You are on page 1of 23

LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI

OLEH :
KADEK YULI ASTITI
16J10869

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KSESEHATAN BALI
2016/2017

LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN SENSORI PERSEPSI (HALUSINASI)

1.

KONSEP DASAR HALUSINASI


A. DEFINISI
Persepsi mengacu pada indentifikasi dan interpretasi awal dari suatu
stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra. perubahan
persepsi sensori merupakan gejala umum dari skizoprenia dan ntermasuk
dalam gangguan orientasi realita yaitu ketidakmampuan klien menilai dan
berespon pada realita. Klien tidak mampu membedakan rangsang internal dan
eksternal, tidak dapat membedakan lamunan dan kenyataan. Klien tidak
mampu memberi respon secara tepat sehingga tampak prilaku yang sukar
dimengerti dan mungkin menakutkan (Keliat, 1998).
Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan presepsi sensori
yang di alami oleh pasien gangguan jiwa, klien merasakan sensasi berupa
suara, pengelihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus
nyata. (Dr. Budi Anna Kaliat 2012). (Stuart dan Sundeen 1998).
Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulasi
yang nyata (FKUI, 1998). Sedangkan menurut Wilson (1987), halusinasi
adalah gangguan penyerapan/persepsi panca indera tanpa adanya rangsangan
dari luar yang terjadi pada sistem pengindraan dimana terjadi pada saat
kesadaran individu itu penuh atau tidak. Maksudnya rangsangan terjadi pada
klien dalam keadaan dapat menerima rangsangan dari luar tapi tidak dapat
membedakan antara rangsangan dari luar dan dari dalam individu. Dengan
kata lain klien berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata, hanya
dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan oleh orang lain.

Dapat disimpulkan perubahan persepsi sensori : halusinasi yaitu


gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya
tidak terjadi. Suatu penerapan indra tanpa adanya rangsangan dari luar.

B. RESPON BIOLOGIS
Rentang respon neurobiologis dari keadaan respon persepsi adaptif
sehingga keadaan persepsi maladaptive, dapat dilihat pada gambar rentang
respon seperti di bawah ini :
RENTANG RESPON NEUROBIOLOGIS

Respon Adaptif
Pemikiran logis

Persepsi akurat

Emosi konsisten
dengan
pengalaman
Perilaku sesuai

Hubungan sosial

Respon Maladaptif
Kelainan
pikiran/delusi
Ilusi
Halusinasi
Reaksi emosional Ketidakmampuan
berlebihan
atau
mengalami emosi
kurang
Perilaku ganjil / tak Ketidakberaturan
lazim
Menarik diri
Isolasi sosial
Distorsi pikiran

Pengertian dari rentang respon neurobiologis :


1)

Respon adaptif :
a) Pemikiran logis adalah suatu pemikiran dengan nmenggunakan
logika, rasional, masuk akal serta dapat diterima oleh akal sehat.
b) Persepsi akurat adalah sebuah keadaan yang sadar akan banyaknya
stimulus yang memepengaruhi indra.
c) Emosi konsisten dengan pengalaman adalah kemantapan perasaan
jiwa sesuai dengan peristiwa yang pernah dialami.
d) Perilaku sesuai adalah kegiatan atau sesuatu yang berkaitan dengan
individu tersebut diwujudkan dalam bentuk gerak atau ucapan yang
tidak bertentangan dengan moral.
e) Hubungan sosial adalah hubungan seseorang dengan orang lain
dalam pergaulan di tengah-tengah masyarakat.

2)

Respon peralihan :
a) Distorsi pikiran adalah kegagalan dalam mengabstrakan dan
mengambil kesimpulan.
b) Ilusi adalah persepsi atau respon yang salah terhadap stimulus
sensori.
c) Reaksi emosional berlebih atau berkurang adalah emosi yang
diekspresikan dengan sikap yang tidak sesuai.
d) Perilaku ganjil/ tidak lazim adalah perilaku aneh yang tidak enak
dipandang,

3)

membingungkan,

kesukaran

mengolah

dan

tidak

mengenal orang lain.


e) Menarik diri adalah perilaku menghindar dari orang lain.
Respon maladaptif :
a) Kelainan pikiran/delusi adalah keyakinan yang salah secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakini. Oleh orang lain dan
bertentangan dengan realita sosial.
b) Halusinasi adalah persepsi yang salah terhadap rangsangan (panca
indra).
c) Ketidakmampuan mengalami emosi adalah ketidakmampuan atau
menurunnya

kemampuan

untuk

mengalami

kesenangan,

kebahagiaan, kesedihan, keakraban, dan kedekatan.


d) Ketidakberaturan adalah ketidakselarasan antara perilaku dan
gerakan yang ditimbulkan.
e) Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami seseorang
karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam.
C. PSIKOPATALOGI
1)

Etiologi
a) Faktor Predisposisi
(1) Faktor perkembangan terhambat
(a) Usia sekolah (6 12 tahun) mengalami peristiwa yang tidak
menyenangkan selama sosialisasi dan kegiatan sekolah.
(b) Usia remaja (12 21 tahun) mengalami krisis identitas yang
tidak terselesaikan.
4

(2)

Faktor komunikasi dalam keluarga


Komunikasi tertutup, tidak ada komunikasi, tidak ada kehangatan,
orang tua yang membandingkan anak-anaknya.
(3) Faktor psikologis
Menutup diri, harga diri rendah, mudah kecewa dan putus asa.

(4)

Faktor genetik
Adanya keluarga yang menderita skizofrenia.

b) Faktor Presipitasi
(1)

Faktor sosial budaya


Kehilangan

orang-orang

yang

dicintai

dan

lingkungan

(permusuhan, perceraian, dirawat di RS dan kematian).


(2)

Faktor biokimia
Stress

yang

mengakibatkan

lepasnya

dopamin

atau

zat

halusinogenik yang menyebabkan terjadinya halusinasi.

(3)

Faktor psikologis
Kecemasan tinggi dan memanjang, tidak mampu mengatasi
masalah atau kegagalan dalam hidup.

2)

Proses Terjadinya Halusinasi


Halusinasi yang dialami oleh klien bisa berbeda intensitasnya dan
keparahannya. Stuart dan Laraia (2001) membagi fase halusinasi
dalam 4 (empat) fase berdasarkan tingkat ansietas yang dialami dan
kemampuan klien mengendalikan dirinya, semakin berat fase
halusinasi klien, semakin berat mengalami ansietas dan makin
dikendalikan oleh halusinasinya.
5

Fase-fase Halusinasi (Stuart dan Laraia. 2001: 421).


a)

Fase I : Sleep Disorder (Fase awal sebelum muncul halusinasi)


(1) Karakteristik
Klien merasa banyak bersalah, ingin menghindar dari
lingkungan dan takut diketahui orang lain bahwa dirinya
banyak masalah. Masalah makin terasa sulit karena berbagai
stressor terakumulasi. Masalah terasa menekan karena
terakumulasi sedangkan support sistem kurang dan persepsi
terhadap masalah sangat buruk.
(2) Perilaku klien
Akan mengalami kesulitan untuk tidur dan berlangsung lama,
kemudian mulai berhayal. Klien menganggap lamunanlamunan awal tersebut sebagai pemecahan masalah.

b) Fase II : Comforting (ansietas sedang : halusinasi menyenangkan)


(1) Karakteristik
Klien mengalami perasan mendalam seperti ansietas kesepian,
rasa bersalah, takut dan mencoba untuk berfokus pada pikiran
menyenangkan untuk meredakan ansietas. Individu mengenali
bahwa pikiran-pikiran dan pengalaman sensori berada dalam
kendali kesadaran jika ansietas dapat ditangani non psikotik.
(2) Perilaku klien
Tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai., menggerakkan
bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, respon verbal
yang lambat jika sedang asyik sendiri, diam dan asyik sendiri.

c)

Fase III : Condeming (ansietas berat : halusinasi menjadi


menjijikkan)
6

(1) Karakteristik
Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. klien mulai
lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak
dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. klien mungkin
mengalami dipermalukan oleh pengalaman sensori dan
menarik diri dari orang lain. Psikotik ringan.
(2)

Perilaku klien
Meningkatkan tanda-tanda sistem syarat otonom akibat
ansietas seperti peningkatan denyut jantung, pernafasan dan
tekanan darah, rentang perhatian menyempit, asyik dengan
pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan membedakan
halusinasi dengan realita.

d)

Fase VI : Kontrolling (ansietas berat : pengalaman sensori menjadi


berkuasa)
(1) Karakteristik
Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi
dan menyerah pada halusinasi tersebut. Isi halusinasi menjadi
menarik, klien mungkin mengalami kesepian jika sensori
halusinasi berhenti. Psikotik.
(2) Perilaku klien
Kemauan yang dikendalikan halusinasi akan lebih diikuti,
kesukaran berhubungan dengan orang lain, rentang perhatian
hanya beberapa detik atau menit, adanya tanda-tanda fisik
ansietas berat seperti : berkeringat, tremor, tidak mampu
mengikuti perintah.

e)

Fase V : Conquering (panik : umumnya menjadi melebur dengan


halusinasinya)

(1) Karakteristik
Pengalaman sensori menjadi mengancam, jika klien mengikuti
perintah halusinasinya. Halusinasi berakhir dalam beberapa
jam atau hari jika tidak ada intervensi therapiutik. Psikotik
berat
(2) Perilaku klien
Prilaku teror akibat panic, potensi kuat suicide atau homicide,
aktifitas fisik merefleksikan isi halusinasi seperti prilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonia, tidak mampu
berespon terhadap perintah komplek.

3)

Jenis Halusinasi
Wilson dan Kneisl (1988 hal. 406) membagi halusinasi sebagai
berikut:
a)

Halusinasi dengar (Akustik, Audotorik)


Individu mendengar suara yang membicarakan, mengejek,
mentertawakan atau mengancam dirinya pada hal tidak ada suara
disekitarnya. Halusinasi dengar sering terjadi pada skizoprenia.

b)

Halusinasi lihat (Visual)


Individu melihat pemandangan orang, binatang atau sesuatu yang
tidak ada. Halusinasi lihat sering terjadi pada gangguan mental
organic (Acut organic brain syndrome).

c)

Halusinasi bau atau hirup (Olfaktorik)

Halusinasi ini jarang ditemukan, individu yang mengalami


halusinasi bau mengatakan mencium bau bauan seperti : bau
bunga, bau kemenyan, bau mayat yang tidak ada sumbernya.
d)

Halusinasi kecap (Gustatorik)


Individu merasa mengecap suatu rasa di mulutnya. Halusinasi ini
sering terjadi pada seizure disorders.

e)

Halusinasi raba /singgungan (Taktil)


Individu yang bersangkutan mereasa binatang merayat pada
kulitnya. Bila rabaan ini merupakan rangsangan seksual maka
halusinasi ini disebut Halusinasi Haptik.

f)

Halusinasi Chenes Thetik


Individu merasakan fungsi tubuhnya seperti aliran darah di vena
atau arteri.

g)

Halusinasi Kinestetik
Individu merasakan pergarakan sementara individu berdiri tanpa
bergerak.

D. TANDA DAN GEJALA


Tanda atau gejala yang muncul pada klien halusinasi adalah bicara
kacau, senyum dan tertawa sendiri, mengatakan mendengar suara-suara yang
tidak jelas dari mana sumbernya, menarik diri, mudah tersinggung, jengkel,
marah, ekspresi wajah tegang tidak dapat membedakan hal yang nyata dan
tidak nyata.

E. PENATALAKSANAAN
9

1)

Penatalaksanaan Medis
a) Farmakoterapi
Neuroleptika dengan dosis efektif bermanfaat pada penderita
skizoprenia yang menahun, hasilnya lebih banyak jika mulai

diberi dalam dua tahun penyakit.


Neuroleptika dengan dosis efektif tinggi bermanfaat pada

penderita dengan psikomotorik yang meningkat.


b) Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang
grandmall secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui
electrode yang dipasang pada satu atau dua temples, terapi kejang
listrik dapat diberikan pada skizoprenia yang tidak mempan dengan
terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5
joule/detik.

c) Psikoterapi dan Rehabilitasi


Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu
karena berhubungan dengan praktis dengan maksud mempersiapkan
klien kembali ke masyarakat, selain itu terapi kerja sangat baik untuk
mendorong klien bergaul dengan orang lain, klien lain, perawat dan
dokter. Maksudnya supaya klien tidak mengasingkan diri karena dapat
membentuk

kebiasaan

yang

kurang

baik,

dianjurkan

untuk

mengadakan permainan atau latihan bersama, seperti therapy


modalitas.
2)

Penatalaksanaan Keperawatan
a) Psikotherapi
Psikoterapi adalah suatu cara pengobatan terhadap masalah emosional
seorang pasien yang dilakukan oleh seorang yang terlatih dalam

10

hubungan profesional secara sukarela dengan maksud hendak


menghilangkan, mengubah, atau menghambat gejala-gejala yang ada,
mengoreksi

prilaku

yang

terganggu

dan

mengembangkan

pertumbuhan kepribadian secara positif. (Direja, 2010, hal. 168).


b) Rehabilitasi
Terapi kerja baik untuk mendorong penderita bergaul lagi
dengan orang lain, penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya
supaya ia tidak mengasingkan diri lagi karena bila tidak menarik diri
dia dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan
penderita untuk mengadakan permainan atau pelatihan bersama
(Maramis, 2005, Hal. 232).
Menurut Keliat (2009), di dalam rehabilitas terdapat terapi
aktivitas kelompok yang dibagi menjadi empat yaitu : terapi aktivitas
kelompok stimulasi kognitif atau persepsi (klien dilatih untuk
mempersepsikan stimulus yang disediakan atau stimulus yang pernah
dialami), terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori(aktivitas
digunakan sebagai stimulus pada sensori klien), terapi aktivitas
kelompok orientasi realitas(klien diorientasikan pada kenyataan yang
ada disekitar klien, yaitu diri sendiri, orang lain dan lingkungan yang
pernah mempunyai hubungan dengan klien), terapi aktivitas kelompok
sosislisasi(klien dibantu untuk melakukan sosialisasi dengan individu
yang ada disekitar klien).

2.

KONSEP DASAR

ASUHAN

KEPERAWATAN

DENGAN HALUSINASI
A. PENGKKAJIAN

11

Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan dan


merupakan proses yang sistematis untuk mengumpulkan data, menganalisa
dan menentukan diagnosa keperawatan (Depkes RI, 1991).
Prilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis
halusinasinya, apakah halusinasinya merupakan halusinasi pendengaran,
penglihatan, penghidu, pengecapan, peraba, kinesthetik atau chanesthetik.
Apabila perawat mengidentifikasikan adanya tanda-tanda dan prilaku
halusinasi, maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar
mengetahui jenis halusinasinya saja, validasi imformasi tentang halusinasinya
sangat diperlukan meliputi :
1) Isi halusinasi yang dialami klien
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, berkata
apabila halusinasi yang dialami adalah halusinasi dengar atau bentuk
bayangan yang dilihat oleh klien, bila halusinasinya adalah halusinasi
penglihatan, bau apa yang tercium untuk halusinasi bau atau hirup, rasa
apa yang dikecap, untuk halusinasi pengecapan, atau merasakan apa yang
dipermukaan tubuh bila halusinasi perabaan.
2) Waktu dan frekuensi halusinasi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman
halusinasi muncul, berapa kali sehari, seminggu atau sebulan pengalaman
halusinasi itu muncul. Bila memungkinkan klien diminta menjelaskan
kapan pesisnya waktu terjadi halusinasi tersebut. Imformasi ini penting
untuk mengidentifikasikan pencetus halusinasi dan menentukan bilamana
klien perlu diperhatikan saat mengalami halusinasi.
3) Situasi pencetus halusinasi
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang di alami klien sebelum
mengalami halusinasi. Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien
12

kejadian yang dialami sebelum halusinasi muncul. Selain itu perawat juga
dapat mengobservasi apa yang dialami klien menjelang muncul halusinasi
untuk memvalidasi pernyataan klien.
4) Respon klien
Adapun data yang didapatkan pada klien dengan perubahan persepsi
sensori antara lain :
a)

Data subyektif
Menyatakan mendengar suara-suara dan melihat sesuatu yang tidak
nyata, tidak percaya terhadap lingkungan, sulit tidur, tidak dapat
memusatkan perhatian dan konsentrasi, merasa berdosa, menyesal dan
bingung terhadap halusinasinya, perasaan tidak aman, merasa cemas,
takut dan kadang-kadang panik, kebingungan.
b) Data obyektif
Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan tidak nyata,
pembicaraan kacau kadang tidak masuk akal, sulit membuat
keputusan, tidak perhatian terhadap perawatan dirinya, sering
menyangkal dirinya sakit atau kurang menyadari adanya masalah,
ekpresi wajah sedih, ketakutan atau gembira, klien tampak gelisah,
insght kurang, tidak ada minat untuk makan. Dari data tersebut diatas,
kemudian didapatkan rumusan masalah sehingga ditemukan diagnosa
keperawatan.
c) Pohon Masalah
Menurut Budi Anna Keliat (1998), pohon masalah pada perubahan
persepsi sensori sebagai berikut :
Akibat
Resiko kekerasan terhadap diri sendiri,
orang lain dan lingkungan

13

Defisit
perawatan
diri

Masalah utama
Gangguan sensori persepsi :
halusinasi

Penyebab
Kerusakan interaksi sosial

Harga diri rendah kronis

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Perumusan diagnosa keperawatan merupakan langkah keempat dari
pengkajian setelah pohon masalah. Diagnosa keperawatan adalah penilaian
klinis tentang respon aktual atau potensial individu, keluarga atau
masayarakat terhadap masalah kesehatan klien/proses kehidupan (Keliat,
2009).
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul dari pohon masalah di
atas adalah :
1) Resiko kekerasan terhadap diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
2) Gangguan sensori persepsi.
3) Kerusakan interaksi sosial.
4) Harga diri rendah kronis.
5) Defisit perawatan diri.

C. PERENCANAAN KEPERAWATAN
1) Perubahan sensori persepsi
a) TUM : Klien tidak mengalami perubahan persepsi sensori
b) TUK:
(1) Klien

dapat

membina

hubungan

saling

percaya

untuk

mengendaliakan emosinya.
14

Rasional : hubungan saling percaya dapat mempererat hubungan dan


menjadi dasar interaksi klien dengan perawat.
Tindakan keperawatan:
(a) Bina hubungan saling percaya.
Rasional : meningkatkan kepercayaan klien kepada perawat atau
orang lain.
(b) Ciptakan lingkungan yang hangat.
Rasional : untuk menciptakan rasa kebersamaan.
(c) Dorong dan beri kesempatan klien untuk mengungkapkan
perasaannya.
Rasional : agar klien bisa menceritakan masalahnya dengan
terbuka.

(2) Klien dapat mengenal halusinasinya.


Tindakan keperawatan :
(a) Adakan kontak sering dan singkat.
Rasional : untuk menghindari rasa jenuh klien dengan perawat.
(b) Observasi perilaku (verbal dan non verbal) yang berhubungan
dengan halusinasi.
Rasional : mencegah klien hanyut dalam halusinasinya.
(c) Bantu klien mengenal halusinasinya.
Rasional : membantu klien mengenal halusinasinya.
(d) Identifikasi bersama klien tentang waktu munculnya halusinasi
dan frekwensi timbulnya halusinasi.
Rasional

membantu

klien

mengidentifikasi

halusinasi

halusinasi.

15

(e) Dorong klien untuk mengungkapkan perasaanya ketika halusinasi


muncul.
Rasional : untuk mengetahui perasaan klien ketika halusinasi
muncul.
(f) Diskusikan dengan klien mengenai perasaanya saat terjadi
halusinasi.
Rasional : untuk mengetahui perasaan klien ketika terjadi
halusinasi.

(3) Klien dapat mengendalikan halusinasinya


Tindakan keperawatan :
(a) Identifikasi bersama klien tindakan yang biasa dilakukan bila
bayangan dan suara-suara tersebut ada.
Rasional : untuk mengetahui kemampuan klien menghadapi
halusinasinya.
(b) Beri penguatan dan pujian terhadap tindakan klien yang positif.
Rasional : pujian akan mendorong klien untuk melakukan
kegiatan.
(c) Bersama

klien

merencanakan

kegiatan

untuk

mencegah

terjadinya halusinasi.
Rasional : merencanakan kegiatan bersama klien akan dapat
mencegah timbulnya halusinasi.
(d) Diskusikan cara mencegah timbulnya halusinasi
Contoh : bicara dengan orang lain, melakukan kegiatan,
mengatakan pada suara saya tidak mau dengar.
Rasional : membantu klien mengendalikan halusinasinya
sehingga tiak terjadi prilaku kekerasan.
16

(e) Dorong klien untuk memilih cara yang akan digunakanya dalam
menghadapi halusinasinya.
Rasional : memotivasi klien untuk melakukan aktivitas dalam
menghadapi halusinasinya.
(f) Beri penguatan dan pujian terhadap pilihan klien yang benar.
Rasional : pujian akan mendorong klien untuk melakukan
kegiatannya.
(g) Dorong klien untuk melakukan tindakan sesuai dengan cara yang
telah dipilih dalam menghadapi halusinasi.
Rasional : memberikan kesempatan pada klien untuk mencoba
melakukan

kegiatan

yang

dipilih

dalam

menghadapi

halusinasinya.
(h) Libatkan klien dalam kegiatan Terapi Aktivitas Kelompok
(TAK).
Rasional : dengan TAK akan membantu klien mengontrol
halusinasinya.
(i) Beri penguatan atas upaya yang berasil dan beri jalan keluar
upaya yang belum berhasil .
Rasional : pujian akan mendorong klien melakukan kegiatan.

(4)

Klien mendapat dukungan untuk mengendalikan halusinasinya.


Tindakan keperawatan :
(a)

Bina hubungan saling percaya dengan keluarga


Rasional : meningkatkan kepercayaan keluarga dengan perawat
atau orang lain.

(b)

Kaji pengetahuan keluarga tentang halusinasi dan tindakan


yang dilakukan dalam merawat klien.
17

Rasional : menambah pengetahuan keluarga untuk merawat klien.


(c)

Beri penguatan dan pujian terhadap tindakan yang positif.


Rasional : pujian akan mendorong keluarga melakukan
kegiatannya.

(d)

Diskusikan dengan keluarga tentang halusinasi, tanda dan


cara merawat klien di rumah.
Rasional : membantu keluarga mengenal halusinasi klien.

(e)

Anjurkan keluarga mendemonstrasikan

cara merawat

klien di rumah.
Rasional : untuk mengetahui pengetahuan keluarga tentang cara
merawat klien.
(f)

Beri penguatan dan pujian terhadap tindakan yang tepat.


Rasional : pujian akan mendorong keluarga untuk merawat klien.

(5)

Klien

dapat

menggunakan

obat

untuk

mengendalikan

halusinasinya.
Tindakan keperawatan :
(a)

Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang obat untuk


mengendalikan halusinasi.
Rasional : membantu klien agar mau minm obat.

(b)

Bantu klien

untuk pastikan bahwa klien minum obat

sesuai dengan program dokter.


Rasional : membantu penyembuhan klien dengan minum obat.
(c)

Observasi tanda dan gejala terkait efek dan efek samping


obat.
Rasional : mengobservasi keefektifan obat.

(d)

Diskusikan dengan dokter tentang efek samping obat.


18

Rasional : keluarga dan klien memahami efek samping obat.

2) Defisit perawatan diri


a)

TUM : Klien dapat mandiri dalam perawatan diri.

b)

TUK:

(1) Klien

dapat

membina

hubungan

saling

percaya

untuk

mengendaliakan emosinya.
Rasional : hubungan saling percaya dapat mempererat hubungan dan
menjadi dasar interaksi klien dengan perawat.
Tindakan Keperawatan:
(a) Bina hubungan saling percaya.
Rasional : meningkatkan kepercayaan klien kepada perawat atau
orang lain.
(b) Ciptakan lingkungan yang hangat.
Rasional : Untuk menciptakan rasa kebersamaan.
(c) Dorong dan beri kesempatan klien untuk mengungkapkan
perasaannya.
Rasional : agar klien bisa menceritakan masalahnya dengan
terbuka.

(2) Klien mengetahui pentingnya perawatan diri.


Rasional : Agar klien mengetahui pentingnya perawatan diri.
Tindakan keperawatan yaitu mendiskusikan tentang :
(a) Penyebab klien tidak merawat diri.
Rasional : agar perawata mengetahui apa penyebab klien tidak
merawat diri.
(b) Manfaat menjaga perawatan diri untuk keadaan fisik, mental dan
sosial .
Rasional : agar klien mengetahui apa saja manfaat merawat diri.
(c) Tanda-tanda perawatan diri yang baik.

19

Rasional : agar klien mengetahui tanda-tanda merawat diriyang


baik.
(d) Penyakit atau gangguan kesehatan yang bisa dialami oleh klien
bila perawatan diri tidak adekuat.
Rasional : agar klien mengtehui dampak dari tidak merawat diri.

(3) Klien mengetahui cara-cara melakukan perawatan diri.


Rasional : klien dapat mengetahui cara perawatan diri yang baik dan
benar.
Tindakan keperawatan :
(a)
Diskusikan frekuensi menjaga perawatan diri selama ini.
Rasional : agar klien mengetahui frekuensi melakukan perawatan
(b)

diri sesuai dengan kebutuhan.


Diskusikan cara praktik perawatan diri yang b aik dan
benar.
Rasional : agara klien mengetahui bagaimana cara merawat diri

(c)

dengan baik.
Berikan pujian untuk setiap respon positif dari klien.
Rasional : agar pasien merasa di hargai.

(4) Klien dapat melaksanakan perawatan diri dengan bantuan perawat.


Rasional : agar klien melaksanakan perawatan diri dengan bantuan
perawat.
Tindakan keperawatan :
(a) Bantu kllien saat perawatan diri.
Rasional : agar klien dapat melakukan perawatan diri dengan
benar sebelum melakukannya secara mandiri.
(b) Beri pujian setelah melakukan perawatan diri.
Rasional : agar klien merasa diharagai.
(5) Klien dapat melaksanakan perawatan secara mandiri.
Rasional : agar klien dapat melaksanakan perawatan secara mandiri.
Tindakan keperawatan :
(a) Pantau klien dalam melaksanakan perawatan diri.
Rasional : untuk mengetahui apakah klien sudah melaksanakan
perawatan diri secara mandiri dengan baik dan benar.
(b) Beri pujian setelah selesai melaksanakan perawatan diri.
Rasional : agar pasien merasa dihargai.
(6) Klien mendapat dukungan keluarga untuk meningkatkan perawatan
diri.
20

Rasional : agar klien mendapat motivasi saat perawatan dirumah dan


tetap dapat melakukan perawatan diri dengan baik.
Tindakan keperawatan :
(a) Diskusikan dengan keluarga penyebab klien tidak melaksanakan
perawatan diri.
Rasional : agar keluarga mengetahui penyebab klien tidak
merawat diri.
(b) Diskusikan dengan keluarga tindakan yang telah dilakukan klien
selama di rumah sakit dalam menjaga perawatan diri.
Rasional : agar keluarga mengetahui kegiatan yang telah
dilakukan oleh klien terkait dengan perawatan diri.
(c) Diskusikan dengan keluarga dukungan yang bisa diberikan
keluarga untuk meningkatkan kemampuan merawat diri.
Rasional : agar keluarga dapat memberikan dukungan kepada
klien sehingga klien dapat meningkatkan perawatan diri.
(d) Diskusikan dengan keluarga sarana yang diperlukan untuk
menjaga perawatan diri.
Rasional : agar keluarga klien mengetahui sarana yang diperlukan
dalam perawatan diri klien.
(e) Anjurkan kepada keluarga menyiapkan sarana tersebut.
Rasional : memudahkan klien dalam melakukan perawatan diri.
(f) Anjurkan keluarga untuk mempraktikkan perawatan diri.
Rasional: agar klien dapat meniru bagaimana cara perawatan diri
yang baik dan benar.
D. PELAKSANAAN KEPERAWATAN
Merupakan tahap pelaksanaan rencana tindakan yang telah ditentukan dengan
maksud agar kebutuhan klien terpenuhi secara optimal. dalam pelaksanaan
disesuaikan dengan rencana keperawatan dan kondisi klien.

E. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi yang ingin dicapai diantaranya yaitu :
1)
a)
b)

Diagnosa gangguan persepsi sensori halusinasi :


Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Klien mengenal halusinasinya.
21

c)

Klien dapat mengontrol halusinasinya.

d)

Klien mendapat dukungan untuk mngendalikan halusinasinya.

e)

Klien dapat menggunaan obat untuk mengendalikan halusinasinya.

2)
a)
b)
c)
d)
e)
f)

Diagnosa defisit perawatan diri :


Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Klien mengtahui pentingnya perawatan diri.
Klien mengetahui cara perawatan diri.
Klien dapat melaksanakan perawatan diri dengan bantuan perawatan.
Klien dapat melaksanakan perawatan diri dengan mandiri.
Klien mendapat dukungan keluarga untuk meningkatakan perawatan
diri.

22

DAFTAR PUSTAKA

Hawari, D. (2001). Pendekatan Holistic pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta :


EGC.
Keliat, Budi anna . (2005). Proses kesehatan keperawatan jiwa ; ECG
Keliat, B.A. (2005). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa (Edisi 2). Jakarta: EGC
Mansjoer, A. (1999) . Kapita selekta kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius
Maramis, W.F. (2005). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Erlangga
University Press.

23

You might also like