You are on page 1of 10

Contoh Khotbah Jumat Mencetak Generasi

muslim Berkarakter
Filed under: sukses by dewanggapradhana 2 Komentar
Juli 8, 2010
12 Votes



.
Maasyiral muslimin rahimani wa rahimakumullah,
Anak bagi seorang manusia adalah sebuah dambaan. Betapa gembiranya orang tua yang baru
saja mendapatkan karunia seorang anak. Sebaliknya, jika pasangan suami isteri tidak segera
mendapatkan karunia anak, mereka akan senantiasa diliputi reash dan gelisah. Ini semua
menguatkan keyakinan kita, bahwa anak adalah sebuah karunia besar dari Allah kepada umat
manusia.
Dalam menghadapi karunia, kewajiban kita sebagai seorang muslim dan mukmin adalah
senantiasa bersyukur atas nikmat tersebut. Sukur yang dilakukan oleh seorang hamba akan
melipatgandakan kenikmatan yang diperolehnya. Sebaliknya apabila seseorang tidak bisa
bersyukur di kala mendapatkan nikmat, kenikmatan itu bisa menjadi adzab yang pedih,
sebagaimana firman Allah


Sungguh jika kalian bersyukur, niscaya akan Aku tambah (nikmat) bagi kalian. Dan jika kalian
)kufur (tidak bersyukur) sesungguhnya adzabKu benar-benar pedih (QS Ibrahim:7

Maasyiral muslimin rahimahullah,


Kelahiran seorang anak, selain sebagai nikmat juga merupakan amanah dan ujian dari Allah.
Setiap orang tua yang diberi karunia anak, berarti ia mendapatkan amanat untuk
mempertahankan benih-benih keimanan yang telah ada di dalam dirinya, dan mengembangkan
supaya kelak tumbuh subur di saat ia dewasa. Rasulullah saw bersabda


Setiap yang terlahir, ia dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orangtuanya lah yang
menjadikannya Yahudi, nasrani, atau majusi (HR al-Bukhari)
Hadis ini menyiratkan peran orang tua dalam membina keimanan seorang anak. Allah telah
menanamkan jiwa fitrah, jiwa tauhid, di dalam diri setiap anak, lalu apa yang diperbuat oleh
orang tua dalam membesarkan anaknya. Dididik menjadi yahudi, nasrani, Majusi, atau dijaganya
dan dirawatnya benih keimanan yang bernama fitrah ini sehingga ketika si anak menjadi dewasa
ia memiliki jiwa yang beriman dan bertaqwa.
Penjagaan fitrah ini merupakan salah satu tugas dan tanggung jawab orang tua, sebagaimana
difirmankan oleh Allah

Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka. (Qs
At-Tahrim: 6).
Jamaah sidang Jumat azzani wa azzakumullah
Perlu kita sadari bahwa tujuan pendidikan di dalam Islam bukan hanya transfer ilmu dari guru
kepada murid, dari orang tua kepada anak. Pendidikan hakekatnya adalah transfer nilai, transfer
kepribadian. Tujuannya ialah untuk membentuk pribadi yang cinta Allah dan RasulNya,
bersegerah melaksanakan apa yang diperintahkan Allah dan RasulNya. Kecintaan kepada Allah
dan Rasulullah saw itu akan mendorong seseorang untuk senantiasa melakukan amaliah
keseharian yang mencerminkan akhlak dan pribadi yang mulia dan terpuji tersebut.
Oleh karena itu, wajib bagi setiap orang tua dan juga para pendidik untuk mencurahkan segenap
kemampuan yang dimilikinya untuk melaksanakan tugas pendidikan yang benar dalam kaca
mata Islam. Dan sekaligus menjauhkan generasi ini dari pendidikan ala Barat yang hanya
memprioritaskan masalah materi dan urusan duniawi semata.
Pendidikan ala Barat yang selama ini masih dilaksanakan oleh bangsa kita sebenarnya sudah
menampakkan tanda-tanda kegagalan. Pendidikan Barat yang hanya berorientasi pada materi
hanya melahirkan generasi yang rakus kepada harta dan jabatan. Akibatnya mereka akan
merusak segala fasilitas dunia yang telah disediakan oleh Allah untuk kepentingan diri mereka
saja. Rasulullah saw bersabda;




Tidaklah dua ekor serigala yang lapar dilepaskan di dalam kawanan domba akan lebih merusak
daripada rusaknya agama seseorang karena rakusnya kepada harta dan jabatan. (HR at-Tirmidzi)
Jamaah sidang Jumat azzani wa azzamukumullah,
Jika pendidikan yang kita saksikan selama ini bukanlah pendidikan Islam, lalu seperti apakah
pendidikan Islam itu?
Allah subhanahu wataala telah memberikan gambaran yang cukup jelas tentang pendidikan
Islam melalui lisan seorang ahli hikmah yang bernama Luqman. Wasiat-wasiat luqman kepada
puteranya sarat berisi falsafah dasar pendidikan Islam. Dan wasiat-wasiat tersebut telah
diabadikan di dalam al-Quran, tepatnya surat luqman ayat 12 hingga 19.
Pokok-pokoik pikiran pendidikan luqman dapat kita ringkaskan sebagai berikut;
1- Tauhid yang murni.
Hal ini tercermin di dalam wasiatnya;

Wahai anakku, janganlah kau menyekutukan Allah. Sesungguhnya syirik itu adalah kedhaliman
yang sangat besar (Luqman:13)
Tauhid dalam pendidikan Islam adalah asas, karena hak Allah adalah kewajiban utama dan
pertama bagi manusia. Tauhid adalah kunci kesuksesan hidup di dunia dan akhirat. Tauhid ini
pula lah yang akan mencetak hidup seseorang sehingga terpola dengan akhlak karimah.
2- Akhlak Mulia
Akhlak mulia adalah cerminan dari tauhid dan keimanan seseorang. Rasulullah saw bersabda;

Sesempurna sempurna iman seseorang adalah yang paling baik akhlaknya. (HR Abu Dawud dan
at-Tirmidzi)
Banyak sekali Luqman mewasiatkan akkhlak ini; yang tertama dan paling ditekankan adalah
agar seorang anak bias berbakti kepada orang tuanya. Hal ini tercermin di dalam firman Allah



Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya
telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam
dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu (QS Luqman:14)
Selain mengajarkan bakti kepada orang tua, pokok pengajaran akhlak ini disampaikan oleh
Luqman dalam bentuk sikap rendah hati dan tidak sombong. Firman Allah;




Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu
berjalan di muka bumi dengan angkuh. (QS Luqman:18)
Selain sikap tawadlu ini, Luqman juga mengajarkan agar menjaga sopan santun dalam
berbicara, sebagaimana firman Allah





Dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai. (QS
Luqman:19)
Melunakkan suara tentu bukan berarti berbicara dengan suara pelan yang tidak terdengar oleh
orang lain. Ayat ini bermakna agar kata-kata yang terucap bukanlah kata-kata kasar yang tidak
nyaman di telinga pendengar.
Memang, menjalankan ketaatan itu berat, namun itulah kewajiban yang harus ditaati dengan
penuh kesabaran. Dan sabar ini adalah akhlak mulia yang harus tertanam kuat, dan juga
diwasiatkan oleh Luqman



Dan bersabarlah terhadap apa-apa yang menimpamu (QS Luqman:17)
3- Disiplin beribadah
Pesan luqman kepada anaknya di antaranya adalah agar senantiasa menjaga shalat, sebagaimana
firman Allah;


Wahai ananda, tegakkanlah shalat (QS Luqman:17)
Shalat adalah kewajiban pertama bagi setiap mukmin dan muslim, dan shalat ini pula wasiat
terakhir para nabi. mewakili kewajiban ibadah seorang mukmin. Shalat adalah standard
keagamaan seseorang, jika shalatnya baik maka agamanya akan cendeurng baik. Karena itulah
hal pertama yang akan ditanyakan di akhirat adalah shalat, sebagaimana sabda Rasulullah saw;


Yang pertama-tama dihisab dari manusia pada hari kiamat kelak di antara amal-amal mereka
adalah shalat (HR Abu Dawud)
4- Komitmen pada kebenaran
Ini adalah satu sikap yang mendasari karakter keislaman seseorang. Sebagai wujud komitmen
keislaman seseorang adalah aktifitas amar maruf dan nahi munkar, sebagaimana diwasiatkan
oleh Luqman ;

Dan perintahkanlah untuk berbuat maruf (kebaikan) dan cegahlah perbuatan munkar (kejahatan)
(QS Luqman :17)
Hanya orang yang benar-benar memiliki komitmen pada kebenaran sajalah yang sanggup
melakukan amar maruf dan nahi munkar. Orang yang tidak memiliki komitmen pada kebenaran,
bagaimana ia akan melakukan amar maruf jika dirinya tidak memiliki sense untuk
melakukannya. Dan juga bagaimana akan mencegah kemunkaran jika dirinya selalu bergelimang
dengan kemungkaran.
Apabila amar maruf nahi munkar sudah menjadi tradisi masyarakat, maka menunjukkan bahwa
komitmen kepada kebenaran sudah benar-benar mengakar kuat. Dan ini menjadi tanda kemajuan
ummat ini, sebagaimana firman Allah

Kalian adalah sebaik-baik ummat yang dikeluarkan kepada manusia, kalian memerintahkan yang
maruf dan mencegah kemunkaran (Ali Imran :110)
Ayat ini mengaitkan antara citra umat terbaik dan amar maruf nahi munkar. Ini mengisyaratkan
bahwa standar kebaikan suatu ummat terletak pada kesadaran melaksanakan tugas amar maruf
nahi munkar ini.


Khutbah kedua

.


.
: .

Kaum muslimin rahimakumullah:


Dalam khutbah yang kedua ini, perlu kami sampaikan ringkasan khutbah pertama. Intinya, jika
kita ingin memiliki generasi yang baik atau lebih baik dari generasi sekarang ini, maka kuncinya
terletak dalam masalah pendidikan. Dan Pendidikan yang benar berporoskan pada pembinaan
aqidah tauhid, penanaman akhlak yang mulia, disiplin beribadah, dan komitmen pada kebenaran.
Setiap kita pasti menginginkan agar memiliki anak yang shalih dan shalihah. Allah telah
mengajarkan kepadam kita agar selalu memohon supaya anak-anak kita menjadi anak yang
menyenangkan hati. Anak yang menyenangkan hati itu adalah anak shalih, sebab mereka adalah
anak yang berbakti kepada kedua orang tua baik di kala masih hidup maupun setelah wafatnya.
Rasulullah saw menjelaskan bahwa anak yang shalih akan senantiasa memberikan sumbangan
pahala kepada seseorang meskipun dirinya telah meninggal dunia







Apabila manusia telah meninggal, maka semua amalnya akan terputus kecuali tiga perkara.
(Yaitu: ) shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendoakannya. (HR
Muslim).
Memiliki anak yang shalih merupakan idaman setiap orang tua. Tetapi, usaha mencetak dan
membentuk seorang anak menjadi shalih bukanlah pekerjaan mudah, tidak seperti membalikkan
kedua telapak tangan. Usaha ini membutuhkan curahan usaha, pikiran, waktu dan harta.
Jika kita menyaksikan fenomena yang nampak sekarang ini, betapa sedikitnya orang tua yang
betul-betul berusaha mendidik putra-putrinya dengan pendidikan yang benar. Yang terjadi saat
ini, para orang tua lebih bersemangat memberikan pendidikan umum daripada pendidikan secara
Islam. Seakan mereka memiliki persangkaan, jika telah berhasil memberikan pendidikan tinggi
dengan mendapatkan gelar atau jabatan tinggi, berarti ia telah berhasil dan sukses mendidik dan
memberi tarbiyah kepada anak-anaknya.
Betapa sedikitnya para pendidik di lembaga-lembaga pendidikan yang berusaha sekuat tenaga
mengentaskan anak-anak didiknya dari kegelapan menuju jalan kebaikan, bahkan realita
membuktikan yang sebaliknya, yaitu pendidikan ala kadarnya saja tanpa dibarengi dengan
kesemangatan kerja. Bagaimana mungkin mereka mau memberikan pendidikan yang benar, bila
mereka sendiri masih bergelimang dengan berbagai macam dosa dan kemaksiatan.
Mayoritas orang tua masih terpedaya dengan keyakinan semu, bahwa semakin tinggi jenjang
sekolah yang diraih akan menghasilkan duniawi yang berlebih. Semakin banyak title yang
didapat, maka kebahagiaan dunia ada dalam genggaman. Itulah pendidikan yang hanya
memprioritaskan masalah materi semata, tanpa mempertimbangkan aspek-aspek keluhuran budi
pekerti dan akhlak islami. Mereka lalai, bahwa harta dan kedudukan bukanlah segala-segalanya
dalam kehidupan. Justru hati dan keimananlah yang merupakan pondasi kebahagian dunia.
Dengan ketentraman hati dan kekuatan keimanan, dunia akan terasa lebih luas dan

menyenangkan. Sebaliknya, dengan egoisnya hati dan minimnya keimanan, maka dunia akan
terasa sempit dan menyesakkan.
Dari sinilah jamaah jumah yang dirahmati oleh Allah, marilah kita perbaharui paradigma
pendidikan kita. Kita perbaiki orientasi pendidikan kita. Marilah kita perhatikan pendidikan
agama, agar anak-anak kita menjadi anak shalih, yang bisa mendoakan orang tuanya, dan
senantiasa mengalirkan pahala kepada kita setelah wafat kita kelak
Semoga kita semua termasuk orangt tua dan pendidik yang sukses dalam memberikan
pendidikan dan selalu dibimbing Allah dalam mendidik keluarga maupun masyarakat. Sehingga
kita mampu melahirkan generasi Rabbani yang senantiasa menghabiskan hidupnya di jalan
Allah. Wa akhiru dawana anil hamdulillahi Rabbil alamin.
.

.

.







.


Oleh : Ustad Budi Prasetyo
pengajar di Ponpes Assalaam Surakarta
baca juga Rukun dan teknis Khutbah Jumat di sini
Tujuan dakwah sekolah
Kalau saya mencoba mengurai, apakah tujuan dari dakwah sekolah, maka
saya akan mengatakan bahwa tujuan dakwah sekolah adalah kefutuhan
Islam di lingkungan sekolah tersebut. Sebuah keadaan lingkungan sekolah
yang islami. Ya, itulah tujuan tertinggi dari dakwah sekolah. Tujuan yang
diemban oleh setiap generasi kepengurusan dakwah sekolah.
Saya membayangkan betapa indahnya ketika Islam menjadi cahaya dalam
setiap kegiatan sekolah. Saat sekolah dimulai dengan upacara, kita
mendengar lantunan alquran dibacakan secara syahdu oleh salah seorang
petugas upacara, kemudian dilanjutkan oleh tausiyah pembina upacara yang
biasanya diisi oleh kepala sekolah. Saya juga membayangkan bahwa

sebelum kegiatan belajar dimulai, ada salah seorang murid membaca ayat
quran atau hadits sahih dengan artinya atau bahkan dengan sedikit uraian
singkat.....
Salam menjadi budaya antar sesama murid, Masjid selalu ramai dengan
jamaah bocah-bocah kecil, Satpam begitu tegas menindak murid yang
menyalahi aturan kedisiplinan, dan hijab antara ikhwan dan akhwat dijaga
dengan sangat proporsional....
Saya memimpikan bahwa Ukhuwah menjadi slogan dari sebuah
persahabatan. Kemuliaan ukhuwwah yang jauh melampaui kenikmatan
sesaat pacaran. Saya juga merindukan nuansa jiddiyah dalam belajar,
berdakwah, dan menghafal Al-Quran. Lingkaran-lingkaran mentoring
bertebaran di seluruh pelosok sekolah, Guru-guru begitu gigih menjadi
teladan utama, dan Pelajaran Agama bertambah jumlah durasi
pengajarannya ditambah dengan pelatihan dakwah, mentoring, adzan, fiqh,
sirah, baca tulis Al-Quran, dan Life skill. Saya juga tidak menafikan bahwa
fasilitas peralatan sekolah sangat lengkap untuk mendukung kegiatan belajar
mengajar di zaman teknologi ini....
Ah, begitu indah lukisan imajinasi itu. Tetapi kalau memang begitu apa
bedanya dengan sekolah pesantren? Mengapa tidak kita buat saja pesantren
atau memanfaatkan pesantren yang ada saja? Toh, imajinasi diatas tidak
selalu dimiliki oleh sebuah pesantren modern sekalipun?
Nah, disinilah letak qadayah kita, bahwa tantangan kita sebagai seorang ADS
bukanlah mengislamkan pesantren tetapi mengislamkan sebuah sekolah
formal yang didirikan atas dasar pancasila bukan kehidupan Islam. Sekolah
yang pendidikan kewarganegaraan, poster pancasila dan foto presiden dan
wakil presiden di setiap kelas menjadi ciri utamanya.
Kini kita adalah ADS yang sedang memanfaatkan kesempatan. Kesempatan
yang diberikan sekolah agar ada sebuah ekskul tentang remaja mesjid di
setiap sekolah formal. Kesempatan ini didapat karena kita menjadi Alumni
dari sekolah tersebut, dan tentu kelonggaran kebijakan dari sekolah agar
pemberian intensif pendidikan agama difasilitasi melalui sebuah kegiatan
ekstrakurikuler.
Tantangan dan keterbatasan yang begitu keras menghadang langkah para
ADS mau tidak mau harus memecah Tujuan besar itu-yakni kefutuhan islam-

dalam sebuah Visi dakwah sekolah yang lebih sempit, bertahap dan terukur.
PKS
Saya pernah melakukan rapat dengan JJ dan teman-teman rohani lainnya.
Kami melakukan rapat dalam sehari semalam hanya untuk menentukan
tujuan mendasar dari setiap gerak langkah Rohani 554 sebagai Ekskul
remaja mesjid SMP 5. Perdebatan berjalan sangat sengit antar kami. waktu
berjam-jam kami habiskan dengan melakukan analisis keadaan Rohani
secara objektif dan secara subjektif. Keadaan objektif adalah keadaan Rohani
sekarang, sementara keadaan subjektif adalah keadaan yang kami harapkan
terwujud dalam tempo waktu yang akan datang. ketika melisting keadaan
objektif Rohani kami dapati bahwa ternyata ROHANI 554 masih sangat lemah
dan belumlah layak dikatakan sebagai ekskul yang mapan. Begitu banyak
kelemahan yang kami miliki. Namun hal ini tidaklah membuat kami surut dan
lemah. kekuatan mulai muncul kembali ketika kami melisting keadaan
subjektif (ideal) yang kami harapkan dari ROHANI 554. Wah... brainstorming
kami begitu efektif. begitu banyak harapan yang kami inginkan dari ROHANI
554 di masa yang akan datang. Dari semakin ramenya kegiatan mentoring,
sampai kekuatan pengaruh ROHANI yang bisa mengirim kadernya agar ada
yang menjadi Ketua OSIS dan Ketua MPK (Majelis Permusyawarat Kelas). Dari
jumlah anggota yang terus bertambah hingga persyaratan agar setiap
Alumni ROHANI wajib kembali ke SMP 5 dan membina sebuah kelompok
mentoring. Mungkin ada seratus lebih keadaan ideal ROHANI yang kami
tuliskan saat itu. Rapat yang kami jalani membuat kami lupa bahwa malam
sudah semakin larut saja.
Pada esok pagi harinya, kami memulai rapat dengan pikiran yang lebih
jernih. Dari perbandingan keadaan objektif dan subjektif itu kami mulai
mengelompokkan keadaan subjektif yang memiliki ruang lingkup yang mirip.
keadaan dimana jumlah anggota kelas 1 SMP meningkat dan jumlah kelas 2
smp meningkat kami buat dalam satu kelompok. Keadaan dimana pengurus
dapat efektif menjalankan kepengurusan dengan peningkatan kualitas
pengurus dengan melakukan upgrading kami buat dalam satu kelompok
pula.
Awalnya kami membuat 4-5 kelompok keadaan subjektif yang mirip-mirip
ruang lingkupnya. Namun, barulah kami sadar bahwa Visi yang sederhana
dan mudah diingat akan lebih dipegang dan difahami oleh kami jika
dibandingkan visi yang ribet dan terlalu banyak. Kemudian kami berjiddiyah

kalau Visi bisa dibuat dalam kata-kata yang sederhana dan singkat. Kami
kelompokkan keadaan subjektif yang bertujuan untuk memelihara jumlah
anggota, pelatihan lifeskill untuk setiap anggota, pengadaan kegiatan
insidental untuk seluruh anggota, penjadwalan ulang mentoring, seminar
tentang mentoring dalam satu Visi yaitu PEMBINAAN. Kemudian keadaan
subjektif dalam proses kaderisasi yang komprehensif, adanya mentoring
tambahan untuk kader khusus, Pembentukan Kader ROHANI, Upgrading skill
pengurus, menjalin silaturahim dengan kader SMP lain, menuntut
pemenuhan muwashafat (pencapaian-pencapaian) terhadap kader pilihan,
pengiriman kader andalan agar berkiprah dalam OSIS dan MPK, dan Rapat
rutin kader dalam satu Visi yaitu KADERISASI. Kemudian, keadaan subjektif
seperti dapat melaksanakan kegiatan Peringatan Hari Besar Islam, Terlibat
dalam acara kegiatan idul Qurban, mengadakan lomba islami bagi seluruh
warga SMP 5, pengiriman kartu lebaran untuk guru-guru, pembuatan buletin,
pengajakan fardiyah murid SMP 5 non ROHANi agar masuk ROHANi, dan
Masa Orientasi Siswa di awal tahun pelajaran kami kelompokkan dalam satu
Visi yaitu rekrutmen. Sehingga kami dapat menyingkat visi-visi itu dalam 3
huruf yaitu PKR. Namun, seiring waktu berjalan, kata Rekrutmen kami ganti
dengan kata Syiar karena ruang lingkup Syiar lebih luas dengan mencakup
kegiatan rekrutmen dan keterlibatan sosial Rohani terhadap warga SMP 5.
Perubahan ini otomatis membuat singkatan PKR berubah menjadi PKS.
Awalnya segala macam random generation dari huruf "P", "K" , "S" kami
coba seperti KPS, SKP, dan PSK. Namun, rasanya lebih enak disebut PKS oleh
lidah kami.

You might also like