Professional Documents
Culture Documents
V-1
Jobsheet Praktikum Close Interval Potential Survey (CIPS)
BAB I
PENDAHULUAN
Korosi pada pipa berbahan baja tentunya akan menimbulkan dampak
yang buruk yaitu kebocoran yang dapat berdampak pada berkurangnya distribusi
hasil produksi, berkurangnya profit, naiknya cost penanggulangan kebocoran, hingga
dapat menimbulkan dampak kecelakaan kerja hingga kematian. Oleh karena itu, untuk
pipa pipa distribusi yang ditanam di bawah tanah mutlak harus diproteksi dari korosi.
Untuk menghambat laju korosi, proteksi korosi internal untuk pipa distribusi
bawah tanah dapat dilakukan dengan pemilihan material yang tepat dalam arti
sanggup menahan laju korosi erosi dan kavitasi hingga umur desain yang ditentukan.
(Panjaitan, 2012). Sedangkan proteksi yang terbaik untuk melindungi dari korosi
eksternal pada pipa pipa distribusi bawah tanah adalahdengan diberi coating dan
diberi proteksi katodik. Coating pada pipa ini tidak boleh sampai rusak, karena
kerusakan coating pada pipa akan mempercepat laju korosi yang dapat menyebabkan
terjadinya kebocoran pada saat penyaluran minyak atau gas.
Ada atau tidaknya kerusakan pada coating pipa ini dapat dideteksi. Salah satu
cara untuk mendeteksi kerusakan tersebut adalah dengan menggunakan metode Close
Interval Potential Survey (CIPS). Close Interval Potensial Survey (CIPS) atau yang
dikenal juga dengan close interval survey (CIS) adalah sebuah survey potensi
yang dilakukan pada pipa logam yang terkubur atau terendam untuk
mendapatkan pengukuran potensial struktur DC ke elektrolit pada interval regular
(NACE SP0207, 2007).
Metode Close Interval Potential Survey (CIPS) ditujukan untuk mengetahui
integritas dari jalur pipa khususnya berkaitan dengan efektifitas kerja dari
Sistem Proteksi Katodik. Pengukuran potensial rangkaian tertutup secara interval
(CIPS) ini menggunakan alat yang dilengkapi dengan Data logger/Voltmeter dan
juga elektroda reference Cu/CuSO4 yang terkalibrasi. Peralatan ini merupakan alat
yang dirancang dan diprogram oleh para ahli korosi terutama ahli proteksi katodik
untuk pemeriksaan kondisi kerusakan coating pada pipa baja dalam tanah. (Nur
Salam, 1999).
V-2
Jobsheet Praktikum Close Interval Potential Survey (CIPS)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jalur Pipa
Jalur pipa (pipeline) merupakan sarana yang banyak digunakan untuk
mentransmisikan fluida pada industri minyak dan gas. Penggunaannya cukup
beragam, antara lain digunakan untuk menyalurkan fluida dari sumur menuju tempat
pengolahan atau antar bangunan anjungan lepas pantai (offshore facility) ataupun dari
bangunan anjungan lepas pantai langsung ke darat (onshore facility). (Elanda, 2011).
Pipelines dibagi menjadi 3 kategori (Maheta Dewi,2008) :
1. Export Line/Trunk Line
Export pipeline adalah pipeline yang menyalurkan minyak atau gas olahan antara
satu platform ke platform lainnya atau antara platform dengan fasilitas di darat.
2. Flowline
Flowline adalah pipeline yang menyalurkan fluida dari sumur pengeboran ke
downstream process component yang pertama.
3. Injection Line
Injection Line adalah pipeline yang mengarahkan cairan atau gas mendukung
aktifitas produksi (contoh : injeksi air atau injeksi gas, gas lift, chemical injection
line).
Menurut Maheta Dewi, Sebuah pipeline harus mempunyai beberapa
kriteria yang harus dipenuhi sebagai berikut:
1. Mampu menahan tekanan akibat fluida didalamnya
Untuk mengalirkan fluida dari satu titik ke titik lainnya memerlukan suatu
perbedaan tekanan. Tanpa perbedaan tekanan tersebut fluida tidak akan dapat
mengalir. Selain itu untuk suatu proses tertentu hanya dapat terlaksana pada tekanan
tertentu. Sehingga suatu pipa dalam sebuah pipeline harus mampu menahan
beban akibat tekanan tersebut supaya fluida yang didalamnya tidak mengalami
kebocoran dan mengalir keluar.
2. Mampu mengatasi gaya gesek akibat aliran fluida
Aliran fluida didalam pipa tersebut akan mengakibatkan gaya gesek
terhadap dinding pipa akibat adanya viskositas dari fluida dan kecepatan
alirannya. Semakin besar viskositas fluida tersebut maka akan semakin besar
gaya gesek yang ditimbulkannya, sehingga suatu pipa harus mampu menahan
gaya gesek yang ditimbulkan fluida tersebut.
3. Mampu mengatasi momen akibat gaya berat pipa (beban statik) dan fluida
didalamnya (beban dinamik) serta akibat gaya-gaya luar.
Berat pipa beserta fluida didalamnya yang tidak kecil tersebut harus mampu
ditahan oleh tumpuan dan sambungan flange yang ada. Semakin panjang jarak
V-3
Jobsheet Praktikum Close Interval Potential Survey (CIPS)
resistivitas sangat dipengaruhi oleh kandungan air baik dalam bentuk uap air atau
cairan didalam tanah. (Panjaitan, 2012).
Resistivitas tanah adalah faktor terpenting dalam mengukur tingkat korosifitas
tanah. Setiap tanah memiliki tingkat korosif yang berbeda dengan tanah yang lain
karena nilai resistivitasnya yang berbeda. Tanah berpasir (sandy soil) memiliki
korosifitas yang rendah yang rendah akibat nilai resistivitasnya tinggi, sedangkan
tanah liat (clay) memiliki korosifitas yang tinggi akibat nilai resistivitasnya rendah
(Chodijah, 2008). Tinggi dan rendahnya korosifitas tanah ini memiliki range nilai
yang dapat dilihat sebagai berikut :
Tabel. 2.1 Resistivitas Tanah
Tingkat Korosifitas
Tidak Korosif 0
Korosi Rendah 1
Korosi Rendah 2
Korosif 3
Sangat Korosi 4
Resistivitas (Ohm.m)
50-200
100-200
200-1000 atau lebih
1-10
30-1000
0,2
3
6
10 -10
100-10.000
10-100
1-10
6. Kelembapan
Daerah dengan kelembaban tinggi dapat menyebabkan nilai resistivitas
tanah suatu daerah akan kecil sehingga daerah itu memiliki tingkat korosi yang
tinggi. Hal ini disebabkan uap air yang merupakan salah satu pemicu atau
V-7
Jobsheet Praktikum Close Interval Potential Survey (CIPS)
media elektrolit dalam peristiwa korosi dan uap air dalam jumlah banyak
berakibat daerah itu sangat rentan akan korosi. (Panjaitan,2102). Fungsi uap air
(H2O) adalah media elektrolit yang dapat mengalirkan elektron. Seperti yang
sudah diketahui, peristiwa korosi memerlukan media elektrolit dan uap air
dengan jumlah banyak akan memperbanyak jumlah media elektrolitnyasehingga
mempercepat korosi. Dengan jumlah uap air yang banyak maka semakin banyak pula
elektron sehingga peristiwa korosi semakin sering (Chodijah, 2008).
Dibawah ini adalah nilai resistivitas pada berbagai kondisi jenis tanah.
Tabel 2.3 Nilai Resistivitas Tanah Berdasarkan Kelembaban Tanah
>10
2.500
1.650
530
190
240
64
>10
1.500
430
185
105
63
42
7. Suhu lingkungan
Nilai resistivitas tanah juga dipengaruhi oleh temperatur lingkungan. Jika
temperatur lingkungan tanah tinggi maka nilai resistivitas tanah tersebut rendah.
Sebaliknya, jika temperatur lingkungan tanah rendah maka nilai resistivitas
tanah tinggi. Saat temperatur naik, air akan menguap. Jika temperatur
lingkungan terus menerus meningkat maka semua air akan menjadi uap air.
Seiring meningkatnya temperatur dipermukaan tanah maka akan meningkatkan
tekanan yang menyebabkan terjadinya perbedaan tekanan antara permukaan tanah
dan atmosfer udara sehingga uap air akan mengalir dari permukaan tanah yang
bertekanan tinggi menuju atmosfer (awan) yang bertekanan rendah. Kenaikan
temperatur yang sangat ekstrim seperti halnya gurun pasir akan mengakibatkan
uap air akan terus menerus naik kea wan dan tidak turun kebawah permukaan bumi
lagi. Oleh karena itu, dilingkungan dengan temperatur yang sangat tinggi jarang
ada bahkan tidak ada uap air atau kandungan air dipermukaan tanah yang
mengakibatkan nilai resistivitas meningkat. Dibawah ini adalah table nilai
resistivitas tanah berdasarkan perubahan temperatur (Chodijah, 2008).
8. Kandungan garam
Ada beberapa kandungan garam yang mempengaruhi tingkat korosifitas tanah
seperti ion klorida dan ion sulfat. Ion klorida sangat berbahaya dalam
peristiwa korosi sebab klorida dapat mempercepat korosi pada logam. Adanya
kandungan ion klorida akan mempengaruhi nilai resistivitas menjadi lebih kecil.
Ion klorida dalam tanah berasal dari air didalam tanah (groundwater) dan aliran
V-8
Jobsheet Praktikum Close Interval Potential Survey (CIPS)
air laut yang merembes ke dalam tanah dan ke lingkungan air tawar, baik
dipermukaan atau di dalam tanah. Ion klorida juga bisa berasal dari industri
pertanian, kendaraan bermotor, dan lain-lain. Kandungan sulfat juga tidak kalah
berpengaruhnya dengan ion klorida. Kandungan sulfat bisa berasal dari bakteri
anaerob SRB (Sulphate Reduction Bacteria) yang menghasilkan sulfide
dilingkungan sekitarnya (Chodijah, 2008).
9. Mikroorganisme
Bakteri secara garis besar digolongkan menjadi 2, yaitu :
Bakteri aerob : bakteri yang membutuhkan oksigen untuk hidup. Bisa disebut
bakteri pengoksidasi sulfat.
Bakteri anaerob : bakteri yang akan mati jika terdapat oksigen, namun akan
tumbuh subur dan gemuk bila kandungan oksigen dilingkungannya sangat kecil.
Bisaa disebut bakteri pereduksi sulfat.
Seperti dijelaskan diatas bahwa bakteri anaerob SRB (Sulphate Reduction
Bacteria) akan menghasilkan sulfat sehingga dapat mengakibatkan terjadinya korosi
pada struktur baja yang ditanam dalam tanah (Chodijah, 2008).
2.6 Metode Pengendalian Korosi dengan Coating
Coating merupakan salah satu metode perlindungan dengan memeberikan
lapisan tipis pada permukaan material yang dilindungi. Kegunaan lapisan pelindung
ini adalah untuk mencegah elektrolit bersentuhan dengan elektroda/material yang
dilindungi sehingga tidak terjadi reaksi antara anoda dengan katoda. Atau bisa
dikatakan juga, coating berperan sebagai penghalang/barrier antara material
yang dilindungi dengan lingkungan disekitarnya sehingga sel korosi/elektrokimia
tidak terbentuk ( Joki, 2010)
Menurut Fontana M.G, coating umumnya terbagi menjadi 3 jenis, yang
pertama dibagi menjadi metallic coating. Sesuai dengan namanya, maka
metallic coating berarti
melindungi material dengan menggunakan suatu logam
lain dipermukaannya. Contoh yang paling umum untuk coating jenis ini
adalah proses galvanisasi, yaitu proses perlindungan dimana suatu material, yang
biasanya berupa baja, dilapisi dengan seng (Zn) pada permukaannya dengan cara
dicelupkan (hot dip) ataupun secara elektokimia. Zn dipilih karena logam Zn lebih
reaktif dari pada baja sehingga jika korosi menyerang maka Zn akan terlebih dahulu
diserang yang berarti baja akan terlindungi. Contoh lain dari aplikasi metallic
coating adalah proses anodisasi. Proses ini menggunakan prinsip difusi dimana
logam yang biasanya digunakan untuk melapisi adalah logam Krom (Cr) dan
Alumuniaum (Al).
Jenis coating yang kedua adalah coating anorganik. Coating jenis
ini contohnya adalah melapisi material yang ingin dilindungi dengan
menggunakan semen (Fontana,1999).
Jenis yang terakhir adalah coating organik atau biasanya dalam bahasa yang
lebih umum dikenal dengan sebutan painting, dimana material pelindungnya
menggunakan senyawa polimer yang biasanya komponen penyusunnya terdiri
dari resin, pigmen dan pelarut. Dalam pengaplikasiannya, metode painting dibuat
dalam 3 lapis, yaitu lapisan primer, intermediate dan top coat, dimana tiap lapisnya
V-9
Jobsheet Praktikum Close Interval Potential Survey (CIPS)
ditanam dibawah tanah dapat dideteksi. Salah satu cara untuk mendeteksi kerusakan
coating tersebut adalah dengan menggunakan metode Close Interval Potential Survey
(CIPS). Close Interval Potensial Survey atau yang dikenal juga dengan close interval
survey (CIS) adalah sebuah survey potensi yang dilakukan pada pipa logam
yang terkubur atau terendam untuk mendapatkan pengukuran potensial struktur
DC ke elektrolit pada interval regular (NACE SP0207, 2007).
Metode Close Interval Potential Survey ditujukan untuk mengetahui integritas
dari jalur pipa khususnya berkaitan dengan efektifitas kerja dari Sistem Proteksi
Katodik. Prinsip dari CIPS ini adalah mengukur Potensial Pipa dalam kondisi Sistem
Proteksi Katodik berjalan, sehingga secara langsung akan dapat diketahui pada lokasi
mana saja dari jalur pipa yang tidak terlindungi oleh Sistem Proteksi Katodik tersebut
(Mukhandis, 2008). Pipa yang terproteksi dengan baik akan memenuhi kriteria
proteksi sesuai dengan Standard NACE RP 0169 2002. Pengukuran
potensial
rangkaian tertutup secara interval (CIPS) ini menggunakan alat yang dilengkapi
dengan Data logger/Voltmeter dan juga elektroda reference Cu/CuSO4 yang
terkalibrasi. Peralatan ini merupakan alat yang dirancang dan diprogram oleh para
ahli korosi terutama ahli proteksi katodik untuk pemeriksaan kondisi kerusakan
coating pada pipa baja dalam tanah (Nur Salam, 1999).
Menurut Nur Salam, teknik pengukuran dari Close Interval Potential Survey
(CIPS) ini dilakukan dengan cara berjalan tepat diatas jalur pipa, kontak dengan tanah
dilakukan secara kontinyu melalui elektroda reference Cu/CuSO4 yang digunakan
secara parallel dengan metoda tongkat berjalan. Kabel survey dihubungkan ke
kabel pengetesan pipa (test box) dengan menggunakan terminal sebagai penjepit.
Reel/Wire Kabel yang dirancang khusus dipasang pada alat pengukur jarak yang
menyatu pada alat data logger melalui sebuah interface flug. Dengan cara tersebut,
kontak langsung antara pipa dengan data logger dapat terjadi sehingga
melengkapi sikrit pengukuran dan sesuai dengan berpindahnya pengukuran pada jalur
pipa, kabel survey akan terukur dari sistem dial indicator yang dipasang pada alat
data logger tersebut melalui alat putar yang telah terkalibrasi sehingga diperoleh
pulsa (pulse) jarak dalam meter yang langsung terekam pada data logger. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
V-11
Jobsheet Praktikum Close Interval Potential Survey (CIPS)
V-12
Jobsheet Praktikum Close Interval Potential Survey (CIPS)
(Sumber : http://www.rogeralexander1938.webspace.virginmedia.com/cpn/ProcHTML/proc6.htm,
diakses pada tanggal 1 Juli 2013)
Gambar 2.12 Survey CIPS di Lapangan
(Sumber : http://www.rogeralexander1938.webspace.virginmedia.com/cpn/ProcHTML/proc6.htm,
diakses pada tanggal 1 Juli 2013)
Gambar 2.13 Data CIPS dalam bentuk Ms. Excel
V-13
Jobsheet Praktikum Close Interval Potential Survey (CIPS)
(Sumber : http://www.rogeralexander1938.webspace.virginmedia.com/cpn/ProcHTML/proc6.htm,
diakses pada tanggal 1 Juli 2013)
Gambar 2.14 Data CIPS On/Off Interuptor
V-14
Jobsheet Praktikum Close Interval Potential Survey (CIPS)
BAB III
METODOLOGI
V-15
Jobsheet Praktikum Close Interval Potential Survey (CIPS)
3.1 Alat
Peralatan-peralatan yang digunakan dalam praktikum ini, yaitu :
1) Simulator Perpipaan
2) Elektroda Standar Cu/CuSO4 (1 pasang)
3) Voltmeter Digital
4) Transformator
5) Recifer
6) Kabel
7) Peralatan safety untuk personil (Helmet, Safety Boot, Google dan Gloves)
3.2 Prosedur Percobaan
3.2.1 Persiapan
1) Test Point, pastikan kabel pipa terhubung dengan kabel anoda
(kondisi sistem proteksi katodik bekerja).
2) Rangkai Peralatan dengan langkah langkah sebagai berikut: Hubungkan
Kabel Pipa/Anoda dengan kabel yang terhubung dengan positif dari
alat CIPS.
3) Setting Data sesuai dengan User Manual dari alat CIPS
4) Masukkan default untuk pembacaan potensial proteksi minimum sebesar
-850 mV
5) Kalibrasi bacaan data (kedua data menunjukkan nilai bacaan potensial
yang sama pada lokasi yang sama).
3.2.2 Prosedur Pengambilan Data
1) Survey CIPS dilakukan tepat diatas permukaan tanah dimana pipa
terpendam.
2) Pengambilan data (data logging) dilakukan setiap interval jarak
titik pengukuran (meter) dari pergerakan Alat CIPS.
3) Pastikan rangkaian peralatan tidak terputus selama pengambilan data.
3.2.3 Interpretasi Data
Data hasil survey CIPS yang telah berbentuk grafik akan lebih mudah untuk
diinterpretasi, mengingat grafik langsung memuat bacaan nilai potensial proteksi
terhadap jarak pengukuran dari titik awal.
V-16
Jobsheet Praktikum Close Interval Potential Survey (CIPS)
V-17
Jobsheet Praktikum Close Interval Potential Survey (CIPS)