Perawatan Pulpotomi Dengan Formokresol yang
Dicairkan Seperlima Pada Gigi Anak :
Suatu Studi Kepustakaan
Sjahril Noerdin
Lab. IImu Kesehatan Gigi Anak, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
Abstrak :
‘Salah satu permasalahan yang banyak dihadapi oleh dokter gigi yang merawat gigi arak, khususnya
‘igi susu adalah untuk memelthara vitaltas keschatan pulpa gigi yang banyak di serang karies. Banyak teknik
Gan pengobatan telah dikemukakan untuk dapat merawat kasus mengenai perawatan pulpa gigi susu. Salah satu
perawatan yang telah banyak diterima, baik Klinis, histologis maupun radiografis dengan tujuan
empertahankan pulpa gigi yang sehat adalah aplikasi pemakaian formokresol pada perawatan pulpotomi gi
‘susu, Perawatan pulpotomi pada gigi susu atau amputasi vital, adalah pengambilan jaringan pulpa gigi dengan
meninggalkan bahan obatan dipermukaan orifis dari saluran akar gigi, sebagai hasil suatu Kares yang dalam, dan
mempertahankan vitalitas jaringan saluran akar giginya, Bahan obatan yang paling banyak dipakai adalah cairan
formokresol rumusan Buckley tetapi dengan dicairkan seperlimanya. Meskipun banyak keterbatasan teknik
perawatan pulpotomi, pemakaian formokresol tetap terbaik. Kesulitan mendiagnose pada pemeriksaan Klinis dan
Tadiografis pada status pulpa gigi susu yang vital dan sehat memerlukan suatu kejelian yang teliti tetapi tepat
‘Tujuan dari makalah ini adalah untuk memberi suatu penjelasan yang lebih baik, terhadap pentirgnya perawatan
pulpotomi pada gigi susu, indikasi yang tepat, mekanisme Kerja formokresol dan tahapan Kerja perawatan
pulpotom ini, Semoga dapat membantu menambah wawasan pengetahuan bekerja pada peravatan pulpa gigi
Susu yang berbentuk perawatan pulpotomi dengan formokresol yang diperencer seperlimanya=20%
Abstract :
(One of the major problems facing the dentist who treat children, especially the primary dentition, is the
maintenance of a healthy dental pulp which has been advocted for use in the treatment of the involved pulp. One
treatment that has received wide acceptence clinically, chemically and histologically, for the purpose of
maintaining 2 healthy radicular pulp, is the application of formocresol for pulpotomy in primary teeth. A
pulpotomy or vital amputation, on primary teeth is the procedure of removing the coronal part of the pulp tissue,
fand a medicament is applied on the orifice of the remaining tooth tissue, as a result of deep caries, and the
mmaintance of vitel pulp tissue. The most widely accepted medicards for pulpotomy in primary teeth is
formocresol, but as a 1/5 dilution of the original Buckley's formula. Although the pulpotomy treatment has its
mitation, the use of formocresol is the medicament of choice. The difficulties in diagnosing primary teeth as
vital and healthy through clinical and radiographic findings needs a thorough examination but accurate and
precised. The intention of this papers is to help in understanding the importance of pulpotomy treatment on
primary teeth, the right indication, formocresol mechanical response, and step by step procedures of the
pulpotomy treatment. We hope that it can broaden our mind and Knowledge to the importance of pulpotomy
treatment on primary teeth with one-fifth diluted formocresol (20 %).
Jumnal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Vol.4.No.2., 1997 25Pendahuluan
Meskipun sudah banyak kemajuan
dalam tindaken pencegahan aries dan
peningkatan pengetahuan kedokteran gigi
dalam pentingnya menjaga tetap bertahan-nya
gigi asli, masih banyak gigi yang hilang le
wal. Ini dapat menyebabkan gangguan fungsi
‘mengunyah, berbicara, estetika dan maloklusi.
Menjaga kescimbangan dan _kesehatan
jaringan mulut adalah tujuan utama dari
perawatan pulpa, dan vitalitasnya mutlak.
Di Indonesia dengan segala kemajuan
dalam ilmu teknologinya, pengobatan penyakit
karies gigi masih ada ketinggalannya. Meski-
pun banyak yang telah dicapai, prevalensi
penyakit karies ternyata masih tinggi dan tidak
‘menurun seperti yang terdapat dinegara maju,
Karena itu penting bagi dokter gigi untuk
membiasakan belajar dan menguasai_ teknik
memelihara dan merestorasi kembali gigi susu
jika tidak sehat. Mempertahankan inter
dan Kesehatan jaringan mulut adalah tujuan
tutama dari perawatan pulpa gigi. Adalah
sangat penting untuk berusaha memperta-
hankan vitalitas pulpa gigi-geligi susu didalam
lengkung rahang, mengatur perkembangan
pertumbuhan gigi dan memberi sikap yang
baik terhadap pemeliharaan gigi agar dapat
mencapai Kesehatan gigi yang sehat.
Kebanyakan kita berpikit mencabut gigi
susu akan ada pengantinya, tanpa memikirkan
dan _perkembangan
gigi-geligi anak dalam jangka waktu panjang.
Cara berfikir ini sudah tidak sesuai lagi
Mempertahankan gigi susu yang berkaries
dengan melakukan perawatan pulpa gigi, dapat
menjaga bentuk lengkung rahang, fungsi
pengunyahan, menjaga estetika dan kemung-
kinan kebiasaanburuk seperti menjulurkan
lidah, dapat diatasi.
Dengan merawat pulpa gigi susu tanpa
mencabutnya, memberikan pengertian pent
nya hal tersebut pada anak maupun orang
tuanya, Dengan merawat kerusakan tersebut,
kita dapat merubah pandangan anak dan orang
tua bahwa perawatan pulpa gigi susu adalah
sangat penting jika dibandingkan dengan
langsung meneabutnya, yang akan memberi
Perawatan Pulpotomi
kesan seakan gigi tersebut tidak berarti sama
sekali. Kebanyakan gigi molar susu dapat
dipertahankan jika masih ada sisa jaringan
mahkota untuk dapat dilakukan restorasi pada
akhimnya.
Tujuan dari makalah ini adalah untuk
‘memberi suatu penjelasan tentang penting-nya
perawatan pulpa, berbentuk pulpotomi formo-
kresol pada gigi susu, menegakkan diagnose
dan indikasi yang tepat, tahapan kerja
perawatan pulpotomi dan evaluasi keberha-
silan dan kekurangannya. Semoga makalah ini
dapat membantu menambah wawasan pengeta~
hhuan bekerja dalam perawatan pulpa gigi susu
yang berbentuk perawatan pulpotomi memakai
formokresol
Perawatan Pulpotomi pada Gigi Susu
Pulpotomi, amputasi vital diartikan sebagai
pengambilan mahkota bagian kamar_pulpa,
dengan meninggalkan bahan obatan diletakkan
dipermukaan orifis dari saluran akar gigi ‘7
Tindakan pulpotomi ini dilakukan dengan
mengambil jaringan pulpa gigi bagian
mahkota, meradang atau terinfeksi sebagai
hasil suatu. karies yang dalam, dan
‘mempertahankan vitalitas jaringan saluran akar
giginya’. Di dalam inti kamar pulpa gigi
didapat pembuluh darah besar dan sel saraf
yang dikelilingi oleh jaringan pengikat yang
longgar.
Suatu bahan obatan diberikan pada sisa
Jaringan akar dengan tyjuan_ menfixasikan.
Sifat bahan yang baik®, harus bersifat : (i)
bakterisidal, (ji) tidak berbahaya bagi struktur
pulpa dan jaringan disekitarnya, (iii)
meningkatkan penyembuhan pada daerah
pulpa radikular, (iv) tidak menghambat proses
fisiologis resorptie akar. Syarat-syarat sifat
bahan obatan tersebut diatas belum tercipta
dengan sempurna . Yang paling mendekati dan
banyak dipakai adalah cairan formokresol
rumusan Buckley’s dengan dicairkan
seperlimanya’.
Jumal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Vol.4.No.2., 1997 26Perawatan Pulpotomi
Bahan unsur pokok dai
Trikresol 38%
Formaldehid 19%
Gliserol 18%
Aqua 31
Formokresol rumusan Buckley [3].
Garcia-GF et al, mendapatkan aplika
menit konsentrasi 100% menghasilkan sedikit
inflamasi_ dari pemberian aplikasi 3 - 5
menitnya’, Banyak penelitian telah menunjuk-
kan bahwa formokresol berkekuatan penuh
tidak selalu dipakai sekarang, sedangkan yang
bberkekuatan seperlimanya telah memberi hasil
‘yang memuaskan bagi perawatan pulpotomi
a0
gigi susu *""', Morawa et al, meneliti secara
Klinis radiografis pada 125 gigi susu yang di
pulpotomi memakai cairan _seperlima
formokresol Buckley's dan menunjukkan
keberhasilan sebesar 98 %
Tata cara mempersiapkan bahan obatan
cairan formokresol yang telah di_perencer
seperlima bagiannya "
Cairan formokresol Buckley 30 ml
Gliserol 30 ml
‘Aqua / air 30 ml
Mendiagnose Perawatan Pulpotomi
Memang terasa sulit menentukan status
pulpa gigi, baik secara Klinis _maupun
histologis. Dengan pemeriksaan Klinis dan
radiografis, kita dapat menentukan apakah
pulpa dapat dirawat. Untuk mendapatkan
suatu diagnose yang tepat, informasi harus
diperoleh dari berbagai_sumber termasuk
sumber-latarbelakang medis dan dental yang
teliti, dan ke khasan rasa sakit (karakteristik)
pemeriksaan klinis dan radiografis.
Banyak dokter gigi mengalami_ kesulit
an dalam menegakkan diagnose apakah
tindakan pulpotomi harus dilakukan pada gigi
susu yang mengalami karies dalam. Koch dan
Nyborg mendiagnose perawatan_pulpotomi
secaraklinis dengan melihat _mobilitas,
sensitivitas termal, _perkusi, —_palapasi,
pemeriksaan radiografis, besamya daerah
terbuka (expose) dan kwantitas.perdarahan
terbuka ; dan berpendapat bahwa persamaan
histologis dan penemuan klinis menunjukkan
keberhasilan 88 % kejadian “,
Schroder dengan menggunakan_kriteria
Klinis yang sama, mendapatkan 30 dari 37 gigi
tidak adanya akumulasi sel infla-masi didaerah
pulpa radikular '*, Dari hasil ini, didapatnya 21
dari 37 gigi tersebut -mengelami _infeksi
(peradangan) didekat tempat terbukanya karies
dan mendapat 81% kebernasilan pada
penemuan Klinis dan histo-pathologis, Hasler
dan Mitchell , mengkorelasi penemuan klinis
dan histopatologis dari 47 gigi karies yang
asimtomatik dimana 27 giginya menun-jukkan
adanya peradangan pulpa. Mereka menyimpul
kan bahwa penentuan Klinis tidak berkorelasi
dengan baik dengan penemuan histopato
logisnya’®
Banyak dokter gigi menggunakan bahan
glass ionomer cement untuk merumpat kavitas
igi berlobang yang luas dan dalam, dimana
disangka akan terlepasnya fluoride dan
memberi perlidungan terhadap gigi (meskipun
ada sedikit karies tertinggal pada gigi). Ini
adalah salah pengertian, dar pengalaman
menunjukkan tumpatan tersebut akan gagal. Ini
pun berlaku memakai tumpatan amalgam jika
tidak diambil jaringan Karies dengan baik. Ini
Tummal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, Vol.4.No.2., 1997 aPerawatan Pulpotomi
kemudian menimbulkan abses gigi. Alasan
‘mengapa terjadi seperti ini adalah karena
aries gigi susu membahayakan pulpa gigi
sejak awal, menyebabkan inflamasi_ pulpa
meskipun pulpanya belum terbuka. Penelitian
dari Hobson menunjukkan lebih dari 50%
gigi gerahan susu telah kehilangan marginal
ridge dan akan menyebabkan peradangan
pulpa yang irreversible. Kebanyakan gigi susu
berkaries yang telah mengenai marginal ridge
akan dirawat dengan pulpotomi. Peradangan
awal dari pulpa mahkota gigi susu’ tidak
disarankan perawatan pulp-capping “.
Indikasi Pulpotomi :
~ Gigi bebas dari pulpitis radikular.
~ Karies las dengan hilangnya lebih dari
sepertiga bagian marginal ridge dan gigi
bisa ditambal
- Gigi tanpa rasa sakit spontan atau persis-
tensi
- Jika gigi diamputasi tidak terlihat perdara-
han yang berlebihan dan berwarna merah
pucat serta mudah dikontrol. Jika terjadi
perdarahan yang berlebihan menanda kan
adanya peradangan di jaringan periapical.
- Masih tertinggal 2/3 panjang akar gigi susu.
- Tidak adanya tanda resorptie interna
- Tanpa adanya abses dan fistula
-Tanpa kehilangan tulang intra-radikular
karena akan menunjukkan kerusakan yang
las dan memerlukan perawatan pulpec-
tomi.
-Pada penderita kelainan darah dyskrasia
seperti haemofilia dimana memerlukan
pencabutan.
Kontraindikasi Pulpotomi :
- Gigi yang tidak dapat direstorasi
- Adanya blackening di bifurkatie atau adanya
abses.
= Resorptie patologis eksterna akar dan
interna akar.
= Pembengkakan dari asal pulpa dan fistula,
mobilitas patologis.
- Kurang dari 2/3 akar gigi tertinggal.
- Gigi tetap pengganti sudah dekat erupsi
- Penderita kelainan penyakit jantung, rheuma-
tic fever dan leukemia
~ Perdarahan amputasi yang berlebihan
Tahapan Perawatan Pulpotomi :
Suatu tahapan pemeriksaan yang teliti
harus tterlebih dahulu dilakukan dengan
melakukan pencatatan riwayat penyakit yang
tepat, suatu pemeriksaan klinis yang baik dan
memperoleh gambaran roentgen yang jelas.
Tahap 1. Pemberian anestesi lokal dengan
‘memakai topic anestesi.
Penting sckali untuk mendapatkan anestesi
yang sempurna. Ini berarti suatu blok
fanestesi untuk gigi belakang rahang
bawah dan suatu infiltrasi anestesi untuk
rahang atasnya. Pada rahang bawah selain
blok, suatu anestesi bukal diperlukan pada
peletakkan klammer rubber dam.
Tahap 2. Mengisolasi gigi dengan rubber
dam.
Gigi yang hendak di pulpotomi diberi
isolasi rubber dam supaya pulpa tidak
terkontaminasi, ender diberi
kenyamanan dan mencegah kebocoran
formokresol ( karena sangat eras
membakar = caustic) ke jaringan lunak.
Tahap 3. Pengambilan jaringan karies dan
tentukan letak dibukanya pulpa.
‘Semua jaringan karies yang terlinat harus
diambil sebelum masuk membuka kamar
pulpa gigi, sebab jika terjadi perdarahan
pada pulpa akan menyulitkan pandangan
mana yang aries dan juga untuk
‘mengurangi kontaminasi bakteri ke dalam
pada pembukaan Daerah yang terbuka
penting dicapai supaya mempermudah
masuk ke dalam kamar pulpanya. Semua
‘enamel yang “overhanging” harus diambil.
Jumal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Vol.4.No2., 1997 28Tahap 4. Pengambilan atap kamar pulpa.
Bur gigi steril diletakkan pada daerah
yang terbuka (expose) dan melebar
membuka seluruh atap kamar pulpa. Jika
tidak diperoleh pembukaan, pengeburan
dilakukan sampaidirasakan—jatuh
ketempat terbuka, yang merupakan celah
diatas kamar pulpa. Setelah_memasuki
kamar pulpa,burnya tidak ditekan lebih
kedalam tetapi malah digeser kesamping
untuk mengambil seluruh atap kamar
gigi. Perdarahan dari kamar pulpa baru
terlihat dengan jelas. Harus diperiatikan
bahwa semua jaringan didalam kamar
pulpa terambil dengan baik. Harus hati-
hati jangan sampai terjadi perforasi dari
kamar pulpa
TabapS. Pengambilan isi kamar pulpa
dengan ekskavator besar atau bur bula
Gunakan suatu ekskavator besar untuk
‘mengambil jaringan didalam kamar pulpa
gigi (sampai orifices). Bila mengunakan
bur yang bulat harus hati-hati dengan
tekanan ringan bergerak sepanjang dasar
kamar pulpa, Bilas dengan air yang
bersih secara hati-hati dan pelan-pelan.
Tekanan yang berlebihan dapat menem
bus ke dasar dan terjadi kegagalan
pulpotomi. Setelah pengambilan jaringan
inflamasi pulpa, perdarahan di kavitas
akan berkurang. Pulpa yang vital dan
sehat dengan peradangan kronis minimal
akan berhenti perdarahan dalam 3 - 5
menit. Jika didapat perdarahan kronis,
periksa sisa jaringan pulpa didalam
kamar pulpa. Apabila ada cairan nanah
atau eksudate, pulpa yang fibrotik, atau
perdarahan yang tak terkontrol, perlu
pertimbangan perawatan pulpa lainnya,
Tahap 6. Letakan formokresol di kapas steril
selama lima menit.
Kapas steril di celup _kedalam
formokresol yang diperencer 20 % =
seperlimanya, dan diperas pada kain kasa
supaya terambil yang berlebihan,
Perawatan Pulpotomi
sebelum diletakan ke dalam kamar. pulpa
selama dua sampai lima menit.. Ada perlu
memberi penekanan pada saat meletakkan
kapasnya.
Tahap 7. Ambil kapas formokresol setelah
dua sampai lima menit dan periksa apakah
perdarahan telak berhenti
Jika pellet _kapas telah diambil proses
hemostatis jelas berjalan, meskipun ada
sedikit perdarahan terjadi. Perdarahan
terus-menerus dari jaringan saluran akar
gigi menunjukkan “adanya inflamasi di
jaringan periapikal dan suatu warna gelap
Keunguan dari jaringan menunjukkan
bahwa inflamasi telah sampai kedaerah
radikular. Bila masih terdapat perdarahan,
periksa sisa jaringan pulpa, dan ulangi
peletakan formokresol selama dua menit.
Bila ini terjadi perawatan pulpektomi atau
pencabutan di indikasikan. Permukaan
orifice biasanya ~berwama —_hitam-
kecoklatan
Tahap 8. Isi penuh kamar pulpa dengan
cementasi.
Bila perdarahan telah dihentikan, kamar
pulpa gigi di isi dengan semen ental jenis
eugenol zink oksid dan di beri tekanan
ringan supaya menutupi dasar kamar
pulpa, Ada beberapa pendapat yang mem-
beri setetes formo- kresol-eugenol didalam
campuran.bubuk zink oksid, tetapi oleh
Beaver dkk'®, tidak semestinya —suatu
lapisan kedua diberi atas lapisan pertama
untuk menutupi segala kemungkinan yang,
terbuka
Tahap 9. Restorasi gigi dengun memakai
‘mahkota logam stainless-steel.
Restorasi akhir dari gigi yang telah dirawat
sebaiknya diberi mahkota logam. Ini
memberi perlindungan kepada kelemahan
gigi yang telah diambil sebagian besar
Jaringannya dan kerapuhannya Setiap gigi
yang telah telah mengalami perawatan
pulpa gigi biasanya akan rapuh. Kerapuhan
Jumma Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Vol.4.No.2., 1997 or)Perawatan Pulpotomi
ini dapat disebabkan dari_pengambilan
struktur giginya, atau mengalami suatu
perubabahan dari sifat-sifat fisik enamel
atau dentin setelah pengam-bilan bagian
‘mahkota dari pulpa. Perawatan pulpoto
mi yang selesai terdiri dari _penambal
mahkota logam, ada sub-basis cugenol-
zink oksid, basis sementasi zink-fosfat,
dan sisa-sisa jaringan saluran —pulpa.
(Lihat gambar :1.)
bar 1: Perawatan pulpotomi_ yang
selesai lengkap; (A) Mahkota logam. (B) Sub-
basis ZOE.(C)Basis sementasi (D) Sisa
jaringan saluran pulpa.
Tahap 10. Ambil gambaran roentgen setelah
selesai perawatan pulpotomi.
Selesai perawatan terlihat gambaran
radiografis periapikal menunjukkan pema-
datan pengisian zink oksid eugenol di kamar
pulpa dan menutupi pembukaan dari saluran
akar gigi tersebut
‘Tahapan selanjutnya :
eligi yang telah dilakukan_perawatan
pulpotomi harus diperiksa berulang, baik
secara Klinis dan radiografis pada kunjungan
berikutnya yaitu setiap enam bulan ”.
Pengambilan gambaran periapikal yang jelas
atau suatu bitewing yang baik dapat memberi
gambaran daerah furkatienya. Gambaran
radiolusen tulang di daerah furkatie atau
memburuknya kondisi tulang di furkatie
menunjukkan kegagalan dari tindakan
perawatan pulpotomi. Keputusan diabil untuk
‘mencabut gigi tersebut, melakukan pulpektomi,
mengobser-vasi selama beberapa bulan berikut
atas pertimbangan klinis tingkah laku anak atau
kebutuhan ruangan,
Evaluasi Perawatan Pulpotomi Formo
kresol :
Kriteria menentukan _keberhasilan
perawatan, tergantung pada teknik evaluasi
yang dipakai. Penelitian klinis- memberi
keberhasilan yang tertinggi, disusul secara
evaluasi —radiologis, dengan _evaluasi
pemeriksaan histologis terendah. Sekarang
lebih banyak perhatian terhadap hasil evaluasi
histologis yang _memperlihatkan perubahan
Jaringan pulpa gigi setelah perawatan.
Mengevaluasi keberhasilan perawatan
pulpotomi formokresol secara klinis dan
radiografis perlu disepakati kriteria ”
1. Tidak adanya rasa sakit, abses, fistula dan
mobilitas gigi
2. Tanpa ada radiolusen patologis di daerah
periapikal dan furkatie
3. Tidak terlihat adanya resorptie interna dan
eksterna
Wright dan Wilmer telah mengevaluasi
kan secara Klinis dan radiografis keberhasilan
perawatan pulpotomi dengan —formokresol
sebesar 80 % *. Rolling dan Thylstrup ,
menunjukkan keberhasilan sebesar 70% sampai
91% selama 3 bulan sampai 36 bulan, dan
menghasilkan kegagalan yang terlihat pada
‘gambaran radiologi periapikal dan furkasi yang
radiolusen tanpa resorpsi interna ™. Willard,
meneliti adanya perubahan radiografis pada 29
gigi dari 30 gigi selama 6 - 36 bulan setelah
perawatan *,
Evaluasi histologis oleh Doyle dkk,
mendapatkan keberhasilan scbesar 72 % dan
mendapat debri pembekuan darah dan selapis
jaringan padat berwarna gelap dibawah letak
Tumal Kedokteran Gi
iniversitas Indonesia. Vol.4.No.2., 1997 30amputasi. Didekat —lapisan ini terdapat
jaringan tanpa selluler, diikuti kemudian oleh
jaringan pulpa vital schat *,
Berger mengevaluasi pulpa gigi selama
3-38 minggu setelah perawatan formo-kresol
dan mendapatkan Keberhasilan _histologis,
sebesar 82 %. Berger menghipotesa bahwa
formaldehid adalah zat aktif yang
menyebabkan koagulasi dari jaringan yang
terjauh dari aplikasi_ dan terjadinya
pencernaan ensimatik pada jaringan nekrotik,
disusul dengan suatu. penggantian jaringan
granulasi. Formokresol dianggap _berhasil
arena kesanggupan meng-ikat dan membuat
jaringan tidak autolisis, tetapi sanggup diganti
‘oleh jaringan granulasi ”
Massler dan Mansukhani mendapatkan
Jaringan yang terkena formokresol, sebagai
suatu fixatie yang progresif, yang dilanjutkan
secara degeneratif. Jaringan pulpa dibawah
daerah terekspos terlihat menjadi fibrous dan
asidofilik dalam beberapa menit. Setelah 7 -
14 hari didapat 3 zona berbeda yang jelas:
suatu zona lebar asidofilik, suatu zona lebar
atropi pucat yang mengandung sedikit sel dan
fiber, dan suatu zona sel inflamasi lebar
sampai ke apikal dari batas zona pucat
tersebut. Terjadi gerakkan progresif kearah
apikal dari zona ini, untuk satu tahun
kemudian hanya tertinggal zona asidofilik’.
Mejare dk, mempelajari 22 gigi
premolar yang dicabut untuk perawatan
ortodontik, dan kemudian di pulpotomi
memakai formokresol™. Pulpa gigi diobser-
vasi secara histologis selama 1 - 6 hati setelah
dirawat. Pengaruh formaldehid pada jaringan
pulpa menunjukkan ke inaktifan ensimnya.
Luasnya jaringan fixatie tergantung dari
konsentrasi formadelhid™.
Rolling dkk, mengevaluasi_kondisi
pulpa dari 27 gigi susu yang dirawat
pulpotomi dengan formokresol_— dan
mendapatkan reaksi bervariasi jaringan vital
sampai nekrotik total. Dari 27 gigi yang
diperiksa, 25 menunjukkan jaringan pulpa
vital dekat apek ”, Penelitian oksidatif ensima
‘menunjukkan kejadian devitalis. pulpa tidak
terjadi di apek, tetapi dibawah dari tempat asti
aplikasi formokresoinya *.
Perawatan Pulpotomi
Rolling dan Lambjerg-Hansen meme
riksa secara histologis selama 3 - 24 bulan post
operatif 19 gigi geraham susu setelah dirawat
pulpotomi formokresol **. Diantara 40 akar
yang dapat diperiksa 31 menunjukkan jaringan
vital pada apek sampai ke daerah amputasi, 8
menunjukkan —resorptie intema dengan
tambahan menyerupai bahan seperti sementasi.
Pada 9 akar gigi lainnya terlihat sebagian atau
menyeluruh nekrotik. Hasil ini menunjukkan
Kebethasilan sempurna dari suatupulpa
devitalized tidak mungkin Karena hasilnya
sudah jelas inflamasi kronis atau nekrotik.
Dilihat dari basil penelitian yang
dikemukakan, dapat disimpulkan —korelasi
antara keberhasilan klinis dan diagnose
histologis tidak lebih baik atau bersesuaian.
Meskipun banyak —keterbatasan_—_teknik
perawatan pulpotomi formokresol, _tetapi
terbaik dalam mempertahankan gigi susu dalam
lengkung rahang.
Mekanisme Kerja Formokresol :
Semenjak pertengahan abad ini telah
banyak peneliti_ mempelajari_pengaruh dari
pemakaian formokresol pada jaringan pulpa
‘gigi, termasuksecara histologis, biokemis dan
histokemis. Pengaruh bahan formokresol be-
kerja melalui kelompok aldelhid —jenis
|, dengan mengikat bahan_kelom.
dari asam amino, baik dari prot
bakterinya dan sisa dari jaringan pulpa gigi
Maka cara bekerjanya formokresol seba-gai
agen bakterisidal dan yang mematikan ”.
Formokresol mematikan dan merubah bakteri
dan jaringan pulpa menjadi bahan campuran
yang lembam.
Formokresol menonaktifkan ensim-ensim
oksidatif didalam pulpa berdekatan pada daerah
amputasi®. Ini mempunyai efek —aksi
hhialurondasi, sehingga sifat pengikatan dari
protein dan hambatan ensim dapat memutuskan
Jaringan pulpa gigi dan menghasilkan fixatie
dari jaringan pulpa oleh formokresol. Ini akan
menghambat dan menimbulken _resistensi
tethadap pecahnya ensimatik''. Pasley et al ,
mendapatkan bahwa —formokresol dapat
Jumal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, Vol.4.No.2., 1997 31Perawatan Pulpotomi
LAPORAN KEBERHASILAN RATA-RATA
PERAWATAN PULPOTOMI FORMOKRESOL :
100
° L
Doyle dik 1962
pkinis
pReciograis
Magnusson dkk 1978
—
GAMBAR | : Gambar memperlihatkan histogram kebethasilan Klinis dan radiografis pulpotomi formokresol
setelah 3 - 5 tahun.
diabsorptie lebih cepat kedalam tubuh sebagai
akibat pengikatan jaringan™
Perbedaan memakai campuran ZnOE
dengan atau tanpa formokresol telah dievaluasi
pada 60 gigi geraham susu yang dicabut oleh
Beaver dkk, mendapatkan bahwa di pulpa
tidak terdapat 3 zona secara histologis, tetapi
ada 6 respons jaringan yang berubah dari
normal atau “drug fixed” sampai resortie
interna dan nekrosis. Jaringan granulasi tidak
terlihat memasuki sebagaian seperti-tiga-apikal
gigi. Campuran tambahan satu. tetes
formokresol pada semen ZnOE setelah selesai
meletakan kapas formokresol tidak menunjuk
kan perbedaan berlebihan formokresol secara
histologis™
Formokresol tetap merupakan pilihan bahan
‘medikamen terbaik untuk perawatan pulpotomi
pada gigi susu" Menurut penelitian klinis dan
radiografis keberhasilan pulpotomi dengan
formokresol menunjukkan antara 7) - 97%
"225 Sedangkan dengan mencairkan seperlima
dari formulasi asli Buckley's menunjukkan
keberhasilan yang sangat memuaskan karena
ke ofektifan yang sama tetapi lebih rendah
daya toksitasnya’®.
Rolling dan Thylstrup mengeveluasi gigi
dm yang memakai formokresol sebagai agen
pulpotomi dan mendapatkan penurunan
keberhasilan perawatan dari 91 % ke 70 %
dalam waktu 3 tahun”, Berger, berpendapat
terjadinya fixatie pada 1/3 bagian mahkota
akar, inflamasi kronis dipertengahan 1/3 dan
Jjaringan vital terdapatpada 1/3 apikel *, Hasil
penelitian Langeland dkk, menunjukkan sisa
Jaringan pulpa akan mati dan nekrotik sebagian
‘atau menyeluruh’®
Akhir-akhir ini ada kesangsian pendapat
terhadap pemakaian keselamatan dan kemam-
Jumal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Vol.4.No.2., 1997 32puan dari formokresol, baik pada pemak:
setempat maupun secara_sistematik™®””"*”.
‘Ada penelitian yang menghubungkan bahwa
pemakaian formokresol pada gigi susu akan
‘merusak enamel gigi tetap pengantinya'®"'™
Rolling dan Poulsen, meneliti 52 gigi tetap
pengganti setelah—dirawat__pulpotomi
formokresol pada gigi susunya, dan
berpenapat bahwa tidak ada signifikansi
hubungan antara pulpotomi formokresol dan
kerusakan enamel pada gigi __tetap
penggantinya ‘. Pemakaian formokresol
pulpotomi pada gigi tetap muda semula
menunjukkan Keberhasilan untuk, beberapa
tahun, tetapi akan gagal kemudian “.
Setelah dilakukan penelitian oleh
Myers dkk, ada kemungkinan keracunan
tethadap perawatan 16 pulpotomi pada satu
anjing , tetapi belum ada bukti dapat terjadi
pada manusia’’, Maka ini menghilang kan
atas keraguan efek pemakaian kesela matan
formokresol.
Telah diusahakan —mencari_ peng
ganti formokresol, tetapi sedikit keberha
silannya, Berikut ini adalah jenis bahan
medikamen yang masih dipakai: Solutie
formaldelhid 37 % (formalin), kresol, N2 dan
kresantin (metakresil asetat), tetapi keber
hasilan klinisnya rendah.
Bahan cairan glutaraldethid 2% (CS
H8 02) telah diperkenalkan oleh s’Graven-
made pada penelitian ‘in vivo” sebagai salah
satu pengganti pemakaian formokresol “.
Ranly dan Lazzari mendapatkan alkalin 2%
glutaraldehid sebagai bahan yang baik”’.
Secara teoritis bahan ini mempunyai_sifat
fixatie yang lebih baik dan ringan , tetapi daya
toksik Kurang, arena mempunyai dua
kelompok aldehid yang aktif berfungsi‘*.
Dilley dan Courts, " membandingkan empat
macam agen bahan, dan mendapatkan
formalin dan glutaraldehid sebagai pemberi
respons immunologis paling —_ringan”.
Meskipun banyak, keberhasilannya telah
dibuktikan °°", pahan pulpotomi pada
gigi susu ini belum banyak diterima dan
dipakai oleh dokter gigi”. Ranly dan Garcia-
Godoy , membandingkan formaldehid dengan
glutaraldehid menyimpulkan bahwa glutara
delhid adalah bahan fixasi yang lebih baik dan
a
Perawatan Pulpotomi
dapat dipakai dengan konsentrasi lebih rendah.
t glutaradelhid adalah kurang antigenik dan
mudah dimetabolis atau dikeluarken oleh tubuh
Bahan ini masih banyak diperdebatkan oleh
para ahli untuk pemakaian pada gigi anak”,
Fuks et al, mendapatkan kegaga-lan
sebeser 18 % pada gigi susu setelah 25 bulan
pemakaian glutaraldehid *. Setelah 42 bulan *,
keberhasilan sebesar 45 % mergalami lebih
cepat dari yang dikontrol Fuks dan Bimstein,
Belakangan ini ada beberapa peneliti telah
menunjukkan keracunan reaksi allergis, dan
menimbulkan iritasi_ mata”. Belum banyak
bahan obatan yang dapat menggantikan sifat
formokresol sebagai obat pilihan pada
perawatan pulpotomi pada gigi anak.
Bahan kalsium hidroksid = Ca(OH)2,
telah banyak digunakan pada gigi tetap, tetapi
pada gigi susu keberhasilannya rendah = 60 %
dibandingkan dengan pemakaian formokresol
yang sampai 98% “. Menurut Hasler dan
Mitchell, kegagalan terbesar didapat pada tahun
pertama dan tahun kedua*. Kalsium hidroksid
dianggap kurang berhasil Karena luasnya
resorptie interna didekat daerah zmputasinya'’
Karena itu bahan ini tidak disarankan dipakai
untuk pulpotomi pada gigi susu
Pemakaian asam ferik sulfat bersifat
hemostatik"* dan cairan kolagen yang diper-
kaya tulang ke yang telah dibekukan®
telah dilaporkan manfeat keberhasilannya pada
tahap awal eksperimentil, namun belum pada
pemakaian klinis praktis _ sehari-harinya.
Ruemping dkk, membandingken pada gi
monyet pemakaian pulpotomi formokresol
dengan pulpotomi bedah listrik (electro-
surgical) akan menghasilkan histologis yang
sama “, tetapi berbeda pendapat dari Shulman
dan Melver (1987) yang memakai ‘electro-
surgery’ dengan formokresol sebagai tidak
efektif . Pendekatan pemakaian nonfarmako-
terapeutika dengan “elektrocautry” “"" untuk
meniadakan infeksi dan menyehatkan gigi
masih dalam taraf percobaan.
Mencari bahan pengganti dari formo-
resol sebagai pengisian pulpa pada pulpotomi
gigi susu belum sampai memuaskan dan tidak
banyak keberha silannya, Sampai bahan baru
ditemukan, maka pemakaian formokresol yang
bertenaga penuh dan yang seperlima, tetap akan
Jumnal Kedokteran
Universitas Indonesia. Vol4.No2., 1997 adipakai untuk obat perawatan pulpotomi pada
gigi susu
Mathewson dan Primosch (1995)
berpen-dapat akan aplikasi_klinis dari
pemakaian formokresol adalah sebagai
berikut ”
1. Hasil klinis dan pemeriksaan_radiografis
menunjukkan pemakaian formokresol
pada pulpotomi memberi hasil yang terbaik
dibandingkan dari bahan obat agen lain
nya, terutama yang diperencerkan 20 %.
2. Lamanya peletakkan aplikasi formokresol
tidak menunjukkan akan besar atau
kecilnya keberhasilan
3. Hasil evaluasi histologis dari_perawatan
pulpotomi dengan ——_formokresol
menunjukkan adanya bermacam reaksi
jaringan peradangan kronis dibawahnya,
Pembahasan
Perawatan pulpa, khususnya pulpotomi
pada gigi susu merupakan tantangan yang
tidak mudah dilakukan. meskipun terlihat
sederhana dan ringkas. Pada gigi susu berbeda
dari gigi tetap karena mempunyai kemampuan
tinggi untuk mereparasi sel dan vaskularisasi
yang baik dan baru pada jaringannya supaya
potensi penyembuhannya lebih baik.
Permasalahan yang didapat _ pada
perawatan gigi anak, khususnya gigi sust,
adalah dalam menentukan Kesehatan dari
pulpanya, vital dan sehat atau tahap inflamasi
dan_nekrotik, demi menentukan perawatan
‘yang terbaiknya, Untuk menegakkan diagnose
pulpa vital dan schat tidak —semudah
pelaksanaannya. Maksud sehat adalah gigi
ik -menunjukkan peradangan nyata, dan
Jika ada hanya sebatas kamar pulpa. Untuk
mendapatkan suatu diagnose tepat diperlukan
pengumpulan informasi, termasuk dari sejarah
medis dan notasi karakteristik rasa sakit,dan
pemeriksaan klinis dan radiografis yang tepat.
Sejarah rasa sakit dan Karakteristik
sangat menentukan keadaan sesungguhnya
dari pulpa. Pada anak, luas kerusakan giginya
sering terlihat ber-abses, tetapi tanpa keluhan
sakit. Lebih lagi, anak kecil sulit_menge-
mukakan permasalahan sakit yang sesung-
Perawatan Pulpotomi
guhnya, Dengan menyadari keterbatasan ini,
kita harus dapat membedakan jelas dua macam
rasa sakit; yaitu yang ditimbulkan (provoked)
dan yang spontan. Rasa sakit yang timbul
ringan dapat terstimulasi oleh keadaan termal,
khemis dan irritasi kronis, dan berkurang sakit
atau dihilangkan jika penyebab rangsangan
dihilangkan, Ini sering menunjuk kan sensitif
dentin yang disebabkan Karena karies dalam.
Rasa sakit spontan disertai _cekot-cekot
(berdenyut) terus menerus yang dapat menye
babkan tidak dapat tidur. Rasa sakit ini
‘menunjuk-kan kerusakan pulpa yang berlanjut,
dan keadaan pulpa sulit dirawat. Diagnose akhir
dapat dicapai dengan pengujian Klinis dan
radiografis
‘Suatu pemeriksaan intra-oral dan ekstra-
oral adalah sangat penting dalam menentukan
kondisi pulpa. Beberapa tanda dan gejala,
seperti kemerahan, pembengkakan atau karies
yang luas dengan fistula, menunjukkan keadaan
patologis. Tindakan palpasi dan mobilitas gigi
pun menunjukkan patologis. Jika mau
memperkusi harus secara hati-hati dengan
ujung jari, dan tidak memakai alat kaca mulut,
supaya menghindari anak dari rasa terkejut dan
rangsangan berlebihan. Test vitalitas seperti
panas / dingin, dan listrik tidak dapat dipakai
sebagai pegangan mencari data yang tepat pada
gigi susu, Rasa positif atau negatif dapat terjadi
pada rangsangan gusi atau pada ligamen
periodontalnya. Akibat tindakan ini dapat
menghilangkan kepercayaan anak sehingga
menyebabkan tingkah laku yang tidak di
inginkan.
Pemeriksaan gambaran radiografis sangat
membantu keadaan Klinis pulpa gigi dan yang
perlu diperhatikan adalah
1.Karies dalam dengan kemung!
pulpanya.
2.Restorasi yang dalam dan mendek:
kamar pulpa.
3.Keberhasilan dan kegagalan perawatan pulpo-
tomi atau pulpektomi,
4.Perubahan kamar pulpa karena kalsifikasi dan
kehilangan
5.Resortie patolo,
eksterna.
6.Radiolusensi di bifurkatic gigi susy (menun
jjukkan keadaan non-vital).
in terkena
i tanduk
akar yany
tena atau yang
Jumal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Vol4.No2., 1997 MKarena itu dokter gigi harus bisa menginter-
pretasikan gambaran radiografis dari anak.
Ada kalanya. ika kita sudah
‘mempersiapkan suatu tindakan pulpotomi,
namum setelah membuka kamar_pulpa,
terlihat perdarahan akibat amputasi yang
seharusnya berwarna merah dan darah tidak
berhenti (membeku}) setelah waktu S_menit
memakai tekanan Kapas ringan, maka
tindakan perawatannya dirubah ke pulpektomi
(atau dicabut).Waktu perdarahan yang
berlebih, menunjukkan bahwa peradangan
telah sampai keperiapikal dan patologis.
‘Tindakan memberi anaestasi lokal pada
anak cukup menyulitkan jika tidak biasa.
Apalagi mengunakan rubber-dam — dan
peralatan yang steril. Maka kita harus
membiasakan bekerja dengan telaten dan
bersih.
Penggunaan formokresol_—_didalam
mulut harus dengan hati-hati, karena bersifat
jipercaustik dan meyebabkan terbakarnya
jaringan lunak mulut. Reaksi biokhemis pada
Perawatan pulpotomi dapat merusak bagian
protein-ensim, bahan genetik, membran dan
jaringan pengikatnya, Formokresol menghan-
curkan protein dan jaringan lain menjadi
nekrotik. Karena proses cepat, tanda-tanda
peradangan tidak terlihat dan tidak mengalami
dekomposasi. Jaringan fiksasi_ yang terlihat
hanya menutup setelah nekrosis dari jaringan,
yang kemudian dapat berupa sebagai sumber
infeksi. Karena itu faktor pencairan 1/5
larutan formokresol dapat memberi hasi! yang
lebih memuaskan dibanding dari dosis
pemakaian 100% nya.
Pemakaian bahan untuk pulpotomi
masih banyak yang perlu diatasi dengan
pemberian pemakaian dan sifat-sifat_kimia-
winya (toksitas dan biokompatibelnya), tetapi
yang terbaik pada saat sekarang ini adalah
dengan formokresol yang dicairkan seper-
limanya (20 %) pada gigi anak (susu)
Kesimpulan dan Saran
Perawatan pulpotomi gigi sus denga
formokresol _memberi keberhasilan kl
yang tinggi dan bahan obatnya masih tetap
Perawatan Pulpotomi
yang terbaik dengan menggunakan pengencer
seperlima (20 %) dari formulasi dasar Buckley.
Formokreso! Buckley’s bagi kite di Indonesia
tetap merupakan pilihan bahan medikamen
terbaik untuk perawatan pulpotomi pada gigi
susu dan banyak dipakai dengan keberhasilan
yang cukup memuaskan.
‘Meskipun banyak keterbatasan, teknik
perawatan pulpotomi formokrescl tetap terbaik
dalam mempertahankan gigi sus. dalam
lengkung rahang. Banyak dokter_ gigi
mengelami kesulitan dalam — menegakkan
diagnose apakah tindakan pulpotomi harus
dilakukan pada gigi susu yang mengalami
karies dalam. Pada perawatan _pulpotor
mendiagnose status pulpa vital dan schat ada
kalanya sulit pada pemeriksaan Klinis dan
radiografis. Perlu suatu kejelian yang teliti dan
mawas untuk mendiagnose dengan baik. Faktor
sterlisasi alat, bahan obatan dan bur, masih
sulit dalam peneterapannya. Perlu swat
kebiasaan bekerja yang baik dan hygienis. Juga
dalam pemakain isolasi rubber dam, karena
dengan isolasi gulungan kapas terkontaminasi
dan mengganggu.
Bagi kebanyakan dokter gigi, sulit untuk
berkomunikasi dengan anak dan untuk
menganastesi gigi anak terase beban_ berat
untuk dikerjakan. Perawatan pada anak sulit
dalam mengelola tingkah lakunya, Peranan
pendidikan perlu lebih ditingkatkan, supaya
memperoleh pendidik yang bermutu dan
Julusan dokter gigi yang berkualitas.
Summary
1. The use of formocresol for pulpotomy on
children should be used carefully, with the
right diagnosis and treatment.
2. Clinical and radiographic studies of formo-
resol pulpotomies especially with a 20 %
diluted formocresol show @ high rate of
success compared with other conventional
pulpotomy methods.
3. Length of application of formocresol does
not increase or decrease the success rate.
4, The histological result of fermocresol pul-
potomy show various degrees of chronic
inflammatory tissue.
Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, Vol.4.No.2., 1997 aSPerawatan Pulpotomi
5. The current trend is to reduce the overall
toxicity of drugs or to find — improved
biocompatible substitutes”.
Daftar Pustaka
1. Boeve C, dan Dernaut L. Formocresol
pulpotomy in primary molars ; a long
term radiographic evaluation. J Dent
Child 1982;29:86-92.
2. Fuks AB, dan Eidelman B. Pulp therapy
in the primary dentition. Curr Opin Dent
1991;1:556-63.
3. Law D B , dan Lewis TM. Formocresol
pulpotomy in deciduous teeth. J Am Dent
Assoc 1964;69:601-7
4, Loos PJ, Straffon LH, dan Han SS.
Biological effects of formocresol. J Dent
Child 1973; 40: 193-8.
5. Massler M, Mansokhani N. Effects of
formocresol on the dental pulp. J Dent
Child 1959;36:277-83.
6. Fuks AB. Pulp therapy for the primary
dentition. Dalam Pinkham JP. (ed)
Pediatrie Dentistry: Infancy through
Adolescence. 2nd ed, Tokyo, WB
Saunders Co.1994 326-38.
7. Duggal MS, Curson MEJ , Fayle SA, et
al. Clinical Techniques in Dentistry ;
Restorative techniques in Paediatric
Dentistry. Singapore, Martin Dunitz Ltd.
1995 : 43-55
8. Garcia-GF , Novakonic DP , Carvajal IP.
Pulpal response to different application
ime of formocresol 1982; 7:176-180.
9. Avram DC , Pulver F. Pulpotomy
medicaments for vital primary teeth:
Surveys to. determine use and attitudes in
pediatric dental practice and in schools
throughout the world. J Dent Child
1989;56:426-34.
10. Fuks AB , Bimstein E. A clinical evalua-
tion of diluted formocresol pulpotomies in
primary teeth of school children. Pediatr
Dent 1981; 3:321-4
11. Redig DF. A comparison and evaluation
of two formocresol pulpotomy technics
uti-lizing “Buckley’s” formocresol. J
Dent Child 1968;35:22-32.
. Morawa A P, Straffon LH, Han SS, dan
13.
14,
15,
16.
17.
18,
20,
2
22,
23,
24,
2s,
Corpon RE. Clinical evaluation of
pulpotomies using dilute formocresol. J
Child Dent, 1975; 42:28-31
Verco PJ W Microbiological effective-
ness of a reduced concentration of
Buckley’s formocresol. J Pedia Dent
1985;7:130-6,
Koch Gan Nyborg H. Correlation
between clinical and __ histological
indications for pulpotomy for deci-
duous teeth. J Int Assoc Dent Child 1970;
1:3-10.
Schroder U. Agreement between clinical
and histological findings in chronic coronal
pulpitis in primary teeth. Scand J Dent Res
1977,85:583-89.
Hasler J, Mitchell D. Painless Pulpitis. J
Aim Dent Assoc 1970;81:611-6
Hobson P. Pulp treatment of deciduous
teeth : Il Clinical investigation. Br Dent J
Beaver HA, Kopel HM, Sabes WR. The
effects of zine oxide-cugenol cement on a
Belanger GK Pulp therapy for the primary
dentition. Dalam Pinkham J P (ed).
Pediatric Dentisiry : Infancy through
Adolescence. Philadelphia: WB Saunders
Co. 1988: 331-334
Berson RB , Good DL. Pulp therapy
Dalam Stewart RE. et al PediatricDentisiry
‘Seientific foundation and clinical practice.
London: CV Mosby Co. 1982: 917-25.
Wright F A.Widmer RP. Pulp therapy in
primary teeth : retrospective study..J Pedod
1979;3:195-201
Rolling I, Thylstrup A A three year clinical
follow-up study of pulpotomized prim ary
molars treated with the formocresol
technique. Scand J Dent Res 1975;83: 47-
33.
Williard RM, Radiographic changes
following formocresol pulpotomy in pri-
mary molars. J Dent Child 1976; 43:34-9.
Doyle W A, McDonald RE , Mitchell DF.
Formocresol versus calcium Hydro-xide in
pulpotomy. J Dent Child 1962;29:86-97
Berger JE, Pulp tissue reaction to
formocresol and zinc oxide-eugenol. J Dent
Child 1965;32:13-27
Jumal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Vola No.2, 1997 3626. Mejare 1. Hasselgren G, Hammarstrom
LE. Effect of formalhyde containing
drugs on human dental pulp evaluated by
‘enzyum histochemical technique. Scan JJ
Dent Res 1976;42:29-36.
27. Rolling I, Hasselgrow G , Tronstad L.
Morphological and enzyme histo-
chemical observations on the pulp of
human primary molars 3 to 5 years after
formocresol treatment. Oral Surg
1976;42:58-68.
28. Rolling 1, dan Lambjerg-Hansen H, Pulp
conditions of successfully treated primary
molars. Scand J Dent Res 1978;86:267-
nR.
ipes R et al, The use of formocresol in
dentistry: a review of the literature. Quin-
tessence Int 1986;17:415-7.
30. Van Amerongen WE , Mulder GR ,
Vingerling PA. Consequences of endo-
ontic treatment in primary teeth. Part I: A
clinical and radiographic study of the ence
of formocresol pulpotomy on the lifespan
of primary molars. J) Dent Child 1986;
55:364-70,
31. Hill SD et al, The effects of glutaral-
dehyde treatment on pulpal enyzms.
Pediatr Dent 1993;15:337-42.
32. Pashley LL et al. Systemic distribution of
14 C formaldehyde from formocresol
treated sited. 1980;59:603-9.
33. Croll TP , Killian C M Zinc oxyde-
eugenol pulpotomy and stainless stec!
crown restoration of a primary molar.
Quintessence Int 1982; 23 (6) :383-8.
34. Coll JA, Josell S , Casper JS. Evaluation
of a one appointment formocresol pulpo-
tomy technique for primary molars.
Pediatr Dent 1985; 7:123-9
35. Langeland LK , Dowden W, Lange-land
K. Formocresol “mummification” tissues
desintergration, microbes, inflammation,
resorption and apposition. J Dent Res.
1976; 55 (special issue): Abstract 268.
36 Block RM , Lewis PD , Sheats J , et al.
Antibody formation to dog pulp tissue
alter ed by formocresol within the root
canal. Oral Surg 1978;45:282-92.
37 Lacari EP , Ranly D , Walker WA,
Biochemical effects of formocresol on
Perawatan Pulpotomi
bovine pulp tissue. Oral Sug. 1978; 45:
796-802.
38 Magnusson BO, Therapeutic pulpoto-mies
in “primary molars with formocresol
technique: A clinical and histological
follow-up. Acta Odontol Scand 1978;
36:157-65.
39 Ranly DM , Hom D, Assessment of the
systemic distribution and toxicity of
formaldehyde following _pulpotomy
treatment: Part two, J Dent Child 1987; 54:
40-4
40. Messer LB , Cline JJ , Korf NW. Long term
effects of primary molar pulpoto-mies on
suecedaneous biscuspids. J Dent Res
1980;59:116.
41 Mudler GR , Van Amerongan WE ,
Vingerling PA. Consequences of endo-
dontic treatment of primary teeth. I. A
clinical investigation into the influence of
formocresol pulpotomy on the permanent
successor J Child Dent.1987; 54:35-9
42 Prush RJ, Olen GA , Sharma PS. Relation-
ship between formocresol pulpotomies on
primary teeth and enamel defects in their
permanent successors. Am Dent Assoc
1977; 94:698-700.
43. Rolling I, Poulsen S. Formocresol_pulpo-
tomy of prymary teeth and occurance of
enamel defects on permanent successors.
Acta Odontol Scand 1978;36:243-7
44, Trask PA. Formocresol pulpotomy on
(young) permanent teeth. J Am Dent Assoc
1972; 85:1316-1323.
45, Myers DR , Pashley DH , Whitford GM. et
al. Tissue changes induced by absorption of.
formocresol from pulpotomy sites in dogs.
Pediatr Dent 1983;5:6-8.
46. s'Gravenmade EJ. Some biochemical
considerations on fixation in endodontics J
Endodon. 197531:233-7
47. Ranly DM , Lazzari EP. A biochemical
study of two bifunctional reagents as
alternatives to formocresol. J Dent Res
1983;62:1054-7.
48. Wolff GK. Glutaralhyde: an alternative to
formocresol. Gen Dent 1994;42:260-3,
49. Dilley GI , Courts DI . Immunological
response (0 four pulpal medicaments.
Pediatr Dent 1981;3:179-184
Jumal Kedokteran Gi
iniversitas Indonesia, Vol.4.No.2., 1997 750.
sl.
52.
53,
54,
35.
56.
57.
58.
59.
60.
61
Davis MJ, Myers R , Switkes MD.
Gluta-raldyhyde:An alternative to formo-
resol for vital pult therapy. / Dent Child
1982;49:176-80.
Fuks AB , Bimstein E , Guelmann M. et
al. Assessment of a 2.% buffered glutaral-
dehyde solution in pulpotomized primary
‘of school children. J Dent Child 1990;
57:371-5
Garcia-Godoy F. A 42-month clinical
evaluation of glutaraldehyde pulpotomies
in primary teeth. J Pedodont 1986; 10(2):
148-55.
Ketley CE , Goodman JR. Formocresol
toxicity : is there a suitable alternative for
pulpotomy of primary molars? Int J
Paediatr Dent 1990; 2:12-5.
Ranly DM , Lazzari EP. The formocresol
pulpotomy - The past, the present and the
future. J Pedodont 1978;2:115-21
Tagger E , Tagger M. Pulpal and
periapical reactions to glutaraldehyde and
parafor mal dehyde pulpotomy dressing in
monkeys, J Endodont 1984;10:364-71
Ranly DM, Assessment of the Systemic
distribution and toxialy of formaldehyde
following pulpotomy treatment : Part one.
J Dent Child, 1985 ;52(6):43 1-4
Ranly DM , and Garcia-Godoy F. Revie-
wing pulp treatment for primary teeth. J
Am Dent Assoc 19913122: 83-9
Fuks AB , Bimstein E, Glutaraldehyde
pulpotomies in primary teeth of school
children 42 months results. J) Dent Res
1991;70:473 (Abstract 1654),
Feigal RI, Messer HH. A critical look at
luteraldchyde.Pediatr Dent 1990;2:69-1
Schroder U, A two year follow-up of 10
molars pulpotomized with a gentle
technique and capped with calcium
hydroxide. Scand J Dent Res 1978 ;86:
273-8
Spedding RH , Mitchell DH , McDonald
R. Formocresol and Calcium Hydroxide
therapy. J Dent Res 1965;44:102-8.
63.
64,
65
66.
67.
68,
69,
70.
1.
72.
Perawatan Pulpotomi
Davis J, Furtado L. Ferrie Sulfate a
possible new medication for pulpotomies in
the primary dent First years. results
from a 4 year study in Fortaleza,
Brazil.Thirteenth Congress of Inter-
national Association of Dentistry for
Children. Kyoto , Japan Program and
Absiracts. 1991; September 27-30.
Fei Al, Udin RD , Johnson R. A clinical
study of ferric sulfate as a pulpotemy agent
in primary teeth. Pediatr Dent 1991;
13:327-32,
Bimstein E , Shoshan S. Enchanced healing,
of tooth pulp wounds in the dog by
enriched collagen solution as capping
agent. Arch Oral Biol 1981326:97-101
Fuks AB , Michaeli Y, Sofer-Saks B. ct a.
‘Assessment of a 2% buffered glutaralde
hyde solution in pulpotomized primary of
school children. JDentChild 1990;57:371-5.
Fadavi $, Anderson AW , Punwani IC.
Freezedried bone in pulpotomy proce-dures
in monkeys. J Pedodont 1989; 13:108-22.
Ruemping DR , Morton TH Jr. , Anderson
MW. Electrosugical pulpotomy in primates
‘A comparison with formocresol pulpotomy.
Pediatr Dent 1993 ;5:14-8
Shulman ER, Melver FT, Burkes EJJr.
Comparison of electrosurgery and formo
resol at pulpotomy techniques ia mobility
primary teeth. Pediatr Dent 1987:9:189-96.
Shaw BW, Sheller B, Barus BD et al,
Electrosurgical pulpotomy a six month stu
dy in primates. J Endod 1987;13:500-5.
Shoji S , Hariuchi H et al, Histopa-
thological changes in dental pulp irradiated
with CO2 laser = a Prilimanary report on
laser pulpotomy. J Endod 1985;11:379-84
Mc Kee MD. Effects of CO2 laser
irradiation in vivo on rat alveolar bone and
incisor enamel; dentin and pulp. J Dent Res
1993 :72(10):1406-17.
Mathewson RJ , Primosch RE . Fundamen
tals of Pediatric Dentistry. 3 th ed. Quin
tessence, Chicago 1995;265-83
Jumal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, Vol4.No.2., 1997 38