You are on page 1of 21

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE NON HEMORAGIK

Disusun Oleh :
I PUTU MUHAMMAD ISTANUDIN
NIM : 24.16.0

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURYA GLOBAL
YOGYAKARTA
2016

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi Stroke
Menurut WHO (2006), stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang
cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa
adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. Termasuk disini perdarahan
subarachnoid, perdarahan intraserebral, dan infark serebral.
Stroke adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perubahan
neurologis yang disebabkan oleh gangguan suplai darah pada bagian otak
(Bowman dalam Black & Hawks, 2009).
Definisi Stroke non hemoragik (stroke iskemik)
Stroke iskemik atau brain attack adalah kehilangan fungsi yang tiba-tiba
sebagai akibat dari gangguan suplai darah ke bagian-bagian otak, akibat sumbatan
baik sebagian atau total pada arteri. Tipe stroke ini terjadi hampir 80% dari
kejadian stroke (Goldszmidt & Caplan, 2011).
B. Klasifikasi Stroke
Ada dua klasifikasi utama stroke, yaitu stroke iskemik atau stroke non
hemoragik dan hemoragik (Corwin, 2009), hal ini didasarkan pada penyebab dan
temuan patofisiologis (Zomorodi dalam Lewis, Sharon L et al, 2011).

1. Stroke non hemoragi


Stroke non hemoragik dapat dibagi menjadi lima jenis berdasarkan
penyebabnya: thrombosis arteri besar, penetrasi tombosis arteri kecil (stroke
lakunar), stroke embolik kardiogenik, kriptogenik (penyebab yang belum
diketahui), dan stroke akibat penggunaan kokain, koagulopati atau
pembedahan karotid (Smeltzer, 2003).
a. Stroke trombotik arteri besar disebabkan oleh aterosklerosis plak di
pembuluh darah besar dari otak. Lokasi stroke, misalnya pada korteks
superficial (tersering arteri serebri media), serebelum, dan daerah arteri
serebral posterior (Goldszmidt & Caplan, 2011).
b. Stroke trombotik arteri kecil (stroke lakunar), mengacu pada stroke yang
berasal dari satu atau lebih penetrasi trombotik pada pembuluh darah kecil
(Smeltzer, 2003), seperti ganglia basalis, substantia alba otak, thalamus
pons, dan serebelum (Goldszmidt & Caplan, 2011).
c. Stroke emboli kardiogenik (stroke embolik) berhubungan dengan kondisi
jantung, seperti fibrilasi atrial, infark miokard, endokarditis, dan atrial
septal defect (Smeltzer, 2003). Emboli berasal dari jantung dan beredar ke
pembuluh darah otak, lokasi yang paling sering terkena adalah arteri

serebri media, serebelum dan daerah arteri serebral posterior (Goldszmidt


& Caplan, 2011).
d. Stroke kriptogenik sebagian pasien mengalami oklusi mendadak
pembuluh intrakranium besar tanpa penyebab yang jelas.
e. Penyebab lain stroke non hemoragik yang lebih jarang adalah
fibromuskular, arteritis (misalnya, arteritis temporalis, poliarteritis
nodosa), dan gangguan hiperkoagulasi (Price, 2005).
C. Perbedaan Stroke Hemoragik Dan Stroke Non-Hemoragik
Gejala Klinis
1. Gejala defisit lokal
2. SIS sebelumnya
3. Permulaan (onset)
4. Nyeri kepala
5. Muntah pada awalnya
6. Hipertensi
7. Kesadaran

Stroke Hemoragik
PIS
PSA
Berat
Ringan
Amat jarang
Menit/jam
1-2 menit
Hebat
Sering

Sangat hebat
Sering

Hampir selalu
Bisa hilang

Biasanya tidak
Bisa hilang
sebentar
Bisa ada pada
permulaan

8. Kaku kuduk

Jarang

9. Hemiparesis

Sering sejak
awal
Bisa ada
Sering
Sering berdarah

10. Deviasi mata


11. Gangguan bicara
12. Likuor

Ringan/ tak ada


Tidak, kecuali lesi
di batang otak
Sering kali
Dapat hilang
Tidak ada

Tidak ada

Sering dari awal


mungkin ada
Sering
Jernih

13. Perdarahan Subhialoid

Tak ada

Tidak ada
Jarang
Selalu
berdarah
Bisa ada

14. Paresis/gangguan N III

Mungkin (+)

Stillwell, susan. 2011. pedoman keperawatan kritis. Jakarta : EGC

Stroke
Non
Hemoragik
Berat/ringan
+/ biasa
Pelan (jam/hari)

Tak ada
-

D. Etiologi stroke non hemoragik


Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan stroke non hemoragik antara
lain :
1. Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapa menimbulkan oedema
dan kongesti di sekitarnya.Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang
sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan
aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan
iskemi serebral.Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam
sete;ah thrombosis.
Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak :
a. Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta
berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah.
Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat
terjadi melalui mekanisme berikut :

Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran

darah.
Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis.
Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan

kepingan thrombus (embolus)


Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian

robek dan terjadi perdarahan.


b. Hypercoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental , peningkatan viskositas /hematokrit meningkat
dapat melambatkan aliran darah serebral.

c. Arteritis ( radang pada arteri )


2. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh
bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus
di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli
tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik.
Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli :
a. Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease.
(RHD)
b. Myokard infark
c. Fibrilasi, Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan
ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu
kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.
d. Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya
gumpalan-gumpalan pada endocardium.
E. Faktor Resiko stroke
Faktor resiko stroke dapat dikategorikan kedalam faktor resiko yang tidak dapat
dimodifikasi (non-modifiable) dan dapat dimodifikasi (modifiable) (Zomorodi
dalam Lewis, Sharon L et al, 2011).
1. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi
Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi meliputi usia, jenis kelamin, ras,
dan herediter/keturunan (WHO, 2006).
a. Usia. Resiko stroke meningkat seiring dengan pertambahan usia, dua
kali lipat lebih besar ketika seseorang berusia 55 tahun. Namun, stroke
dapat terjadi juga pada semua usia (American Heart Association,
2013).
b. Jenis kelamin. Sroke juga lebih umum terjadi pada laki-laki dari pada
wanita, namun lebih banyak wanita meninggal akibat stroke dari pada
laki-laki.

c. Ras. Ras Africa- America (berkulit hitam) memiliki resiko yang lebih
besar mengalami stroke daripada ras yang berkulit putih. Hal ini
berhubungan dengan tingginya insiden hipertensi, obesitas, dan
diabetes mellitus pada ras Africa- America (Zomorodi dalam Lewis,
Sharon L et al, 2011).
d. Riwayat keluarga. Riwayat keluarga terhadap kejadian stroke,
serangan TIA sebelumnya, atau stroke sebelumnya juga meningkatkan
risiko terjadinya stroke. Orang tua yang pernah mengalami stroke
dikaitkan dengan peningkatan risiko 3 kali lipat kejadian stroke pada
keturunannya (American Heart Association, 2013) .

2. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi


Faktor resiko yang dapat dimodifikasi adalah faktor-faktor yang berpotensi
dapat diubah melalui perubahan gaya hidup dan tindakan medis, sehingga
mengurangi risiko terjadinya stroke.
a. Hipertensi. Hipertensi merupakan faktor resiko terjadinya stroke baik
non perdarahan atau perdarahan, dan juga menjadi factor terjadinya
gangguan jantung yang menjadi penyebab munculnya emboli otak.
Hipertensi sangat berpengaruh pada peredaran darah otak, karena
menyebabkan terjadinya penebalan dan remodeling pembuluh darah
hingga memperkecil diameternya.
b. Penyakit jantung. Penyakit jantung meliputi fibrilasi atrial, infark
miokard, kardiomiopati, abnormalitas katup jantung, dan kelainan
jantung conginetal juga temasuk kedalam faktor resiko stroke. Fibrilasi
atrium adalah faktor risiko yang paling penting diobati. \
c. Dibetes melitus. DM merupakan faktor resiko yang penting terhadap
kejadian stroke, dan meningkatkan resiko kejadian stroke pada semua
usia. Individu dengan diabetes mellitus memiliki resiko lima kali lebih

besar terserang stroke dari pada individu yang tidak menderita diabetes
mellitus (Zomorodi dalam Lewis, Sharon L et al, 2011).
d. Peningkatan kolesterol serum. Hiperlipidemia didefinisikan sebagai
kondisi dimana kadar kolesterol total lebih atau sama dengan 240 ml/dl.
Kadar kolesterol yang tinggi merupakan faktor resiko terjadinya
penyakit kardiovaskular dan sebrovaskular.
e. Merokok. Merokok merupakan faktor risiko untuk stroke, karena dapat
meningkatkan

efek

terbentuknya

thrombus

dan

pembentukan

aterosklerosis pada pembuluh darah. Merokok meningkatkan hampir


dua sampai emapt kali lipat resiko stroke.
f. Efek alkohol terhadap resiko stroke tergantung pada jumlah yang
alcohol dikonsumsi. Mengkonsumsi lebih dari 1-2 minuman beralkohol
setiap hari memiliki resiko tinggi terhadap hipertensi, yang juga
meningkatkan resiko mereka menderita stroke.
g. Obesitas. Obesitas juga berkaitan dengan hipertensi, gula darah tinggi,
dan kadar lipid darah, yang semuanya meningkatkan risiko stroke.
h. Hubungan ketidakaktifan fisik dan peningkatan risiko stroke sama besar
baik pada pria maupun wanita, tanpa memandang etnis/ras. Manfaat
aktivitas fisik yang rutin dilakukan baik ringan maupun sedang dapat
memberikan efek yang menguntungkan terutama untuk menurunkan
faktor risiko.
i. Diet. Pengaruh diet pada stroke belum demikian jelas, meskipun diet
tinggi lemak jenuh dan rendah konsumsi buah dan sayuran dapat
meningkatkan risiko stroke. Penggunaan obat-obatan terlarang, terutama
penggunaan kokain, telah dikaitkan dengan risiko stroke.
j. Sleep apnea merupakan faktor risiko independen untuk stroke dan dapat
meningkatkan risiko stroke atau kematian 2 kali lipat.
F. Patofisiologi Stroke

Factor-faktor resiko
Aterosklerosis (A. karotis
interna)
hiperkoagulasi
Thrombosis
serebral
Penyempitan pembuluh
Penurunan
Aliaran
darahgradient
lebih cepat
darah atau stenosis
tekanan
di tempat
melalui
lumen
yang lebih

Katup jantung rusak,


miokard infark, fibrilasi,
Deficit neurologis tiba-tiba,
Hemiparesis/hemiplegia tibaendokarditis
tiba, afasia, kehilangan
Penyumbatan kesadaran (related to causa
pembuluh darahjantung),
otak

Serangan
oleh lemak, udara, biasanya terjadi saat
Emboli
bekuan darah beraktifitas

Bervariasi
sesuai
dengan
lokasi
sumbatan
hemiplegic/parestesi
a setengah tubuh
Afasia

Tingkat kritis
tertentu
Turbulensi aliran
darah
Thrombus
pecah

Oklusi/sumbatan pembuluh
darah
Pasokan darah
berkurang
Kerusakan neuron
irreversible
Dalam waktu 6-8
mnt
Infark serebri (nekrosis
mikroskopik neuron-

Aktivasi metabolisme
anaerob
Berkurang produksi
peningkatan
ATP
kompensasi
konsentrasi
Deficit
kalsium intrasel
energi
merangsang
Gangguan transport aktif
pelepasan
ion
neurotransmiter
pompa natriumeksitatorik
glutamate
kalium akan
Glutamate memicu
berhenti
pengaktivan enzim
nitrat oksida
pembengkakan
neuron
membentuk gas
nitrat oksida
(NO)
Kematian
merangsang
sel-sel
pengerusakan struktur
otak
sel-sel otak
Cerebrum (otak besar) hambat
an
komunik
Disfasia, disatria
Gangguanasi
eliminasi

Hambata

Gg
persepsiParaplegi,
sensori
Hemiplegi,
Tetraplegi n
Kelemahan
otot
spicter
urin/defe

Batang
Otak

Cerebelum (otak kecil)

Ketidaksei

mbangan
Penurunan
tk kesadaran
Ketidakefek Defisit motorik
nutrisi:
Apatis
s.d koma
tifan
kurang dari
-Reflek
bersihan
Reflek
menelan
turun
Deficit
energi
batuk
menurun
kebutuhan
Gerakan involunter
jalan napas

G. Manifestasi klinik stroke


Manifestasi klinik klien yang terkena serangan stroke menurut (Black &
Hawk, 2009), bervariasi tergantung pada penyebabnya, luas area neuron yang
rusak, lokasi neuron yang terkena serangan, dan kondisi pembuluh darah
kolateral di serebral. Manifestasi dari stroke iskemik termasuk hemiparesis
sementara, kehilangan fungsi wicara dan hilangnya hemisensori (Black & Hawk,
2009). Stroke dapat dihubungkan dengan area kerusakan neuron otak maupun
defisit neurologi, menurut Smeltzer dan Bare (2002) manifestasi klinis dari stroke
meliputi:
1. Kehilangan Motorik. Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan
mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik.
Disfungsi motor yang paling umum adalah Hemiparesis (kelemahan) dan
hemiplegia (paralisis pada satu sisi tubuh) sering terjadi setelah stroke,
yang biasanya desebabkan karena stroke pada bagian anterior atau bagian
tengah arteri serebral, sehingga memicu terjadinya infark bagian motorik dari
kortek frontal.
2. Aphasia,
klien

mengalami

defisit

dalam

kemampuan

berkomunikasi,termasuk berbicara, membaca, menulis dan memahami


bahasa lisan. Terjadi jika pusat bahasa primer yang terletak di hemisfer
yang terletak di hemisfer kiri serebelum tidak mendapatkan aliran darah
dari arteri serebral tengah karena mengalami stroke, ini terkait erat
dengan area wernick dan brocca.
3. Disatria, dimana klien mampu memahami percakapan tetapi sulit untuk
mengucapkannya, sehingga bicara sulit dimengerti. Hal ini disebabkan
oleh terjadinya paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan
bicara.
4. Apraksia

yaitu

ketidakmampuan

untuk

melakukan

tindakan

yang

dipelajari sebelumnya, seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan


berusaha untuk menyisir rambutnya.
5. Disfagia, dimana klien mengalami kesulitan dalam menelan karena stroke
pada arteri vertebrobasiler yang mepengaruhi saraf yang mengatur proses

menelan, yaitu N V (trigeminus), N VII (facialis), N IX (glossofarengeus) dan


N XII (hipoglosus).
6. Pada klien stroke juga mengalami perubahan dalam penglihatan seperti
diplopia.
7. Horners syndrome, hal ini disebabkan oleh paralisis nervus simpatis pada
mata sehingga bola mata seperti tenggelam, ptosis pada kelopak mata atas,
kelopak mata bawah agak naik keatas, kontriksi pupil dan berkurangnya air
mata.
8. Unilateral neglected merupakan ketidak mampuan merespon stimulus dari
sisi kontralateral infark serebral, sehingga mereka sering mengabaikan
salah satu sisinya.
9. Defisit sensori disebabkan oleh stroke pada bagian sensorik dari lobus parietal
yang disuplai oleh arteri serebral bagian anterior dan medial.
10. Perubahan perilaku, terjadi jika arteri yang terkena stroke bagian otak yang
mengatur perilaku dan emosi mempunyai porsi yang bervariasi, yaitu bagian
kortek serebral, area temporal, limbik, hipotalamus, kelenjar pituitari yang
mempengarui korteks motorik dan area bahasa.
11. Inkontinensia baik bowel ataupun kandung kemih merupakan salah satu
bentuk neurogenic

blader atau ketidakmampuan kandung kemih, yang

kadang terjadi setelah stroke. Saraf mengirimkan pesan ke otak tentang


pengisian kandung kemih tetapi otak tidak dapat enginterpretasikan
secara benar pesan tersebut dan tidak mentransmisikan pesan ke kandung
kemih untuk tidak mengeluarkan urin. Ini yang menyebabkan terjadinya
frekuensi urgensi dan inkontinensia.
(Black & Hawk, 2009) dan (Smeltzer & Bare, 2002)

Urutan saraf
I
II
III
IV

Nama Saraf
Nervus olfaktorius
Nervus optikus
Nervus
okulomotoris
Nervus troklearis

Sifat Saraf
Sensorik
Sensorik
Motorik
Motorik

Memberikan saraf untuk


dan fungsi
Hidung, sebagai alat penciuman
Bola mata, untuk penglihatan
Penggerak bola mata dan
mengangkat kelopak mata
Mata, memutar mata dan

penggerak bola mata


V

Nervus trigeminus

Motorik dan
sensorik

N. Oftalmikus

Motorik dan
sensorik

Kulit kepala dan kelopak mata


atas

N. Maksilaris

Sensorik

N. Mandibularis

Motorik dan
sensorik
Motorik
Motorik dan
Sensorik
Sensorik

Rahang atas, palatum dan


hidung
Rahang bawah dan lidah

VI
VII

Nervus abdusen
Nervus fasialis

VIII

Nervus auditorius

IX

Nervus vagus

Nervus vagus

XI
XII

Nervus asesorius
Nervus hipoglosus

Sensorik dan
motorik
Sensorik dan
motorik
Motorik
Motorik

Mata, penggoyang sisi mata


Otot lidah, menggerakkan lidah
dan selaput lendir rongga mulut
Telinga, rangsangan
pendengaran
Faring, tonsil, dan lidah,
rangsangan citarasa
Faring, laring, paru-paru dan
esophagus
Leher, otot leher
Lidah, citarasa, dan otot lidah

H. Komplikasi Stroke
Komplikasi stroke meliputi Hipoksia Serebral, penurunan aliran darah serebral,
dan luasnya area cedera.
a. Hipoksia serebral diminimalkan dengan pemberian oksigenasi darah
adekuat ke otak.
b. Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan
integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (pemberian intarvena)
harus menjamin penurunn viskositas darah dan memperbaiki aliran darah
serebral.
c. Embolisme serebral dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium
atau dapat berasal dari katup jantung prostetik.
(Smeltzer & Bare, 2002)
I. Pemeriksaan Stroke Non Hemoragik

1. Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke
ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai
stroke, dan menentukan beratnya defisit neurologi yang dialami.
Pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaaan kepala dan leher untuk
mencari tanda trauma, infeksi, dan iritasi menings. Pemeriksaan terhadap
faktor kardiovaskuler penyebab stroke membutuhkan pemeriksaan fundus
okuler (retinopati, emboli, perdarahan), jantung (ritmik ireguler, bising), dan
vaskuler perifer (palpasi arteri karotis, radial, dan femoralis). Pasien dengan
gangguan kesadaran harus dipastikan mampu untuk menjaga jalan napasnya
sendiri.
2. Pemeriksaan Neurologi
Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi gejala
stroke, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang memiliki gejala seperti
stroke, dan menyediakan informasi neurologi untuk mengetahui keberhasilan
terapi. Komponen penting dalam pemeriksaan neurologi mencakup
pemeriksaan status mental dan tingkat kesadaran, pemeriksaan nervus
kranial, fungsi motorik dan sensorik, fungsi serebral, gait, dan refleks tendon
profunda. Tengkorak dan tulang belakang pun harus diperiksa dan tandatanda meningimus pun harus dicari. Adanya kelemahan otot wajah pada
stroke

harus

dibedakan

dengan Bells

palsy di

mana

pada Bells

palsy biasanya ditemukan pasien yang tidak mampu mengangkat alis atau
mengerutkan dahinya.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran dan
mungkin pula menunjukkan faktor resiko stroke seperti polisitemia,
trombositosis, trombositopenia, dan leukemia). Pemeriksaan ini pun dapat

menunjukkan kemungkinan penyakit yang sedang diderita saat ini seperti


anemia.
Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan
yang memiliki gejalah seperti stoke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat
pula menunjukka penyakit yang diderita pasien saat ini (diabetes, gangguan
ginjal).
Pemeriksaan

koagulasi

dapat

menunjukkan

kemungkinan

koagulopati pada pasien. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna jika
digunakan terapi trombolitik dan antikoagulan.
Biomarker jantung juga penting karena eratnya hubungan antara
stroke

dengan

penyakit

jantung

koroner.

Penelitian

lain

juga

mengindikasikan adanya hubungan anatara peningkatan enzim jantung


dengan hasil yang buruk dari stroke.
4. Pemeriksaan Radiologi
a. CT scan kepala non kontras
Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke
hemoragik dan stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke
non hemoragik memerlukan pemberian trombolitik sesegera mungkin.
Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan distribusi
anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan
lain yang gejalahnya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma,
abses). Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus
dipahami. Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah hipodense
regional yang menandakan terjadinya edema di otak. Jika setelah 3 jam
terdapat daerah hipodense yang luas di otak maka diperlukan
pertimbangan ulang mengenai waktu terjadinya stroke. Tanda lain
terjadinya stroke non hemoragik adalah adanya insular ribbon sign,
hiperdense MCA (oklusi MCA), asimetris sulkus, dan hilangnya
perberdaan gray-white matter.

b. CT perfussion
Modalitas ini merupakan modalitas baru yang berguna untuk
mengidentifikasi daerah awal terjadinya iskemik. Dengan melanjutkan
pemeriksaan scan setelah kontras, perfusi dari region otak dapat diukur.
Adanya hipoatenuasi menunjukkan terjadinya iskemik di daerah
tersebut.
c. CT angiografi (CTA)
Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT
angiografi (CTA). Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek
pengisian arteri serebral yang menunjukkan lesi spesifik dari pembuluh
darah penyebab stroke. Selain itu, CTA juga dapat memperkirakan
jumlah perfusi karena daerah yang mengalami hipoperfusi memberikan
gambaran hipodense.
d. MR angiografi (MRA)
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan
oklusi lebih awal pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan
pemeriksaan MRI lainnya memerlukan biaya yang tidak sedikit serta
waktu pemeriksaan yang agak panjang. Protokol MRI memiliki banyak
kegunaan untuk pada stroke akut. MR T1 dan T2 standar dapat
dikombinasikan

dengan

protokol

lain

imaging (DWI)

dan perfussion-weighted

seperti diffusion-weighted
imaging (PWI)

untuk

meningkatkan sensitivitas agar dapat mendeteksi stroke non hemoragik


akut. DWI dapat mendeteksi iskemik lebih cepat daripada CT scan dan
MRI. Selain itu, DWI juga dapat mendeteksi iskemik pada daerah kecil.
PWI dapat mengukur langsung perfusi daerah di otak dengan cara yang
serupa dengan CT perfusion. Kontras dimasukkan dan beberapa gambar
dinilai dari waktu ke waktu serta dibandingkan.
e. USG, ECG, EKG, Chest X-Ray

Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika dicurigai


stenosis atau oklusi arteri karotis maka dapat dilakukan pemeriksaan
dupleks karotis. USG transkranial dopler berguna untuk mengevaluasi
anatomi vaskuler proksimal lebih lanjut termasuk di antaranya MCA,
arteri karotis intrakranial, dan arteri vertebrobasiler. Pemeriksaan ECG
(ekhokardiografi) dilakukan pada semua pasien dengan stroke non
hemoragik

yang

dicurigai

mengalami

emboli

kardiogenik.

Transesofageal ECG diperlukan untuk mendeteksi diseksi aorta thorasik.


Selain itu, modalitas ini juga lebih akurat untuk mengidentifikasi trombi
pada atrium kiri. Modalitas lain yang juga berguna untuk mendeteksi
kelainan jantung adalah EKG dan foto thoraks.
J. Penatalaksanaan medis
1. Terapi Trombolitik
Tissue plasminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan
secara intravena akan mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu enzim
proteolitik yang mampu menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan protein
pembekuan lainnya. Pada penelitian NINDS (National Institute of
Neurological Disorders and Stroke) di Amerika Serikat, rt-PA diberikan
dalam waktu tidak lebih dari 3 jam setelah onset stroke, dalam dosis 0,9
mg/kg (maksimal 90 mg) dan 10% dari dosis tersebut diberikan secara bolus
IV sedang sisanya diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga bulan setelah
pemberian rt-PA didapati pasien tidak mengalami cacat atau hanya minimal.
Efek samping dari rt-PA ini adalah perdarahan intraserebral, yang
diperkirakan sekitar 6%. Penggunaan rt-PA di Amerika Serikat telah
mendapat pengakuan FDA pada tahun 1996.
2. Antikoagulan

Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang
mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak artinya
bilamana stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark lakuner
atau infark massif dengan hemiplegia. Keadaan yang memerlukan
penggunaan heparin adalah trombosis arteri basilaris, trombosis arteri karotis
dan infark serebral akibat kardioemboli. Pada keadaan yang terakhir ini perlu
diwaspadai terjadinya perdarahan intraserebral karena pemberian heparin
tersebut.
a. Warfarin
Segera diabsorpsi dari gastrointestinal. Terkait dengan protein
plasma. Waktu paro plasma: 44 jam. Dimetabolisir di hati, ekskresi:
lewat urin. Dosis: 40 mg (loading dose), diikuti setelah 48 jam dengan
3-10 mg/hari, tergantung PT. Reaksi yang merugikan: hemoragi,
terutama ren dan gastrointestinal.
b. Heparin
Heparin mempunyai efek vasodilatasi ringan. Heparin melepas
lipoprotein lipase. Dimetabolisir di hati, ekskresi lewat urin. Waktu paro
plasma: 50-150 menit. Diberikan tiap 4-6 jam atau infus kontinu. Dosis
biasa: 500 mg (50.000 unit) per hari. Bolus initial 50 mg diikuti infus
250 mg dalam 1 liter garam fisiologis atau glukose. Dosis disesuaikan
dengan Whole Blood Clotting Time. Nilai normal: 5-7 menit, dan level
terapetik heparin: memanjang sampai 15 menit. Reaksi yang merugikan:
hemoragi, alopesia, osteoporosis dan diare.
3. Hemoreologi
Pada

stroke

iskemik

terjadi

perubahan

hemoreologi

yaitu

peningkatan hematokrit, berkurangnya fleksibilitas eritrosit, aktivitas

trombosit, peningkatan kadar fibrinogen dan aggregasi abnormal eritrosit,


keadaan

ini

menimbulkan

gangguan

pada

aliran

darah. Pentoxyfilline merupakan obat yang mempengaruhi hemoreologi


yaitu memperbaiki mikrosirkulasi dan oksigenasi jaringan dengan cara:
meningkatkan fleksibilitas eritrosit, menghambat aggregasi trombosit dan
menurunkan kadar fibrinogen plasma. Dengan demikian eritrosit akan
mengurangi viskositas darah.Pentoxyfilline diberikan dalam dosis 16/kg/hari,
maksimum 1200 mg/hari dalam jendela waktu 12 jam sesudah onset.
4. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)
a. Aspirin
Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara menurunkan
sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi
seperti thromboxane A2. Aspirin merupakan obat pilihan untuk
pencegahan stroke. Dosis yang dipakai bermacam-macam, mulai dari 50
mg/hari, 80 mg/hari samapi 1.300 mg/hari. Dosis lain yang diakui
efektif ialah: 625 mg 2 kali sehari. Aspirin harus diminum terus, kecuali
bila terjadi reaksi yang merugikan. Konsentrasi puncak tercapai 2 jam
sesudah diminum. Cepat diabsorpsi, konsentrasi di otak rendah.
Hidrolise ke asam salisilat terjadi cepat, tetapi tetap aktif. Ikatan protein
plasma: 50-80 persen. Waktu paro (half time) plasma: 4 jam.
Metabolisme secara konjugasi (dengan glucuronic acid dan glycine).
Ekskresi lewat urine, tergantung pH. Sekitar 85 persen dari obat yang
diberikan dibuang lewat urin pada suasana alkalis. Reaksi yang
merugikan: nyeri epigastrik, muntah, perdarahan, hipoprotrombinemia
dan diduga: sindrom Reye.
b. Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)

Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin,
dapat menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini bereaksi
dengan mencegah aktivasi platelet, agregasi, dan melepaskan granul
platelet, mengganggu fungsi membran platelet dengan penghambatan
ikatan fibrinogen-platelet yang diperantarai oleh ADP dan antraksi
platelet-platelet. Efek samping tiklopidin adalah diare (12,5 persen) dan
netropenia (2,4 persen). Bila obat dihentikan akan reversibel. Pantau
jumlah sel darah putih tiap 15 hari selama 3 bulan. Komplikas yang
lebih serius, teyapi jarang, adalah pur-pura trombositopenia trombotik
dan anemia aplastik.
5. Pembedahan
Indikasi pembedahan pada completed stroke sangat dibatasi. Jika
kondisi pasien semakin buruk akibat penekanan batang otak yang diikuti
infark serebral maka pemindahan dari jaringan yang mengalami infark harus
dilakukan.
a. Karotis Endarterektomi
Prosedur ini mencakup pemindahan trombus dari arteri karotis interna
yang mengalami stenosis. Pada pasien yang mengalami stroke di daerah
sirkulasi anterior atau yang mengalami stenosis arteri karotis interna yang
sedang hingga berat. Karotis Endarterektomi adalah prosedur bedah untuk
membersihkan plak dan membuka arteri karotis yang menyempit di leher.
Endarterektomi dan aspirin lebih baik digunakan daripada penggunaan
aspirin saja untuk mencegah stroke.
Endarterektomi

tidak

dapat

digunakan

untuk

stroke

di

daerah

vertebrobasiler atau oklusi karotis lengkap. Angka mortalitas akibat

prosedur karotis endarterektomi berkisar 1-5 persen. (Simon, Harvey.


Stroke Surgery)
b. Angioplasti dan Sten Intraluminal
Pemasangan angioplasti transluminal pada arteri karotis dan vertebral
serta pemasangan sten metal tubuler untuk menjaga patensi lumen pada
stenosis arteri serebri masih dalam penelitian. Suatu penelitian
menyebutkan bahwa angioplasti lebih aman dilaksanakan dibandingkan
endarterektomi namun juga memiliki resiko untuk terjadi restenosis lebih
besar. Carotid angioplasty dan stenting (CAS) digunakan sebagai
alternative dari carotid endarterectoomi untuk beberapa pasien. CAS
berdasarkan pada prinsip yang sama seperti angioplasty untuk penyakit
jantung.

Sebuah kateter tube yang sangat kecil di insersikan ke dalam arteri


di lipatan paha

Melalui system sirkulasi sampai mencapai area yang tersumbat di


arteri karotis

Dapat juga mengahancurkan bekuan dengan mengembangkan


balon kecil didalam dindng pembuluh darah (angioplasty)

Setelah menggembungkan balon sementara waktu, dokter biasanya


meninggalkan kawat berbentuk sirkular(stent) ke dalam pembuluh
darah untuk menjaga agar pembuluh darah tetap terbuka

(Simon, Harvey. Stroke Surgery)

DAFTAR PUSTAKA

Bowman, Lisa. (2009). Management Of Client With Acute Stroke. In: Black, Joice M.
& Jane Hokanson Hawks, Medical Surgical Nursing: Clinical Management For
Positive Outcome (8th ed., pp 1843-1871). Philadelpia: WB. Saunders Company
Goldszmidt, Adrian J & Caplan, Louis R. (2011). Esensial Stroke. Jakarta: EGC
Go, Alan S., Mozaffarin, D., Roger, Veronique L., Benjamin, Emelia J., Berry, Jarett
D., Borden, William D. (2013). Heart Disease and Stroke Statistics2013
Update: A Report From the American Heart Association. 127, e132-e139.
Price, Sylvia Anderson. (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC
Smelzer, Suzanne C dan Brenda Bare. (2003). Brunner & Suddarths Textbook of
Medical Surgical Nursing 10th ed. Philadelpia: Lippincot Williams & Wilkins
Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta: EGC
World Health Organization. (2006). Neurological Disorders : Public Health
Challenges. pp 151-162. Switzerland: WHO Press
Zomorodi, Meg. (2011). Nursing Management Stroke. In: Lewis, Sharon L et al,
Medical Surgical Nursing: Assessment And Management Of Clinical Problem
(8th ed., pp. 1459-1484). United States of America: Elsevier Mosby

You might also like