You are on page 1of 4

.








.



.


:

.

Hai hamba-hamba-Ku- yang beriman- sesungguhnya bumi-Ku-luas-maka-sembahlah Aku saja (56) Tiap-tiap yang
berjiwa-akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami-kamu dikembalikan (57) Dan orang-orang-yang
beriman-dan mengerjakan amal-amal-yang saleh- sesungguhnya akan Kami tempatkan mereka-pada tempat-tempat
yang tinggi-di dalam surga-yang mengalir- di bawahnya sungai-sungai-mereka kekal di dalamnya-Itulah sebaikbaik-pembalasan-bagi orang-orang yang beramal (58) QS Al Ankabut 56-58
Ayat ini diturunkan kepada kaum muslin di Mekkah yang saat itu merasakan susahnya hidup dan dalam keadaan
lemah. Mereka diperintahkan untuk berpindah (hijrah) ke Madinah agar mereka bisa menjalani kehidupan dengan
dama dan aman termasuk dalam menegakkan keimanan / menjalankan ibadahnya.
Dikatakan oleh Saad bin Jubair bahwa bila di suatu negeri / daerah telah merajalela perbuatan maksiyat, maka
diperintahkan bagi penduduknya untuk hijrah . keluar dari negeri itu, sebab bumi Allah itu luas. Dan ditegaskan pula
oleh Atha bahwa bila penduduk suatu negeri sudah dipaksa untuk berlaku maksiat dengan sejumlah peraturan yang
berlaku di negeri itu, maka berhijrahlah dari negeri itu.
Orang-orang mukmin yang diperintah berhijrah ini, pada mulanya mereka merasa berat karena harus meninggalkan
kampung halamannya, sanak saudaranya bahkan harta bendanya, tapi mereka diingatkan bahwa lebih baik mati
dalam pengungsian daripada tetap hidup dalam tekanan di negeri yang penuh maksiat. Sebab setiap yang hidup itu
pasti menjumpai kematian. Dan hanya kepada Allah-lah mereka dikembalikan setelah kematian.
Bertolak dari kejadian di atas, maka sudah semestinya bila penghuni suatu daerah yang dimana masyarakatnya
sudah disibukkan oleh kemaksiatan dan dia tidak mampu merubahnya - wajib baginya untuk hijrah ke daerah lain
yang lebih aman dan tenang sehingga terjamin baginya dalam melakukan ibadah.
Abu Hanifah ketika ditanya tentang dosa-dosa yang paling mebahayakan keimanan mengatakan bahwa Enggan
bersyukur kepada Allah atas karunia iman, tidak pernah khawatir tertimpa suul khotimah / mati dalam keadaan
tidak beriman dan berlaku dzalim kepdada banyak orang .



:
Diriwayatkan bahwa pada suatu hari kanjeng Nabi keluar untuk menemui para sahabatnya, kemudian kanjeng
nabi berkata: "Bagaimanakah pagimu wahai sahabat? " Lalu para sahabat menjawab : " Kami dalam keadaan
beriman kepada Allah " Lantas kanjeng rosul berkata: " Dan apakah tanda-tanda keimanan kalian? " Para
sahabat pun menjawab: "kami bersabar atas segala musibah, dan kami bersyukur atas segala kelapangan rizqi,
dan kami ridlo atas segala keputusan Allah" Lalu kanjeng nabi pun menjawab: " Sungguh kalian adalah termasuk
orang mu'min yang sebenarnya. Demi Allah - Tuhan yg memiliki ka'bah " ( Nashoihul Ibad MQ 25 Bab Nasehat
Tiga )
1 Silaturrahim Haji Rombongan 2_20161016

Terkait dengan Sabar , sebagian ulama ahli marifat berkata bahwa sabar ini ada tiga yaitu : (1) tidak suka
menceritakan nasib buruk selain kepada Allah ( tingkat Tabiin ) (2) ridha atas ketetapan Allah ( tingkat orang
zuhud) (3) cinta akan musibah ( tingkat para shiddiqin )

Sebagaimana tersebut dalam hadits Nabi SAW yaitu :

Beribadahlah kamu sekalian kepada Allah disertai kerelaan hati. Apabila engkau tidak mampu beribadah
dengan hati yang rela, maka bersabarlah atas sesuatu yang tidak engkau sukai (sesungguhnya itu) merupakan
kebaikan yang banyak

Sabar adalah tidak suka mengeluh atas kesedihan yang timbul dari musibah yang menimpanya kepada selain Allah
dan ridha atas qadha-Nya. Sebagian ahli hikmah berkata bahwa ada tiga perkara yang termasuk simpanan Allah (
yang menjadi gudangnya pahalay ) yaitu fakir, sakit dan sabar
Kembali ke perintah untuk berhijrah bila ditempatkan ke dalam kondisi saat ini, mungkin kita tidak mengalami
kondisi seperti di jaman para sahabat dulu. Namun demikian perlu disadari bahwa di sekitar kita banyak terdapat
kemaksiatan yang bila kita tidak berhati-hati, maka iman kita bisa tergerus olehnya.
Dalam kitab Sullam Taufiq, ada satu bab yang membahas tentang maksiat hati. Diantara maksiat hati ialah :
1. Buruk sangka kepada Alloh, (padahal orang mukmin diharuskan selalu mengharapkan rahmat Alloh,
disamping bertobat dan berusaha). Berburuk sangka kepada hamba Alloh (mukmin yang shaleh, kecuali
terhadap orang yang benar-benar jahat maka buruk sangkanya itu tidak berdosa). Dan mendustakan takdir/
qadha Alloh (menganggap semua kejadian bahkan yang dianggapnya tidak masuk akal bukan merupakan
takdir Alloh).

2. Merasa gembira melakukan perbuatan maksiat, baik yang dilakukannya sendiri atau yang dilakukan oleh
orang lain dan mengingkari janji walaupun kepada orang kafir.

Kita wajib mencegah terjadinya maksiat. Sebagaimana tersebut dalam hadits :


:

:


Dari Abu Said Al Khudri ra berkata : Saya mendengar Rasulullah saw bersabda : Siapa yang melihat
kemunkaran maka rubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka rubahlah dengan lisannya, jika tidak
mampu maka (tolaklah) dengan hatinya dan hal tersebut adalah selemah-lemahnya iman. (H. R. Muslim no. 186)

Beberapa contoh kegiatan di sekitar kita berpotensi menjadi lahan kemaksiatan. Mari kita perhatikan beberapa acara
peringatan di masyarakat. Peringatan Kemerdekaan RI yang semestinya dipenuhi dengan kegiatan yang makin
menumbuhkan keimanan kepada Allah ternyata diwarnai dengan beberapa kemaksiatan.
Dalam kitab Ihya' Ulumuddin (2/144)

Membenci kedholiman karena Allah hukumnya wajib, menyukai kemaksiyatan dan orang yg ridho dengan
kemaksiyatan maka dia adalah seorang yg maksiyat. Barang siapa menyukai kedholiman jika kesukaan tersebut
karena kedholimannya maka dia maksiyat sebab kesukaannya, jika kesukaan tersebut karena sebab yang lainnya
maka dia juga termasuk maksiyat sebab dia tidak membencinya, dan yg menjadi kewajibannya adalah membenci
kedholiman

2 Silaturrahim Haji Rombongan 2_20161016

Dalam kitab Is'adur Rofiq (2/105)

:.

Termasuk maksiyat tangan adalah menulis hal yang haram diucapkan, Dikatakan dalam kitab al-Bidaayah :
Karena pena adalah salah satu dari dua lisan seseorang, maka jagalah dari hal-hal yang diwajibkan lisan untuk
menjaganya. Seperti ghibah (menggunjing) dan lainnya maka janganlah menulis sesuatu yang diharamkan
mengucapkannya, bahkan bahaya yang ditimbulkannya lebih berdampak buruk daripada ucapan karena ia lebih
besar jangkauannya serta lebih lama. Maka jagalah seseorang atas penanya dari penulisan rekayasa, penipuan
dan hal-hal yang terjadi dalam pergaulan-pergaulan
Iblis itu sangat bersemangat menggoda seorang yang alim. Sebab bila seorang alim sudah terjatuh dalam bujuk
rayu dan godaan iblis, maka ummat yang mengikutinya akan berduyun-duyun meniru perbuatannya dengan
sukarela.
Sebagai ummat kita diwajibkan untuk ridho terhadap semua ciptaan Allah. Dalam hal menyikapi kemaksiyatan,
terhadap kemaksiyatan yang timbul, kita harus mengingkari dan tidak bersikap ridho. Tapi bahwa Allah telah
menciptakan kemaksiyatan, maka kita wajib ridho atas kehendak Allah tersebut. Sebab dibalik tiap-tiap penciptaan
Allah pasti ada hikmah yang terkandung di dalamnya. Sebab maksiyat ini adalah ujian bagi orang-orang yang
mengaku dirinya beriman untuk bisa menghindarkan dirinya atau orang lain dari terjerumus ke dalam
kemaksiyatan.
Imam Ghazali menggambarkan dalam kitab Ihya Ulumuddin tentang menyikapi kemaksiyatan ini.
Ada seseorang (A) yang bermusuhan dengan si (B) dan (C). Si (B) dan (C) juga bermusuhan hingga akhirnya
mereka berdua berperang hingga si (C) menemui ajalnya. Dengan tewasnya si (C), selaku pihak yang juga
bermusuhan, semestinya si (A) ini merasa senang. Tapi si (A) mernjadi susah karenanya. Bila (C) masih hidup,
maka (A) akan merasa tenang sebab tidak harus bermusuhan dengan (B) secara langsung karena masih ada (C)
yang berhadapan dengan (B). Dengan matinya si (C), mau tidak mau si (A) harus menghadapi permusuhan dengan
(B).







Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: `Kami telah beriman`, sedang mereka
tidak diuji lagi ? (QS. 29Al Ankabuut :2)
Pada ayat ini Allah seolah-olah bertanya kepada manusia yang telah mengaku beriman dengan mengucapkan
kalimat syahadat bahwa apakah mereka akan dibiarkan begitu saja mengakui keimanan tersebut tanpa lebih
dahulu harus diuji? Tidak, malah setiap orang beriman harus diuji lebih dahulu, sehingga dapat diketahui sampai
dimanakah mereka sabar dan tahan menerima ujian tersebut.
Ujian yang mesti mereka tempuh itu bermacam-macam. Umpamanya perintah berhijrah (meninggalkan kampung
halamanan demi untuk menyelamatkan iman dan keyakinan), berjihad di jalan Allah, mengendalikan syahwat,
mengerjakan tugas-tugas dalam rangka menegakkan taat kepada Allah, dan bermacam-macam musibah seperti:
kehilangan anggota keluarga, hawa panas kering yang menyebabkan tumbuh-tumbuhan mati kekeringan.
Semua cobaan itu dimaksudkan untuk menguji siapakah di antara mereka yang sungguh-sungguh beriman dengan
ikhlas dan siapa pula yang berjiwa munafik. Begitu pula untuk mengetahui apakah mereka termasuk orang yang
kokoh pendiriannya atau orang yang masih bimbang dan ragu-ragu sehingga iman mereka masih rapuh.







Apakah kamu mengira bahwa kamu akan dibiarkan (begitu saja), sedang Allah belum mengetahui (dalam
kenyataan) orang-orang yang berjihad di antara kamu dan tidak mengambil menjadi teman yang setia selain
3 Silaturrahim Haji Rombongan 2_20161016

Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman. Dan Allah Maha Tahu apa yang kamu kerjakan. (Q.S. At
Taubah: 16)
Ringkasnya setiap orang yang mengaku beriman tidak akan mencapai hakikat iman yang sebenarnya sebelum ia
menempuh berbagai macam ujian, yakni dengan kewajiban-kewajiban pisik, kewajiban dalam memanfaatkan
harta benda, hijrah, jihad di jalan Allah, membayar zakat kepada fakir miskin menolong orang yang sedang
mengalami kesusahan, dan untuk menolong orang yang sedang dalam kesulitan.

Dan janganlah kamu campur adukkan yang haq dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang haq itu,
sedang kamu mengetahui.(QS. 2:42)
Dalam ayat ini terdapat dua macam perintah Allah. yang ditujukan kepada Bani Israel, yaitu:
Agar mereka jangan mencampur adukkan yang hak dengan yang batil Maksudnya, pemimpin-pemimpin Bani
Israel itu suka memasukkan pendapat-pendapat pribadi mereka ke dalam kitab Taurat, sehingga sukar untuk
membedakan mana yang benar, terutama dalam penolakan mereka untuk beriman kepada Nabi Muhammad saw.
mereka membuat-buat alasan-alasan untuk menjelek-jelekkannya dan menyalah tafsirkan ucapan ucapan nenek
moyang mereka, sehingga mereka lebih berpegang kepada ucapan para pemimpin dan tradisi mereka dari pada
menerima ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw.
Walaupun perintah itu ditujukan kepada Bani Israel, namun isinya dapat pula dihadapkan kepada kaum muslimin
dari segala lapisan, terutama para pemimpin dan orang-orang yang memegang kekuasaan, sehingga ayat ini
seakan-akan mengatakan:
Hai orang-orang yang memegang kekuasaan! Janganlah kamu campur adukkan antara keadilan dengan
kelaliman. Hai para hakim! Janganlah kamu campur adukkan antara hukum dan suap. Hai para pejabat!
Janganlah kamu campur adukkan antara tugas dan korupsi. Hai para sarjana! Janganlah kamu campur adukkan
antara ilmu dan harta dan sebagainya.
Adalah menjadi kewajiban kita untuk saling mengingatkan dalam kebaikan dan mencegah kemunkaran. Sebab
dengan demikian kita akan mendorong diri sendiri berbuat baik dan mencegah dari kemunkaran terlebih dahulu
sebelum mengingatkan orang lain. Atau setidaknya berharap orang lain juga akan mengingatkan dirinya
seandainya sedang lupa atau khilaf. Ini adalah ujian keimanan apakah kita mau dan berani mengingatkan orang
lain atau tidak. Asal diri sendiri dan keluarganya selamat, cukuplah sudah.

Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian,(QS. 103:2)


Dalam ayat ini Allah mengungkapkan bahwa manusia sebagai makhluk Allah sungguh secara keseluruhan berada
dalam kerugian. Perbuatan buruk manusia adalah merupakan sumber kecelakaannya yang menjerumuskannya ke
dalam kebinasaan, bukan masanya atau tempat. Dosa seseorang terhadap Tuhannya yang memberi nikmat tak
terkira kepadanya adalah suatu pelanggaran yang tak ada bandingannya sehingga merugikan dirinya.











kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat-menasehati supaya mentaati
kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran.(QS. 103:3)
Dalam ayat ini Allah menjelaskan agar manusia tidak merugi hidupnya ia harus beriman kepada Allah,
melaksanakan ibadat sebagaimana yang diperintahkannya, berbuat baik untuk dirinya sendiri dan berusaha
menimbulkan manfaat kepada orang lain. Di samping beriman dan beramal saleh mereka saling nasihatmenasihati supaya menaati kebenaran dan saling nasihat-menasihati pula supaya tetap berlaku sabar, menjauhi
perbuatan maksiat yang Setiap orang cenderung kepadanya, karena dorongan hawa nafsunya.

4 Silaturrahim Haji Rombongan 2_20161016

You might also like