadaan manusia Indonesia
sebagai manusia beradab yang diharapkan mampu
menghargai jerih payah dan hasil karya yang menjadi
hak orang lain, pengaturan desain industri diharapkan
mampu menjadi landasan bagi pemberian perlindungan
yang efektif terhadap ancaman berbagai bentuk
penjiplakan, pembajakan atau peniruan desain.
V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
5.1 Kesimpulan
1. Pada umumnya di dalam masyarakat
pengrajin di kawasan industri keramik
Dinoyo dalam menggunakan hak desain
industrinya masih mengalami kendala
budaya, dimana masyarakat pengrajin dalam
hidupnya masih berpegang teguh pada nilainilai
budaya
jawa
traditional
yang
melingkupinya. Disamping itu juga dalam
menggunakan hak desain industri masih
terbatas
pada
perilaku
kebutuhan
ekonomisnya belum mengarah pada perilaku
kebutuhan perlindungan hukumnya.
2. Pengaturan dibidang disain industri menurut
para pendesain/desainer kerajinan di Daerah
Kawasan Industri Keramik Dinoyo, kurang
memberikan motivasi atau berdampak pada
peningkatan kreatifitas, kualitas dan daya
saing atas produk kerajinannya. Baginya
penciptaan karya desain kerajinan di dalam
proses pembuatan produksi
kerajinan
merupakan suatu tuntutan pasar yang harus
dipenuhi apabila usaha kerajinannya tetap
langgeng. Di sini para pendesaian, desainer
kerajinan belum melekatkan sistem desain
industri sebagai bagian dari strategi bisnis,
karena hal itu dianggap sebagai hukum
yang tidak berkaitan dengan kepentingan
bisnis.

6|

Prosiding Pro poltek Diseminasi Hasil Penelitian


3. Upaya-upaya
yang
dilakukan
guna
meningkatkan daya saing atas produk
kerajinan berdasarkan hak disain industri,
selama ini belum dilakukan secara proaktif
untuk menyadarkan para pendesain/desainer
kerajinan guna melindungi karya desain
kerajinan mereka karena pemerintah daerah
hanya memfasilitasi terhadap hak cipta saja
dan untuk hak cipta pendaftarannya
dibebankan kepada APBD dan sampai saat ini
desain industri belum menjadi fokus
pembinaan dan masyarakat pengrajin pun
sampai pada saat ini belum ada kesadaran
untuk mendaftarkan hak desain industri.
5.2 Saran
1. Bahwa sosialisasi hak desain industri lebih
menfokuskan pada kalangan para penegak
hukum, dan akademisi di fakultas hukum,
Seandainya sosialisasi itu dilakukan ke para
usahawan atau pengrajin, maka sosialisasi
itupun lebih menekankan pada aspek hukum
dan penegakan hukumnya saja. Sosialisasi
yang
dilakukan
bukan
pada
aspek
perdagangan dan industri, atau secara umum
tidak menekankan pada aspek ekonominya,
padahal Hak Atas Karya Intelektual
khususnya hak desain industri lebih dekat
pada aspek perdagangan dan industri.
2. Oleh karena itu sosialisasi di bidang hak
desain industri yang akan dilakukan
hendaknya lebih menekankan pada aspek
kemanfaatan ekonomi. Sebab bagi para
usahawan atau pengrajin akan memiliki
kesadaran hukum yang baik dan benar
terhadap perundang-undangan desain industri
apabila dapat memahaminya bahwa hak
desain industri akan memberikan manfaat
ekonomi bagi kegiatan ekonominya.
3. Pemerintah hendaknya memberikan fokus
pembinaan kepada para pendesain dan tidak
hanya terhadap merek dagang saja, apabila
memungkinkan pendaftaran desain industri
dibebaskan dari biaya dan dibebankan kepada
APBD seperti halnya terhadap merek dagang
di wilayah departemen perindustrian dan
koperasi kota Malang.
VI. DAFTAR PUSTAKA
Berger, Peter L. 1990. Tafsir Sosial atas Kenyataan
Risalah Tentang Sosiologi Pengetahuan. Jakarta
LP3S.
Bellah, Robert. 2002. Religi Wokugawa, Akar-Akar
Budaya Jepang. Diindonesiakan oleh W. Hafidz.
Karti sarana dan Gramedia. Jakarta.
Budi Maulana, Insan. 2001. Kumpulan Perundangundangan di bidang HAKI. Bandung, Citra
Aditya Bakti.
UPT. P2M Politeknik Negeri Malang, Oktober 2012

Prosiding Pro poltek Diseminasi Hasil Penelitian

ISSN : 2089-2144

Darma Putra, Eka, 1988. Pancasila Identitas Tinjauan


Etis Budaya. Jakarta, BPK. Gunung Mulya.

Parsons, Talcott. 1991. The Social Sistem. The Free


Press New York.

Gautama, Sudargo, 1990. Hukum Hak Milik Intelektual.


Bandung, Eresco.

Ritzer, George. 2001. Sosiologi: Multiple Paradigm


Science. Boston, Allyn and Baco, inc.

Gautama Sudargo dan Raizawanto Winata, 2000. Hak


Atas Kekayaan Intelektual: Peraturan Baru
Desain Industri
Hadi, Sutrisno, 1993. Metodologi Research V,
Yogyakarta, Andi Offset

Saidin, ok, 2004. Aspek Hukum Hak Kekayaan


Intelektual. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.

Hanitijo, Ronny, 1990. Metode Penelitian Hukum,


Jakarta, Rineka Cipta
Hartono,
Sunaryati,
1982.
Hukum
Ekonomi
Pembangunan Indonesia. Cet. I Bandung. Bina
Cipta.
Hartono, Sri Redjeki. 2002. Perspektif Hukum Bisnis
Pada Era Teknologi. Pidato Pengukuhan Guru
Besar Hukum Dagang Semarang, Fakultas
Hukum UNDIP.
Hofman JD dan WJ. Orl, Lowski, 1997. The Case of
Groupwarz Technologies. Sloan Management
Review Winter.
Kleden, Ignas, 1987. Sikap Ilmiah
Kebudayaan. Cet. I Jakarta LP3S.

dan

Simanjutak, Yoan Nursari, 2005. Hak Disain Industri


(Sebuah Realitas Hukum dan Sosial). Surabaya,
Srikandi.
Rachbini, Didik. J. 2001. Pembangunan Ekonomi
Sumber Daya Manusia. Jakarta. PT. Grasindo.
Rahardjo, Satjipto,. 2001. Ilmu Hukum. Cet. Bandung
Citra. Aditya Bakti.
Weber, Max. 1977. That Theory of Social and Economic
Organization. Oxford University Press New
York.
Usman Rachmadi, 2003. Hukum Hak Kekayaan
Intelektual:
Perlindungan
dan
Dimensi
Hukumnya di Indonesia, (Bandung: Alumni,
2003)

Kritik

Mertokusumo, Sudikno, 1996. Penemuan Hukum.


Yogyakarta Liberty.
Mis, Amir. 2001. Strategi Pemasaran Ekspor. Cet. I.
Jakarta. PT. Pustaka Binaman Pressindo.
Moleong, Lexy J, 1992.Metodologi Penelitian
Kualitatif, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya
Muhammad, Abdul Kadir, 2001. Hukum Ekonomi Hak
Kekayaan Intelektual. Bandung Citra Aditya
Bakti.

Peraturan-peraturan :
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang
Desain Industri
Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2001 tentang
Perubahan II atas Peraturan Pemerintah Nomor 26
Tahun 1999 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan
Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen
Kehakiman.
Keputusan Direktur Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual Nomor 1/1/08 PR.07.10 Tahun 2000
tentang
Petunjuk
Pelaksanaan
Penerimaan
Permohonan Pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual
melalui Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan
Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.

Nordholt, Schutle HG, 2001. The Political Sistem of The


ATani of Timor. Amsterdam The Haqeu Martinus
Aighorf.

UPT. P2M Politeknik Negeri Malang, Oktober 2012

|7

You might also like