You are on page 1of 112

Faculty of Medicine and health sciences

School of Nursing
Islamic State University Syarif Hidayatullah Jakarta
Skripsi, Januari 2016
Syahir Noer Muhamad, NIM : 1111104000024

Imaging of Cognitive Function in Patient of COPD at RSU Kabupaten


Tangerang
(xvii + 71 Pages + 18 Table + 2 Schemes + 4 Attachments)

ABSTRACT
Human cognitive function consist of orientation time and place, attention, memory,
language, visuospacial, eksecutive, dan abstract skill. The cognitive function could alter if
hypo perfusion occur. Patients with COPD suffer hypoksia lead to brain hypoperfusi. The
aim of the research was to investigate cognitive function of patient with COPD, this study
had been carried out during 5 month from March until Jule 2015. Quantitative method
was used and descriptive design with cross sectional approach. Has been choosen sample
were 48 patient at RSU Kabupaten Tangerang with non probability sampling technique
and using montreal Cognitive Assesment (MoCa) questionnaire. The result has been
delivered 38 out of 48 patient has cognitive function altered whereas 10 of them still
normal. Most of them were at above 60 years old 64.8%, 31.5% were around age of 4559, and 4.2% were below 44 years old. Mele were most potential of suffering COPD
than female (34 male and 5 male on this study). Thus 34 male shown cognitive function
altered while female only 4 people. In conclusion cognitive changed could be affected by
age and chronic disease of COPD nurse are needed to educate to COPD Patient in order
to reduce cognitive changing induced by hypoksia such as COPD.

Key word

: Cognitive function, COPD, MoCa

Reference

: 58 (2003-2015)

ii

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan


Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Skripsi, Januari 2016
Syahir Noer Muhamad, NIM : 1111104000024
GAMBARAN FUNGSI KOGNITIF PADA PASIEN PENYAKIT PARU
OBSTRUKTIF KRONIS DI RUMAH SAKIT UMUM KABUPATEN TANGERANG
( xvii + 71 Halaman + 18 Tabel + 2 Gambar + 4 Lampiran )

ABSTRAK
Perubahan kognitif dapat terjadi jika terjadi hipoperfusi pada otak, penyebab terjadinya
hipoperfusi otak yakni kondisi hipoksia pada otak, salah satunya terjadi pada penderita
penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran
fungsi kognitif pada penyakit paru obstruktif kronis yang dilakukan selama 5 bulan dari bulan
Maret hingga Juli 2015. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain deskriptif
dengan pendekatan cross sectional. Jumlah sampel adalah 48 pasien di RSU Kabupaten
Tangerang dengan teknik non probability sampling. Pengambilan data menggunakan
kuisioner Montreal Cognitive Assesment (MoCa). Hasil penelitian menunjukan dari 48
responden, 38 diantaranya (79.1%) mengalami perubahan fungsi kognitif dan 10 orang
(20.9%) memiliki fungsi kognitif yang normal. Rata-rata pasien PPOK yang mengalami
perubahan kognitif pada usia 60 tahun sebanyak 31 orang (64.8%), 45-59 tahun sebanyak
15 orang (31.5%) dan 44 sebanyak 2 orang (4.2%). Jenis kelamin laki-laki lebih banyak
yakni 43 orang (89.6%) di diagnosa PPOK dibanding perempuan sebanyak 5 orang (10.4%),
pada laki-laki 34 orang (79.1%) terjadi perubahan kognitif dan 9 orang (20.9%) kognitif
normal, pada perempuan 4 orang (80.0%) dengan perubahan kognitif dan 1 orang (20.0%)
kognitif normal. Dengan begitu perubahan fungsi kognitif dapat dipengaruhi oleh faktor usia
dan penyakit yang menahun maka diperlukan peran perawat sebagai caregiver dalam
menekankan edukasi terhadap pasien PPOK agar dapat mengurangi prevalensi kejadian
gangguan kognitif pada pasien PPOK.

Kata Kunci

: Fungsi Kognitif, PPOK, MoCa

Daftar Bacaan

: 58 (2003-2015)

iii

KATA PENGANTAR

AssalamualaikumWr. Wb

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya serta shalawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW, Berkat rahmat,
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Gambaran
Fungsi Kognitif Pada Penderita Penyakit Paru Obstrukstif Kronis di RSU
Kabupaten Tangerang
Skripsi ini disusun sebagaimana untuk memenuhi salah satu syarat guna mencapai
gelar sarjana keperawatan (S.Kep) UIN Jakarta serta mengembangkan teori-teori yang
penulis peroleh selama kuliah.
Penulis telah berusaha untuk menyajikan suatu tulisan ilmiah yang rapi dan
sistematik sehingga mudah dipahami oleh pembaca. Penulis sangat menyadari bahwa
penyajian skripsi ini jauh dari sempurna. Hal ini sebabkan masih terbatasnya
pengetahuan, pengalaman, dan kemampuan penulis dalam melihat fakta, oleh karena itu,
segala kritik dan saran yang berguna untuk menyempurnakan skripsi ini akan penulis
terima dengan hati terbuka dan rasa terima kasih.
Sesungguhnya banyak pihak yang telah memberikan dorongan dan bantuan yang
tak terhingga nilainya hingga skripsi ini dapat penulis selesaikan tepat pada waktunya.
Penulis sampaikan kepada yang terhormat :
1. Prof. Dr. Dede Rosyada MA selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.

2. Prof. Dr. H. Arif Sumantri S.KM., M.Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan.
3. Ibu Maulina Handayani, S.Kp.,MSc, selaku Ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan.
4. Ibu Nia Damiati, S.Kp, M.SN. selaku Dosen Pembimbing Akademik, terima kasih
sebesar-besarnya untuk beliau yang telah membimbing dan memberi motivasi
selama 4 tahun masa akademik.
5. Ibu Ns. Mardiyanti, M.Kep.,MDS dan Ibu Maftuhah, Ph.D selaku Dosen
Pembimbing, terima kasih sebesar-besarnya untuk beliau yang telah meluangkan
waktu serta memberi arahan dan bimbingan dengan sabar kepada penulis selama
proses pembuatan skripsi ini.
6. Bapak Jamaludin, S.Kp., M.Kep dan Bapak Ns.Waras Budi Utomo., S.Kep.,
MKM.
7. Seluruh dosen Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang telah memberikan ilmu dan pengalamannya yang tak ternilai, serta seluruh
staf dan karyawan di lingkungan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
8. Perawat RSU Kabupaten Tangerang yang telah mengizinkan dan membantu
peneliti dalam melakukan penelitian.
9. Orang tuaku, Ibu Baiatin Nassa Kardiani dan Bapak Ns.Yayat Ruhiyat., S.Kep
yang telah mendidik, mencurahkan semua kasih sayang tiada tara, mendoakan
keberhasilan penulis,serta memberikan bantuan baik moril maupun materil kepada
penulis selama proses menyelesaikan proposal skripsi ini. Tak lupa, adikku,
Syaifan Bachtiar Nirwansyah, dan segenap keluargaku yang selalu memberikan
semangat tanpa pamrih.

10. Teman-teman PSIK 2011, PSIK 2010, Kak Yoga, Kak Andri, Kak Egi, Kak Qoys,
Wiwi, Manda dan teman-teman kosan yang telah membantu, memberi masukan,
memberi inspirasi, dan terkhusus untuk Nika Sari Cahyaningrum yang telah
banyak memberikan referensi dan membantu proses perkuliahan dan sebagai
tempat berbagi keluh kesah selama menjadi mahasiswa UIN Jakarta.
11. Teman-teman BEM FKIK 2013-2014 yang telah memberikan pelajaran praktik
berorganisasi.
`Pada akhirnya penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari
sempurna, namun penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi yang
memerlukannya.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Ciputat, Januari 2016

Syahir Noer Muhamad

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL

HAL

Lembar pernyataan...............................................................................................................i
Abstrack..............................................................................................................................ii
Abstrak...............................................................................................................................iii
Pernyataan Persetujuan.......................................................................................................iv
Lembar pengesahan.............................................................................................................v
Riwayat Hidup...................................................................................................................vii
Kata Pengantar....................................................................................................................ix
Daftar Isi............................................................................................................................xii
Daftar Singkatan................................................................................................................xv
Daftar Gambar..................................................................................................................xvi
Daftar Tabel.....................................................................................................................xvii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................4
C. Pertanyaan Penelitian ..................................................................................5
D. Tujuan Penelitian ........................................................................................5
E. Manfaat Penelitian.......................................................................................5
F. Ruang linkup................................................................................................6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)....................................................8
1. Definisi PPOK.......................................................................................8
2. Faktor Risiko PPOK .............................................................................9
3. Jenis PPOK .........................................................................................12
4. Komplikasi PPOK ..............................................................................16
5. Pemeriksaan Diagnostik PPOK ..........................................................18
B. Fungsi Kognitif .........................................................................................23
1. Pengertian Fungsi Kognitif .................................................................23
2. Aspek-Aspek Fungsi Kognitif .............................................................24
3. Anatomi Fungsional pada Fungsi Kognitif .........................................26
C. Pengaruh PPOK terhadap Fungsi Kognitif ...............................................29
D. Alat Ukur Fungsi Kognitif.........................................................................31
E. Kerangka Teori .........................................................................................32

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL


A. Kerangka Konsep ......................................................................................33
B. Definisi Operasional .................................................................................34
BAB IV

METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian ......................................................................................37

B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.
I.
BAB V

Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................................37


Populasi dan Sampel ............................................................. ...................38
Instrumen Penelitian ......................................................................... 40
Uji Validitas dan Reliabilitas ............................................................ 42
Langkah-Langkah Pengumpulan Data ............................................. 43
Pengolahan Data ............................................................................... 44
Analisis Data ..................................................................................... 45
Etika Penelitian .........................................................................................46

HASIL PENELITIAN
A. Analisis Data......................47
1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia... ................47
2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin ...............47
3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pendidikan.....................48
4. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Riwayat Merokok..............48
5. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Riwayat Penyakit...............49
6. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pekerjaan.......................................49
7. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Trauma Kepal....................50
8. Distribusi Proporsi Fungsi Kognitif dengan Usia................50
9. Distribusi Proporsi Fungsi Kognitif dengan Jenis Kelamin.................51
10. Distribusi Proporsi Fungsi Kognitif dengan Pekerjaan............51
11. Distribusi Proporsi Fungsi Kognitif dengan Merokok.............52
12. Distribusi Proporsi Fungsi Kognitif dengan Pendidikan..............53
13. Distribusi Proporsi Fungsi Kognitif dengan Penyakit.............54
14. Distribusi Proporsi Fungsi Kognitif dengan Trauma Kepala...........55
15. Distribusi Frekuensi MoCa dengan Jumlah Responden...............55
16. Distribusi Frekuensi Diagnosa Kerja...........55
17. Distribusi Proporsi Antara Fungsi Kognitif dengan diagnosa.. ..........56

BAB VI PEMBAHASAN
A. Pembahasan...............58
1. Gambaran Fungsi kognitif berdasarkan Usia..................58
2. Gambaran Fungsi Kognitif berdasarkan Jenis Kelamin..............59
3. Gambaran Fungsi Kognitif berdasarkan pendidikan...............60
4. Gambaran Fungsi Kognitif berdasarkan pekerjaan.............60
5. Gambaran Fungsi Kognitif berdasarkan status merokok.................61
6. Gambaran Fungsi Kognitif berdasarkan riwayat penyakit...............62
7. Gambaran Fungsi Kognitif berdasarkan Skor MoCa...............64
8. Gambaran Fungsi Kognitif berdasarkan Diagnosa Kerja.................65
B. Keterbatasan Penelitian..............65

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan....................67
B. Saran..............68
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

DAFTAR SINGKATAN

AGD

: Analisa Gas Darah

CHF

: Coronary Hearth Failure

EKG

: Electrocardiogram

FEV1

: Forced Expired Volume in One Second

FVC

: Forced Vital Capacity

GARD

: Global Alliance Againts Respiratory Disease

GOLD

:Global Inititative for Chronic Obstructive Lung Disease

ICCU

: Intensive cardiac care unit

ICU

: Intensive care unit

MMSE

: Mini Mental State Examination

MoCa

: Montreal Cognitive Asessement

NICE

: National Institute for Health and Care Excellence

NTT

: Nusa Tenggara Timur

PEF

: Peak Expiratory flow

PPOK

:Penyakit Paru Obstruktif Kronis

RISKESDAS

: Riset Kesehatan Dasar

RSUD

: Rumah Sakit Umum Daerah

RVC

: Relaxed after capacity

SDM

: Sumber daya manusia

UIN

: Universitas Islam Negeri

WHO

: World Health Organization

IgE

: Imunoglobulin E

DAFTAR GAMBAR
HALAMAN
Kerangka Teori..31
Kerangka Konsep......32

DAFTAR TABEL

HALAMAN
1.1Pengkajian menentukan derajat berat asma...13
1.2 Klasifikasi PPOK......18
1.3 Fungsi kognitif berdasarkan skor MMSE.............29

2.1 Definisi operasional............35


5.1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan usia. .....52
5.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin. 53
5.3 Distribusi frekuensi berdasarkan pendidikan ......53
5.4 Distribusi frekuensi berdasarkan riwayat merokok54
5.5 Distribusi frekuensi berdasarkan riwayat penyakit..54
5.6 Distribusi frekuensi berdasarkan pekerjaan..55
5.7 Distribusi frekuensi berdasarkan riwayat trauma kepala..55
5.8 Distribusi proporsi antara fungsi kognitif dengan usia.56
5.9 Distribusi proporsi antara fungsi kognitif dengan jenis kelamin..56
5.10 Distribusi proporsi fungsi kognitif dengan pekerjaan.57
5.11 Distribusi proporsi fungsi kognitif dengan riwayat merokok.58
5.12 Distribusi proporsi fungsi kognitif dengan status pendidikan59
5.13 Distribusi proporsi fungsi kognitif dengan riwayat penyakit..60
5.14 Distribusi proporsi antara fungsi kognitif dengan riwayat trauma kepala61
5.15 Distribusi frekuensi MoCa dengan jumlah responden 61

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) adalah istilah umum yang digunakan
untuk menggambarkan kondisi obstruksi irreversibel progresif aliran udara ekspirasi.
Individu dengan PPOK mengalami kesulitan bernapas, batuk produktif, dan intoleransi
aktivitas (Gede dan Effendy, 2003). The Global Initiative For Chronic Obstructive Lung
Disease (GOLD) tahun 2006, mendefinisikan penyakit PPOK merupakan penyakit yang
dapat dicegah dan diobati, PPOK dapat pula mempengaruhi tingkat keparahan penyakit
pada individu dengan riwayat asma.
Menurut Patrick (2005) faktor genetika yang turut mempengaruhi terjadinya
PPOK

adalah

defisiensi

a1-antitripsin

yang

merupakan

faktor

predisposisi

berkembangnya PPOK dini disertai dengan pengaruh faktor lingkungan. Faktor


lingkungan yang menjadi penyebab utama adalah merokok serta resiko tambahan akibat
polutan di tempat kerja atau debu di perkotaan dan gaya hidup perokok aktif yang
mempengaruhi peningkatan jumlah penderita PPOK. Faktor usia juga menjadi faktor
penyebab terjadinya PPOK, rata-rata lanjut usia mengidap PPOK karena sudah
mengalami degeneratif pada fungsi tubuhnya
World Health Organization (WHO) pada tahun 2007 dalam terbitannya, Global
Alliance Againts Chronic Respiratory Disease (GARD) didasari oleh prevalensi PPOK di
dunia yang merupakan masalah kesehatan selama lebih dari 40 tahun dan merupakan
permasalahan di kemudian hari. Perkembangan angka kesakitan dan kematian dari PPOK
sangat tinggi pada negara-negara di Asia dan Afrika selama lebih dari dua dekade.
Estimasi kejadian kisaran 4% hingga 20% pada orang dewasa dengan usia lebih dari 40

tahun serta hal tersebut di dukung dengan laporan statistik yang di prakarsai oleh WHO
(2015) bahwa prevalensi perokok pada usia 15 tahun di Indonesia pada tahun 2012 sangat
tinggi dan di dominasi oleh laki-laki yakni sebanyak 71,8% dan 4% perempuan.
Penderita PPOK di negara maju seperti Amerika di tahun 2006 terbilang cukup tinggi
dan merupakan penyebab kematian keempat yakni sebanyak 120.970 jiwa pada tahun GOLD
(2006). Sedangkan di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
pada tahun 2013 melaporkan bahwa prevalensi PPOK di Indonesia sendiri masih cukup
mengkhawatirkan karena prevalensi PPOK di Indonesia masih terbilang cukup tinggi dengan
presentasi 4.5% per mil.
PPOK merupakan masalah serius dengan ditetapkannya sebagai penyebab kematian
keempat di dunia, tidak sampai disana beberapa dampak yang diakibatkan oleh PPOK juga
membuat kerugian yang lebih besar. Salah satunya yakni organ yang dipengaruhi oleh PPOK
selain paru sebagai akibat dari komplikasi adalah otak yang merupakan salah satu organ
khusus yang mudah diserang oleh dampak sistemik dari PPOK Thakur et al (2010),
disamping itu PPOK dapat meningkatkan resiko kerusakan neuron yang berhubungan dengan
hipoksemia (Dodd et al, 2009).
Gangguan fungsi kognitif pada penderita PPOK menjadi sebuah topik yang menarik
untuk diteliti pasalnya belum terdapat penelitian terkait gangguan fungsi kognitif

pada

penderita PPOK di Indonesia. Sangat penting mengkaji fungsi kognitif pada pasien dengan
PPOK dalam rangka mengoptimalisasi perawatan yang berorientasi pada pasien sebagai
upaya pencegahan komplikasi dari PPOK, sesuai dengan hipotesis penelitian De Carolis et al
(2011) yang menjelaskan bahaya dari komplikasi PPOK yakni terjadinya hipoksia kronik
yang mana hipoksia kronik pada PPOK meningkatkan kejadian neurodegenerasi penyakit
Alzheimer, yang diakibatkan oleh disfungsi mitokondria dan aktivasi program kematian sel.

Gangguan pada fungsi kognitif akan mempengaruhi produktivitas seseorang bahkan


hilangnya kemandirian, terlebih penderita PPOK, pasalnya kemandirian seseorang akan
terhambat karena berdasarkan tanda dan gejala seperti napas pendek, batuk berlebih,
frekuensi ekserbasi, kelelahan, dan depresi dapat berdampak besar pada orang normal
terutama pada pasien PPOK yang membutuhkan waktu berjam-jam untuk menyelesaikan hal
kecil (Barnett, 2006).
Penelitian yang di lakukan oleh Li & Guang (2013) menemukan adanya hubungan
antara tingkat keparahan penderita PPOK dengan gangguan fungsi kognitif. Penelitian ini
dilakukan dengan cara pengukuran fungsi paru, dimana terlihat rendahnya kadar oksigen atau
(PaO2). Kadar PaO2 hanya dapat dilihat melalui pengukuran analisa gas darah melalui cara
pengambilan darah arteri perifer (Barnett, 2006). Rendahnya kadar oksigen yang
menyebabkan terjadinya hipoksemia kronis. Hipoksemia kronis menyebabkan terjadinya
atrofi hippokampus yang berperan sebagai kunci utama terjadinya gangguan kognitif pada
penderita PPOK.
Data prevalensi mengenai gangguan fungsi kognitif pada penderita PPOK di
Indonesia masih belum banyak terkaji seperti data angka kematian dan kesakitan PPOK. Hal
ini menjadi bukti dasar bahwa gangguan fungsi kognitif pada penderita PPOK masih belum
banyak mendapat perhatian dari kalangan klinis dan akademisi. Oleh karena itu peneliti
tertarik untuk mengetahui bagaimana gambaran fungsi kognitif pada penderita PPOK.

B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang di atas, peneliti menyimpulkan bahwa PPOK merupakan
salah satu penyakit penyebab kematian keempat di dunia. Meskipun WHO dalam terbitannya

GOLD menyatakan bahwa PPOK merupakan penyakit yang dapat di obati tergantung dari
tingkat keparahan penyakit akan tetapi penyebab dominan adalah merokok yang menjadi
masalah utama yang cukup memprihatinkan terutama di negara-negara berkembang, bahkan
debu polutan pun dapat berkontribusi terjadinya penyakit PPOK. Meski demikian dampak
dari PPOK lebih besar kerugian yang didapat seperti komplikasi berupa terjadinya gagal
nafas, hipertensi paru, dan gangguan kognitif.
Perubahan fungsi kognitif pada penderita PPOK di Indonesia masih belum banyak
tergali karena dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, budaya, dan latar belakang
pendidikan. Selain itu perubahan fungsi kognitif akibat dari komplikasi PPOK berupa
kejadian hipoksia. Maka dari itu peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana gambaran fungsi
kognitif pada penderita penyakit paru obstruksi kronis.
C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran demografi yang terdiri atas usia, jenis kelamin, pendidikan
terakhir pasien PPOK di RSU Kab Tangerang ?
2. Bagaimana gambaran hasil tes diagnostik yang di sertai diagnosa kerja pada pasien
PPOK di RSU Kab Tangerang ?
3. Bagaimana gambaran fungsi kognitif pada pasien PPOK di Kab Tangerang ?
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran fungsi kognitif pada pasien
penyakit paru obstruktif kronis di RSU Kabupaten Tangerang.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi gambaran demografi pada penderita PPOK di RSU Kab
Tangerang.

b. Mengidentifikasi hasil diagnosa kerja pada penderita PPOK di RSU Kab Tangerang.
c. Mengidentifikasi gambaran fungsi kognitif pada penderita PPOK di RSU Kab
Tangerang.
E. Manfaat penelitian
1. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan seputar PPOK beserta dengan komplikasinya yang dapat terjadi
dan mekanisme terjadinya gangguan fungsi kognitif.
2. Bagi Perawat
a. Sebagai bahan pertimbangan evaluasi terhadap perawatan dan intervensi
keperawatan terhadap pasien PPOK.
b. Penelitian ini dapat sebagai tanggung jawab yang bisa dijalankan atas dasar
perawatan pada pasien PPOK dengan dasar pemenuhan kebutuhan dasar biologis,
psikologis, sosial, budaya, dan spiritual.
3. Bagi pasien PPOK
Penelitian ini diharapkan sebagai sumber informasi bagi penderita penyakit PPOK untuk
mencegah terjadinya komplikasi berupa perubahan fungsi kognitif pada penderita PPOK
4. Bagi perkembangan pendidikan keperawatan
Penelitian ini diharapkan hasilnya dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan
dalam bidang pendidikan keperawatan, khususnya keperawatan Medikal Bedah mengenai
pentingnya pengetahuan tentang terjadinya gangguan kognitif pada pasien dengan PPOK
untuk meningkatkan kualitas praktik keperawatan pasien dengan PPOK.
F. Ruang Lingkup
Penelitian dilakukan oleh mahasiswa program studi ilmu keperawatan di RSU Kabupaten
Tangerang, yang bertujuan untuk mengetahui gambaran fungsi kognitif pada pasien penyakit
paru obstruktif kronis. Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional dengan

metode purposive sampling yang ditentukan berdasarkan kriteria inklusi-eksklusi. Metode


pengambilan data menggunakan kuisioner yang di adaptasi dari Montreal Cognitive
Asessment (MoCa) dan data rekam medis pasien berupa nilai Analisa Gas Darah (AGD), foto
rontgen, dan diagnosa kerja. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei hingga September 2015
yang mana responden yang menjadi subjek adalah pasien yang berada di ruang rawat inap
dan rawat jalan RSU Kabupaten Tangerang.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)


1. Definisi PPOK
Menurut Priece and Lorraine (2005) penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)
merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang
berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara
sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Bronkhitis kronis, emfisema, dan asma
bronkhial membentuk kesatuan yang disebut PPOK. Sedangkan menurut Djojodibroto
(2009) istilah PPOK ditunjukkan untuk mengelompokan penyakit-penyakit yang
mempunyai gejala terhambatnya aliran udara pernapasan.
Selain itu PPOK yang didefinisikan oleh Global Initiative for Chronic Obstructive
Lung Disease (GOLD) 2006, menyatakan bahwa PPOK merupakan keadaan penyakit
yang ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversible.
Sementara, National institute for health and care excellence (NICE) mendefinisikan
PPOK adalah obstruksi jalan nafas yang di tunjukan karena kombinasi kerusakan dari
parenkim dan jalan nafas.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, penulis menyimpulkan bahwa PPOK
adalah istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit yang ditandai oleh
hambatan aliran udara yang sepenuhnya tidak irreversibel serta peningkatan resistensi
terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Bronkhitis kronis,
emfisema, dan asma bronkhial membentuk kesatuan yang disebut PPOK.

2. Faktor Risiko PPOK


1) Faktor risiko primer
1.

Merokok
Merokok tembakau merupakan penyebab utama dan paling penting

terjadinya PPOK. Walaupun PPOK dapat terjadi pada pasien yang tidak
merokok, sekitar 90% kasus terjadi pada individu yang merokok secara aktif.
Merokok tembakau bereaksi sebagai bronkhial iritan, yang menyebabkan
perubahan permanen dari kelenjar yang memproduksi mukus dan sampai
hipersekresi mukus. Merokok juga menyebabkan perubahan inflamasi dalam
dinding dari jalan napas dan destruksi dari dinding alveolar, menyebabkan
berkembangnya emfisema pada individu yang rentan (Barnett, 2006).
Merokok merupakan penyebab PPOK yang paling umum, dan mencakup
80% dari semua kasus PPOK yang ditemukan. Dengan risiko perseorangan
meningkat sebanding dengan peningkatan jumlah rokok yang dihisapnya
(Francis, 2008).
2. Defisiensi Alpha-1 antitripsin
Pasien dengan defisiensi alpa-1 antitripsin berisiko berkembangnya
emfisema pada usia dini yaitu antara usia 20 dan 40 tahun dan sering kali
memiliki riwayat penyakit pada keluarga. Pasien dengan defisiensi antitripsin
dan emfisema inhereditas salah satu gen abnormal dari salah satu orang tua,
dengan kata lain orang tua yang memiliki gen karier (Barnett, 2006).
3. Faktor usia
PPOK jarang mulai menyebabkan gejala yang dikenali secara klinis
sebelum mencapai usia 40 tahun. Kasus-kasus ini terkait dengan defisiensi
bawaan dari anti tripsinalfa-1. Ketidakmampuan ini dapat mengakibatkan

seseorang mengalami emfisema dan PPOK pada usia sekitar 20 tahun, yang
berisiko menjadi semakin berat jika mereka merokok (Francis, 2008).
Klasifikasi usia berdasarkan kategori lansia terdiri sebagai berikut.
1. Pralansia (prasenil)
Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun
2. Lansia
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
3. Lansia resiko tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60
tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.
4. Lansia potensial
Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan
yang dapat menghasilkan barang/jasa.
5. Lansia tidak potensial
Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya
bergantung pada bantuan orang lain (Maryam dkk, 2008).
2) Faktor Risiko yang Berhubungan
a. Polusi Lingkungan
Terdapat bukti yang kuat bahwa PPOK diperburuk oleh polusi udara,
namun peran polusi dalam etiologi PPOK menunjukkan pengaruh yang lebih
kecil dibandingkan dengan merokok (Bourke, 2003 dalam Barnett, 2006).
b. Faktor Pekerjaan
Beberapa pekerjaan di mana pekerja terpapar dengan batu bara, silica dan
kapas seperti buruh tambang, pekerja tekstil dan pekerja semen, berhubungan

dengan meningkatkan risiko PPOK. Pajanan logam berat, dan asap las telah
dikenali menyebabkan emfisema sejak tahun 1950 (Barnett, 2006).
c. Infeksi Pernapasan pada Masa Anak-Anak
Infeksi pernapasan pada tahun pertama kehidupan, seperti pneumonia dan
bronkhitis, mungkin mempengaruhi berkembangnya PPOK pada kehidupan
setelahnya. Hal ini mungkin terjadi sebagai hasil belum lengkapnya
perkembangan sistem respirasi saat lahir sampai paru berkembang pada awal
masa dewasa (Stick, 2000 dalam Barnett, 2006).
d. Faktor Sosioekonomi Rendah
Insiden PPOK lebih tinggi pada pasien dengan status sosioekonomi
rendah, terutama tinggal pada daerah pinggiran kota daripada daerah
pedesaan. Merokok juga merupakan hal yang biasa pada populasi ini, namun
tidak menjadi faktor satu-satunya yang terlibat. Faktor lain seperti lingkungan
rumah yang buruk, kondisi yang lembab dan kepadatan yang berlebihan yang
memungkinkan frekuensi dan menyebabkan infeksi respirasi dan menaikkan
polusi udara dalam ruangan (Barnett, 2006).
e. Atrophy dan Hiperesponsif Jalan Napas
Penurunan fungsi paru pada PPOK karena kerusakan akibat infeksi
berulang, yang mana pemulihan fungsi paru tidak dapat diperoleh. Hipotesis
lain menyebutkan bahwa fungsi paru menurun lebih cepat pada pasien
perokok dan yang mempunyai unsur alergi (atopy) dan meningkatnya level
imunoglobulin E (IgE), menyebabkan hiperaktivitas yang dapat dilihat pada
asma (Barnett, 2006).

3. Jenis PPOK
a. Asma
Asma adalah suatu

gangguan pada saluran bronkhial dengan ciri

bronkospasme periodik yaitu kontraksi spasme pada saluran napas (Soemantri,


2008).
1) Tipe-tipe Asma
Asma terbagi menjadi alergik, idiopatik atau non alergik dan campuran :
a) Asma alergik
Merupakan suatu jenis asma yang disebabkan oleh allergen misalnya bulu
binatang, debu, makanan, dan lain-lain. Allergen yang paling umum adalah
allergen penyebaran melalui udara (airbone) dan allergen musiman
(Soemantri, 2008). Seringkali Gejala asma dapat meliputi batuk kering
intermiten, mengi, dada sesak, dispnea sering kali setelah terpajan stimulus
(Brashers, 2007).
b) Asma idiopatik atau non allergen
Merupakan jenis asma yang tidak berhubungan secara langsung dengan
alergen spesifik seperti Infeksi saluran nafas atas, emosi, pilek/flu, dan
aktivitas fisik berlebih. (Soemantri, 2008).
Beberapa agen farmakologis seperti beta-adrenergik dan agen sulfite
(penyedap rasa) juga dapat berperan sebagai faktor pencetus. Bentuk asma ini
biasanya dimulai pada saat dewasa (>35 tahun).
c) Asma campuran
Adalah asma yang terdiri dari komponen asma ekstrinsik dan instrinsik.
Sebagian besar pasien asam instrinsik dan ekstrinsik akan berlanjut menjadi

bentuk campuran (Priece and Lorraine, 2005). Asma tipe ini pada kasus klinis
merupakan bentuk asma yang paling sering ditemukan (Soemantri, 2008).
2) Manifestasi Klinis Asma
Gejala asma terdiri atas triad : dispnea, batuk, dan mengi. Gejala sesak
napas sering dianggap sebagai gejala yang harus ada. Adapun gambaran klinis
penderita asma :
a) Gambaran objektif :
Kondisi penderita asma seperti sesak napas parah disertai wheezing,
disertai batuk dengan sputum kental dan sulit dikeluarkan, bernapas dengan
menggunakan otot-otot napas tambahan, dapat berupa sianosis, takikardi,
gelisah serta cemas.
b) Gambaran subjektif :
Penderita mengeluh sukar bernapas, sesak, dan anoreksia (Soemantri, 2008).
Tabel 2.1 pengkajian menentukan derajat berat asma
Manifestasi klinis
a. Penurunan toleransi beraktivitas
b. Penurunan otot bantu napas tambahan, adanya
retraksi interkostal
c. Wheezing
d. Respiratory per menit
e. Pulse rate per menit
f. Teraba pulsus paradoksus
g. Puncak expiratory flow rate (L/Menit)

Skor 0

Skor 1

Ya
Tidak ada

Tidak
Ada

Tidak ada
<25
<120
Tidak ada
>100

Ada
>25
>120
Ada
<100

Sumber : Soemantri (2008)


b. Bronchitis Kronik
Bronkhitis adalah radang pada bronkus yang biasanya mengenai trachea
dan laring, sehingga sering dinamai juga dengan laringo trakheo bronkhitis.
Istilah bronkhitis kronis juga menunjukan kelainan pada bronkus yang sifatnya
menahun (Soemantri, 2008).

Temuan utama pada bronkitis kronik adalah hipertrofi kelenjar mukosa


bronkus dan peningkatan jumlah dan ukuran sel-sel goblet, dengan infiltrasi
sel-sel radang dan edema mukosa bronkus (Priece and Lorraine, 2005).
1) Etiologi Bronkhitis Kronik
Terdapat

beberapa

Staphylococcus,

jenis

Sreptococcus,

bakteri

penyebab

Pneumococcus,

bronkhitis,
dan

yaitu

Haemophilus

influenza. Selain pajanan bakteri, bronchitis dapat disebabkan oleh alergi,


polusi udara, terutama asap rokok (Soemantri, 2008).
2) Manifestasi Klinis Bronchitis Kronis
penampilan umum cenderung overweight, sianosis akibat pengaruh
sekunder polisitemia, edema akibat CHF (Coronary heart failure) dekstra,
dan barrel chest. Adanya temuan pembesaran jantung, cor pulmonal, dan
di dapat hematokrit > 60% serta riwayat merokok yang positif (+).
c. Emfisema
Emfisema merupakan gangguan pengembangan paru-paru yang ditandai
oleh pelebaran ruang udara di dalam paru-paru disertai destruksi jaringan
(Soemantri, 2008). Demikian pula menurut Djojodibroto (2009) menyatakan
bahwa emfisema merupakan keadaan paru yang abnormal, yaitu pelebaran
rongga udara pada asinus yang sifatnya permanen.
1) Tipe Emfisema :
Terdapat beberapa tipe emfisema berdasarkan bagian paru-paru :
a) Emfisema sentriolobular
Merupakan tipe yang sering muncul dan memperlihatkan kerusakan
bronkhiolus, biasanya pada daerah paru-paru bagian atas. inflamasi

merambah sampai bronkhiolus sampai bronkhiolus tetapi biasanya


kantung alveolus tetap bersisa.
b) Emfisema panlobular
Merusak ruang udara pada seluruh asinus dan umumnya juga merusak
paru-paru bagian bawah. Tipe ini sering disebut centracinar emfisema,
seringkali timbul pada perokok. Panacinar timbul pada orang tua dan
pasien dengan defisiensi enzim alpha-antitripsin.
c) Emfisema paraseptal
Merusak alveoli lobus bagian bawah yang mengakibatkan isolasi blebs
(udara dalam alveoli) atau disebut dead space di sepanjang perifer
paru-paru (Soemantri, 2008)
4. Komplikasi PPOK
a.

Cor Pulmonal
Cor pulmonal adalah kegagalan jantung pada sisi kanan yang disebabkan
oleh peningkatan ketegangan dan tekanan pada ventrikel kanan. Peningkatan
resistensi pembuluh darah paru mengakibatkan induksi hipoksia terhadap
vasokontriksi pada kapiler pembuluh darah paru yang menghasilkan tegangan
yang berlebih pada sisi jantung sebelah kanan. Pada akhirnya hal ini mengacu
pada hipertrofi dan kegagalan pada ventrikel kanan. Hasilnya terjadinya
edema peripheral berkembang menjadi kegagalan jantung sebelah kanan,
dimana merembesnya cairan keluar dari kapiler masuk ke jaringan sekitar
(Barnett, 2006).
Cor pulmonal akut merupakan dilatasi mendadak dari ventrikel kanan dan
dekompensasi. Cor pulmonal kronis merupakan bentuk cor pulmonal yang
paling sering terjadi. Dinyatakan sebagai hipertropi ventrikel kanan akibat

penyakit paru-paru atau adanya kelainan pada toraks, sehingga menyebabkan


hipertensi dan hipoksia sehingga terjadi hipertrofi ventrikel kanan (Somantri,
2007).
1) Etiologi Cor pulmonal
Secara umum cor pulmonal disebabkan oleh :
a) Penyakit paru-paru yang merata. Terutama emfisema, bronkhitis
kronis, dan fibrosis akibat tuberkulosis.
b) Penyakit pembuluh darah paru-paru. Terutama thrombosis dan
embolus paru-paru, fibrosis akibat penyinaran menyebabkan penurunan
elastistisitas pembuluh darah paru-paru.
c) Hipoventilasi alveolar menahun. Adalah semua penyakit yang
menghalangi pergerakan dada normal, misalnya; penebalan pleura,
kelainan neuromuskuler, dan kiposkoliosis yang mengakibatkan
penurunan kapasitas rongga toraks sehingga pergerakan toraks
berkurang (Soemantri, 2007)
b. Pneumothorax
Pneumothorax bisa saja muncul secara spontan pada pasien dengan
emfisema. Pada emfisema dengan kerusakan alveoli menjadikan ruang udara
yang cukup besar yang bisa di sebut bula. Hal ini dapat membuat rupture
secara spontan, menyebabkan udara keluar ke cavitas pleura. Gejala dari
pneumothorax termasuk kejadian onset nyeri dada, dan meningkatnya
pernapasan (Barnett, 2006).
c. Polisitemia
Polisitemia terjadi seiring berjalannya waktu secara terus menerus
terhadap rendahnya kadar oksigen di sirkulasi (Hipoksia) dapat membuat

sebuah peningkatan jumlah sel darah merah. Hal tersebut merupakan cara
tubuh beradaptasi dengan kondisi hipoksia dan lebih banyak menghasilkan
hemoglobin dengan membawa sejumlah oksigen (Barnett, 2006).
5. Pemeriksaan diagnostik PPOK
Pemeriksaan diagnostik PPOK terdiri atas tes fungsi paru, Analisa gas darah,
CT-Scan, dan skreening defisiensi alfa 1-antitripsin
a. Tes fungsi paru-paru
Tes fungsi paru pada PPOK untuk mengetahui diagnosis dan derajat
obstruksi aliran udara yang paling baik dikaji melalui alat spirometri.
Spirometri adalah standar paling untuk pengukuran obstruksi aliran udara
secara akurat pada pasien dengan PPOK.
Spirometri merupakan alat esensial untuk mendiagnosa PPOK karena
adanya perbedaan antara penyakit restriktif dan obstruktif. Berikut beberapa
keterangan hasil dari pengukuran oleh spirometri :
a) FEV1 (forced expired volume in one second) adalah volume udara yang
dihembuskan dalam satu detik pertama atau tekanan ekspirasi setelah
inspirasi maksimal.
b) FVC (forced vital capacity) adalah volume maksimal jumlah udara
yang dapat dihirup (total lung capacity) hingga penghembusan
maksimal (residual volume) yang diukur kembali dengan jeda waktu.
c) RVC (relaxed after capacity) adalah pengukuran ekspirasi tanpa
tekanan, di mana biasanya terdapat hasil lebih besar dibanding FVC
pada

pasien

PPOK.

Caranya

sebagai

berikut,

pasien

akan

menghembuskan nafas yang besar dan sekencang-kencangnya dengan

sekali hembusan setelah menghirup udara maksimal lalu pada saat yang
menghembuskan pasien menjepit hidung.
d) PEF (peak expiratory flow) adalah jumlah aliran udara yang di
hembuskan dengan mengawali hirup nafas sedalam-dalamnya lalu
menghembuskan nafas selama-lamanya sekitar 10 detik.
Tabel 2.2 klasifikasi PPOK. Diadopsi dari National Collaborating
Centre For Chronic Condition (2004) dalam Barnett (2006)
Kategori

Gejala

Batuk perokok :
Ringan
Napas pendek
(FEV1 50-80%
perkiraan)
Napas sesak dan atau
Sedang
whezze : batuk disertai
(FEV130-49%
perkiraan)
sputum
Napas sesak : batuk,
Berat
wheeze
(FEV1<30%
perkiraan)
Sumber : Barnett (2006)

Tanda
Tidak ada

Beberapa tanda

Hiperinflasi :
hipoksia, edema
peripheral.

b. CT-Scan
Tampilan dari gambar CT-Scan berbeda dengan tampilan gambaran
foto sinar X-ray. Alat ini lebih sensitif, di mana sesuatu yang dihasilkan
gambaran CT berupa potong lintang dan dapat dengan akurat menentukan
lokasi lesi.
c. EKG (elektrokardiogram)
EKG merupakan alat yang berguna mendeteksi penyakit jantung
iskemik dan aritmia. Pasien dengan cor pulmonal dapat menunjukan adanya
hipertrofi pada ventrikel kiri.

d. Skreening defisiensi alpha 1-antitripsin :


Merupakan faktor resiko yang langka bagi penderita PPOK yang
merupakan faktor keturunan adanya defisiensi enzyme tersebut. Pada
kasusnya enzyme tersebut mencegah terjadinya kerusakan enzim proteolitik
di paru-paru. Namun pada pasien yang telah lama menderita emfisema
antara usia 20-40 tahun atau memiliki riwayat pada keluarga yang erat
menderita penyakit tersebut, maka alpha 1-antitripsin dapat diukur. Sebuah
konsentrasi serum di bawah 15-20% dari nilai normal dapat di indikasikan
terjadinya defisiensi. (Barnett, 2006).
e. Analisa gas darah
Analisa gas darah (AGD) merupakan salah satu tes diagnostik untuk
menentukan status respirasi. Status respirasi yang dapat digambarkan
melalui pemeriksaan AGD ini adalah status oksigenisasi dan status asam
basa. Komponen yang terdapat dalam pemeriksaan AGD adalah pH, PCO2,
PO2, saturasi O2 (Muttaqin, 2008).
Pengukuran AGD merupakan cara terbaik untuk mengevaluasi
keseimbangan asam-basa. Untuk menilai hasil pemeriksaan AGD,
sebelumnya pemeriksa harus memahami arti dari komponen tersebut :
1) pH mengukur konsentrasi H+ untuk menunjukan status asam-basa
darah. Nilai menunjukan apakah pH arteri normal (7,40), asam < 7,40,
atau alkalosis > 7,40. Karena kemampuan mekanisme kompensasi
untuk Menormalkan pH, nilai hampir normal tidak menghilangkan
kemungkinan dari gangguan asam-basa.
2) PaCO2 adalah tekanan parsial karbon dioksida pada arteri.

PaCO2 merupakan komponen pernapasan dari pengaturan asam basa


dan diatur oleh perubahan frekuensi dan kedalaman ventilasi pulmoner.
Hiperkapnea (PaCO2 > 45 mmHg) menunjukan hipoventilasi alveolar
dan asidosis respiratori. Hiperventilasi mengakibatkan pada PaCO2 < 35
mmHg dan alkalosis respiratori. kompensasi respirator terjadi dengan
cepat pada ketidakseimbangan asam basa metabolik. Bila ada
abnormalitas pada PaCO2 terjadi, ini penting untuk menganalisa
parameter ph dan HCO3 untuk menentukan gangguan pernapasan atau
respon kompensasi terhadap abnormalitas asam basa metabolik.
3) PaO2 adalah tekanan oksigen parsial dalam arteri. PaO2 tidak
mempunyai peran pengaturan asam basa bila terdapat dalam rentang
normal. Adanya hipoksemia dengan PaO2 (< 60 mmHg) dapat
menimbulkan metabolisme anaerobik, mengakibatkan produksi asam
laktat dan asidosis metabolik. Terdapat penurunan normal pada PaO2
sesuai pertambahan usia. Hipoksemia juga dapat menyebabkan
hiperventilasi mengakibatkan alkalosis respiratori.
4) Saturasi SaO2 merupakan rasio antara jumlah oksigen aktual yang
terikat oleh hemoglobin terhadap kemampuan total hemoglobin darah
mengikat oksigen (Djojodibroto, 2009).
f. Diagnosa kerja
Merupakan suatu kesimpulan berupa hipotesis tentang kemungkinan
penyakit yang ada pada pasien disebut diagnosis kerja. Setiap diagnosis
kerja harus diiringi dengan diagnosis banding. Ada dua cara membuktikan
diagnosis kerja, yaitu dengan instrumen waktu dan terapi dan kedua dengan
data klinik tambahan.

Pembuktian dengan instrumen

waktu dan

terapi mengandung

konsekuensi perlunya pemantauan yang ketat khususnya pada kasus yang


potensial (Hardjodisastro, 2006).
B. Fungsi Kognitif
1. Pengertian Fungsi Kognitif
Kognisi meliputi kemampuan otak untuk memproses, mempertahankan,
dan menggunakan informasi. Kemampuan kognitif mencakup pemikiran,
penilaian, persepsi, perhatian, pemahaman dan memori. Kemampuan kognitif
penting pada individu dalam membuat keputusan, menyelesaikan masalah,
menginterpretasikan lingkungan, dan mempelajari informasi yang baru, untuk
memberikan nama pada beberapa hal (Videbeck, 2008).
Menurut Ginsberg (2008), fungsi kognitif meliputi fungsi otak yang lebih
tinggi, dan dapat di sub klasifikasi menjadi; (1) Fungsi kognitif yang
terdistribusi, yakni fungsi yang tidak terlokalisasi pada region otak tertentu,
namun membutuhkan aksi dari berbagai bagian pada kedua sisi otak, seperti:
atensi dan konsentrasi, memori, fungsi eksekutif, konduksi sosial dan
kepribadian. (2) Fungsi kognitif yang terlokalisasi, yakni fungsi yang berjalan
tergantung dari struktur dan fungsi normal dari suatu area tertentu pada satu
hemisfer serebri.
Fungsi kognitif dapat didefinisikan dengan semua proses mental yang
meliputi persepsi, memori, kreasi imajinasi, dan berpikir yang membentuk
kesadaran dan kesiagaan serta proses membuat keputusan (Panentu, 2013).

2. Aspek-Aspek Fungsi Kognitif


a. Atensi dan Konsentrasi
Atensi merupakan kemampuan untuk memfokuskan perhatian pada
masalah

yang

dihadapi.

Konsentrasi

merupakan

kemampuan

untuk

mempertahankan fokus tersebut. Atensi yang terpusat merupakan hal esensial


dalam belajar dan memberikan kemampuan untuk memproses item penting
yang dipilih, dan mengabaikan yang lainnya (Lumbantobing, 2008)
b. Orientasi
Orientasi merupakan kemampuan untuk mengaitkan keadaan sekitar
dengan pengalaman lampau (Lumbantobing, 2008).
c. Memori
Fungsi memori terdiri dari proses penerimaan & penyandian informasi,
proses penyimpanan serta proses mengingat. Semua hal yang berpengaruh
dalam ketiga proses tersebut akan mempengaruhi fungsi memori (Sidiarto,
2003 dalam Hamidah, 2011). Gangguan mengingat sering merupakan gejala
yang pertama timbul pada pasien yang mengalami gangguan fungsi kognitif
(Panentu, 2013).
Dalam klinik neurologi fungsi memori dibagi tiga tingkatan bergantung
lamanya rentang waktu antara stimulus dan recall, yaitu : (1) memori
segera/Immediate memory, merupakan rentang waktu antara stimulus dan
recall hanya beberapa detik. Pada poin ini dibutuhkan sebuah perhatian untuk
mengingat/attention. (2) memori baru/recent memori merupakan rentang waktu
lebih lama yaitu beberapa menit, jam, bulan, bahkan tahun.(3) memori
lama/remote memoy adalah rentang waktunya bertahun-tahun bahkan seumur
hidup (Panentu, 2013).

d. Fungsi eksekutif
Fungsi

eksekutif

meliputi

kemampuan

untuk

membuat

rencana,

beradaptasi, menangani konsep abstrak, dan menyelesaikan masalah, digabung


dengan aspek sosial dan kepribadian misalnya inisatif, motivasi, dan inhibisi
(Ginsberg, 2005).
e. Visuospasial
Merupakan kemampuan konstruksional seperti menggambar atau meniru
berbagai macam gambar misal lingkaran dan menyusun balok-balok. Semua
lobus berperan dalam kemampuan konstruksi. (Sidiarto, 2003 dalam Hamidah,
2011).
f. Bahasa
Kelainan pada bahasa merupakan syarat pertama untuk menegaskan adanya
bukti hilangnya sebagian besar fungsi otak dapat lebih spesifik pada region
otak berdasarkan kerja pada broca (Larner, 2008).
3. Anatomi Fungsional pada Fungsi Kognitif
Fungsi kognitif terbagi dalam beberapa fungsi namun masing-masing
fungsinya tidak dapat berjalan sendiri-sendiri, tetapi sebagai kesatuan yang
disebut sistem limbik (Hamidah, 2011).
Sistem limbik terdiri dari amigdala, hipokampus, nukleus talamik anterior,
girus subkalosus, girus cinguli, girus parahipokampus, formasio hipokampus,
dan

korpus

mamillare.

Sementara

alveus,

fimbria,

formiks,

traktus

mamilotalamikus, dan striae terminalis membentuk jaras-jaras penghubung


sistem ini.

Gambar 2.1 Sumber :http://spinwarp.ucsd.edu/Neuroweb/Text


Para sentral limbik meliputi memori, pembelajaran, motivasi, emosi,
fungsi neuroendokrin, dan aktivitas otonom. Struktur otak berikut bagian dari
sistem limbik :
a) Amigdala, terlibat dalam pengaturan emosi, dimana pada hemisfer kanan
predominan untuk belajar emosi dalam keadaan tidak sadar, dan pada
hemisfer kiri predominan untuk belajar emosi pada saat sadar.
b) Hipocampus, terlibat dalam pembentukan memori jangka panjang,
pemeliharaan fungsi kognitif yaitu proses belajar.
c) Girus parahipokampus, berperan dalam pembentukan memori spasial.
d) Girus cinguli, mengatur fungsi otonom seperti denyut jantung, tekanan
darah, dan kognitif yaitu atensi. Korteks cinguli anterior (ACC)
merupakan struktur limbic terluas, berfungsi pada afektif, kognitif,
otonom, perilaku dan motorik.
e) Forniks, membawa sinyal dari hipokampus ke mammilary body, dan
septal nukelus, forniks berperan dalam memori dan pembelajaran.

f) Hipotalamus, berfungsi mengatur sistem saraf otonom melalui produksi


dan pelepasan hormone, tekanan darah, denyut jantung, lapar, haus, libido,
dan siklus tidur/bangun, perubahan memori baru menjadi memori jangka
panjang.
g) Thalamus, ialah kumpulan badan sel saraf di dalam diensefalon
membentuk dinding lateral ventrikel tiga. Fungsi thalamus sebagai pusat
hantaran rangsang indra dari perifer ke korteks serebri. Dengan kata lain,
thalamus merupakan pusat pengaturan fungsi kognitif di otak/sebagai
stasiun relay ke korteks serebri.
h) Mamaliari

bodies,

berperan

dalam

pembentukan

memori

dan

pembelajaran
i) Girus dentatus, berperan dalam memori baru dan mengatur rasa bahagia.
j) Korteks entorhinal, penting dalam memori dan merupakan komponen
asosiasi. Sedangkan lobus otak yang ikut berperan dalam kognitif adalah.
a. Lobus frontalis
Fungsi lobus frontalis mengatur motorik, perilaku, kepribadian,
bahasa, memori, orientasi spasial, belajar asosiatif, daya analisis dan
sintesis. Sebagian korteks medial lobus frontal dikaitkan sebagai
bagian sistem limbik, karena banyaknya koneksi anatomik dengan
struktur limbik dan adanya perubahan emosi bila terjadi kerusakan.

b. Lobus parietalis
Berfungsi dalam membaca, persepsi, memori, dan visuospasial.
Korteks ini menerima stimuli sensori (input visual, auditori, takil)
dari area asosiasi sekunder karena menerima input dari berbagai

modalitas sensori sering disebut korteks hemoromodal dan mampu


membentuk

asosiasi

sensori.

Sehingga

manusia

dapat

menghubungkan input visual dan menggambarkan apa yang mereka


lihat atau pegang.
c. Lobus temporal
Berfungsi mengatur pendengaran, penglihatan, emosi, memori,
kategorisasi benda-benda, dan seleksi rangsangan auditorik dan
visual.
d. Lobus oksipital
Berfungsi mengatur penglihatan primer, visuospasial, memori, dan
bahasa (Hamidah, 2011).

C. Pengaruh PPOK terhadap Fungsi Kognitif


Gangguan kognitif telah ditemukan menjadi salah satu manifestasi di luar
sistem respirasi yang penting pada pasien dengan PPOK (Antonelli et al, 2003
dalam Li et al, 2013). Penelitian yang dilakukan oleh De Carolis et al (2011)
pada 44 responden dengan penderita PPOK dan non PPOK menunjukkan
bahwa responden dengan PPOK sedikit, namun secara signifikan menunjukkan
performa yang buruk dibandingkan dengan kelompok kontrol pada tes
neuropsikologi.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Li et al (2013) sebelumnya
menemukan bahwa gangguan kognitif berhubungan dengan klasifikasi dari
keparahan PPOK. Selanjutnya Li & Guang (2013) meneliti bagaimana
pengaruh PPOK terhadap struktur otak yang mungkin mempengaruhi fungsi
kognitif. Dalam penelitiannya tersebut menemukan bahwa terjadi atrofi pada

hipokampus yang ditentukan melalui MRI dan penemuan ini berhubungan


secara signifikan dengan PaO2, SaO2 dan hasil MMSE yang mengukur
penurunan kognitif pada pasien PPOK. Salah satu kemungkinan penjelasannya
yakni bahwa pasien PPOK berada dalam status inflamasi yang rendah dan
keterbatasan aliran udara secara terus-menerus yang menyebabkan hipoksemia
kronik.
Hipoksemia kronik adalah mekanisme utama yang dapat berdampak
kurang baik pada fungsi kognitif dan volume hipokampus. Hipoksemia kronik
pada pasien PPOK menstimulasi atrofi hipokampus, yang mana memerankan
peran krusial pada gangguan kognitif. Hipokampus yang berlokasi di dalam
lobus temporal bagian medial merupakan komponen utama pada otak.
Hipokampus terdiri dari dua bagian utama yang tersambung dan empat divisi
histologi. Hal tersebut berperan dalam fungsi kognitif dan yang paling utama
sangat rapuh terhadap efek buruk dari hipoksemia (Li & Guang, 2013).
Penemuan secara morfologi menggunakan MRI menunjukkan bahwa
atrofi pada hipokampus adalah diagnostik biomarker / penanda untuk gangguan
kognitif (Dawe et al, 2011). Rendahnya volume hipokampus yang dideteksi
oleh MRI secara konsisten ditemukan pada gangguan kognitif ringan dan
penyakit Alzheimer (Zhang et al, 2012 dalam Li dan Guang, 2013).

D. Alat Ukur Fungsi Kognitif


1. Montreal Cognitive Assessment (MoCA)

Montreal Cognitive Assessment (MoCA) dibuat pada tahun 1966 oleh Dr. Ziad
Nasreddine di Montreal, Canada. MoCA telah dikembangkan sebagai alat
screening cepat untuk gangguan kognitif ringan dan awal demensia Alzheimer.
MoCA mengkaji domain fungsi kognitif yang meliputi; atensi dan konsentrasi,
fungsi eksekutif, memori, bahasa, kemampuan visuo konstruksional, berpikir
konseptual, kalkulasi, dan orientasi (Doerflinger dan Inova, 2012).
Dalam penelitian Crisan et al (2014) berpendapat bahwa instrument MoCA
lebih baik dibandingkan MMSE dalam mendeteksi tahap awal gangguan kognitif.
Dong dan Villeneuve dalam Crisan et al (2014) menguatkan bahwa instrumen
MoCA adalah alat yang lebih unggul dibanding MMSE dalam mendeteksi pasien
dengan gangguan kognitif.
Pernyataan tersebut sebanding dengan validasi terkait kedua instrument yang
dilakukan oleh Friedman (2012) dalam studi thesisnya menyatakan yakni kedua
instrumen MoCA dan MMSE memiliki kelebihan dan kekurangan yang relatif
sama, namun MoCA sedikit lebih baik dalam tingkat keakuratan diagnostik
dibandingkan dengan MMSE dan memperlihatkan sebagai alat yang lebih sensitif.
Berdasarkan dari beberapa penelitian maka peneliti menggunakan instrument
MoCA sebagai alat ukur dalam penelitian ini.

resistensi
terhadap aliran
udara

E. Kerangka Teori

Pemeriksaan
AGD

Faktor Risiko PPOK


Saturasi O2

1. Primer :
- Merokok
- Defisiensi Alpha-1
antitripsin

Hipoksemia Kronis

PPOK
Oksigenasi
serebral

2. Faktor risiko yang


berhubungan :
- Polusi lingkungan
- Pekerjaan
- Infeksi pernapasan
masa kanak-kanak
- Atopy dan Hiperresponsif Jalan
Napas

Atrofi pada
hippocampus melalui
gambaran MRI

(Li and Guang, 2013)

(Barnett, 2006; Francis,


2008)

Hipocampus
sebagai
pembentuk
memori

Pemeriksaan
MoCA tool
Aktifitas fisik
Sosial
Mental

Komponen Fungsi Kognitif


Fungsi
Kognitif

Daya ingat

1.
2.
3.
4.
5.

Orientasi
Atensi
Memori
Fungsi eksekutif
Visuospasial

(Lumbantobing, 2008; Panentu,


2013; Ginsberg, 2007; Hamidah,
2011).

Bagan 2.1 Kerangka Teori Penelitian


Sumber: Francis (2008), Lumbantobing (2008), Panentu (2013), Ginsberg (2007),
Hamidah (2011), Dawe et al (2011), Li dan Guang-He (2013), Li et al (2013), Barnett
(2006)

BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Konsep dalam dunia penelitian dapat diartikan segala sesuatu yang bersifat
masih abstrak. Agar konsep ini dapat dimengerti dan dioperasionalkan oleh semua
pihak, maka harus diberikan ukuran dan variabel (Imron dan Amrul, 2010).
Penelitian ini menggunakan satu variabel yaitu gambaran fungsi kognitif pada
penderita penyakit paru obstruktif kronis.
Gambaran Fungsi Kognitif pada Penderita Pasien
Penyakit Paru Obstruktif Kronis
Visuospasial
Bahasa
Eksekutif
Memori/Delayed recall
Atensi
Abstraksi
Diagnosa Kerja

Usia
Jenis Kelamin
Pekerjaan
Tingkat Pendidikan
Riwayat Merokok
Riwayat Trauma

(Lumbantobing, 2008; Panentu, 2013; Ginsberg, 2007;


Hamidah, 2011).

Gambar 3.1
Kerangka Konsep

Keterangan:
: Variabel yang diteliti

B. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional

No
.
1.

2.

Variabel

Definisi Operasional

Cara Ukur

Alat Ukur

Hasil Ukur

Skala Ukur

Fungsi kogntif

Fungsi kognitif
merupakan proses
berpikir pada manusia
yang meliputi fungsi
eksekutif, visuospasial,
eksekutif, bahasa,
delayed recall/memori,
atensi, abstraksi,
orientasi.

Mengajukan
pertanyaan
melalui
kuesioner

Kuesioner
Montreal
Cognitive
Assessment
(MoCA)

26-30 = Normal
< 26 = Tidak Normal

Ordinal

Karakteristik
Responden
a. Usia

Kuesioner
terdiri dari 30
item
pernyataan.

Sumber : www.mocatest.org

Lamanya masa hidup


responden berdasarkan
tanggal lahir hingga saat
ini.

Mengajukan
pertanyaan
melalu
kuesioner

Kuisioner data
demografi

1 = < 44 tahun
2= 45-59 tahun
3= > 60 tahun

Nominal

b. Jenis
Kelamin

Identitas responden
berdasarkan ciri fisik
dan biologis.

Menanyakan
langsung ke
responden

Kuisioner data
demografi

1 = Laki-laki
2 = Perempuan

Nominal

c. Pendidikan
terakhir

Tingkat pendidikan
formal terakhir
responden.

Menanyakan
langsung
responden

Kuisioner data
demografi

1 = Tidak sekolah
2= SD
3 = SMP
4 = SMA
5 = PT

Ordinal

d. Pekerjaan

3.

4.

Jenis pekerjaan
responden

Menanyakan
langsung ke
responden

Kuisioner data
demografi

1 = Tidak bekerja
2 = Petani
3= Wiraswasta
4 = Buruh
5 = Pensiunan
6 = TNI/POLRI

Nominal

Nominal

e. Riwayat
Merokok

Status merokok
responden di masa lalu.

Menanyakan
langsung ke
responden

Kuisioner data
demografi

1 = Merokok
2 = Tidak merokok

Normal

f. Riwayat
cidera
kepala
Analisa Gas
Darah

Status responden pernah


jatuh di bagian kepala di
masa lalu
AGD adalah
pengukuran untuk
menentukan status
respirasi yang
digambarkan melalui
status oksigenasi dan
status asma basa yang
meliputi pH, PCO2, PO2,
dan saturasi O2

Menanyakan
langsung ke
responden
Melakukan
observasi
melalui data
sekunder
berupa rekam
medis pasien.

Kuisioner data
demografi

1 = Iya
2 = Tidak

Normal

Data sekunder
berupa rekam
medis pasien

pH 7.35-7.45 = Normal
PaO2 80-100 mmHg = Normal
PaCO2 35-45 mmHg = Normal
SaO2 95% = Normal

Interval

Merupakan pengukuran
fungsi paru-paru dengan
melihat fungsi jalan
napas

Melakukan
observasi
pada rekam
medis

Spirometri

1= Normal
2= Tidak normal

Data sekunder
berupa rekam
medis pasien

Sumber :
Craven and Constance, 2009
FEV1 80% atau lebih = Normal
FEV1 50 79% = Sedang
FEV1 30-49% = Berat
FEV1 < 30% = Sangat berat
1 = Normal
2 = Tidak normal
Pengukuran dilakukan dengan

Interval

menghembuskan udara dalam


waktu 1 detik
5.

EKG

Alat yang dapat


merekam kelistrikan
jantung

Dengan
dilakukan
observasi
pada rekam
medis pasien

Data sekunder
berupa rekam
medis pasien

1 = Normal
2 = Tidak normal

Nominal

6.

Diagnosa Kerja

Diagnosa yang telah


ditegakkan oleh dokter
dan menjadi patokan
untuk menyeleksi
responden berdasarkan
penyakitnya

Dengan
melihat
rekam medis

Data sekunder
berupa rekam
medis

1 = PPOK & TB Paru


2 = PPOK & Asma
3 = PPOK & DM
4 = PPOK & Stroke
5 = PPOK & Hipertensi
6 = PPOK

Nominal

BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Konsep dalam dunia penelitian dapat diartikan segala sesuatu yang bersifat
masih abstrak. Agar konsep ini dapat dimengerti dan dioperasionalkan oleh semua
pihak, maka harus diberikan ukuran dan variabel (Imron dan Amrul, 2010).
Penelitian ini menggunakan satu variabel yaitu gambaran fungsi kognitif pada
penderita penyakit paru obstruktif kronis.
Gambaran Fungsi Kognitif pada Penderita Pasien
Penyakit Paru Obstruktif Kronis
Visuospasial
Bahasa
Eksekutif
Memori/Delayed recall
Atensi
Abstraksi
Diagnosa Kerja

Usia
Jenis Kelamin
Pekerjaan
Tingkat Pendidikan
Riwayat Merokok
Riwayat Trauma

(Lumbantobing, 2008; Panentu, 2013; Ginsberg, 2007;


Hamidah, 2011).

Gambar 3.1
Kerangka Konsep

Keterangan:
: Variabel yang diteliti

B. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional

No
.
1.

2.

Variabel

Definisi Operasional

Cara Ukur

Alat Ukur

Hasil Ukur

Skala Ukur

Fungsi kogntif

Fungsi kognitif
merupakan proses
berpikir pada manusia
yang meliputi fungsi
eksekutif, visuospasial,
eksekutif, bahasa,
delayed recall/memori,
atensi, abstraksi,
orientasi.

Mengajukan
pertanyaan
melalui
kuesioner

Kuesioner
Montreal
Cognitive
Assessment
(MoCA)

26-30 = Normal
< 26 = Tidak Normal

Ordinal

Karakteristik
Responden
a. Usia

Kuesioner
terdiri dari 30
item
pernyataan.

Sumber : www.mocatest.org

Lamanya masa hidup


responden berdasarkan
tanggal lahir hingga saat
ini.

Mengajukan
pertanyaan
melalu
kuesioner

Kuisioner data
demografi

1 = < 44 tahun
2= 45-59 tahun
3= > 60 tahun

Nominal

b. Jenis
Kelamin

Identitas responden
berdasarkan ciri fisik
dan biologis.

Menanyakan
langsung ke
responden

Kuisioner data
demografi

1 = Laki-laki
2 = Perempuan

Nominal

c. Pendidikan
terakhir

Tingkat pendidikan
formal terakhir
responden.

Menanyakan
langsung
responden

Kuisioner data
demografi

1 = Tidak sekolah
2= SD
3 = SMP
4 = SMA

Ordinal

5 = PT
d. Pekerjaan

3.

4.

Jenis pekerjaan
responden

Menanyakan
langsung ke
responden

Kuisioner data
demografi

1 = Tidak bekerja
2 = Petani
3= Wiraswasta
4 = Buruh
5 = Pensiunan
6 = TNI/POLRI

Nominal

Nominal

e. Riwayat
Merokok

Status merokok
responden di masa lalu.

Menanyakan
langsung ke
responden

Kuisioner data
demografi

1 = Merokok
2 = Tidak merokok

Normal

f. Riwayat
cidera
kepala
Analisa Gas
Darah

Status responden pernah


jatuh di bagian kepala di
masa lalu
AGD adalah
pengukuran untuk
menentukan status
respirasi yang
digambarkan melalui
status oksigenasi dan
status asma basa yang
meliputi pH, PCO2, PO2,
dan saturasi O2

Menanyakan
langsung ke
responden
Melakukan
observasi
melalui data
sekunder
berupa rekam
medis pasien.

Kuisioner data
demografi

1 = Iya
2 = Tidak

Normal

Data sekunder
berupa rekam
medis pasien

pH 7.35-7.45 = Normal
PaO2 80-100 mmHg = Normal
PaCO2 35-45 mmHg = Normal
SaO2 95% = Normal

Interval

Merupakan pengukuran
fungsi paru-paru dengan
melihat fungsi jalan
napas

Melakukan
observasi
pada rekam
medis

Spirometri

1= Normal
2= Tidak normal

Data sekunder
berupa rekam
medis pasien

Sumber :
Craven and Constance, 2009
FEV1 80% atau lebih = Normal
FEV1 50 79% = Sedang
FEV1 30-49% = Berat
FEV1 < 30% = Sangat berat
1 = Normal
2 = Tidak normal

Interval

Pengukuran dilakukan dengan


menghembuskan udara dalam
waktu 1 detik
5.

EKG

Alat yang dapat


merekam kelistrikan
jantung

Dengan
dilakukan
observasi
pada rekam
medis pasien

Data sekunder
berupa rekam
medis pasien

1 = Normal
2 = Tidak normal

Nominal

6.

Diagnosa Kerja

Diagnosa yang telah


ditegakkan oleh dokter
dan menjadi patokan
untuk menyeleksi
responden berdasarkan
penyakitnya

Dengan
melihat
rekam medis

Data sekunder
berupa rekam
medis

1 = PPOK & TB Paru


2 = PPOK & Asma
3 = PPOK & DM
4 = PPOK & Stroke
5 = PPOK & Hipertensi
6 = PPOK

Nominal

BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang bertujuan untuk melihat gambaran
fungsi kognitif pada pasien PPOK di RSU Kabupaten Tangerang dengan desain
penelitian cross sectional, cross sectional adalah desain penelitian yang dilakukan
pengumpulan datanya pada satu waktu atau at one poin in time (Polit & Beck, 2003
dalam Swarjana, 2012). Penelitian cross sectional meneliti suatu kejadian pada satu
titik waktu di mana variabel dependen dan independen diteliti sekaligus pada saat
yang sama (Setiadi, 2007).
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-September 2015 di Ruang Rawat Inap
Dewasa Rumah Sakit Umum (RSU) Kabupaten Tangerang, tepatnya di Paviliun
Cempaka, Flamboyan, Seruni, Kenanga dan ruang rawat jalan.
Alasan peneliti memilih RSU Kabupaten Tangerang sebagai lokasi penelitian
karena di rumah sakit ini belum pernah di lakukan penelitian tentang fungsi kognitif
pada pasien PPOK di Ruang Rawat Inap Dewasa RSU Kabupaten Tangerang.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang
mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Hidayat, 2007).
Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien dewasa yang menderita
PPOK di Ruang Rawat jalan Dewasa RSU Kabupaten Tangerang berdasarkan

studi pendahuluan pada bulan Januari dari Oktober 2014 - Januari 2015 dengan
total sebanyak 78 orang.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi, atau sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti
(Hidayat, 2007). Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik
non probability sampling yaitu teknik yang tidak memberikan kesempatan yang
sama bagi anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel (Setiadi, 2013).
Non probability sampling ini merupakan pengambilan data hanya pada
individu atau obyek pada suatu populasi yang memenuhi persyaratan tertentu
terpilih menjadi sampel (Imron & Amrul, 2010). Adapun kriteria inklusi-eksklusi
yang digunakan untuk menentukan sampel yang akan diteliti adalah sebagai
berikut :
a. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi merupakan karakteristik umum subjek penelitian pada
populasi target dan sumber (Riyanto, 2011). Kriteria inklusi dalam penelitian
ini adalah :
1. Pasien dengan penyakit PPOK sekurang-kurangnya 6 bulan menderita
penyakit.
2. Pasien dewasa dengan usia 22 tahun sampai 65 tahun.
3. Pasien yang mampu berkomunikasi verbal dengan baik
4. Pasien dengan kondisi kesadaran penuh
5. Pasien yang bersedia mengikuti penelitian
6. Pasien yang berada di pelayanan rawat jalan
b. Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian tidak dapat


mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel penelitian
(Nursalam, 2008). Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah:
1. Pasien dengan gangguan kejiwaan
2. Pasien yang tidak bisa berbahasa Indonesia
3. Pasien dengan gangguan fungsi pendengaran dan penglihatan.
4. Pasien yang terpasang ventilator atau oksigen
3. Besar Sampel
Budiarto (2008) dalam menentukan besarnya sampel, dilakukan perhitungan
sampel dengan menggunakan rumus slovin.
n=
Keterangan :
N = Besar populasi
n = jumlah sampel
e = tingkat kepercayaan / ketepatan yang diinginkan (90%)
Angka populasi di masukan dalam rumus besar populasi yaitu :
n=
= 43,82 = 44
Berdasarkan hasil perhitungan sampel dengan menggunakan rumus maka didapatkan
hasil sampel sebesar 44 orang dan ditambahkan 10% untuk menghindari sampel drop
out, maka didapatkan sampel keseluruhan sebanyak 44 + 10% = 48.4 atau 48 orang
sebagai sampel dalam penelitian ini.
D. Instrumen penelitian

Penelitian ini menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner untuk


memperoleh informasi dari responden. Kuesioner adalah cara pengumpulan data
dengan mempergunakan pertanyaan-pertanyaan tertulis untuk memperoleh informasi
dari responden (Sandjaja, 2006).
Adapun instrumen pengumpulan data yang digunakan terdiri dari 3 bagian,
yakni:
1. Bagian 1 : Berupa pertanyaan mengenai data demografi responden yang meliputi
usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan riwayat merokok.
2. Bagian 2 : Berupa lembar hasil tes diagnostik paru yang meliputi nilai analisa gas
darah, hasil EKG, hasil tes fungsi paru, hasil rontgen yang diperoleh dari rekam
medis responden.
3. Bagian 3 : Berupa kuesioner MoCA INA yang terdiri dari 30 poin yang akan
diujikan dengan menilai domain fungsi kognitif, yaitu :
a. Fungsi eksekutif : dinilai dengan trail making B (1 poin)
b. Visuospasial : dinilai dengan clock drawing test (3 poin) dan menggambarkan
kubus 3 dimensi (1 poin)
c. Bahasa: menyebutkan 3 nama binatang (singa, unta, badak ; 3 poin),
mengulang 2 kalimat (2 poin), kelancaran berbahasa (1 poin)
d. Delayed recall: menyebutkan 5 kata, menyebutkan kembali setelah 5 menit (5
poin)
e. Atensi: menilai kewaspadaan (1 poin), mengurangi berurutan (3 poin), digit
forward and backward (2 poin)
f. Abstaksi: menilai kesamaan suatu benda (2 poin)
g. Orientasi: menilai menyebutkan tanggal, bulan, tahun, hari, tempat dan kota (6
poin). (Panentu dan Irfan, 2013).

E. Uji Validitas dan Reliabilitas


1. Uji Validitas
Validitas merupakan suatu indeks yang menunjukan alat ukur tersebut benarbenar mengukur apa yang di ukur. Suatu kuisioner dikatakan valid jika pertanyaan
pada kuisioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh
kuisioner tersebut. Uji ini dilakukan dengan menghitung korelasi antara masingmasing skor item pertanyaan dari setiap variabel dengan total skor variabel
tersebut (Hidayat, 2007).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Panentu dan Irfan pada tahun
2013 yang menguji instrument MoCA INA pada pasien pasca stroke fase recovery
ditemukan validitas MoCA INA yang diuji melalui uji korelasi pearson
menunjukkan hasil r = 0,529 dan p = 0,046 yang dengan demikian instrument
MoCA INA dinyatakan valid.
2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas adalah suatu ukuran yang menunjukan pada tingkat
kepercayaan dan dapat diandalkan (Arikunto, 2010). Reliabilitas adalah tingkat
konsistensi dari suatu pengukuran. Reliabilitas menunjukan apakah pengukuran
menghasilkan data yang konsisten jika instrument digunakan kembali secara
berulang (Dharma, 2011).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Panentu dan Irfan, (2013) yang menguji
reliabilitas instrument MoCA INA dengan uji test-retest menggunakan uji korelasi
person didapatkan nilai r = 0.963 dan p = 0,000 dengan demikian MoCA INA
dinyatakan reliabel.
F. Langkah-Langkah Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan pada bulan Maret hingga Juli 2015. Data yang
didapatkan dalam penelitian ini data primer melalui kuisioner tentang fungsi kogntif
dan data sekunder berupa hasil analisa gas darah. Adapun tahapan dalam penelitian
ini, yaitu ;
1. Setelah proposal penelitian disetujui oleh penguji, peneliti mengajukan surat
permohonan penelitian ke Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Peneliti menyerahkan surat permohonan ijin penelitian kepada kepala Bidang
Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) RSU Kabupaten Tangerang.
3. Setelah surat permohonan ijin penelitian disetujui oleh kepala Diklit lalu peneliti
mendapat surat pengantar ke tiap kepala ruangan
4. Setelah ijin penelitian disetujui oleh kepala Instalasi Rawat jalan RSU Kabupaten
Tangerang
5. Setelah ijin penelitian disetujui oleh Kepala Ruangan, peneliti menyeleksi calon
responden yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya.
6. Dengan menggunakan rumus perhitungan sample slovin, peneliti menentukan
calon responden banyaknya sesuai dengan responden yang memenuhi kriteria
yaitu sebanyak 43,82 pasien PPOK yang ditambah sebanyak 10% dari total
populasi yaitu ditambah 10 menjadi 44 orang.
7. Setelah mendapatkan calon responden sesuai dengan kriteria yang telah
ditentukan, peneliti melakukan informed consent terhadap calon responden. jika
calon responden bersedia menjadi responden, mereka dapat membaca lembar
persetujuan kemudian menandatanganinya.
8. Setelah responden menandatangani lembar persetujuan, responden selanjutnya
diajukan pertanyaan oleh peneliti atau asisten peneliti melalui kuisioner.

9. Waktu wawancara melalui kuisioner selama kurang lebih 20 menit untuk setiap
responden dan responden hanya dianjurkan bertanya setelah proses wawancara
selesai namun tidak diperkenankan bertanya sebelum dan selama proses
wawancara berlangsung.
10. Kuisioner yang telah terisi melalui wawancara selanjutnya diolah dan dianalisa
oleh peneliti.
G. Pengolahan Data
Penelitian ini menggunakan teknik pengolahan data yang meliputi :
1. Editing
Editing merupakan upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang
diperoleh. Data perlu diedit untuk memudahkan pengolahan data selanjutnya. Hal
yang perlu diperhatikan dalam mengedit meliputi kelengkapan pengisian,
kejelasan tulisan, kejelasan makna, kesesuaian dan konsistensi antar jawaban.
2. Coding
Coding adalah usaha member kode-kode tertentu pada jawaban responden. coding
merupakan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas
beberapa kategori.
3. Entry data
Entry data adalah kegiatan memasukan data dari kuesioner dalam program
computer agar dapat dianalis, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana
atau bisa juga dengan membuat tabel kontingensi.
4. Cleaning data
Pembersihan data merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah
dimasukan ke dalam komputer untuk memastikan dan telah bersih dari kesalahan
sehingga data siap dianalisa (Hidayat, 2007).

H. Analisis Data
1. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk menganalisis setiap variabel yang
dinyatakan dengan menggambarkan dan meringkas data dengan cara ilmiah dalam
bentuk tabel atau grafik (Setiadi, 2007).
Analisis univariat pada penelitian ini dilakukan pada variabel penelitian yang
meliputi : 1) karakteristik pasien PPOK di RSU Kabupaten Tangerang yang terdiri
dari usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, pekerjaan, riwayat merokok, riwayat
penyakit, dan riwayat trauma kepala 2) gambaran hasil analisa gas darah pada
pasien PPOK di RSU Kabupaten Tangerang, 3) gambaran fungsi kognitif pada
pasien PPOK di RSU Kabupaten Tangerang.
I. Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, dilakukan penerapan prinsip etika penelitian
yang meliputi :
1. Informed Consent
Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan responden
penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Lembar persetujuan ini
diberikan dan dijelaskan kepada responden yang akan diteliti yang memenuhi
kriteria sampel. Tujuan informed consent adalah agar responden mengerti maksud
dan tujuan penelitian serta mengetahui dampaknya.
2. Anonimity (Tanpa Nama)
Untuk

menjaga

kerahasian

identitas

responden,

peneliti

tidak

akan

mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data yang diisi


responden, tetapi lembar tersebut hanya diberi kode tertentu.
3. Confidentially (Kerahasiaan)

Kerahasiaan informasi responden dijamin peneliti, hanya kelompok data


tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian. Data yang telah diolah
dalam penelitian (Hidayat, 2007).

BAB V
HASIL PENELITIAN
A. Analisis Data
Pada bab ini peneliti menyajikan analisis data berdasarkan hasil penelitian
pada pasien PPOK yang berupa gambaran karakteristik responden berdasarkan usia,
jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, status riwayat merokok, riwayat penyakit, dan
riwayat trauma kepala, serta gambaran fungsi kognitif pada pasien PPOK yang
menjalani pengobatan di poli rawat jalan dan rawat inap di RSU Kabupaten
Tangerang tahun 2015, yang berjumlah 48 orang. Hasil penelitian didapatkan melalui
kuesioner data demografi dan MoCa untuk menggambarkan fungsi kognitif responden
yang dijabarkan pada tabel di bawah ini :
1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia (n=48)
Variabel

Jumlah

Persentase (%)

Usia 44 tahun

4.2

Usia 45-59 tahun

15

31.5

Usia 60 tahun

31

64.8

Total

48

100

Rata-rata responden berusia 60 tahun yakni sebanyak 31 orang


(64,8%), sementara responden yang berusia 40 tahun hanya berjumlah 2
orang (4,2%), sedangkan sisanya berada pada rentang usia 45-59 tahun yakni
sebanyak 15 orang (31,5%).

2. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Jenis Kelamin


Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin (n=48)
Variabel

Jumlah

Persentase (%)

Laki-laki

43

89.6

Perempuan

10.4

BTotal

48

100

Berdasarkan tabel 5.2 didapatkan bahwa sebagian besar responden


berjenis kelamin laki-laki yakni sebanyak 43 orang (89,6%), sedangkan
responden yang berjenis kelamin perempuan hanya berjumlah 5 orang
(10,4%).
3. Distribusi Frekuensi Pasien PPOK Berdasarkan Pendidikan
Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pendidikan (n=48)
Variabel

Jumlah

Persentase (%)

Tidak sekolah

6.3

SD

20

41.7

SMP

12.5

SMA

14

29.2

PT

10.4

Total

48

100

Responden sebagian besar menempuh pendidikan sampai sekolah


dasar (SD) yakni sebanyak 20 orang (41,7%), sedangkan responden yang
menempuh pendidikan sampai SMA sebanyak 14 orang (29,2%), selanjutnya
adalah responden dengan jenjang pendidikan SMP yakni sebanyak 6 orang
(12,5%), serta responden yang menempuh jenjang pendidikan sampai
perguruan tinggi (PT) sebanyak 5 orang (10,4%) dan responden yang tidak
menempuh pendidikan yakni sebanyak 3 orang (6,3%).

1. Distribusi Frekuensi Pasien PPOK berdasarkan Status Riwayat Merokok


Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Riwayat Merokok (n=48)
Variabel

Jumlah

Persentase %

Iya

38

79.2

Tidak

10

20.8

Total

48

100

Sebagian besar responden memiliki riwayat merokok yakni sebanyak


38 orang atau sebesar 79.2%. Sedangkan responden yang tidak memiliki
riwayat merokok sebanyak 10 orang (20,8%).

2. Distribusi Frekuensi Pasien PPOK berdasarkan Status Riwayat Penyakit


Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Riwayat penyakit (n=48)
Variabel

Jumlah

Frekuensi

Tidak ada penyakit

20

41.7

Hipertensi

15

31.3

Stroke

4.2

Diabetes mellitus

4.2

Penyakit lain

18.8

Total

48

100

Berdasarkan tabel 5.5 frekuensi riwayat penyakit terdapat pasien


dengan riwayat stroke sebanyak 2 orang (4,2%), diabetes melitus sebanyak 2
orang (4,2%), hipertensi sebanyak 15 orang (31,3%), penyakit lain sebesar
(18,8 %), dan tidak memiliki penyakit 20 orang (41,7%).

3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pekerjaan


Tabel 5.6
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pekerjaan
Variabel

Jumlah

Persentase (%)

Tidak bekerja

12.5

Petani

8.3

Wiraswasta

12

25

Buruh

14.6

TNI/POLRI

6.3

Pensiunan

16

33.3

48

100

Total

Responden sebagian besar merupakan pensiunan yakni sebanyak 16


orang (33,3%), sedangkan responden dengan wiraswasta sebanyak 12 orang
(25%), responden yang bekerja sebagai buruh sebanyak 7 orang (14,6%), dan
responden dengan profesi sebagai TNI/POLRI paling sedikit ditemukan
sebagai respoden yakni 3 orang (6,3%).

4. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Riwayat Trauma Kepala


Tabel 5.7
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Riwayat Trauma Kepala (n=48)
Variabel

Jumlah

Presentase (%)

Trauma Kepala

13.6

Non Trauma kepala

38

86.4

Total

48

100

Berdasarkan tabel 5.7 terdapat pasien dengan trauma kepala sebanyak 6 orang
(13.6%), dan non trauma kepala sebanyak 38 orang (86.4%).

5. Distribusi Proporsi Antara Fungsi Kognitif dengan Usia


Tabel 5.8
Distribusi Proporsi Fungsi Kognitif dengan Usia (n=48)
Variabel

Jumlah

Persentase (%)

Usia 44 tahun

4.2

Usia 45-59 tahun

15

31.5

Usia 60 tahun

31

64.8

Total

48

100

Berdasarkan tabel 5.8 terdapat

usia yang paling banyak terjadi

gangguan fungsi kognitif pada usia 60 tahun yakni sebanyak 30 orang (79%)
dan yang memiliki fungsi kognitif normal pada usia 45-59 yakni sebanyak 7
orang (70%), untuk yang paling banyak memiliki fungsi kognitif normal
diantara ketiga kategori usia yakni rentang usia 44 tahun sebanyak 100%.

6. Distribusi Proporsi Antara Fungsi Kognitif dengan Jenis Kelamin


Tabel 5.9
Distribusi Proporsi Fungsi Kognitif dengan Jenis Kelamin (n=48)
Fungsi Kognitif
Jenis

Perubahan Fungsi

Fungsi kognitif

Kelamin

Kognitif

Normal

34

43

89.5%

90%

89.6%

10.5%

10%

10.4%

38

10

48

100%

100%

100%

Laki-laki

Perempuan

Total

Total

Berdasarkan tabel 5.9 terdapat perbedaan besar antar laki-laki dan


perempuan, pada laki-laki terjadi perubahan fungsi kognitif sebesar 34 orang
(89.5%) dan fungsi kognitif normal sebanyak 9 orang (90%) sedangkan pada
responden perempuan yang mengalami perubahan fungsi kognitif sebanyak 4
orang (10.5%) lalu dengan fungsi kognitif normal sebanyak 1 orang (10%).

7. Distribusi Proporsi Fungsi Kognitif dengan Pekerjaan


Tabel 5.10
Distribusi Proporsi fungsi kognitif dengan pekerjaan
Fungsi kognitif
Pekerjaan

Tidak bekerja

Buruh

Wiraswasta

TNI/POLRI

Pensiunan

Petani

Total

Total

Perubahan Fungsi

Fungsi Kognitif

Kognitif

Normal

15.8%

0%

12.5%

15.8%

10%

14.6%

12

21.1%

40%

25%

5.3%

10%

6.25%

12

16

31.6%

40%

33.3%

10.5%

0%

8.3

38

10

48

100%

100%

100%

Berdasarkan pekerjaan responden yang mengalami gangguan fungsi


kognitif paling banyak dialami oleh responden yang tidak bekerja yakni
sebanyak 6 orang (15.8%) seluruhnya mengalami perubahan. Sedangkan
responden dengan fungsi kognitif normal paling banyak dimiliki oleh
wiraswasta dan TNI/POLRI yakni 33,3%.

8. Distribusi Proporsi Fungsi Kognitif dengan Riwayat Merokok


Tabel 5.11
Distribusi Proporsi Fungsi Kognitif dengan Riwayat Merokok (n=48)
Fungsi kognitif
Riwayat

Perubahan Fungsi

Fungsi Kognitif

Merokok

Kognitif

Normal

Iya

29

Tidak

Total

Total

38

76.3%

90%

79.2%

10

23.7%

10%

20.8%

38

10

48

100%

100%

100%

Berdasarkan distribusi proporsi pada tabel 5.11 responden yang


memiliki riwayat merokok cenderung lebih besar mengalami perubahan fungsi
kognitif yakni sebanyak 29 orang (76.3%) dari 38 responden yang merokok.
Sedangkan

responden

yang

tidak

memiliki

riwayat

merokok

juga

menunjukkan perubahan fungsi kognitif yang cukup besar yakni 9 orang dari
10 responden yang tidak merokok.

9. Distribusi Proporsi Fungsi Kognitif dengan Status Pendidikan


Tabel 5.12
Distribusi Proporsi Fungsi Kognitif dengan Tingkat Pendidikan (n=48)
Fungsi kognitif
Tingkat

Perubahan Fungsi

Fungsi Kognitif

pendidikan

Kognitif

Normal

Tidak sekolah

SD

SMP

SMA

Perguruan
Tinggi
Total

Total

5.3%

10%

6.2%

20

20

52.6%

0%

41.7%

15.8%

0%

12.5%

14

15.8%

80%

29.2%

10.5%

10%

10.4%

38

10

48

100%

100%

100%

Distribusi proporsi pada status pendidikan dengan fungsi kognitif


sesuai tabel 5.12 didapatkan yakni terdapat pada pasien yang tidak menempuh
pendidikan memiliki gangguan kognitif sebanyak 2 orang (5.3%) dan dengan
fungsi kognitif normal sebanyak 1 orang (10%), pada jenjang SD yang
memiliki perubahan fungsi kognitif sebesar 20 orang (52.6%) lalu dengan
fungsi kognitif normal tidak ada sama sekali, pada jenjang SMP yang terdapat
gangguan fungsi kognitif sebanyak 6 orang (15.8%) dan yang normal tidak
ada, pada jenjang SMA yang terdapat perubahan fungsi kognitif sebanyak 6
orang (15.8%) dan yang normal sebanyak 8 orang (80%), pada jenjang

perguruan tinggi yang terdapat gangguan fungsi kognitif sebesar 4 orang


(10.5%) lalu yang normal sebanyak 1 orang (10%).

10. Distribusi Proporsi Fungsi Kognitif dengan Riwayat Penyakit


Tabel 5.13
Distribusi Proporsi Fungsi Kognitif dengan Riwayat Penyakit (n=48)
Fungsi Kognitif
Penyakit

Total

Perubahan Fungsi

Fungsi Kognitif

Kognitif

Normal

Tidak ada

16

20

penyakit

42.2%

40%

41.6%

12

15

31.5%

30%

31.3%

Diabetes

Melitus

2.6%

10%

4.2%

5.3%

0%

4.2%

18.4%

20%

18.7%

38

10

48

100%

100%

100%

Hipertensi

Stroke

Lain-lain
Total

Distribusi proporsi antara fungsi kognitif dengan status riwayat penyakit


didapatkan pada penderita Hipertensi dengan perubahan fungsi kognitif
sebanyak 12 orang (31.5%) dan dengan fungsi normal sebanyak 3 orang (30%),
pada penderita Stroke dengan perubahan fungsi kognitif sebanyak 2 orang
(5.3%) dan dengan fungsinya yang normal sebanyak 0 orang (0%), pada
penderita DM dengan perubahan fungsi kognitif sebanyak 1 orang (2.6%) dan
dengan fungsi kognitif normal sebanyak 1 orang (10%), lalu pada penderita
penyakit lainnya dengan perubahan fungsi kognitif sebanyak 7 orang (18.4%)
dan dengan fungsi kognitif normal sebanyak 2 orang (20%), dan pada pasien
PPOK tanpa menderita penyakit apapun dengan perubahan fungsi kognitif

sebanyak 16 orang (42.2%) serta dengan fungsi kognitifnya sebanyak 4 orang


(40%).

11. Distribusi Proporsi Antara Fungsi Kognitif dengan Trauma Kepala


Tabel 5.14
Distribusi Proporsi Fungsi Kognitif dengan Riwayat Trauma Kepala
(n=48)
Variabel

Jumlah

Presentase (%)

Trauma Kepala

13.6

Non Trauma kepala

38

86.4

Total

48

100

Distribusi proporsi antara fungsi kognitif dengan riwayat trauma


kepala pada pasien PPOK didapatkan hasil yakni, pasien PPOK dengan riwayat
trauma kepala didapatkan adanya gangguan fungsi kognitif sebanyak 5 orang
(12.8%) dan dengan fungsi kognitif normal sebanyak 2 orang (22.2%), pada
pasien tanpa Riwayat trauma didapatkan adanya gangguan fungsi kognitif
sebanyak 34 orang dan yang memiliki fungsi normal sebanyak 7 orang (77.8%).

12. Distribusi Frekuensi Skor MoCa Dengan Jumlah Responden


Tabel 5.15
Distribusi Frekuensi Skor MoCa dengan Jumlah Responden
Skor MoCa

Jumlah

Persentase

Skor < 26

38

79.1 %

Skor 26 30

10

20.9 %

Total

48

100 %

Distribusi frekuensi yang ditampilkan berdasarkan tabel, yakni terdapat


10 orang yang memiliki skor normal (20.9%) dari 48 orang (79.1%).

13. Distribusi Frekuensi Diagnosa Kerja


Tabel 5.16
Distribusi frekuensi diagnosa kerja (N=48)
Variabel

Jumlah

Persentase (%)

PPOK & TB Paru

4.2

PPOK & Asma

10.4

PPOK & DM

6.3

PPOK & Stroke

2.1

PPOK & Hipertensi

15

31.3

PPOK & Jantung

2.1

PPOK

21

43.8

48

100

Total

Berdasarkan tabel 5.16 didapat distribusi frekuensi diagnosa kerja


paling banyak pada PPOK yakni sebanyak 21 orang (43.8%), dan terbanyak
kedua yakni PPOK & Hipertensi sebanyak 15 orang (31.3%), dan PPOK &
Asma sebanyak 5 orang (10.4%), PPOK & DM sebanyak 3 orang (6.3%),
PPOK & TB paru sebanyak 2 orang (4.2%), PPOK & Jantung 1 orang (2.1%),
dan PPOK & Stroke sebanyak 1 orang (1%).

14. Distribusi Proporsi Antara Fungsi Kognitif dengan Diagnosa Kerja


Tabel 5.17
Proporsi Antara Fungsi Kognitif dengan Diagnosa Kerja
Diagnosa Kerja

PPOK & TB Paru

PPOK & Asma

PPOK & DM

PPOK & Stroke

PPOK & Hipertensi

PPOK & Jantung

PPOK

Total

Fungsi Kognitif
Perubahan

Fungsi Kognitif

Fungsi Kognitif

Normal

Total

(2.6%)

(10.0%)

(4.2%)

(10.5%)

(10.0%)

(10.4%)

(5.3%)

(10.0%)

(6.3%)

(2.6%)

(0.0%)

(2.6%)

12

15

(31.6%)

(30.0%)

(31.3%)

(2.6%)

(0.0%)

(2.1%)

17

21

(44.7%)

(40.0%)

(43.8%)

38

10

48

Proporsi pada diagnosa kerja yang mengalami perubahan fungsi


kognitif dengan fungsi kognitif normal sesuai tabel 5.17 di dapat paling
banyak pada diagnosa PPOK yaitu 17 orang (44.7%) mengalami perubahan
kognitif dan 4 orang (40.0%) memiliki fungsi normal, dan PPOK & hipertensi
sebanyak 12 orang (31.6%) mengalami perubahan dan 3 orang (30.0%)
memiliki fungsi normal, pada diagnose PPOK & Jantung sebanyak 1 orang
(2.6%) mengalami perubahan dan 0 orang (0.0%) memiliki fungsi normal,
pada PPOK & Stroke sebanyak 1 orang (2.6%) mengalami perubahan, dan 0
orang (0.0%) dengan fungsi normal, pada PPOK & DM sebanyak 2 orang
(5.3%) mengalami perubahan dan 1 orang (10.0%) dengan fungsi normal, dan

PPOK & TB paru sebanyak 1 orang (2.6%) mengalami perubahan kognitif dan
1 orang dengan fungsi normal (10.0%).

BAB VI
PEMBAHASAN
A. Pembahasan
1. Gambaran Fungsi kognitif berdasarkan Usia
Usia terbagi menjadi tiga golongan yaitu usia 44 tahun, usia 45-59 tahun,
dan usia 60 tahun. Dalam penelitian ini pasien PPOK lebih banyak di derita oleh
pasien berusia 60 tahun yakni sebanyak 31 orang dengan persentase (100 %)
dibandingkan dengan usia 44 tahun dan usia 45-59 tahun. Selain itu gangguan
fungsi kognitif lebih banyak terjadi pada golongan usia 60 tahun yakni dengan
perbandingan 30 orang mengalami gangguan fungsi kognitif (96.7 %) dan 1 orang
dengan fungsi kognitif normal (33.3 %).
Hasil tersebut sesuai dengan penelitian yang menyatakan bahwa adanya
mekanisme perubahan yakni terjadinya dilatasi ventrikel berdampak pada fungsi
kognitif yang diakibatkan oleh faktor penuaan, yakni terjadinya perubahan volume
pada otak muncul lebih cepat sebanyak 1.18 % per tahun pada orang dewasa
dengan usia lebih dari 50 tahun, dan pada usia lebih dari 70 tahun sebanyak 1.85
% (Bherer et al, 2013). Selain itu Rata-rata responden yang mengalami perubahan
fungsi kognitif berusia > 60 tahun, yang mana hal tersebut berkaitan dengan usia
yang rentan terjadinya atrofi hipokampus dengan kondisi aliran darah ke otak
(Chen et al, 2011). Maka pasien yang lebih banyak mengalami perubahan fungsi
kognitif adalah lansia, hal tersebut dikarenakan seiring bertambahnya usia terdapat
penurunan fisik, mental, dan psikososial (Sutikno, 2011).
Dapat disimpulkan bahwa rerata responden yang mengalami perubahan fungsi
kognitif cenderung pada usia lebih dari 60 tahun, senada dengan Bherer et al

(2013) dimana usia tersebut berisiko mengalami perubahan volume otak seiring
bertambahnya usia dimulai dari usia 50 tahun.

2. Gambaran Fungsi Kognitif pada PPOK Berdasarkan Jenis Kelamin


Berdasarkan jenis kelamin didapatkan hasil yaitu pada laki-laki lebih banyak
menderita PPOK dibanding dengan perempuan, dengan laki-laki sebanyak 43
orang dengan persentase 100 % dan perempuan sebanyak 5 orang dengan
persentase 100 %. gangguan fungsi kognitif ditemukan lebih banyak terjadi pada
laki-laki dibandingkan perempuan dengan perbandingan pada laki-laki yang
mengalami gangguan sebanyak 34 orang (79 %) dan yang normal sebanyak 9
orang (21 %), lalu pada wanita yang mengalami gangguan sebanyak 4 orang (80
%) dan yang normal sebanyak 1 orang (20 %).
Hasil tersebut sesuai dengan penelitian yang menyatakan penyakit PPOK yang
terdiri atas pneumonia, efusi pleura, gagal nafas kronis lebih banyak ditemukan
pada pria dibandingkan dengan wanita, dan perubahan kognisi, demensia, serta
tanda degeneratif pada otak lebih tinggi frekuensinya pada laki-laki namun pada
wanita lebih cenderung terjadi perubahan fungsi kognitif dikarenakan adanya
riwayat anemia (Negro et al, 2015).
Hasil penelitian sesuai dengan pendapat Myers (2008) yakni kadar hormone
seks endogen berperan penting dalam mempengaruhi fungsi kognitif, rendahnya
tingkat bioavaibilitas estradiol berhubungan dengan penurunan fungsi kognitif
secara menyeluruh dan memori verbal. Estradiol merupakan sebagai pelindung
neuron/neuroprotective yang dapat meminimalisir terjadinya trauma stress
oksidatif. Dengan demikian jenis kelamin juga mempengaruhi terjadi perubahan

fungsi kognitif yang salah satunya adanya perbedaan hormon antara laki-laki dan
perempuan.

3. Gambaran Fungsi Kognitif PPOK Berdasarkan Pendidikan


Hasil yang di dapat pada domain pendidikan dengan perubahan fungsi kognitif
yakni paling banyak pada tingkat pendidikan SD sebanyak 20 orang mengalami
perubahan fungsi kognitif dan tidak terdapat satu pun yang memiliki fungsi
kognitif normal. tingkat pendidikan rendah mengalami penurunan fungsi kognitif
lebih banyak di bandingkan dengan tingkat pendidikan tinggi, pernyataan tersebut
sesuai dengan Banks and Mazzona (2013) yang menyatakan bahwa ditemukannya
adanya hubungan sebab akibat antara tingkat pendidikan dan kemampuan daya
ingat walaupun begitu, adanya faktor pendidikan dapat mempengaruhi
kemampuan kognitif secara spesifik masih belum jelas (Banks and Mazzona,
2013).
Kesimpulan dari hasil tersebut yakni tingkat pendidikan turut mempengaruhi
terjadinya perubahan fungsi kognitif dengan berbagai faktor yang mempengaruhi
baik kemampuan akademis yang didapat selama mengenyam pendidikan maupun
kemampuan dalam

lingkungan

yang terjadi

selama proses pendidikan

berlangsung.

4. Gambaran Fungsi Kognitif PPOK Berdasarkan Pekerjaan


Berdasarkan hasil penelitian didapatkan pada pasien PPOK dengan berbagai
jenis pekerjaan, dominan yang menderita adalah pensiunan sebanyak 16 orang
dengan persentase 100%, hal tersebut terbagi atas dua kategori yakni pasien
pensiunan yang mengalami perubahan fungsi kognitif sebanyak 12 orang (75%)

dan yang normal 4 orang (25.0%) di bandingkan pekerjaan lainnya, pensiunan


lebih banyak dikarenakan rata-rata pensiunan berusia lebih dari 60 tahun yang
berkaitan dengan usia. Berdasarkan penelitian Min et al (2015) yang meneliti
gambaran dari dampak pekerjaan terhadap fungsi kognitif dan fisik pada dewasa
tua di korea, menyimpulkan bahwa pensiunan dan pengangguran memiliki
kemampuan kognitif dan kemampuan fisik yang lebih rendah dibandingkan
dengan pekerja aktif, pada pria dengan durasi kerja yang lama berkontribusi lebih
baik pada fungsi kognitif maupun fisik akan tetapi pada wanita dengan durasi
kerja yang lama berdampak hanya pada kapasitas fisik.
Dengan catatan pada penelitian Min et al (2015) memiliki populasi dengan
durasi pekerjaan yang panjang, terutama pada pria kebanyakan dengan pekerjaan
buruh dan dari keterangan tersebut yang menjadi perbandingan penelitian yang
aktif yakni pekerja kasar lalu dengan perbandingan pria-wanita, pekerja manualnon manual, dan pekerja aktif pekerja pasif.

5. Gambaran Fungsi Kognitif pada PPOK Berdasarkan Status Merokok


Berdasarkan hasil dari penelitian didapatkan pada pasien PPOK dengan status
merokok lebih banyak mengalami perubahan fungsi kognitif sebanyak 30 orang
dengan persentase 76.9 % dan 8 orang yang memiliki fungsi normal dengan
persentase 88.9% dengan total pasien PPOK yang merokok sebanyak 38 orang.
Hasil tersebut sesuai dengan penelitian yang menyatakan bahwa merokok
dapat berdampak pada fungsi kognitif, yakni suatu kondisi hipoksia serebral
karena

peningkatan

kadar

karbon

monoksida

menyebabkan

disasosiasi

oksihemoglobin (Dood et al, 2010). Penelitian yang dilakukan Sabia et al (2008)


menyatakan bahwa seorang perokok aktif memiliki resiko tinggi terhadap

penurunan daya ingat, terutama pada orang dewasa, dan pada mantan perokok
memiliki resiko rendah terhadap penurunan daya ingat.
Hasil penelitian menggambarkan bahwa tingkat orang yang merokok masih
tinggi yang mana hasil skrening pada perokok lebih banyak mengalami perubahan
fungsi kognitif. Pernyataan tersebut senada dengan penelitian James et al (2012)
yang menemukan bahwa adanya hubungan antara merokok dengan penurunan
volume dan densitas materi abu-abu di frontal dan atrofi serebral berdasarkan
penglihatan magnetic resonance imaging.
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa seorang perokok aktif
maupun pasif sama-sama memiliki resiko penurunan daya ingat serta dapat
memicu terjadinya deoksihemoglobin akibat peningkatan karbon monoksida
sehingga secara berkala terjadi kondisi hipoksemia yang menimbulkan berbagai
masalah kesehatan yang serius dan yang lebih parah kondisi tersebut
mengakibatkan terjadi perubahan fungsi kognitif yang tidak normal.

6. Gambaran Fungsi Kognitif pada PPOK Berdasarkan Riwayat Penyakit


Berdasarkan hasil penelitian jumlah pasien PPOK lebih banyak mengidap
PPOK murni sebanyak 20 orang, lalu disusul oleh pasien PPOK dengan
Hipertensi sebanyak 15 orang, lalu penyakit lain seperti glukoma, skabies
sebanyak 9 orang, dan terakhir diabetes melitus dan stroke sama-sama sebanyak 2
orang. Dari berbagai klasifikasi pasien PPOK yang mengidap penyakit yang
menyertai terdapat kategori fungsi kognitif yakni untuk gambaran pasien PPOK
murni dengan perubahan fungsi kognitif sebanyak 16 orang (80%) dan yang
normal 4 orang (20 %), lalu pada pengidap penyakit PPOK penyerta Hipertensi

dengan perubahan fungsi kognitif sebanyak 12 orang (80%) dan yang fungsi
kognitif normal sebanyak 3 orang (20%), lalu untuk gambaran pasien PPOK
penyerta penyakit yang lain-lain dengan perubahan fungsi kognitif sebanyak 7
orang (77.8%) dan yang normal sebanyak 2 orang (22.2%), dan untuk penyakit
DM dengan perubahan fungsi kognitif sebanyak 1 orang (50%) dan yang
fungsinya normal sebanyak 1 orang (50%), dan untuk penyakit PPOK penyerta
stroke yang mengalami perubahan fungsi kognitif sebanyak 2 orang (100%) dan
yang normal tidak ada (0.0%).
Pada hasil dengan jumlah terbanyak yakni murni PPOK sesuai dengan
penelitian yang menyatakan bahwa gangguan kognitif telah digambarkan
sebanyak 77 % pasien dengan PPOK dan hipoksemia (Dood et al, 2010). Satu hal
yang pasti bahwa hipoksemia yang sudah kronis dapat menyebabkan perubahan
fungsi kognitif dan volume/massa hipokampus (Li dan He, 2013). Berdasarkan
hasil penelitian yang ditampilkan pada tabel 5.13, bahwa penyakit hipertensi dan
DM adalah penyakit penyerta setelah pasien dengan PPOK murni, sesuai dengan
penelitian Kilander et al (2015) yang menyatakan adanya hubungan yang kuat
antara hipertensi dengan kerusakan kognitif yang di lihat pada subjek pria yang
tidak mengkonsumsi anti hipertensi. Okusaga et al (2013) menyatakan dalam
penelitiannya yang meneliti faktor resiko kerusakan fungsi kognitif pada lansia
menyatakan bahwa tekanan darah yang tinggi dapat menjadi faktor resiko
terjadinya kerusakan pada subkortikal pada otak yang berdampak pada penurunan
kecepatan psikomotor, penurunan atensi, kerja memori, dan fungsi eksekutif.
Hasil penelitian menyatakan adanya indikasi kuat antara perubahan kognitif
dengan riwayat penyakit, sesuai hasil penelitian baik hipertensi, asma, maupun
diabetes mellitus yang menjadi penyerta penyakit PPOK. Maka dapat disimpulkan

bahwa faktor penyakit penyerta selain PPOK dapat memperparah kognitif


seseorang dan status fungsional seseorang.

7. Gambaran Fungsi Kognitif pada PPOK Berdasarkan Skor MoCA


Hasil penelitian menunjukan bahwa pasien PPOK yang dilakukan pengukuran
fungsi kognitif dengan kuisioner MoCA didapat perubahan fungsi kognitif
sebanyak 38 orang (79.1%) dan 10 orang (20.9%) dengan fungsi kognitif normal.
Hasil tersebut didapat dari total populasi sebanyak 48 orang responden dan yang
memiliki fungsi kognitif normal atau skor MoCA 16 sebanyak 38 orang pasien
dan selebihnya 10 orang memiliki perubahan fungsi kognitif dengan skor MoCA
< 16.
MoCA lebih banyak memasukan pertanyaan yang mengevaluasi fungsi
eksekutif, tingginya tingkat pengetahuan bahasa, daya ingat/memori, dan proses
visuospasial yang kompleks. MoCA melihat beberapa domain dalam menentukan
adanya suatu perubahan fungsi kognitif yakni ; a) Fungsi eksekutif, b)
Visuospasial, c) Bahasa, d) Delayed recall, e) Atensi, f) Abstraksi, g) Orientasi
(Panentu & Irfan, 2013). Laporan studi terkait perubahan fungsi kognitif yang
dilakukan Hilman et al dalam Myers (2008) yang dilakukan pada manusia, yakni
adanya perubahan struktural dan fungsional pada korteks frontal, pre frontal, dan
parietal. Pasien PPOK seringkali mengalami perubahan fungsi kognitif,
tergantung dari tingkat keparahan penyakit serta lama menderita penyakit.
Kerusakan kognitif pada PPOK hasil yang dilaporkan di domain recall yang
berdampak pada kemampuan memori verbal (Ortapamuk, 2006).
Beberapa laporan terkait kasus kognitif pada PPOK di atas, dapat di tarik
kesimpulan bahwa rata-rata pasien PPOK mengalami masalah kognitif pada

memori verbal yang mana gangguan tersebut di manifestasikan berupa kelemahan


dalam mengingat/recall kata-kata yang tampak pada otak yakni adanya perubahan
pada beberapa bagian kortek pada otak.

8. Gambaran Fungsi Kognitif Berdasarkan Diagnosa Kerja


Hasil penelitian menunjukan pada diagnosa yang memiliki data perubahan
fungsi kognitif paling banyak yakni pasien dengan PPOK dengan total 21 orang
yang di diagnosa, sebanyak 17 orang mengalami perubahan fungsi kognitif
(44.7%) dan yang normal sebanyak 4 orang (40.0%), hasil terbanyak tersebut
sesuai dengan penelitan yang menyatakan bahwa penderita dengan PPOK dapat
menunjukan kedua faktor yang dapat membuat terjadinya kerusakan fungsi
kognitif yakni usia yang berhubungan dengan penurunan aliran darah, dan
penyakit berhubungan dengan oksigen arteri, selain itu yang menjadi dampak
yakni domain recall atau kemampuan mengingat kembali pada pasien PPOK
dengan kondisi hipoksemia (Ortapamuk, 2006). Berdasarkan hasil penelitian
tampak jelas bahwa pasien PPOK yang mengalami perubahan kognitif lebih
dominan pada pasien yang di diagnosa PPOK saja tanpa disertai penyakit lain
meski demikian tingkat keparahan lebih besar kemungkinan pada pasien dengan
multi diagnosa.

B. Keterbatasan penelitian
Dalam penelitian memiliki beberapa keterbatasan-keterbatasan yang dapat
mempengaruhi hasil penelitian ini, beberapa keterbatasan penelitian ini yaitu ;
1. Penelitian ini dalam penggunaan variabel seharusnya terdapat hasil nilai analisa
gas darah, spirometri, dan rontgen namun pada kenyataannya di lapangan

pemeriksaan tersebut tidak dapat dilakukan karena sudah ada diagnosa yang
ditegakan oleh dokter yakni diagnosa kerja.
2. Penelitian ini dilakukan di tempat atau daerah yang tidak menentu jumlah angka
kejadiannya namun rutin pasien yang melakukan kunjungan untuk berobat.
3. Pada penelitian ini pasien rawat inap jarang dapat dilakukan tanya-jawab terkait
kuisioner dikarenakan pasien rawat inap sudah mengalami berbagai komplikasi
dan tergolong dalam kriteria ekslusi, disamping itu pasien yang masuk dalam
kriteria inklusi lebih banyak di poli/rawat jalan.
Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional yakni penelitian yang
mengambil desain menganalisis suatu keadaan dalam satu waktu tertentu saja,
pengukuran semua variabel yang diteliti dilakukan pada saat yang bersamaan

BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Penelitian tentang gambaran fungsi kognitif pada pasien PPOK yang dilaksanakan di
RSU Kabupaten Tangerang didapatkan beberapa kesimpulan yakni sebagai berikut :
1.

Distribusi penderita PPOK berdasarkan usia didapatkan gambaran dengan klasifikasi usia

60 tahun, usia 45-49 tahun, dan usia 44 tahun yang lebih dominan penderita
PPOK sebanyak 31 orang (64.8%) pada usia 60 tahun.
2. Frekuensi pasien PPOK berdasarkan jenis kelamin perbedaannya sangat signifikan antar
laki-laki dan perempuan. Responden 48 orang yang menderita PPOK, 43 di antaranya
berjenis kelamin laki-laki dan 5 orang lainnya berjenis kelamin perempuan.

3. Frekuensi fungsi kognitif pada PPOK berdasarkan pekerjaan lebih tinggi pada
pensiunan dibandingkan pekerjaan yang lain, hal ini dapat dikarenakan pensiunan
memiliki rata-rata usia 60 tahun yakni sebanyak 16 orang (7.68%)
4. Pasien yang paling banyak mengalami perubahan fungsi kognitif yakni yang di
diagnosa PPOK diantara diagnosa kerja lain.
5. Sebagian besar pasien PPOK yang mengalami penurunan fungsi kognitif terdapat
pada jenjang pendidikan SD
6. Hasil penelitian menggambarkan bahwa pasien PPOK yang di lakukan tes
menggunakan kuisioner kognitif MoCa dengan total responden 48 orang,
mengalami perubahan fungsi kognitif sebanyak 38 orang dan 10 orang memiliki
fungsi kognitif yang baik.

B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, saran yang di ajukan antara lain :
1. Bagi profesi keperawatan
Penelitian ini dapat sebagai pertimbangan dalam melakukan perawatan terhadap
pasien PPOK yang akut maupun kronis dengan berbagai komplikasi dan menjadi
bahan memperkaya pengetahuan terkait dampak yang dirugikan pada fungsi
kognitif oleh penyakit PPOK.
2. Bagi RSU Kabupaten Tangerang
Hasil penelitian ini dapat menjadi informasi bagi seluruh komponen tenaga medis
di RSU Kabupaten Tangerang dalam menyikapi pasien PPOK dan menjadi bahan
pertimbangan dalam mencanangkan berbagai program-program pendidikan
kesehatan terhadap pasien PPOK dan keluarga pasien yang dapat sebagai tindakan
preventif mencegah perburukan pada pasien PPOK dan memberikan kepuasan
pada hidup pasien dan keluarga pasien.
3. Bagi pasien PPOK dan keluarga
Hasil penelitian ini dapat sebagai informasi terkait dampak jangka panjang
menderita salah satu penyakit paru obstruktif kronis dan sebagai informasi penting
untuk melakukan langkah pencegahan terjadinya perburukan pada kemampuan
kognitif yang dapat berpengaruh pada kualitas hidup seseorang.
4. Bagi penelitian selanjutnya
a. Penelitian selanjutnya disarankan melakukan metode yang berbeda dengan
penelitian ini, yakni dengan menggunakan metode eksperimen maupun
hubungan antar variabel yang sama.
b. Penelitian selanjutnya sebaiknya melakukan penelitian di RS pusat paru agar
lebih memudahkan dalam mendapatkan responden yang sesuai variabel.

c. Penelitian selanjutnya diharapkan mampu melakukan penelitian di daerah


yang tinggi angka kejadian terkait penyakit paru obstruktif kronis yang mana
menjadikan dasar yang kuat melakukan penelitian di daerah tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. Manajemen penelitian. Jakarta. Rineka Cipta, 2010


Banks James and Mazzona Fabrizio. The effect of education on old age cognitive abillites :
evidence from regression discontinuity design. London. National institute of health
public access, 2012.
Barnett Margaret. Chronic Obstructive Pulmonary Disease in primary care. England: John
Wiley & Son, 2006
Bherer Louis et al. A Review of the Effect of Physical Activity and Exercise on Cognitive
and Brain Function in Older Adults. Hindawi Publishing Corporation, 2013
Brashers, Valentina L. Aplikasi Klinis Patofisiologi : Pemeriksaan & Manajemen. Ed 2.
Jakarta : EGC. 2007
Budiarto. Metodologi Penelitian Kesehatan dengan Contoh Bidang Ilmu Kesehatan Gigi.
Jakarta :EGC. 2008
Craven R F and Constance J H. Fundamentals of Nursing Human Health and Fuction 6th
edition. USA : Lippincot Williams
Crisan A, et al. Cognitive Impairment In Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Plos One
9(7, 2014
Dawe, R J., Bennett D A., Scneider J A., et al. Neuropathologic Correlates Of Hippocampal
Atrophy In The Elderly : A Clinical, Pathological, Postmortem MRI Study. PloS One.
2011
De Carolis Antonella, Franco G, et al. Chronic Obtructive Pulmonary Disease Is Associated
With Altered Neuropsychological Performance in Young Adults. Karger. 2011

Dharma, Kelana K. Metodologi Penelitian Keperawatan (Pedoman Melaksanakan dan


Menerapkan Hasil Penelitian). Jakarta : Trans Info Media, 2011.
Djojodibroto, Darmanto. Respirologi : Respiratory Medicine. Jakarta: EGC. 2009
Doerfinger, D M, and Inova F. (2012). Mental Status assessment in older adult : Montreal
cognitive assessment : MoCA Version 7.1. The Hartford Institute for Geriatric
Nursing. New York University College of Nursing.
Dood. J.W, Getov and P.W. Jones. Cognitive function in COPD. Europans Respiratory
Journal. 2009
Fiona A.H.M.Cleutjens. Review article : Cognitive-Pulmonary Disease. Hindawi Publishing
Corporaion, Biomed research international. 2014
Francis, Caia. Perawatan Respirasi. Jakarta : Penerbit Erlangga. 2008
Friedman E, Lauren. Evaluating The Montreal Cognitive Assessment (Moca) And The Mini
Mental State Exam (MMSE) For Cognitive Impairment Post Stroke : A Validation
Study Against The Cognistat. Thesis. Graduate Program In Epidemiology And
Biostatistics The University Of Western London, Ontario, Canada. 2012
Gede Yasmin N. S.Kp dan Effendy Christianty. S.kp. Keperawatan Medikal Bedah, Klien
dengan gangguan system pernapasan. Jakarta : EGC. 2003
Ginsberg Lionel. Lecture Note : Neurology. Ed 8. Jakarta : Penerbit Erlangga. 2008
GOLD (Global Initiative Chronic Obstuctive Lung Disease). Global Strategy For The
Diagnosis, Management, And Prevention Of Chronic Obstructive Pulmonary Disease.
2006
Hamidah. Perbedaan kognitif penderita difuse injury grade II dengan pemberian latihan fisik
awal dan latihan fisik standar. Tesis Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Biomedik
dan Program Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu Penyakit Saraf Universitas
Diponegoro Semarang. 2011
Hardjodisastro, Daldiyono Prof. DR. dr. Menuju Seni Ilmu Kedokteran : Bagaimana dokter
berpikir, bekerja, dan menampilkan diri. Jakarta : Gramedia. 2006

Hidayat, A.Aziz Alimul. Metode penelitian keperawatan dan teknik analisis data. Jakarta :
Salemba medika. 2007
http://spinwarp.ucsd.edu/Neuroweb/Text diakses dan di unduh pada tanggal 11 Januari 2015.
Imron. Moch, Drs, TA, MM, MBA & Amrul Munif, Drs, MSc, APU. Metodologi Penelitian
Kesehatan ; Bahan ajar untuk mahasiswa. Jakarta : Sagung seto. 2010
J.J. Chen, H. D. Rosas, and D. H. Salat. Age-Associated Reductions In Cerebral Blood Flow
Are Independent From Regional Atrophy, Neuroimage, 2011
Jing Li, and Guang He-Fei. The Unique Alteration Of Hippocampus And Cognitive
Impairment In Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Biomed central. 01. 2013
Joko, R. Manfaat Rehabilitasi Paru Terhadap Perubahan Kualiti Hidup Dan Kapasiti
Fungsional Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Dinilai Dengan St
Georges Respiratory Questionaire (SGRQ) Dan Uji Jalan 6 Menit. Tesis,
Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran respirasi, Universitas Indonesia. 2005
Kathleen A. Cagney, and Diane S. Laudardale. Education, Wealth, And Cognitive Function
In Later Life. 2015
Kilander Lena, et al. Hypertension related to cognitive impairment a 20- year follow-up of
999 men. Ahajournal. 2015
Larner, A, J. Neuropsychological Neurology ; The Neurocognitive Impairment of
Neurological Disorders. Cambridge University, New York, USA. 2008
Lautenschlager N T, Cox F L, Flicker L, et al. Effect Of Physical Activity On Cognitive
Function In Older Adults At Risk For Alzheimer Disease : A Randomized Trial.
JAMA. 2008
Li Jing and Guang-He Fei. The Unique Alterations Of Hippocampus And Cognitive
Impairment In Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Respiratory Research,
14:140. 2013

Li Jing, Huang Y, Fei G, et al. The Evaluation Of Cognitive Impairment And Relevant
Factors In Patients With Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Respiration,
85:98105. 2013
Lumbantobing. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI, 2008.
Maryam R Siti et al. Mengenal usia lanjut dan perawatannya. Salemba medika : Jakarta. 2008
Min, Jin-young et al. The impact of occupational experience on cognitive and physical
functional status among older adults in a representative sample of Korean subject.
Annals of Occupational and Environment Medicine. Page 1 of 9. 2015
Mukhasona Luluk Fitria. Gambaran Dan Faktor Risiko Gangguan Fungsi Kognitif Pada
Pasien Diabetes Melittus Tipe 2 Di RSU Kota Tangerang Selatan Tahun 2013.
skripsi, Program studi pendidikan dokter, Universitas Islam Negeri Jakarta. 2013
Muttaqin, Arif. Buku ajar : Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta :Penerbit Salemba Medika. 2008
NICE (National institute for health and care excellence). Chronic Obstructive Pulmonary
Disease 2014. Artikel diakses pada 08 Oktober 2014 dari http://www.nice.org.uk
Nursalam. Metodelogi Riset Keperawatan. Jakarta : Sagung Seto, 2008.
Ortapamuk, Hulya and Seniha Naldoken. Brain Perfusion Abnormalities in Chronic
Obstructive Pulmonary Disease Comparison With Cognitive Impairment. Annals of
Nuclear Medicine. Ankara. Turkey, 2006.
Panentu, Doddy dan M Irfan. Uji Validitas dan Reliabilitas Butir Pemeriksaan Dengan
Montreal Cognitive Assesment Versi Indonesia (MOCA-INA) Pada insan pasca stroke
fase recovery. Jurnal Fisioterapi 13 (1) : 55-67. 2013
Patrick Davey. At a Glance Medicine. Jakarta : Penerbit Erlangga. 2005
Price, Sylvia Anderson and Lorraine M Wilson. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses
penyakit ed 6, vol 2. 784-785. Jakarta : EGC. 2005
Rabahi Marcelo Fouad et al. Prevalence of Chronic Obstructive Pulmonary Disease Among
Patients With Systemical Arterial Hypertension Without Respiratory Symptoms.
Dovepress. 1527, 2015

Raz, N., Lindenberger, U., Rodrigue et al. Regional brain changes in aging healthy adults:
General trends, individual differences and modifiers. Cerebal Cortex, 15(11), 16761689, 2005.
Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar). Badan penelitian dan pengembangan kesehatan
Kementrian Kesehatan RI, 2013
Riyanto, Agus. Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika, 2011.
Sabia, Severine, MSc et al. Smoking History and Cognitive Function in Middle Age From the
Whitehall II Study. Arch Intern Med, 2008
Sandjaja dan Albertus. Panduan penelitian. Jakarta. Pustakaraya, 2006
Setiadi. Konsep dan penulisan riset keperawatan yogyakarta : Graha ilmu, 2007
Smeltzer Suzanne C, Brenda C. Bare. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta: EGC, 2001
Soemantri, Irman. Keperawatan Medikal Bedah :Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan
Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta :Penerbit Salemba Medika, 2008
Supardi, Dwi Ichsan. Pengaruh terapi warna merah terhadap daya ingat pada lansia di unit
rehabilitasi sosial dewanata cilacap. Skripsi, Unsoed. Purwoketo, 2012
Sutikno, Ekawati. Hubungan antara Fungsi Keluarga dan Kualitas Hidup Lansia. Skripsi.
Institute ilmu kesehatan bhakti wiyata, Kediri, 2011
Swarjana, I. Ketut. Metodologi Penelitian Kesehatan ; Tutunan praktis pembuatan proposal
penelitian. Ed I. Yogyakarta : ANDI, 2012
Thakur N, Paul D Blanc, Laura J Julian, et al. COPD and cognitive impairment: the role of
hypoxemia and oxygen therapy. Dovepress. 263, 2010
Videbeck, Sheila L. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Alih bahasa Renata Komalasari. Jakarta :
EGC, 2008.

WHO. Global Surveillance, Prevention, and Control of Chronic Respiratory Disease A


comprehensive approach, 2007
www.mocatest.org diakses pada tanggal 25 Desember 2015

Lampiran 1
INFORMED CONSENT
GAMBARAN FUNGSI KOGNITIF PADA PENDERITA PPOK DI RSU KABUPATEN
TANGERANG
Assalamualaikum Wr.Wb
Salam Sejahtera

Nama : Syahir Noer Muhamad


NIM : 1111104000024
Saya mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Ilmu Keperawatan sedang melakukan penelitian
untuk penulisan skripsi sebagai tugas akhir untuk menyelesaikan pendidikan sebagai Sarjana
Keperawatan (S.Kep).
Dalam lampiran ini terdapat beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan penelitian.
Untuk itu saya harap dengan segala kerendahan hati agar kiranya Bapak/ Ibu / Saudara/I bersedia
meluangkan waktunya untuk mengisi kuisioner yang telah disediakan dengan menjawab
pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Kerahasiaan jawaban Bapak/ Ibu/ Saudara/I akan dijaga
dan hanya diketahui oleh peneliti.
Kuisioner ini mohon dijawab dengan sejujur-jujurnya sesuai dengan apa yang
dipertanyakan sehingga hasilnya dapat memberikan gambaran yang baik untuk penelitian.
Saya ucapkan terima kasih atas bantuan dan partisipasi Bapak/ Ibu/ Saudara/I dalam
pengisian kuisioner ini.
Apakah Bapak/ Ibu/ Saudara/I bersedia menjadi responden ?
YA / TIDAK
Tertanda

Responden

Lampiran 2
Penilaian Kognitif Montreal
(Montreal Cognitive Assesment MoCA)
Petunjuk tentang penggunaan kuisioner
Penilaian MoCA (Montreal Cognitive Assesement) telah dibuat sebagai alat yang dapat melihat
disfungsi kognitif ringan. MoCA menilai berbagai aspek-aspek kognitif. Perhatian, fungsi
eksekutif, daya ingat, bahasa, orientasi, kemampuan abstrak, dan visuospasial. Waktu yang
dapat dilakukan selama menggunakan MoCA yakni selama 10 menit. Jumlah total skor yang
didapat adalah 30, skor dengan lebih 26 dianggap normal.
1. Menarik garis sesuai angka dan abjad menjadi bentuk selang seling :
Pelaksanaan : peneliti memberikan instruksi ke subjek : Bisa anda gambarkan
sebuah garis, berawal dari angka ke abjad sesuai urutan. Dimulai dari sini (poin 1)
dan gambra sebuah garis dari 1 lalu ke A l;alu ke 2 dan seterusnya. Berakhir disini
(poin E).
Penilaian : alokasikan satu poin jika subjek berhasil menggambarkan pola yang
berurutan 1-A-2-B-3-C-4-D-5-E, tanpa garis yang terlewati. Setiap kesalahan
yang tidak segera dirubah oleh dirinya(responden) sendiri sadari mendapat nilai 0.
2. Kemampuan Visuokonstruksional (Kubus) :
Pelaksanaan : peneliti memberikan instruksi sebagai berikut : salin gambar
tersebut, seakurat mungkin sesuai kemampuan anda di ruang kosong di
bawahnya.
Penilaian : satu poin dialokasiakan untuk gambar yang benar
Gambar harus tiga dimensi
Semua garis tergambar
Tidak ada garis tambahan
Garis harus sama panjang
Sebuah poin tidak diberikan apabila kriteria diatas tidak memenuhi
3. Kemampuan visuokontruksional (Jam) :
Pelaksanaan : Indikasi tiga benar sesuai instruksi : gambar sebuah jam. Berikan
semua angka dan atur waktu pukul 10 lewat 11 menit .

Penilaian : satu poin dialokasikan untuk setiap tiga kriteria berikut :


Garis (1pt) : wajah jam harus berbentuk bulat hanya distorsi minor yang
dapat diterima
Angka (1pt) : semua angka jam harus menggambarkan tanpa angka
tambahan, angka yang dipilih haruslah tepat dan benar sesuai tempat
berdasarkan kuadrannya, angka romawi dapat diterima, angka dapat
ditaruh diluar lingkaran.
Jarum jam (1pt) : lengan jam harus ada dua, lengan penunjuk jam harus
lebih pendek daripada lengan penunjuk menit.
Sebuah poin tidak diberikan apabila kriteria diatas tidak memenuhi
4. Penamaan :
Pelaksanaan : dimulai dari sisi sebelah kiri, poin dari setiap figure dan
menanyakan Bisa anda beri tahu nama dari binatang ini:.
Penilaian : satu poin setiap respon yang diberikan : (1) Singa (2) Badak (3) Unta
5. Memori :
Pelaksanaan : peneliti membacakan daftar kata-kata dari 5 kalimat dengan
kecepatan satu kata per detik, memberikan instruksi : ini adalah tes daya ingat,
saya akan membacakan daftar kalimat yang akan anda ingat sekarang dan nanti.
Dengarkan baik-baik. Pada saat saya menanyakan, baritahu saya kalimat yang
anda ingat semampu anda . Beri tanda ceklis pada ruang kosong pada setiap kata
yang subjek ingat setelah dua trial berikutnya. Pada akhir di trial kedua terlewati,
beritahu subjek untuk menyebutkan kata-kata yang telah diingat sebelumnya
saya akan meminta anda untuk mengingat kembali kalimat yang telah anda
ingat sebelumnya
Penilaian : tidak ada poin untuk trial pertama dan kedua.
6. Perhatian :
Pelaksanaan forward digit spam : berikan instruksi berikut : saya akan
menyebutkan beberapa angka dan pada saat itu anda ulangi tepat setelah saya
mengatakannya baca lima angka satu digit per satu detik.
Pelaksanaan Backward digit span : beri isntruksi sebagai berikut : Sekarang saya
akan mengatakan beberapa angka, tetapi pada saat saya mengatakannya anda
harus mengulangi dari belakang baca tiga angka satu digit per satu detik.

Penilaian : alokasikan satu poin untuk setiap kata yang diulangi benar.
Pelaksanaan kewaspadaan : peneliti membaca daftar kata-kata dengan kecepatan
satu kata per detik, berikan instruksi saya akan membacakan kata-kata tidak
beruruta. Setiap kali saya mengucapkan kaa A angkat tangan anda sekali. Jika
saya menyebutkan kata lain, anda jangan mengangkat tangan.
Penilaian : beri skor satu apabila tidak ada satupun kesalahan (sebuah kesalahan
jika mengangkat bila bukan kata A yang disebutkan)
Pelaksanaan serial 7s : peneliti memberikan instruksi berikut : sekarang saya
akan meminta anda unntuk menghitung angka 100 dikurangi 7 lalu tetap
mengurangi angka 7 dari hasil jawaban anda sampai saya memberitahukan anda
untuk berhenti berikan instruksi sebanyak dua kali.
Penilaian : item ini diberi skor 3 poin. beri (0) poin jika tidak ada jawaban yang
benar, (1) poin untuk jawaban benar satu, (2) poin untuk dua atau tiga jawaban
benar, dan 3 poin jika semua jawaban benar.
7. Pengulangan kalimat
Pelaksanaan : peneliti memberikan instruksi sebagai berikut : saya akan
membacakan anda sebuah kalimat. Ulangi setelah saya menyebutkannya, tentu
dengan jeda: Wati membantu saya menyapu lantai hari ini. Sekarang saya akan
membacakan kalimat lainnya. Ulangi setelah saya mengucapkannya, tentu dengan
jeda : Kucing bersembunya di bawah meja ketika ada anjing.
Penilaian : alokasikan 1 point untuk setiap kalimat yang di ulangi benar.
Pengulangan harus tepat. Waspada terhadap pengulangan kalimat yang tidak
tepat.
8. Kelancaran Verbal :
Pelaksanaan : peneliti memberikan instruksi sebagai berikut : berikan saya katakata sebanyak mungkin yang anda ketahui dimulai dari abjad yang akan saya
beritahu. Anda dapat mengatakan kata-kata apa saja. Sekarang bisa anda beri saya
kata-kata berawalan abjad S. (waktu 60 detik). Stop

Penilaian : alokasikan satu poin jika subjek mengucapkan 11 kata atau lebih
dalam waktu 60 detik. Salin kata-kata yang di sebutkan oleh subjek di bawah
kertas yang kosong.
9. Abstaksi :
Pelaksanaan : peneliti menanyakan kepada subjek untuk menjawab persamaan
benda : Beritahu saya persamaan antara jeruk dan pisang jika subjek
menjawab tepat maka lanjut ke pertanyaan berikut : Beritahu saya persamaan
antara kereta dan sepeda lalu pertanyaan ketiga sekarang persamaan antara
penggaris dan jam tangan jangan memberikan instruksi lainnya.
Penilaian : hanya dua item terakhir yang diberikan nilai. Beri 1 point untuk setiap
item dengan jawaban benar. Berikut respon yang dapat diterima :
Penggaris Jam = intrumen mengukur, pengukur
Respon berikut yang tidak dapat diterima : kereta
roda; penggaris jam : terdapat angka

sepeda = memiliki

10. Delayed recall


Pelaksanaan : peneliti memberikan instruksi sebagai berikut : saya membaca
beberapa kata kepada anda Saya membacaka beberapa kalimat kepada anda di
awal, bisakah anda mengingatnya. Beri tahu saya kalimat sebanyak yang anda
ingat. beri ceklis untuk setiap kata-kata yang benar untuk di ingat.
Penilaian : alokasikan 1 point untuk setiap kata-kata yang di ingat secara bebas
tanpa sedikitpun pentunjuk.
Jawaban opsional :
Berikut untuk jawaban pilihan dengan pentunjuk.
Wajah
Petunjuk kategori: bagian dari tubuh
Pilihan ganda: hidung, wajah, tangan
Sutra
Petunjuk kategori: sebuah jenis kain
Pilihan ganda: Celana, Sutra, Beludru

Masjid
Petunjuk Kategori : Jenis sebuah bangunan
Pilihan ganda: Sekolah, Masjid, Rumah Sakit
Anggrek
Petunjuk kategori: Jenis bunga
Pilihan ganda: Mawar, Anggrek, Tulip
Merah
Petunjuk kategori: Sebuah warna
Pilihan ganda: Merah, Biru, Hijau
Penilaian: Tidak ada point yang di alokasikan untuk bantuan petunjuk ataupun
bantuan pilihan ganda.

11. Orientasi
Pelaksanaan : Peneliti memberikan instruksi: Anda tau tanggal berapa sekarang
jika subjek tidak memberikan jawaban yang lengkap, maka berikan pertanyaan
berikan saya tahun, bulan, tanggal, dan hari lalu katakan. Sekarang, bisa anda
beritahu nama tempat ini, dan dimana kota anda saat ini
Penilaian : Alokasikan satu poin untuk jawaban yang benar. Tidak ada poin yang
di alokasikan jika subjek membuat sebuah kesalahan pada pernyataan hari dan
tanggal.
Nilai Total : Jumlahkan semua daftar sub skor yang terdapat di samping kanan.
Tambahkan satu poin apabila individu menempuh pendidikan kurang dari 12
tahun atau kurang, untuk poin maksimal 30 poin, skor 26 atau lebih dinyatakan
normal dan di bawah 26 dinyatakan tidak normal.

Lampiran 3

1. Data Demografi
a. Inisial Responden

:...................

b. Usia

:...................

c. Pekerjaan

d. Jenis kelamin

: 1. Laki-laki
2. Perempuan

e. Pendidikan terakhir

: 1. SD
2. SMP
3. SMA atau sederajat
4. Perguruan Tinggi

f. Riwayat merokok

: 1. Iya
2. Tidak

g. Riwayat penyakit

: Stroke / Diabetes Mellitus / Hipertensi atau

h. Riwayat trauma kepala

: 1. Iya
2. Tidak

2. Diagnosa Kerja
PPOK + TB :
PPOK + Asma :
PPOK + DM :
PPOK + Hipertensi :
PPOK + Stroke :
PPOK + Jantung :
PPOK :

...

..

Lampiran 3

Frequency Table
Bahasa
Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

4.2

4.2

4.2

4.2

4.2

8.3

31

64.6

64.6

72.9

13

27.1

27.1

100.0

Total

48

100.0

100.0

Abstraksi
Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

14

29.2

29.2

29.2

16

33.3

33.3

62.5

18

37.5

37.5

100.0

Total

48

100.0

100.0

Delay recall
Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

12

25.0

25.0

25.0

10.4

10.4

35.4

18.8

18.8

54.2

14

29.2

29.2

83.3

10.4

10.4

93.8

6.3

6.3

100.0

48

100.0

100.0

Total

Atensi
Cumulative
Frequency
Valid

Percent
4.2

Valid Percent
4.2

Percent
4.2

8.3

8.3

12.5

8.3

8.3

20.8

8.3

8.3

29.2

12

25.0

25.0

54.2

13

27.1

27.1

81.3

18.8

18.8

100.0

48

100.0

100.0

Total

Eksekutif
Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

13

27.1

27.1

27.1

4.2

4.2

31.3

14.6

14.6

45.8

26

54.2

54.2

100.0

Total

48

100.0

100.0

Visuospasial
Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

19

39.6

39.6

39.6

10

20.8

20.8

60.4

19

39.6

39.6

100.0

Total

48

100.0

100.0

Penamaan
Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

2.1

2.1

2.1

10.4

10.4

12.5

42

87.5

87.5

100.0

Total

48

100.0

100.0

Orientasi

Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

2.1

2.1

2.1

10.4

10.4

12.5

14.6

14.6

27.1

35

72.9

72.9

100.0

Total

48

100.0

100.0

Usia
Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

37

2.1

2.1

2.1

44

2.1

2.1

4.2

49

4.2

4.2

8.3

50

2.1

2.1

10.4

51

2.1

2.1

12.5

52

4.2

4.2

16.7

53

2.1

2.1

18.8

54

4.2

4.2

22.9

55

4.2

4.2

27.1

57

6.3

6.3

33.3

58

2.1

2.1

35.4

60

12.5

12.5

47.9

61

4.2

4.2

52.1

62

8.3

8.3

60.4

63

6.3

6.3

66.7

64

12.5

12.5

79.2

66

2.1

2.1

81.3

69

2.1

2.1

83.3

70

6.3

6.3

89.6

71

4.2

4.2

93.8

72

6.3

6.3

100.0

48

100.0

100.0

Total

Jenis kelamin

Cumulative
Frequency
Valid

Laki-laki
Perempuan
Total

Percent

Valid Percent

Percent

43

89.6

89.6

89.6

10.4

10.4

100.0

48

100.0

100.0

Pendidikan
Cumulative
Frequency
Valid

Tidak sekolah

Percent

Valid Percent

Percent

6.3

6.3

6.3

20

41.7

41.7

47.9

SMP

12.5

12.5

60.4

SMA

14

29.2

29.2

89.6

10.4

10.4

100.0

48

100.0

100.0

SD

PT
Total

Pekerjaan
Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

TIdak bekerja

12.5

12.5

12.5

petani

8.3

8.3

20.8

12

25.0

25.0

45.8

14.6

14.6

60.4

pensiunan

16

33.3

33.3

93.8

TNI/POLRI

6.3

6.3

100.0

48

100.0

100.0

wiraswasta
buruh

Total

Riwayat merokok
Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

Iya

38

79.2

79.2

79.2

Tidak

10

20.8

20.8

100.0

Total

48

100.0

100.0

Riwayat penyakit
Cumulative
Frequency

Percent

Valid Percent

Percent

Valid

Tidak ada

20

41.7

41.7

41.7

Stroke

4.2

4.2

45.8

Diabetes mellitus

4.2

4.2

50.0

15

31.3

31.3

81.3

18.8

18.8

100.0

48

100.0

100.0

Hipertensi
dan lain-lain
Total

Diagnosa kerja
Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

PPOK & TB paru

4.2

4.2

4.2

PPOK & Asma

10.4

10.4

14.6

PPOK & DM

6.3

6.3

20.8

PPOK & Stroke

2.1

2.1

22.9

PPOK & Hipertensi

15

31.3

31.3

54.2

PPOK

21

43.8

43.8

97.9

2.1

2.1

100.0

48

100.0

100.0

PPOK & Jantung


Total

Riwayat trauma kepala


Cumulative
Frequency
Valid

Iya

Percent

Valid Percent

Percent

14.6

14.6

14.6

Tidak

41

85.4

85.4

100.0

Total

48

100.0

100.0

Hasil tes diagnostik paru


Cumulative
Frequency
Valid

tidak ada hasil

48

Percent

Valid Percent

100.0

Percent

100.0

100.0

Fungsi Kognitif
Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

Gangguan Fungsi Kognitif

38

79.2

79.2

79.2

Fungsi Kognitif Normal

10

20.8

20.8

100.0

Total

48

100.0

100.0

Tot_Kog
Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

10.00

4.2

4.2

4.2

11.00

2.1

2.1

6.3

12.00

2.1

2.1

8.3

13.00

2.1

2.1

10.4

15.00

12.5

12.5

22.9

16.00

4.2

4.2

27.1

17.00

2.1

2.1

29.2

18.00

2.1

2.1

31.3

19.00

6.3

6.3

37.5

20.00

8.3

8.3

45.8

21.00

2.1

2.1

47.9

22.00

12.5

12.5

60.4

23.00

4.2

4.2

64.6

24.00

12.5

12.5

77.1

25.00

2.1

2.1

79.2

26.00

4.2

4.2

83.3

27.00

4.2

4.2

87.5

28.00

10.4

10.4

97.9

29.00

2.1

2.1

100.0

Total

48

100.0

100.0

Jenis kelamin * Fungsi Kognitif Crosstabulation


Fungsi Kognitif

Jenis kelamin

Laki-laki

Count
% within Fungsi Kognitif

Perempuan

Count
% within Fungsi Kognitif

Total

Count
% within Fungsi Kognitif

Gangguan

Fungsi Kognitif

Fungsi Kognitif

Normal

Total

35

43

89.7%

88.9%

89.6%

10.3%

11.1%

10.4%

39

48

100.0%

100.0%

100.0%

Pekerjaan * Fungsi Kognitif Crosstabulation


Fungsi Kognitif

Pekerjaan

TIdak bekerja

Gangguan

Fungsi Kognitif

Fungsi Kognitif

Normal

Count
% within Fungsi Kognitif

petani

wiraswasta

15.4%

0.0%

12.5%

10.3%

0.0%

8.3%

12

20.5%

44.4%

25.0%

15.4%

11.1%

14.6%

13

16

33.3%

33.3%

33.3%

5.1%

11.1%

6.3%

39

48

100.0%

100.0%

100.0%

Count
% within Fungsi Kognitif

TNI/POLRI

Count
% within Fungsi Kognitif

pensiunan

Count
% within Fungsi Kognitif

buruh

Count
% within Fungsi Kognitif

Count
% within Fungsi Kognitif

Total

Count
% within Fungsi Kognitif

Total

Usia * Fungsi Kognitif Crosstabulation


Fungsi Kognitif

Usia

37

Count
% within Fungsi Kognitif

44

Count
% within Fungsi Kognitif

49

Count
% within Fungsi Kognitif

50

Count
% within Fungsi Kognitif

51

Count
% within Fungsi Kognitif

52

Count
% within Fungsi Kognitif

Gangguan

Fungsi Kognitif

Fungsi Kognitif

Normal

Total

0.0%

11.1%

2.1%

0.0%

11.1%

2.1%

2.6%

11.1%

4.2%

2.6%

0.0%

2.1%

2.6%

0.0%

2.1%

5.1%

0.0%

4.2%

53

Count
% within Fungsi Kognitif

54

Count
% within Fungsi Kognitif

55

Count
% within Fungsi Kognitif

57

Count
% within Fungsi Kognitif

58

Count
% within Fungsi Kognitif

60

Count
% within Fungsi Kognitif

61

Count
% within Fungsi Kognitif

62

Count
% within Fungsi Kognitif

63

Count
% within Fungsi Kognitif

64

Count
% within Fungsi Kognitif

66

Count
% within Fungsi Kognitif

69

Count
% within Fungsi Kognitif

70

Count
% within Fungsi Kognitif

71

Count
% within Fungsi Kognitif

72

Count
% within Fungsi Kognitif

Total

Count
% within Fungsi Kognitif

0.0%

11.1%

2.1%

0.0%

22.2%

4.2%

5.1%

0.0%

4.2%

2.6%

22.2%

6.3%

2.6%

0.0%

2.1%

12.8%

11.1%

12.5%

5.1%

0.0%

4.2%

10.3%

0.0%

8.3%

7.7%

0.0%

6.3%

15.4%

0.0%

12.5%

2.6%

0.0%

2.1%

2.6%

0.0%

2.1%

7.7%

0.0%

6.3%

5.1%

0.0%

4.2%

7.7%

0.0%

6.3%

39

48

100.0%

100.0%

100.0%

Pendidikan * Fungsi Kognitif Crosstabulation


Fungsi Kognitif

Total

Pendidikan

Tidak sekolah

Gangguan

Fungsi Kognitif

Fungsi Kognitif

Normal

Count

5.1%

11.1%

6.3%

20

20

51.3%

0.0%

41.7%

15.4%

0.0%

12.5%

14

17.9%

77.8%

29.2%

10.3%

11.1%

10.4%

39

48

100.0%

100.0%

100.0%

% within Fungsi Kognitif


SD

Count
% within Fungsi Kognitif

SMP

Count
% within Fungsi Kognitif

SMA

Count
% within Fungsi Kognitif

PT

Count
% within Fungsi Kognitif

Total

Count
% within Fungsi Kognitif

Riwayat merokok * Fungsi Kognitif Crosstabulation


Fungsi Kognitif

Riwayat merokok

Iya

Gangguan

Fungsi Kognitif

Fungsi Kognitif

Normal

Count
% within Fungsi Kognitif

Tidak

Count
% within Fungsi Kognitif

Total

Count
% within Fungsi Kognitif

Total

30

38

76.9%

88.9%

79.2%

10

23.1%

11.1%

20.8%

39

48

100.0%

100.0%

100.0%

Riwayat penyakit * Fungsi Kognitif Crosstabulation


Fungsi Kognitif

Riwayat penyakit

Tidak ada

Count
% within Fungsi Kognitif

Stroke

Count
% within Fungsi Kognitif

Diabetes mellitus

Count
% within Fungsi Kognitif

Gangguan

Fungsi Kognitif

Fungsi Kognitif

Normal

Total

17

20

43.6%

33.3%

41.7%

5.1%

0.0%

4.2%

2.6%

11.1%

4.2%

Hipertensi

Count

12

15

30.8%

33.3%

31.3%

17.9%

22.2%

18.8%

39

48

100.0%

100.0%

100.0%

% within Fungsi Kognitif


dan lain-lain

Count
% within Fungsi Kognitif

Total

Count
% within Fungsi Kognitif

Riwayat trauma kepala * Fungsi Kognitif Crosstabulation


Fungsi Kognitif

Riwayat trauma kepala

Iya

Gangguan

Fungsi Kognitif

Fungsi Kognitif

Normal

Count
% within Fungsi Kognitif

Tidak

Total

12.8%

22.2%

14.6%

34

41

87.2%

77.8%

85.4%

39

48

100.0%

100.0%

100.0%

Count
% within Fungsi Kognitif
Count
% within Fungsi Kognitif

Diagnosa kerja * Fungsi Kognitif Crosstabulation


Count
Fungsi Kognitif

Diagnosa kerja

Total

Gangguan

Fungsi Kognitif

Fungsi Kognitif

Normal

Total

PPOK & TB paru

PPOK & Asma

PPOK & DM

PPOK & Stroke

PPOK & Hipertensi

12

15

PPOK

17

21

38

10

48

PPOK & Jantung

Total

Lampiran 4

You might also like