Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Adat merupakan sesuatu yang tertulis ataupun tak tertulis yang
menjadi pedoman di dalam bermasyarakat Aceh. Nah, adat yang dipahami
ini merupakan titah dari para pemimpin dan para pengambil kebijakan
guna jalannya sistim dalam masyarakat. Dalam masyarakat Aceh, adat atau
hukum adat TIDAK boleh bertentangan dengan ajaran agama islam.
Sesuatu yang telah diputuskan oleh para pemimipin dan ahli tersebut
haruslah seirama dengan ketentuan syariat. Jika bertentangan, maka
hukum adat itu akan dihapuskan. Inilah bukti bahwa masyarakat Aceh
sangat menjunjung tinggi kedudukan agama dalam kehidupan sehariharinya. Menurut Mustafa Ahmad, yang dimaksud dengan adat di Aceh
adalah aturan hidup. Aturan yang mengatur kehidupan rakyat, yang
diciptakanoleh
para
cerdik
dan
pandai
Aceh
bersama
Putoe
B. Rumusan Masalah
a) Apa pengertian Adat Aceh ?
b) Bagaimana Perkembangan Adat di Wilayah Aceh ?
C. Tujuan
Untuk mengetahui peran adat dan budaya dalam masyarakat aceh.
BAB II
PEMBAHASAN
para
cerdik
dan
pandai
Aceh
bersama
Putoe
revitalisasikan
adat
mulai
nampak
di
Aceh.
proses
tindak
revitalisasi
lanjut
dari
lembaga
kesempatan
adat
di
Aceh.
damai
dan
untuk
membina
dan
mengawasi
penyelenggaraan
kehidupan
lembaga-lembaga adat, istiadat dan pemberian gelar/derajat dan upacaraupacara adat lainnya.
masyarakat
kepada
pemangku-pemangku
adat
di
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hukum Adat di Aceh merupakan salah satu kearifan lokal yang
dimiliki Aceh sejak zaman kolonial Belanda. hukum adat di Aceh
memiliki pasang surut dalam pusaran kebijakan secara nasional maupun
kedaerahan, sama dengan pelaksanaan adat secara umum di Indonesia.
Masyarakat Aceh tanpa disadari sesungguhnya sering melakukan
pemecahan masalah secara tradisional (pengadilan adat). Peradilan adat
merupakan salah satu satu media bagi perempuan dan kaum marjinal
untuk mendapatkan keadilan. Namun, dalam proses peradilan adat juga
masih sering ditemukan bias terutama bagi kaum perempuan dan marjinal.
Hal ini disebabkan beberapa faktor diantaranya: perangkat adat di
gampong yang melaksanakan peradilab adat belum ada keterwakilan
perempuan; bila ada kasus yang diselesiakan secara adat pihak perempuan
jarang dilibatkan; dan kaum perempuan dan kaum marjinal jarang yang
diikutsertakan dalam proses peradilan, biasanya diwakilkan oleh walinya,
kecuali sebagai saksi. Peluang yang dimiliki peradilan adat di Aceh untuk
memberikan keadilan bagi perempuan cukup besar karena adanya
dukungan masyarakat, tradisi kebudayaan yang kental akan nilai-nilai
keislaman; adanya dukungan peraturan baik dalam bentuk UndangUndang (Undang-Undang No.11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh)
maupun beberapa qanun pendukung lainnya; dan adanya lembaga semi
pemerintahan, yaitu: Majelis Adat Aceh (MAA). Sementara kelemahan
yang dihadapi peradilan adat di Aceh, yaitu: masih kurangnya pengakuan
negara/daerah terhadap eksistensinya; mulai berkurangnya kepercayaan
DAFTAR PUSTAKA
Dikutip dari Herwanto Aryo Mangolo Pranata sosial: Pengertian dan Fungsi
dalam J. Dwi Narwoko-Bango suyanto (E.d.), sosiaologi, Teks Penghantar dan
Terapan, (Jakarta:t.t.p., 2004) hlm 198.
Shubhi Mahmasani, Filsafat Hukum Islam, hlm. 195.
Pasal 98 ayat (3) Undang-UNdang nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan
Aceh.
Pasal 13 ayat (1) Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008 tentang Pembinaan
Kehidupan Adat dan Adat Istiadat.
Pasal 13 ayat (3) Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008 tentang Pembinaan
Kehidupan Adat dan Adat Istiadat.
10