Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mioma Uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan
jaringan ikat oleh karena itu dapat disebut juga dengan leiomioma, fibriomioma
atau fibroid.1
Menurut WHO salah satu masalah kesehatan yang sering di jumpai pada
wanita usia subur adalah timbulnya mioma uteri (20-25%). Biasanya penyakit ini
ditemukan secara tidak sengaja pada pemeriksaaan rutin atau saat sedang
melakukan medical check up tahunan. Pada tahun 2010 kejadian mioma uteri
terbanyak masih pada kelompok umur >35 tahun.
Penyebab dari mioma pada uterus masih belum diketahui. Beberapa
penelitian mengatakan bahwa masing-masing mioma muncul dari 1 sel neoplasma
soliter (satu sel ganas) yang berada diantara otot polos miometrium (otot polos di
dalam rahim). Selain itu didapatkan juga adanya faktor keturunan sebagai
penyebab mioma uteri. Dari hasil penelitian Miller dan Lipschultz yang
megutarakan bahwa mioma uteri terjadi tergantung pada sel-sel otot imatur yang
terdapat pada Cell Nest yang selanjutnya dapat dirangsang, terus menerus oleh
estrogen. 1,2,3
Menurut tempatnya di uterus dan menurut arah pertumbuhannya, maka
mioma uteri dibagi 3 jenis antara lain, mioma submukosa, mioma intramural dan
mioma subserosa. Mioma submukosa berada di bawah endometrium dan
menonjol ke dalam rongga uterus, j enis ini sering memberikan keluhan gangguan
perdarahan. Mioma Intramural terdapat di dinding uterus di antara serabut
miometrium. Mioma Subserosa apabila mioma tumbuh keluar dinding uterus
sehingga menonjol pada permukaan uterus diliputi oleh serosa. Pengaruh Mioma
pada Kehamilan dan Persalinan salah satunya, dapat mengakibatkan infertilitas
BAB II
PEMBAHASAN
I. MIOMA UTERI
A. Definisi
Mioma Uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan
jaringan ikat yang menumpangnya sehingga dapat disebut juga dengan
leiomioma, fibriomioma atau fibroid.1
B. Epidemiologi
Menurut WHO salah satu masalah kesehatan yang sering di jumpai pada
wanita usia subur adalah timbulnya mioma uteri (20-25%). Biasanya penyakit ini
ditemukan secara tidak sengaja pada pemeriksaaan rutin atau saat sedang
melakukan medical check up tahunan. Pada tahun 2010 kejadian mioma uteri
terbanyak masih pada kelompok umur >35 tahun yaitu sebanyak 43 orang
(63,2%) dan 45 orang (66,2%) terjadi pada multipara. Periode Januari 2011Mei
2011 angka kejadian mioma uteri yaitu 39 orang (35,8%) dari 109 kasus
ginekologi yang dirawat. Angka tersebut lebih tinggi bila dibandingkan penderita
ca cerviks yang hanya 21 orang (19,3%), penderita kista ovarium 13 orang
(11,9%), penderita menometroragi 12 orang (11%) serta penyakit ginekologi
lainnya sebanyak 24 orang. Seperti halnya tahun-tahun sebelumnya, insidensi
mioma uteri pada tahun 2011 ini pun terjadi pada kelompok umur >35 tahun
sebanyak 28 orang (71,8%) dan terjadi pada wanita multipara yaitu sebanyak 26
orang (66,7%). Mioma uteri belum pernah ditemukan sebelum terjadinya
menarche.2
C. Etiologi
Walaupun mioma uteri terjadi banyak tanpa penyebab, namun dari hasil
penelitian Miller dan Lipschultz yang megutarakan bahwa terjadi mioma uteri
tergantung pada sel-sel otot imatur yang terdapat pada Cell Nest yang
selanjutnya dapat dirangsang, terus menerus oleh estrogen. 1,2,3
Teori Mayer dan Snoo, rangsangan cell nest oleh estrogen, faktor:
a. Tak pernah dijumpai sebelum menstruasi
b. Atropi setelah menopause
c. Cepat membesar saat hamil
d. Sebagian besar masa reproduktif
Penyebab dari mioma pada uterus masih belum diketahui. Beberapa
penelitian mengatakan bahwa masing-masing mioma muncul dari 1 sel neoplasma
soliter (satu sel ganas) yang berada diantara otot polos miometrium (otot polos di
dalam rahim). Selain itu didapatkan juga adanya faktor keturunan sebagai
penyebab mioma uteri. Pertumbuhan dari leiomioma berkaitan dengan adanya
hormon estrogen. Tumor ini menunjukkan pertumbuhan maksimal selama masa
reproduksi, ketika pengeluaran estrogen maksimal. Mioma uteri memiliki
kecenderungan untuk membesar ketika hamil dan mengecil ketika menopause
berkaitan dengan produksi dari hormon estrogen. Apabila pertumbuhan mioma
semakin membesar setelah menopause maka pertumbuhan mioma ke arah
keganasan harus dipikirkan. Pertumbuhan mioma tidak membesar dengan
pemakaian pil kontrasepsi kombinasi karena preparat progestin pada pil
kombinasi memiliki efek anti estrogen pada pertumbuhannya. Perubahan yang
harus diawasi pada leiomioma adalah perubahan ke arah keganasan yang berkisar
sebesar 0,04%.2
D. Faktor Resiko
1) Umur
Frekuensi kejadian mioma uteri paling tinggi antara usia 35-50 tahun yaitu
mendekati angka 40%, sangat jarang ditemukan pada usia dibawah 20 tahun.
Sedangkan pada usia menopause hampir tidak pernah ditemukan Pada usia
sebelum menarche kadar estrogen rendah, dan meningkat pada usia reproduksi,
serta akan turun pada usia menopause Pada wanita menopause mioma uteri
ditemukan sebesar 10%.3
2) Riwayat Keluarga
Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita mioma uteri
mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma dibandingkan dengan
wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri. 3
3) Obesitas
Obesitas juga berperan dalam terjadinya mioma uteri. Hal ini mungkin
berhubungan dengan konversi hormon androgen menjadi estrogen oleh enzim
aromatase di jaringan lemak. Hasilnya terjadi peningkatan jumlah estrogen tubuh,
dimana hal ini dapat menerangkan hubungannya dengan peningkatan prevalensi
dan pertumbuhan mioma uteri.3
4) Paritas
Angka kejadian mioma uteri bervariasi dari hasil penelitian yang pernah
dilakukan ditemukan sebesar 0,3%-7,2% selama kehamilan. Kehamilan dapat
mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar estrogen dalam kehamilan dan
bertambahnya vaskularisasi ke uterus. Kedua keadaan ini ada kemungkinan dapat
mempercepat pembesaran mioma uteri. Kehamilan dapat juga mengurangi resiko
mioma karena pada kehamilan hormon progesteron lebih dominan. 3
E. Patogenesis
Awal mulanya pembentukan tumor adalah terjadinya mutasi somatik dari selsel miometrium. Mutasi ini mencakup rentetan perubahan kromosom baik secara
parsial maupun keseluruhan. Aberasi kromosom ditemukan pada 23-50% dari
mioma uteri yang diperiksa dan yang terbanyak (36,6%) ditemukan pada
kromosom 7 (del(7) (q 21) /q 21 q 32). 3
Hal yang mendasari tentang penyebab mioma uteri belum diketahui secara
pasti, diduga merupakan penyakit multifaktorial. Dipercayai bahwa mioma
merupakan sebuah tumor monoklonal yang dihasilkan dari mutasi somatik dari
sebuah sel neoplastik tunggal yang berada di antara otot polos miometrium. Selsel
mioma
mempunyai
abnormalitas
kromosom.
Faktor-faktor
yang
c) Hormon Pertumbuhan
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon yang
mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa, terlihat pada periode ini
memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari mioma selama kehamilan
mungkin merupakan hasil dari aksi sinergistik antara hormon pertumbuhan dan
estrogen. 3
F. Patologi Anatomi
Menurut tempatnya di uterus dan menurut arah pertumbuhannya, maka
mioma uteri dibagi 3 jenis antara lain:
a) Mioma Submukosa
Berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus. Jenis
ini dijumpai 6,1% dari seluruh kasus mioma. Jenis ini sering memberikan keluhan
gangguan perdarahan. Mioma jenis lain meskipun besar mungkin belum
memberikan keluhan perdarahan, tetapi mioma submukosa, walaupun kecil sering
memberikan keluhan gangguan perdarahan. Mioma submukosa umumnya dapat
diketahui dengan tindakan kuretase, dengan adanya benjolan waktu kuret, dikenal
sebagai currete bump dan dengan pemeriksaan histeroskopi dapat diketahui posisi
tangkai tumor. Tumor jenis ini sering mengalami infeksi, terutama pada mioma
Kelainan letak janin dalam rahim, terutama pada mioma yang besar dan
letak subrosum.
Inersia uteri dan atonia uteri, terutama pada mioma yang letaknya di dalam
dinding rahim atau apabila terdapat banyak mioma.
Tumor tumbuh lebih cepat dalam kehamilan akibat hipertrofi dan edema,
terutama dalam bulan-bulan pertama, mungkin karena pengaruh hormonal.
Setelah kehamilan 4bulan tidak bertambah besar lagi.
Tumor menjadi lebih lunak dalam kehamilan, dapat berubah bentuk, dan
mudah terjadi gangguan sikulasi di dalamnya, sehingga terjadi perdarahan
dan nekrosis, terutama di tengah-tengah tumor. Tumor tampak merah
(degenerasi merah) atau tampak seperti daging (degenerasi karnosa).
Perubahan ini menyebabkan rasa nyeri di perut yang disertai gejala-gejala
rangsangan peritoneum dan gejala-gejala peradangan, walaupun dalam hal ini
peradangan bersifat suci hama(steril). Lebih sering lagi komplikasi ini terjadi
dalam masa nifas karena sirkulasi dalam tumor mengurangi akibat perubahanperubahan sirkulasi yang dialami oleh perempuan setelah bayi lahir.
I. Diagnosis
a) Anamnesis
Riwayat perdarahan pervaginam terutama pada wanita usia 40-an. 4
b) Pemeriksaan Fisik
dalam menetapkan
adanya
mioma
uteri.
Ultrasonografi
transvaginal terutama bermanfaat pada uterus yang kecil. Uterus atau massa
yang paling besar baik diobservasi melalui ultrasonografi transabdominal.
Mioma uteri secara khas menghasilkan gambaran ultrasonografi yang
mendemonstrasikan irregularitas kontur maupun pembesran uterus. 4
J. Penatalaksanaan
10
sudah
demikian
mengecil
sehingga
tidak
memerlukan
11
II. INFERTILITAS
A. Definisi
Pengertian klinis mengenai infertilitas yang digunakan WHO adalah sebuah
permasalahan sistem reproduksi yang digambarkan dengan kegagalan untuk
memperoleh kehamilan setelah 12 bulan atau lebih melakukan hubungan seksual
minimal 2-3 kali seminggu secara teratur tanpa menggunakan alat kontrasepsi.7
B. Klasifikasi7
Infertilitas terbagi atas 2 bagian, yaitu :
a) Infertilitas primer
Yaitu pasangan suami istri belum mampu dan belum pernah memiliki anak
setelah 1 tahun berhubungan seksual sebanyak 2-3 kali per minggu tanpa
menggunakan alat kontrasepsi dalam bentuk apapun.
b) Infertilitas sekunder
Yaitu pasangan suami istri telah atau pernah memiliki anak sebelumnya,
tetapi saat ini belum mampu memiliki anak lagi setelah 1 tahun
berhubungan seksual tanpa menggunakan alat atau metode kontrasepsi
dalam bentuk apapun.
12
C. Epidemiologi
Berdasarkan laporan WHO, secara global diperkirakan adanya kasus
infertilitas pada 8-10% pasangan, yaitu sekitar 50 juta hingga 80 juta pasangan. Di
Amerika sekitar 5 juta orang mengalami permasalahan infertilitas, sedangkan di
Eropa angka kejadiannya mencapai 14%2. Pada tahun 2002, dua juta wanita usia
reproduktif di Amerika merupakan wanita infertil3. Sedangkan di Indonesia,
berdasarkan survei kesehatan rumah tangga tahun 1996, diperkirakan ada 3,5 juta
pasangan (7 juta orang) yang infertil. Mereka disebut infertil karena belum hamil
setelah setahun menikah. Kini, para ahli memastikan angka infertilitas telah
meningkat mencapai 15-20 persen dari sekitar 50 juta pasangan di Indonesia. 7
D. Etiologi
Infertilitas pada wanita dapat disebabkan oleh infeksi vagina seperti vaginitis
dan trikomonas vaginalis akan menyebabkan infeksi lanjut pada portio, serviks,
endometrium bahkan sampai ke tuba yang dapat menyebabkan gangguan
pergerakan dan penyumbatan pada tuba sebagai organ reproduksi vital untuk
terjadinya konsepsi. Terjadinya disfungsi seksual yang mencegah penetrasi penis,
atau lingkungan vagina yang terlalu asam juga dapat menyebabkan seorang
wanita kesulitan mengalami kehamilan.8,9
Perubahan fisiologis mengalami gangguan yang secara normal terjadi selama
periode praovulasi dan ovulasi yang membuat lingkungan serviks kondusif bagi
daya hidup sperma misalnya peningkatan alkalinitas dan peningkatan sekresi.
Kelainan Serviks yang dapat menyebabkan infertilitas adalah:
1) Perkembangan serviks yang abnormal sehingga mengakibatkan migrasi
sperma terhambat.
2) Tumor serviks seperti polip atau mioma yang dapat menutupi saluran
sperma atau menimbulkan discharge yang mengganggu spermatozoa.
3) Infeksi serviks yang menghasilkan asam atau sekresi purulen yang bersifat
toksin terhadap spermatozoa. 8,9
13
Nidasi ovum yang telah dibuahi terjadi di endometrium. Kejadian ini tidak
dapat berlangsung apabila ada patologi di uterus, seperti polip endometrium,
adenomiosis, mioma uterus atau leiomioma, bekas kuretase dan abortus septik.
Kelainan tersebut dapat mengganggu implantasi, pertumbuhan, nutrisi serta
oksigenisasi janin. 8,9
Sumbatan di tuba fallopii merupakan salah satu penyebab infertilitas.
Sumbatan tersebut dapat terjadi akibat infeksi, pembedahan tuba atau adhesi yang
disebabkan oleh endometriosis atau inflamasi. Peningkatan insiden penyakit
radang panggul (pelvic inflammatory disease PID). PID ini menyebabkan
jaringan parut yang memblok kedua tuba fallopi. 8,9
Masalah ovarium yang dapat mempengaruhi infertilitas yaitu kista atau tumor
ovarium, penyakit ovarium polikistik, endometriosis, atau riwayat pembedahan
yang mengganggu siklus ovarium.
Kelas 1 :
Kegagalan pada hipotalamus hipopise. Karakteristik dari kelas ini adalah
gonadotropin yang rendah, prolaktin normal, dan rendahnya estradiol.
Kelainan ini terjadi sekitar 10 % dari seluruh kelainan ovulasi.
Kelas 2:
Gangguan fungsi ovarium. Karakteristik dari kelas ini adalah kelainan pada
gonadotropin namun estradiol normal. Anovulasi kelas 2 terjadi sekitar 85 %
dari seluruh kasus kelainan ovulasi.
Kelas 3:
Kegagalan ovarium. Karakteristik kelainan ini adalah kadar gonadotropin
yang tinggi dengan kadar estradiol yang rendah. Terjadi sekitar 4-5 % dari
seluruh gangguan ovulasi.
Kelas 4:
Kelompok wanita yang mengalami gangguan ovulasi akibat disfungsi
ovarium, memiliki kadar prolaktin yang tinggi.
14
Perempuan yang memiliki siklus haid teratur dan telah mengalami infertilitas
selama 1 tahun, dianjurkan untuk mengkonfirmasi terjadinya ovulasi dengan
cara mengukur kadar progesteron serum fase luteal madya (hari ke 21-28)
15
Pengukuran
temperatur
basal
tubuh
tidak
direkomendasikan
untuk
Perempuan dengan siklus haid yang tidak teratur disarankan untuk melakukan
pemeriksaan darah untuk mengukur kadar hormon gonadotropin (FSH dan
LH).
Pemeriksaan fungsi tiroid pada pasien dengan infertilitas hanya dilakukan jika
pasien memiliki gejala.
Cadangan Ovarium
- Riwayat menstruasi
- Kadar AMH
- Progesteron serum
- Ultrasonografi transvaginal
- Temperatur basal
- LH urin
- Biopsi Endometrium
16
HSG
Sensitivitas dan
USG-TV
Dapat mendeteksi
SIS
PPV dan NPV
Histeroskopi
Metode
PPV rendah
patologi
tinggi, untuk
definitif
untuk
endometrium dan
mendeteksi
invasif
mendeteksi
myometrium
patologi intra
patologi
kavum uteri
intrakavum uteri
17
Keuntungan
Visualisasi seluruh
Kelemahan
Paparan radiasi
Kurang dapat
menggambarkan adhesi
Saline infusion
Visualisasi ovarium,
pelvis
Pelatihan khusus
18
sonography
Laparaskopi
Visualisasi langsung
terbukti
Invasif
kromotubasi
Biaya tinggi
interna
Memungkinkan
dilakukan terapi
sekaligus
F. Penatalaksanaan
1. Penanganan gangguan ovulasi berdasarkan WHO, yaitu: 9
WHO kelas I
Pada perempuan yang memiliki IMT < 19, tindakan peningkatan berat badan
WHO Kelas II
Pengobatan gangguan ovulasi WHO kelas II (SOPK) dapat dilakukan dengan
cara pemberian obat pemicu ovulasi golongan anti estrogen (klomifen sitrat),
tindakan drilling ovarium, atau penyuntikan gonadotropin. Pengobatan lain yang
dapat digunakan adalah dengan menggunakan insulin sensitizer seperti
metformin. 9
Perempuan dengan gangguan ovulasi WHO kelas II dianjurkan untuk
mengkonsumsi klomifen sitrat sebagai penanganan awal selama maksimal 6
bulan. Efek samping klomifen sitrat diantaranya adalah sindrom hiperstilmulasi,
rasa tidak nyaman di perut, serta kehamilan ganda. Pada pasien SOPK dengan
IMT > 25, kasus resisten klomifen sitrat dapat dikombinasi dengan metformin
karena diketahui dapat meningkatkan laju ovulasi dan kehamilan.9
19
ovarium (WHO kelas III) sampai saat ini tidak ditemukan bukti yang cukup kuat
terhadap pilihan tindakan yang dapat dilakukan. Konseling yang baik perlu
dilakukan pada pasangan yang menderita gangguan ovulasi WHO kelas III sampai
kemungkinan tindakan adopsi anak. 9
WHO Kelas IV
Pemberian agonis dopamin (bromokriptin atau kabergolin) dapat membuat
3. Tatalaksana endometriosis
Meskipun terapi medisinalis endometriosis terbukti dapat mengurangi rasa
nyeri namun belum ada data yang menyebutkan bahwa pengobatan dapat
meningkatkan fertilitas. Beberapa penelitian acak melaporkan bahwa penggunaan
progestin dan agonis GnRH tidak dapat meningkatkan fertilitas pasien
endometriosis derajat ringan sampai sedang. 9
20
Klomifen Sitrat
Klomifen sitrat dapat mengatasi kasus infertilitas idiopatik dengan cara
21
Inseminasi Intrauterin
Inseminasi intrauterin dengan atau tanpa stimulasi merupakan pilihan pada
DAFTAR PUSTAKA
23