Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
I PUTU MUHAMMAD ISTANUDIN
NIM : 24.16.0
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi Stroke
Menurut WHO (2006), stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang
cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa
adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. Termasuk disini perdarahan
subarachnoid, perdarahan intraserebral, dan infark serebral.
Stroke adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perubahan
neurologis yang disebabkan oleh gangguan suplai darah pada bagian otak
(Bowman dalam Black & Hawks, 2009).
Definisi Stroke non hemoragik (stroke iskemik)
Stroke iskemik atau brain attack adalah kehilangan fungsi yang tiba-tiba
sebagai akibat dari gangguan suplai darah ke bagian-bagian otak, akibat sumbatan
baik sebagian atau total pada arteri. Tipe stroke ini terjadi hampir 80% dari
kejadian stroke (Goldszmidt & Caplan, 2011).
B. Klasifikasi Stroke
Ada dua klasifikasi utama stroke, yaitu stroke iskemik atau stroke non
hemoragik dan hemoragik (Corwin, 2009), hal ini didasarkan pada penyebab dan
temuan patofisiologis (Zomorodi dalam Lewis, Sharon L et al, 2011).
Stroke Hemoragik
PIS
PSA
Berat
Ringan
Amat jarang
Menit/jam
1-2 menit
Hebat
Sering
Sangat hebat
Sering
Hampir selalu
Bisa hilang
Biasanya tidak
Bisa hilang
sebentar
Bisa ada pada
permulaan
8. Kaku kuduk
Jarang
9. Hemiparesis
Sering sejak
awal
Bisa ada
Sering
Sering berdarah
Tidak ada
Tak ada
Tidak ada
Jarang
Selalu
berdarah
Bisa ada
Mungkin (+)
Stroke
Non
Hemoragik
Berat/ringan
+/ biasa
Pelan (jam/hari)
Tak ada
-
darah.
Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis.
Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan
c. Ras. Ras Africa- America (berkulit hitam) memiliki resiko yang lebih
besar mengalami stroke daripada ras yang berkulit putih. Hal ini
berhubungan dengan tingginya insiden hipertensi, obesitas, dan
diabetes mellitus pada ras Africa- America (Zomorodi dalam Lewis,
Sharon L et al, 2011).
d. Riwayat keluarga. Riwayat keluarga terhadap kejadian stroke,
serangan TIA sebelumnya, atau stroke sebelumnya juga meningkatkan
risiko terjadinya stroke. Orang tua yang pernah mengalami stroke
dikaitkan dengan peningkatan risiko 3 kali lipat kejadian stroke pada
keturunannya (American Heart Association, 2013) .
besar terserang stroke dari pada individu yang tidak menderita diabetes
mellitus (Zomorodi dalam Lewis, Sharon L et al, 2011).
d. Peningkatan kolesterol serum. Hiperlipidemia didefinisikan sebagai
kondisi dimana kadar kolesterol total lebih atau sama dengan 240 ml/dl.
Kadar kolesterol yang tinggi merupakan faktor resiko terjadinya
penyakit kardiovaskular dan sebrovaskular.
e. Merokok. Merokok merupakan faktor risiko untuk stroke, karena dapat
meningkatkan
efek
terbentuknya
thrombus
dan
pembentukan
Factor-faktor resiko
Aterosklerosis (A. karotis
interna)
hiperkoagulasi
Thrombosis
serebral
Penyempitan pembuluh
Penurunan
Aliaran
darahgradient
lebih cepat
darah atau stenosis
tekanan
di tempat
melalui
lumen
yang lebih
Serangan
oleh lemak, udara, biasanya terjadi saat
Emboli
bekuan darah beraktifitas
Bervariasi
sesuai
dengan
lokasi
sumbatan
hemiplegic/parestesi
a setengah tubuh
Afasia
Tingkat kritis
tertentu
Turbulensi aliran
darah
Thrombus
pecah
Oklusi/sumbatan pembuluh
darah
Pasokan darah
berkurang
Kerusakan neuron
irreversible
Dalam waktu 6-8
mnt
Infark serebri (nekrosis
mikroskopik neuron-
Aktivasi metabolisme
anaerob
Berkurang produksi
peningkatan
ATP
kompensasi
konsentrasi
Deficit
kalsium intrasel
energi
merangsang
Gangguan transport aktif
pelepasan
ion
neurotransmiter
pompa natriumeksitatorik
glutamate
kalium akan
Glutamate memicu
berhenti
pengaktivan enzim
nitrat oksida
pembengkakan
neuron
membentuk gas
nitrat oksida
(NO)
Kematian
merangsang
sel-sel
pengerusakan struktur
otak
sel-sel otak
Cerebrum (otak besar) hambat
an
komunik
Disfasia, disatria
Gangguanasi
eliminasi
Hambata
Gg
persepsiParaplegi,
sensori
Hemiplegi,
Tetraplegi n
Kelemahan
otot
spicter
urin/defe
Batang
Otak
Ketidaksei
mbangan
Penurunan
tk kesadaran
Ketidakefek Defisit motorik
nutrisi:
Apatis
s.d koma
tifan
kurang dari
-Reflek
bersihan
Reflek
menelan
turun
Deficit
energi
batuk
menurun
kebutuhan
Gerakan involunter
jalan napas
mengalami
defisit
dalam
kemampuan
yaitu
ketidakmampuan
untuk
melakukan
tindakan
yang
Urutan saraf
I
II
III
IV
Nama Saraf
Nervus olfaktorius
Nervus optikus
Nervus
okulomotoris
Nervus troklearis
Sifat Saraf
Sensorik
Sensorik
Motorik
Motorik
Nervus trigeminus
Motorik dan
sensorik
N. Oftalmikus
Motorik dan
sensorik
N. Maksilaris
Sensorik
N. Mandibularis
Motorik dan
sensorik
Motorik
Motorik dan
Sensorik
Sensorik
VI
VII
Nervus abdusen
Nervus fasialis
VIII
Nervus auditorius
IX
Nervus vagus
Nervus vagus
XI
XII
Nervus asesorius
Nervus hipoglosus
Sensorik dan
motorik
Sensorik dan
motorik
Motorik
Motorik
H. Komplikasi Stroke
Komplikasi stroke meliputi Hipoksia Serebral, penurunan aliran darah serebral,
dan luasnya area cedera.
a. Hipoksia serebral diminimalkan dengan pemberian oksigenasi darah
adekuat ke otak.
b. Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan
integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (pemberian intarvena)
harus menjamin penurunn viskositas darah dan memperbaiki aliran darah
serebral.
c. Embolisme serebral dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium
atau dapat berasal dari katup jantung prostetik.
(Smeltzer & Bare, 2002)
I. Pemeriksaan Stroke Non Hemoragik
1. Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke
ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai
stroke, dan menentukan beratnya defisit neurologi yang dialami.
Pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaaan kepala dan leher untuk
mencari tanda trauma, infeksi, dan iritasi menings. Pemeriksaan terhadap
faktor kardiovaskuler penyebab stroke membutuhkan pemeriksaan fundus
okuler (retinopati, emboli, perdarahan), jantung (ritmik ireguler, bising), dan
vaskuler perifer (palpasi arteri karotis, radial, dan femoralis). Pasien dengan
gangguan kesadaran harus dipastikan mampu untuk menjaga jalan napasnya
sendiri.
2. Pemeriksaan Neurologi
Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi gejala
stroke, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang memiliki gejala seperti
stroke, dan menyediakan informasi neurologi untuk mengetahui keberhasilan
terapi. Komponen penting dalam pemeriksaan neurologi mencakup
pemeriksaan status mental dan tingkat kesadaran, pemeriksaan nervus
kranial, fungsi motorik dan sensorik, fungsi serebral, gait, dan refleks tendon
profunda. Tengkorak dan tulang belakang pun harus diperiksa dan tandatanda meningimus pun harus dicari. Adanya kelemahan otot wajah pada
stroke
harus
dibedakan
dengan Bells
palsy di
mana
pada Bells
palsy biasanya ditemukan pasien yang tidak mampu mengangkat alis atau
mengerutkan dahinya.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran dan
mungkin pula menunjukkan faktor resiko stroke seperti polisitemia,
trombositosis, trombositopenia, dan leukemia). Pemeriksaan ini pun dapat
koagulasi
dapat
menunjukkan
kemungkinan
koagulopati pada pasien. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna jika
digunakan terapi trombolitik dan antikoagulan.
Biomarker jantung juga penting karena eratnya hubungan antara
stroke
dengan
penyakit
jantung
koroner.
Penelitian
lain
juga
b. CT perfussion
Modalitas ini merupakan modalitas baru yang berguna untuk
mengidentifikasi daerah awal terjadinya iskemik. Dengan melanjutkan
pemeriksaan scan setelah kontras, perfusi dari region otak dapat diukur.
Adanya hipoatenuasi menunjukkan terjadinya iskemik di daerah
tersebut.
c. CT angiografi (CTA)
Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT
angiografi (CTA). Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek
pengisian arteri serebral yang menunjukkan lesi spesifik dari pembuluh
darah penyebab stroke. Selain itu, CTA juga dapat memperkirakan
jumlah perfusi karena daerah yang mengalami hipoperfusi memberikan
gambaran hipodense.
d. MR angiografi (MRA)
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan
oklusi lebih awal pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan
pemeriksaan MRI lainnya memerlukan biaya yang tidak sedikit serta
waktu pemeriksaan yang agak panjang. Protokol MRI memiliki banyak
kegunaan untuk pada stroke akut. MR T1 dan T2 standar dapat
dikombinasikan
dengan
protokol
lain
imaging (DWI)
dan perfussion-weighted
seperti diffusion-weighted
imaging (PWI)
untuk
yang
dicurigai
mengalami
emboli
kardiogenik.
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang
mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak artinya
bilamana stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark lakuner
atau infark massif dengan hemiplegia. Keadaan yang memerlukan
penggunaan heparin adalah trombosis arteri basilaris, trombosis arteri karotis
dan infark serebral akibat kardioemboli. Pada keadaan yang terakhir ini perlu
diwaspadai terjadinya perdarahan intraserebral karena pemberian heparin
tersebut.
a. Warfarin
Segera diabsorpsi dari gastrointestinal. Terkait dengan protein
plasma. Waktu paro plasma: 44 jam. Dimetabolisir di hati, ekskresi:
lewat urin. Dosis: 40 mg (loading dose), diikuti setelah 48 jam dengan
3-10 mg/hari, tergantung PT. Reaksi yang merugikan: hemoragi,
terutama ren dan gastrointestinal.
b. Heparin
Heparin mempunyai efek vasodilatasi ringan. Heparin melepas
lipoprotein lipase. Dimetabolisir di hati, ekskresi lewat urin. Waktu paro
plasma: 50-150 menit. Diberikan tiap 4-6 jam atau infus kontinu. Dosis
biasa: 500 mg (50.000 unit) per hari. Bolus initial 50 mg diikuti infus
250 mg dalam 1 liter garam fisiologis atau glukose. Dosis disesuaikan
dengan Whole Blood Clotting Time. Nilai normal: 5-7 menit, dan level
terapetik heparin: memanjang sampai 15 menit. Reaksi yang merugikan:
hemoragi, alopesia, osteoporosis dan diare.
3. Hemoreologi
Pada
stroke
iskemik
terjadi
perubahan
hemoreologi
yaitu
ini
menimbulkan
gangguan
pada
aliran
Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin,
dapat menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini bereaksi
dengan mencegah aktivasi platelet, agregasi, dan melepaskan granul
platelet, mengganggu fungsi membran platelet dengan penghambatan
ikatan fibrinogen-platelet yang diperantarai oleh ADP dan antraksi
platelet-platelet. Efek samping tiklopidin adalah diare (12,5 persen) dan
netropenia (2,4 persen). Bila obat dihentikan akan reversibel. Pantau
jumlah sel darah putih tiap 15 hari selama 3 bulan. Komplikas yang
lebih serius, teyapi jarang, adalah pur-pura trombositopenia trombotik
dan anemia aplastik.
5. Pembedahan
Indikasi pembedahan pada completed stroke sangat dibatasi. Jika
kondisi pasien semakin buruk akibat penekanan batang otak yang diikuti
infark serebral maka pemindahan dari jaringan yang mengalami infark harus
dilakukan.
a. Karotis Endarterektomi
Prosedur ini mencakup pemindahan trombus dari arteri karotis interna
yang mengalami stenosis. Pada pasien yang mengalami stroke di daerah
sirkulasi anterior atau yang mengalami stenosis arteri karotis interna yang
sedang hingga berat. Karotis Endarterektomi adalah prosedur bedah untuk
membersihkan plak dan membuka arteri karotis yang menyempit di leher.
Endarterektomi dan aspirin lebih baik digunakan daripada penggunaan
aspirin saja untuk mencegah stroke.
Endarterektomi
tidak
dapat
digunakan
untuk
stroke
di
daerah
DAFTAR PUSTAKA
Bowman, Lisa. (2009). Management Of Client With Acute Stroke. In: Black, Joice M.
& Jane Hokanson Hawks, Medical Surgical Nursing: Clinical Management For
Positive Outcome (8th ed., pp 1843-1871). Philadelpia: WB. Saunders Company
Goldszmidt, Adrian J & Caplan, Louis R. (2011). Esensial Stroke. Jakarta: EGC
Go, Alan S., Mozaffarin, D., Roger, Veronique L., Benjamin, Emelia J., Berry, Jarett
D., Borden, William D. (2013). Heart Disease and Stroke Statistics2013
Update: A Report From the American Heart Association. 127, e132-e139.
Price, Sylvia Anderson. (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC
Smelzer, Suzanne C dan Brenda Bare. (2003). Brunner & Suddarths Textbook of
Medical Surgical Nursing 10th ed. Philadelpia: Lippincot Williams & Wilkins
Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta: EGC
World Health Organization. (2006). Neurological Disorders : Public Health
Challenges. pp 151-162. Switzerland: WHO Press
Zomorodi, Meg. (2011). Nursing Management Stroke. In: Lewis, Sharon L et al,
Medical Surgical Nursing: Assessment And Management Of Clinical Problem
(8th ed., pp. 1459-1484). United States of America: Elsevier Mosby