You are on page 1of 26
I. PENGERTIAN BATUBARA Batubara adalah batuan sedimen (padatan) yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba, berwama coklat sampai hitam, yang sejak pengendapannya mengalami proses fisika dan kimia yang mengakibatkan pengayaan pada kandungan karbon (Wolf, 1984 dalam Anggayana, 2002). Batu bara merupakan sisa tumbuhan dari jaman prasejarah yang berubah bentuk yang awalnya berakumulasi di rawa dan tanah gambut, Pembentukan batubara dimulai sejak Carboniferous Period (Periode Pembentukan Karbon atau Batu Bara) dikenal sebagai zaman batu bara pertama yang berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu. Mutu dari setiap batubara ditentukan oleh suhu dan tekanan serta lamanya waktu pembentukan yang disebut sebagai “maturitas organik” (World Coal Institute, 2009). Batu bara adalah salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuban dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya te dari karbon, hydrogen dan oksigen. Batu bara juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk.Analisis unsur memberikan rumus formula empiris seperti C1s7Ho/0sNS untuk bituminus dan C24oHooO¢NS untuk antrasit. Benzeve Rieg Gambar 1.1 Rumus bangun batubara (USGS, 2012) Secara umum reaksi pembentukan batubara dapat dilihat sebagai berikut : 5 (CsHiOs) —————* CroH2205 + 3CHs + 8H2O + 6CO2 + CO Cellulosa lignit gas metana air Faktor tumbuhan purba yang jenisnya berbeda-beda sesuai dengan zaman geologi dan lokasi tempat tumbuhan berkembangnya ditambah dengan lingkungan pengendapan (sedimentasi) tumbuhan, pengaruh tekanan batuan dan panas bumi serta perubahan geologi yang berlangsung kemudian akan menyebabkan terbentuknya batubara yang jenisnya bermacam-macam. Oleh karena itu karakteristik batubara berbeda-beda sesuai ‘dengan lapangan batubara (coal field). Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki potensi sumber daya alam melimpah, Produksi batubara Indonesia akan mengalami Kenaikan di masa yang akan datang, Prediksi kenaikan produksi batubara di Indonesia didominasi oleh batubara peringkat rendah (lignit) yaitu sekitar (60-70)% dari total cadangan batubara, Batubara kualitas rendah belum banyak dicksploitasi karena masih mengalami kendala dalam transportasi dan pemanfaatan, Batubara peringkat rendah mempunyai kandungan air total cukup tinggi sehingga nilai kalor menjadi rendah. Oleh karena itu diperiukan teknologi khusus, salah satunya adalah menggunakan teknologi gasifikasi dengan sistem fluidizedbed untuk memanfaatkan batu bara peringkat rendah agar dapat digunakan sebagai pengganti batubara peringkat tinggi yang cadangannya sudah mulai menipis. Di Indonesia, endapan batu bara yang bemilai ekonomis terdapat di cekungan Tersier, yang terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk Pulau Sumatera dan Kalimantan), pada umumnya endapan batu bara ekonomis tersebut dapat dikelompokkan sebagai batu bara berumur Eosen atau sekitar Tersier Bawah, kira-kira 45 juta tahun yang lalu dan Miosen atau sekitar Tersier Atas, kira-kira 20 juta tahun yang lalu menurut Skala waktu geologi. Batubara ini terbentuk dari endapan sisa tumbuhan dan fosil pada iklim purba sekitar khatulistiwa yang mirip dengan kondisi kini. Beberapa diantaranya tegolong kubah gambut yang terbentuk di atas moka air tanah rata-rata pada iklim basah sepanjang tahun. Dengan kata Iain, kubah gambut ini terbentuk pada kondisi dimana mineral-mineral anorganik yang terbawa air dapat masuk ke dalam sistem dan membentuk lapisan batu bara yang berkadar abu dan sulfur rendah dan menebal secara lokal. Hal ini sangat umum dijumpai pada batu bara Miosen. Sebaliknya, endapan batu bara Eosen umumnya lebih tipis, berkadar abu dan sulfur tinggi. Kedua umur endapan batu bara ini terbentuk pada lingkungan lakustrin, dataran pantai atau delta, mirip dengan daerah pembentukan gambut yang terjadi saat ini di daerah timur Sumatera dan sebagian besar Kalimantan.(Sukandarrumidi, 2006). A Kualitas batubara adalah sifat fisika dan kimia dari batubara yang mempengaruhi potensi kegunaannya. Kualitas batubara ditentukan oleh maseral dan mineral matter penyusunnya, serta oleh derajat coalification (rank). Potensi sumberdaya batu bara di Indonesia sangat melimpah, terutama di Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatera , sedangkan di daerah lainnya dapat dijumpai batu bara ‘walaupun dalam jumlah kecil dan belum dapat ditentukan keekonomisannya, seperti di Jawa Barat, JawaTengah , Papua, dan Sulawesi. Di Indonesia, batu bara merupakan bahan bakar utama selain solar (diesel fuel) yang telah umum digunakan pada banyak industri, dari segi ekonomis batu bara jauh lebih hemat dibandingkan solar. Dari segi kuantitas batu bara termasuk cadangan energi fosil terpenting bagi Indonesia, Jumlahnya sangat berlimpah, mencapai puluhan milyar ton. Jumlah ini sebenamya cukup untuk memasok kebutuhan energi listrik hingga ratusan tahun ke depan. Sayangnya, Indonesia tidak mungkin membakar habis batu bara dan ‘mengubahnya menjadi energis listrik melalui PLTU. Batu bara sebaiknya tidak langsung dibakar, akan lebih bermakna dan efisien jika dikonversi menjadi migas sintetis, atau bahan petrokimia lain yang bernilai ekonomi tinggi. Dua cara yang dipertimbangkan dalam hal ini adalah likuifikasi (pencairan) dan grasifikasi (penyubliman) batu bara, Membakar batu bara secara langsung (direct burning) telah dikembangkan teknologinya secara continue, yang bertujuan untuk mencapai efisiensi pembakaran yang maksimum, cara-cara pembakaran langsung seperti: fixed grate, chain grate, fluidized bed, pulverized, dan lain-lain, masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahannya, (Sukandarrumidi,2006) Il, PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA ‘Untuk menjelaskan terbentuknya batubara di kenal dua macam teori, yaitu : 1. Teori Jnsitu, yaitu Teori ini mengatakan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan batubara, terbentuknya di tempat dimana tumbuh-tumbuhan asal itu berada, dengan demikian maka setelah tumbuhan tersebut mati, belum mengalami proses transportasi segera tertutup oleh lapisan sedimen dan mengalami proses coalification. Jenis batubara yang terbentuk dengan cara ini mempunyai penyebaran luas dan ‘merata, kualitasnya lebih baik karena kadar abunya relatif kecil , batubara yang tebentuk seperti ini di Indonesia di dapatkan di lapangan batubara Muara Enim (Sumatera Selatan), 2. Teori Drift, yaitu Teori ini menyebutkan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan batubara terjadinya di tempat yang berbeda dengan tempat tumbuhan semula hidup dan berkembang, Dengan demikian dengan tubuhan yang telah mati di angkut oleh media air dan di berakumulasi di suatu tempat , tertutup oleh batuan sedimen dan mengalami proses coalification. Jenis batubara yang terbentuk dengan cara ini mempunyai penyebaran tidak luas, tetapi di jumpai di beberapa tempat, kualitas kurang baik karena banyak mengandung material pengotor yang terangkut bersama selama proses pengangkutan dari tempat asal tanaman ke tempat sedimentasi, batubara yang terbentuk seperti ini di Indonesia di dapatkan di lapangan batubara delta Mahakam purba, Kalimantan Timur. Pada dasamya terdapat dua jenis material yang membentuk batubara, yaitu: 1. Combustible Material, yaitu bahan atau material yang dapat dibakar/dioksidasi oleh oksigen. Material tersebut umumnya terdiri dari karbon padat (fixed carbon), senyawa hidrokarbon, total sulfur, senyawa hidrogen, dan beberapa senyawa lainnya dalam jumlah keeil. 2..Non Combustible Material, yaitu bahan atau material yang tidak dapat dibakar/dioksidasi oleh oksigen. Material tersebut umumnya terdiri dan senyawa anorganik (Si02, A120s, Fe20s, TiO2, MnsO4, CaO, MgO, Naz, K20 dan senyawa ogam lainnya dalam jumlah keeil) yang akan membentuk abu dalam batubara. Kandungan non combustible material ini umumnya tidak diingini karena akan mengurangi nilai bakarnya. Cara terbentuknya batubara merupakan proses yang kompleks dalam arti harus ipelajari dari beberapa sudut yang berbeda terdapat serangkain faktor yang diperlukan dalam pembentukan batubara yaitu: — FF EF 1. Posisi Goeteknik Posisi geotektonik adalah suatu tempat yang keberadaannya di pengaruhi oleh gaya-gaya tektonik lempeng. Dalam pembentukan cekungan batubara, posisi ini akan mempengaruhi iklim lokasi dan morfologi cekungan pengendapan barubara maupun kecepatan penurunannya. Pada fase terakhir posisi geotektonik ‘mempengaruhi proses metamorfosa organik dan struktur dari lapangan batubara masa sejarah setelah pengendapan akhir. 2. Morfologi Morfologi dari cekungan pada saat pembentukan gambut sangat penting karena menentukan penyebaran rawa-rawa dimana batubara tersebut terbentuk. Topografi ‘mungkin mempunyai efek yang terbatas terhadap iklim dan keadaannya bergantung pada posisi geotektonik. 3. Ikim Kelembaban memegang peran penting dalam pembentukan batubara dan merupakan faktor pengontrol flora dan kondisi luas yang sesuai. Iklim tergantung pada posisi geografi dan lebih Iuas lagi dipengaruhi oleh posisi geotektonik. ‘Temperatur yang lembab pada iklim tropis pada umunya sesuai pada pertumbuhan flora dibandingkan wilayah yang lebih dingin. 4, Penurunan cekungan Penurunan cekungan batubara dipengaruhi oleh gaya-gaya tektonik. Jika penurunan dan pengendapan gambut seimbang maka dihasilkan endapan batubara tebal. Pergantian transgresi dan regresi mempengaruhi pertumbuhan flora dan pengendapannya, Hal tersebut menyebabkan adanya infiltrasi material dan mineral yang mempengaruhi mutu dari batubara terbentuk. 5. Umur geologi Proses geologi menentukan berkembangnya evolusi kehidupan berbagai macam tumbuhan. Dalam masa perkembangan geologi secara tidak langsung ‘membahas sejarah pengendapan batubara dan dan metomorfosa organik makin Jama umur batuan makin dalam penimbunan yang terjadi schingga terbentuk batubara yang bermutu tinggi, tetapi pada batubara yang mempunyai umur geologi lebih tua selalu ada resiko mengalami deformasi tektonik yang membentuk struktur perlipatan atau patahan pada lapisan batubara, disamping itu faktor erosi akan merusak semua bagian dari endapan batubara. re | ‘Tumbuhan Flora merupakan unsur utama pembentuk batubara. Pertumbuhan batubara terkumulasi pada suatu lingkungan dan zona fisiografi dengan iklim dan topografi tertentu. Flora merupakan faktor penentu terbentuknya berbagai tipe batubara. merupakan perkembangan yang sangat luas dari berbagai jenis tanaman. Dekomposisi Dalam pertumbuhan gambut, sisa tumbuhan akan mengalami perubahan baik secara fisik maupun kimiawi. Setelah tumbuhan mati proses degradasi biokimia lebih berperan. Proses pembusukan (decay) akan terjadi oleh kerja mikrobiologi (bakteri anaerob), bakteri ini bekerja dalam suasana tanpa oksigen menghancurkan agian yang lunak dari tumbuhan seperti celulosa , protoplasma dan pati, dari proses di atas terjadi perubahan dari kayu menjadi lignit dan batubara berbitumen. Sejarah sesudah pengendapan Sejarah cekungan batubara secara Iuas bergantung pada posisi geotektonik yang mempengaruhi perkembangan batubara dan cekungan batubara. Secara singkat terjadi proses geokimia dan metamorfosa organik setelah pengendapan gambut. Di samping itu sejarah geologi endapan batubara bertanggung jawab terhadap terbentuknya struktur cekungan batubara, berupa perlipatan, sesar, intrusi magmatik dan sebagainya. Struktur cekungan batubara , ‘Terbentuknya batubara pada cekungan batubara pada umumnya mengalami deformasi oleh gaya-gaya tektonik yang akan menghasilkan lapisan batubara dengan bentuk-bentuk tertentu, disamping itu adanya erosi yang intensif penyebabnya bentuk lapisan batubara tidak menerus. Metamorfosa organik Tingkat kedua dalam pembentukan batubara adalah penimbunan atau penguburan oleh sedimen baru. Pada tingkat ini proses degradasi biokimia tidak berperan lagi tetapi tetap lebih didominasi oleh proses dinamokimia. Proses ini menycbabkan terjadinya gambut menjadi batubara dalam bentuk mutu. ‘SKEMA PEMBENTUKAN BATUBARA WATERILASAL | LO “Tuan Dan Bitar 8 3 | sup-amuunous | ff 3 HiGH VOL. BITUMINOUS | q MEDIUM VOL. BITUMINOUS | e LOWVOL. BITUMINOUS 3 g 120% a “et O(a) oven Gambar 2.1. Skema pembentukan batubara Terdapat dua proses utama yang berperan dalam proses pembentukan batubara, yaitu : (a) proses pembentukan gambut dari tumbuhan (peatification) dan (b) proses pembentukan batubara dari gambut (coalification). Gambut sendiri merupakan tahap awal dari terbentuknya batubara. 2.1 Proses Penggambutan (Peatification) Gambut adalah sedimen organik yang dapat terbakar, berasal dari timbunan hancuran atau bagian tumbuhan yang terhumufikasi dan dalam kondisi tertutup udara ( di bawah air), tidak padat, memiliki kandungan air lebih dari 75% (berat) dan kandungan_ mineral lebih kecil dari 50% dalam kondisi kering (Anggayana, 2002). Pembentukan gambut merupakan tahap awal pembentukan batubara. Dalam tahap ini proses yang terpenting adalah proses pembentukan humic substance (humification). Pembentukan humic substance (humification) ini dikontrol oleh beberapa faktor, yaitu kenaikan temperatur, suplai oksigen, fasies, dan lingkungan alkali. Proses penggambutan ini merupakan proses awal dalam pembentukan batubara, yang meliputi proses perubahan kimia (biochemical coalification) dan mikrobal. Dalam proses ini penggambutan akan bergantung pada faktor keberadaan air pada lingkungan GENESA DAN EKSPLORASI BATUBARA | 7] pengendapan dan mikroorganisme (bakteri). Setelah proses tersebut kemudian pengendapan dan mikroorganisme (bakteri). Setelah proses tersebut kemudian dilanjutkan dengan proses perubahan geokimia (geochemical coalification), yang dalam prosesnya tidak melibatkan bakteri lagi. Tumbuhan tersusun oleh berbagai unsur, yaitu C, H, O dan N. Setelah mati tumbuhan akan mengalami proses degradasi biokimia, Adanya mikroorganisme (vakteri) menyebabkan terurainya unsur-unsur pada tumbuhan tersebut, sehingga akan memotong ikatan kimia tumbuhan tersebut dan menyebabkan tumbuhan akan mengalami pembusukan dan terurai menjadi humus. Unsur H, O dan N akan terurai dan dilepaskan dalam bentuk air (H2O) dan NHs. Sedangkan sebagai unsur C akan dilepaskan dalam bentuk gas CO2, CO dan metana (CH4). Semakin bertambahnya kedalaman maka suplai oksigen akan semakin berkurang. Hal ini mengakibatkan bakteri aerob tidak dapat bertahan hidup dan hanya terdapat bakteri anaerob. Karena jumlah bakteri hanya sedikit, pada kedalaman lebih dari 10 ‘meter bisa dikatakan bakteri tidak memiliki peranan penting lagi dan yang terjadi adalah proses kimiawi (polimerisasi, kondensasi, dan reaksi reduksi). Dengan bertambahnya kedalaman maka kandungan karbon (C) menjadi bertambah pula. Pada tahap geokimia, lapisan sedimen akan semakin tertekan oleh lapisan sedimen di atasnya, hal ini akan menyebabkan adanya kenaikan tekanan pada lapisan sedimen sehingga kandungan air akan berkurang dengan cepat. Kandungan air yang terdapat pada lapisan sedimen gambut dapat digunakan sebagai parameter tingkat diagenesa gambut yang baik. Kemunculan selulosa bebas, yaitu selulosa yang tidak bereampur ‘dengan lignin juga dapat dijadikan parameter tingkat diagenesa gambut. Dalam Kenyataannya tidak selurah bagian tumbuhan mengalami pembusukan. Akumulasi dari sisa-sisa bagian tumbuhan yang tidak mengalami pembusukan inilah yang akan menjadi gambut. Gambut akan terbentuk apabila tumbuhan terendam air dengan cepat dan terhindar dari proses pembusukan yang diakibatkan oleh bakteri. Setelah menjadi gambut, maka proses yang akan bekerja selanjutnya adalah proses pembatubaraan. Proses ini meliputi proses geologi dan perubahan geokimia (geochemical coalification). Moor merupakan lapisan gambut dengan ketebalan minimum 30 cm (Anggayana, 2002). Berdasarkan morfologi permukaannya, moor dapat dikelompokkan menjadi dua Jenis, yaita : 1, Lowmoor, jenis moor ini terbentuk pada lingkungan yang kaya akan bahan makanan. Morfologi permukaannya datar dan atau cekung. Pasokan air untuk gambut ini berasal dari lingkungan sckitamya (sungai dan air tanah), tidak tergantung pada air seen ee hujan. Biasanya tumbuh rumput-rumputan dengan daun lebar dan tumbuhan perdu dengan pH berkisar antara 4,8 sampai 6,5. x Highmoor, lapisan gambut ini dapat mencapai ketinggian beberapa meter dari permukaan tanah dengan bentuk cembung. Jenis moor ini tidak tergantung pada air tanah atau sungai, karena mempunyai sistem air tersendiri yang tergantung pada air hhyjan. Jumlah penguapan yang lebih kecil dari curah hujan menyebabkan air hujan tersimpan dalam gambut. Bahan makanan untuk tumbuhan jauh lebih sedikit dibandingkan dengan lowmoor, schingga jenis tanaman terbatas pada lumut, rumput dengan daun yang kecil. Untuk daerah beriklim sedang, highmoor ditumbubi Spaghum dan di daerah tropis ditumbuhi hutan lokal dengan bermacam jenis tumbuhan pH pada highmoor berkisar antara 3,3 sampai 4,6. ‘Hampir seluruh pembentuk batu bara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan pembentuk batu bara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah sebagai berikut : Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal. Sangat sedikit endapan batu bara dari periode ini. Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari alga. Sedikit endapan batu bara dari periode ini, © Preridofita, umur Devon Atas hingga Karbon Atas. Materi utama pembentuk batu bara berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tetumbuhan tanpa bunga dan biji, berkembang baik dengan spora dan tumbuhan di iklim hangat. © Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur Tengah. Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, ssemisal pinus, mengangdung kadar getah (Fesin) tinggi. Jenis Pteridospermae seperti gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama batu bara Permian seperti di Australia, India dan Aftika, Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan modern, buah yang menutup biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah dibanding gimnospermae schingga, secara umum, kurang dapat terawetkan, (Wahyudiono, 2003). Beberapa faktor yang berpengaruh dalam pembentukan rawa gambut menurut Bend (1992) dalam Diessel (1992) yaitu : © Evolusi tumbuhan Aneka ragam tumbuhan seperti yang ditemui saat ini sebelumnya telah ‘mengalami proses evolusi yang panjang yang dimulai dari zaman Devon. Dimulai dari satu jenis tumbuhan seperti alga atau ganggang pada zaman sebelum Devon menjadi bermacam-macam jenis tumbuh-tumbuhan pada waktu-waktu berikutnya. Proses evolusi ini perlu diketahui karena terhadap beberapa tumbuhan yang hanya I hidup pada waktu tertentu saja, sehingga beberapa tumbuhan ini dapat digunakan untuk interpretasi genesanya. Iklim Iklim pada suatu daerah banyak mempengaruhi terbentuknya gambut pada daerah tersebut. Hal ini dikarenakan iklim suatu daerah dapat mempengaruhi kecepatan tumbuhan untuk tumbuh, jenis tumbuhan yang tumbuh, serta kecepatan dekomposisi tumbuhan. Di daerah beriklim tropis, dengan melimpahnya sumber air dan sinar matahari, akan menghasilkan lapisan gambut yang banyak dan tebal yang terbentuk dari batang kayu besar. Peningkatan suhu suatu daerah akan mempercepat Jaju pertumbuhan tanaman dan juga proses dekomposisinya. Sebagai contohnya adalah ditemukannya rawa yang luas dipenuhi gambut dengan ketebalan lebih dari 30 meter di daerah yang beriklim tropis (Taylor dkk, 1998). ‘© Geografi dan Struktur daerah Gambut dan batubara akan terbentuk di daerah dengan kondisi kenaikan muka air yang lambat. Apabila kenaikan muka air tanah pada suatu daerah terlalu cepat, maka endapan rawa akan berubah menjadi limnik atau terjadi pengendapan sedimen marin. Sebaliknya, apabila terlalu lambat, maka material tumbuhan akan membusuk dan gambut yang terbentuk akan tererosi. Lalu adanya perlindungan rawa terhadap pantai atau sungai juga dibutuhkan agar sedimen yang terbentuk di rawa dapat terendapkan dan terjadi pembentukan gambut. Energi yang relatif rendah atau tenang juga akan mempengaruhi pembentukan gambut dan batubara, yaitu pada suplai sedimen yang ada schingga gambut dapat terproses dan terbentuk tanpa banyak gangguan dari sedimen lain. 2.2 Proses Pembatubaraan (Coalification) Kelanjutan proses dari penggambutan adalah proses pembatubaraan (coalification). Proses ini meliputi perkembangan dari gambut (peat) menjadi batubara lignit (brown coal), sub bituminous, bituminous, dan anthracite. Proses ini dikontrol oleh beberapa hal, yaitu temperatur, tekanan dan waktu. Pada saat proses perubahan gambut menjadi lignit, proses yang terjadi adalah kenaikan temperatur dan penurunan porositas. Terjadinya proses kenaikan temperatur yang diikuti penurunan porositas ini diakibatkan karena adanya pembebanan material- material sedimen di atasnya. Akibatnya tertekan sedimen di atasnya maka lapisan tersebut akan mengalami kompaksi dan terbentuklah lignit. Apabila pada lapisan lignit terjadi peningkatan temperatur dan tekanan yang cukup dalam waktu geologi makan lignit ini akan terbuah menjadi batubara sub bituminous ne "| dan bituminous. Dalam proses perkembangannya, proses pembatubaraan ini akan mengalami peningkatan persentase karbon (C) karena unsur-unsur lainnya seperti H, O dan N terlepas sebagai Oz, Hz dan No. Kemudian, apabila batubara bituminous mengalami penginkatan temperatur yang cukup lama, maka unsur H dalam batubara akan terlepas dengan cepat. Peningkatan temperatur ini biasanya diakibatkan oleh adanya gradien geothermal dan tekanan overburden pada lapisan sedimennya. Akibat unsur H yang terlepas pada batubara, maka lapisan batubara ini akan mengandung unsur H yang lebih sedikit dan terbentuklah batubara tipe antrachite. Menurut Sudarsono (2000), berdasarkan asal tumbuhan pembentuk gambut terdapat dua macam batubara, yaitu : © Batubara aufochtone, merupakan batubara yang gambutnya berasal dari tumbuhan- tumbuhan yang tumbang di tempatnya tumbuh dan tidak mengalami proses ke tempat Jain, Jenis batubara autochtone memiliki penyebaran yang luas dan merata serta ‘memiliki kualitas yang lebih baik karena kadar abunya relatif lebih rendah. Batubara allochtone, merupakan batubara yang gambutnya berasal dari bagian tumbuhan yang terbawa aliran sungai dan terendapkan di daerah hilir sungai tersebut. Jenis batubara allochtone ini memiliki penyebaran tidak luas dan dijumpai pada beberapa tempat dan tidak merata. Kualitas batubara yang terbentuk dengan cara ini memiliki kualitas yang kurang baik karena banyak mengandung material pengotor yang terangkut bersama pada saat tumbuhan tertransportasi dari tempat asalnya. Endapan batubara allochtone relatif lebih banyak mangandung mineral dibandingkan endapan auothochtone. Kenaikan temperatur dan waktu merupakan faktor utama penyebab proses pembatubaraan. Biasanya batubara dengan tingkat tinggi (antrachite) ditemukan perdebatan dengan intrusi-intrusi batuan beku. Terjadinya kontak metamorfisme intrusi batuan beku terhadap lapisan batubara ini membuat peringkat batubara semakin tinggi. Selain itu, peringkat batubara akan semakin tinggi akibat naiknya temperatur karena bertambahnya kedalaman lapisan batubara. Sedangkan semakin bertambahnya waktu apabila temperatur pembatubaraan tinggi, maka pada daerah yang terkena struktur geologi, seperti daerah patahan atau lipatan, proses pembatubaraan akan semakin cepat Karena adanya tekanan dan temperatur yang tinggi pada daerah tersebut. Tn [ute | S| “mamma alo | coas|— 222, ik coi} wall 43 || ml J i cath cattd (ryo| Aa | i Gambar 2.2. Klasifikasi tingkat pembatubaraan (Modifkasi dari M. Teichmuller and R. Teichmuller dalam E. Stach et al., 1982) GENESA DAN EKSPLORAS! BATUBARA | 2 | III. FASIES DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUBARA 3.1 Fasies Batubara Fasies batubara dapat diekspresikan melalui komposisi maseral dan kandungan mineral, Komposisi kimia (kandungan $.N dan rasio H/C vitrinite) serta sifat tekstur (Taylor G.H and Teicmuller, 1993). Faktor-faktor yang mempengaruhi karakteristik fasies batubara antara lain : 1. Tipe pengendapan Tipe pengendapan dibedakan atas aufochtonous dan allochtonous, Batubara autochtonous berkembang dari tumbuhan yang ketika tumbang akan membentuk gambut di tempat dimana tumbuhan itu pernah hidup tanpa adanya proses transportasi yang berarti. Batubara allochtonous terendapkan secara detrital dimana sisa-sisa tumbuhan hancur dan tertransportasi kemudian terendapkan di tempat lai. Batubara allochtonous akan lebih banyak mengandung mineral oleh karena penambahan material-material lain selama transportasi. 2. Rumpun tumbuhan pembentuk Berdasarkan rumpun tumbuhan pembentuk dikenal empat macam tipe rawa, yaitu : © Daerah air terbuka dengan tumbuhan air; © Rawa ilalang terbuka , © Rawa hutan © Rawa lumut Urutan tipe rawa di atas terutama terdapat pada gambut di lingkungan lacustrine (danau) terutama pada daerah iklim sedang ~ lembab. ‘Menurut Martini dan Glooschenko (1984) dalam C.F.K Diessel (1992), rawa gambut dapat dibedakan menjadi 4 (empat) jenis berdasarkan jenis tumbuhan pembentuk, yaitu: © Bog, yaitu lokasi rawa yang banyak ditumbubi oleh tanaman lumut atau tanaman ‘merambat yang miskin kandungan makanan (Damman & French; 1987) © Fen, yaitu lokasi rawa yang kaya akan tumbuhan perdu dan beberapa jenis pohon Jainnya. Umumnya terletak pada lingkungan ombrogenik yaitu transisi antara daerah yang melimpah akan kandungan air dengan daerah yang terkadang ering. © Marsh, yaitu lokasi rawa yang didominasi olch tumbuhan perdu atau tanaman merambat yang sering terdapat di sckitar pinggir danau atau laut. Speen eee teers ‘© Swamp, yaitu daerah basah pada iklim tropis hingga dingin yang didominasi oleh tumbuhan berkayu. 3. Lingkungan pengendapan Pembentukan batubara tidak dapat dipisahkan dengan kondisi lingkungan dan geologi di sckitamya. Distribusi lateral, ketebalan, komposisi dan kualitas batubara banyak dipengaruhi oleh lingkungan pengendapannya. Lingkungan pengendapan felmatis (terestrial) akan menghasilkan gambut yang tidak terganggu dan tumbuh secara insitu. Batubara yang terendapkan pada lingkungan telmatis dan limnik (subaquatik) sulit untuk dibedakan karena pada rawa hutan (forest swamp) biasanya ada bagian yang berada di bawah air. Batubara yang terendapkan pada lingkungan payau atau marine dicirikan oleh tingginya kandungan abu, sulfur, N, dan mengandung fosil laut, Bakteri sulfur mempunyai peran yang, Khusus dalam gambut dan lumpur organik yaitu mengurangi sulfat menjadi sulfur sehingga memungkinkan terbentuknya pirit/ markasit. 4. Persediaan makanan Rawa eutrophic, mesotrophic dan oligotrophic dibedakan dari banyak sedikitnya bahan makanan yang bisa digunakan. Low moor biasanya eutrophic (kaya nuttisi) Karena menerima air dari air tanah yang banyak mengandung makanan terlarut. High moor bersifat oligotrophic (miskin nutrisi) karena sirkulasi hanya mengandalkan air hujan. Gambut pada high moor secara umum mengandung sisa-sisa tumbuhan yang, terawetkan dengan baik. Di bawah kondisi hidrologi yang seragam maka tumbuhan rawa eutrophic banyak spesiesnya. Oligotrophic di daerah iklim sedang pada umumnya berupa sphagum sedangkan di daerah tropis bisa ditumbuhi oleh hutan kayu tetapi tidak banyak spesiesnya karena rawa jenis ini akan asam (pH 3,5 —4) dan kandungan mineralnya sangat rendah. 5, pH, aktivitas bakteri, dan sulfur Keasaman gambur sangat mempengaruhi keberadaan bakteri sehingga dengan demikian akan sangat mempengaruhi proses dekomposisi struktur dan kimia dari sisa tumbuhan. Disamping tipe batuan dasar dan air yang mengalir masuk ke rawa maka keasaman rawa tergantung pada rumpun tumbuhan yang ada, suplai Oz, dan konsentrasi asam humik yang sudah terbntuk. Bakteri hidup dengan baik pada kondisi netral (pH 7 - 7,5), jika makin asam maka bakteri akan makin sedikit dan struktur kayu akan terawetkan dengan lebih baik. Bakteri sulfur mempunyai peran Khusus pada gambut (lumpur organik) untuk membentuk pirit atau markasit syngenetik dengan adanya sulfat dalam gambut tersebut. ~~ 6. Temperatur gambut. ‘Temperatur permukaan gambut memegang peran yang sangat penting untuk proses dekomposisi primer. Pada iklim yang hangat dan basah, bakteri hidup dengan baik sehingga proses kimia bisa berjalan baik. 3.2 Lingkungan Pengendapan Batubara Pembentukan batubara tidak dapat dipisahkan dengan kondisi lingkungan dan geologi sekitamya. Ketebalan, persebaran, komposisi dan kualitas batubara banyak

You might also like