Professional Documents
Culture Documents
PEMBAHASAN
Kasus 1
Seorang perempuan usia 37 tahun, melahirkan anak ke 5 di Rumah Sakit. Bayi
lahir jam 07.00 WIB pervaginam, bergerak aktif dan langsung menangis. Saat ini
bidan sedang melakukan asuhan kala 3, bidan memberikan suntikan oksitosin jam
07.02 WIB. Tampak tali pusat di depan vulva, ada perdarahan sedikit, bidan
mencoba melakukan peregangan tali pusat terkendali, tetapi tidak ada
pamanjangan tali pusat. Jam 07.15 WIB plasenta belum lahir. Jam 07.15 bidan
memberikan suntikan oksitosin kedua. Tampak tali pusat di depan vulva, ada
perdarahan, bidan melakukan kembali penegangan tali pusat, terdapat sedikit
pemanjangan tali pusat. Jam 07.30 WIB plasenta belum lahir.
Instruksi :
1. Identifikasi data/masalah pada kasus di atas!
- 30 menit setelah bayi lahir dan setelah pemberian oksitosin kedua, plasenta
belum lahir
- Ada tanda pelepasan plasenta; perdarahan sedikit, tali pusat sedikit
memanjang pada saat dilakukan PTT.
2. Apa hipotesa Anda?
P5A0 parturient kala III dengan retensio plasenta
3. Tindakan apa yang akan Anda lakukan?
a. Melakukan informed consent tindakan terhadap pasien
b. Memasang infus oksitosin 20 IU dalam 500 cc RL dengan 40 tpm.
c. Memeriksa nadi ibu
d. Memastikan kandung kemih kosong.
e. Melakukan manual plasenta secara hati-hati dan halus.
f. Melakukan massase fundus uteri dan mengecek kontraksi uterus.
g. Memeriksa kelengkapan plasenta.
h. Memeriksa perdarahan.
i. Memeriksa laserasi jalan lahir.
j. Memeriksa kembali nadi ibu
Pengembangan Kasus
Setelah dilakukan tindakan manual, plasenta lahir. Cavum uteri bersih (tidak
terdapat bekuan darah ataupun sisa jaringan plasenta). Tampak perdarahan banyak
dari jalan lahir. Bidan melakukan massase uterus tetapi perdarahan masih banyak
dari jalan lahir dan tidak teraba kontraksi uterus meskipun sudah dilakukan
massase. Terdapat robekan jalan lahir pada otot dan kulit perineum.
Instruksi :
1. Apa hipotesa Anda?
P5A0 parturien kala IV dengan atonia uteri dan laserasi grade II
2. Tindakan apa yang akan dilakukan?
2
a. Jika infus RL+oksi 20 IU pada proses manual tadi sudah habis, pasang
labu kedua (oksitosin 20 IU dalam 500 cc RL) dengan 40 tpm.
b. Memastikan kembali kandung kemih kosong.
c. Melakukan tindakan KBI.
d. Ketika melakukan KBI berikan ergometrin 0,2 mg IV.
e. Mengecek kontraksi uterus.
f. Jika kontraksi uterus masih lembek, lakukan KBE.
g. Mengecek kembali kontraksi uterus.
h. Jika kontraksi uterus masih lembek, pasang kondom kateter.
i. Mengecek kembali kontraksi uterus. Kontraksi dinilai bagus apabila
cairan pengisi kondom kateter meluap kembali ke plabot infus.
j. Apabila tidak ada kontraksi uterus memasang dower kateter kemudian
lakukan kolaborasi dengan dokter untuk penanganan selanjutnya.
k. Apabila kontraksi bagus lanjutkan drip oksitosin maksimal 80 IU, sambil
melakukan observasi pendarahan dan kontraksi uterus
l. Lakukan penjahitan grade II.
sehingga
untuk
mencegah
hal
itu
maka
plasenta
kelengkapan
ketuban
untuk
Semburan darah
Pemanjangan tali pusat
Perubahan bentuk uterus dari discoid menjadi bentuk bundar (globular)
Perubahan dalan posisi uterus: uterus naik di dalam abdomen
a. Perdarahan
Jumlah darah diukur, disertai pembekuan darah atau tidak.
b. Kontraksi uterus
Pemantauan kontraksi pada kala III dilakukan selama melakukan
manajemen aktif kala III (ketika PTT), sampai pada saat plasenta lahir .
pemantauan kontraksi dilajutkan selama satu jam berikutnya dalam kala
IV.
c. Robekan jalan lahir / laserasi, rupture perenium
d. Tanda vital
Tekanan darah bertambah tinggi dari sebelum persalinan, nadi bertambah
cepat, temperature bertambah tinggi, respurasi berangsur normal,
gastrointenstinal (normal, pada awal persalinan mungkin muntah).
e. Personal hygiene
Menjaga kebersihan tubuh pasien terutama didaerah genitelia sangat
penting dilakukan untuk mengurangi kemungkinan kontaminasi terhadap
luka robekan jalan lahir dan kemungkinan infeksi intra uterus.
Pemantauan terhadap kontraksi uterus, tanda perdarahan pervaginam
dan tanda vital ibu: 2-3 kali dalam 10 menit pertama, setiap 15 menit pada 1
jam pertama, setiap 20-30 menit pada jam kedua. Pastikan kontraksi uterus,
bila kontraksi uterus tidak begitu baik,lakukan masase uterus dan beri metil
ergometrim 0,2 mg intramuscular.
Mengevaluasi jumlah perdarahan yang terjadi kemudian memeriksa
tekanan darah dan nadi ibu, kandung kemih setiap 15 menit selama 1 jam
pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua pasca
persalinan.
5. Kebutuhan Ibu Pada Kala III
ketubuan.
Hidrasi.
6) Plasenta Previa
Pada lapisan plasenta previa, maka sebagian tempat melekatnaya
plasenta adalah segmen bawah uterus, di mana lapisan ototnya amat
tipis dan hanya mengandung sedikit serat otot oblik.
7) Solusion Plasenta
Bila terjadi solusio plasenta , maka darah di dalam rongga uterus
dapat meresap di antara serat serat otot uterus dan mengakibatkan
kontraksi.
8) Persalinan buatan (SC, Forcep dan vakum ekstraksi)
Persalinan buatan mengakibatkan otot uterus dipaksa untuk segera
mengeluarkan buah kehamilan dengan segera sehingga pada pasca
salin menjadi lelah dan lemah untuk berkontraksi.
c. Tanda dan Gejala Atonia Uteri
Perdarahan pervaginam. Perdarahan yang terjadi pada kasus atonia
uteri sangat banyak dan darah tidak merembes. Yang sering terjadi adalah
darah keluar disertai gumpalan, hal ini terjadi karena tromboplastin sudah
tidak mampu lagi sebagai anti pembeku darah.
Konsistensi rahim lunak. -Gejala ini
merupakan
gejala
berkontraksi
Jika uterus sudah mulai berkontraksi, pertahankan posisi
tersebut hingga uterus berkontraksi dengan baik, dan secara
perlahan
lepaskan
kedua
tangan
kemudian
lanjutkan
rongga uterus
Biarkan ujung dalam kateter di dalam kondom
Ujung luar kateter disambungkan dengan set infus
9
vagina.
Kondom kateter dipertahankan selama 24 jam dan setelah itu
dikempiskan bertahan (10-15 menit) dan dikeluarkan.
2. Retensio Plasenta
a. Definisi
Retensio Plasenta adalah plasenta yang belum lepas setelah bayi
lahir, melebihi waktu setengah jam (Manuaba, 2001: 432).
Retensio Plasenta ialah tertahannya atau belum lahirnya plasenta
hingga 30 menit atau lebih setelah bayi (Syaifudin AB, 2001).
Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir daam
waktu 1 jam setelah bayi lahir (Rsustam Mochtar, 1998 : 299).
b. Jenis-jenis retensio plasenta
1) Plasenta Adhesive : Implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta
sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis
2) Plasenta Akreta : Implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki
sudut tuba)
Ukuran plasenta terlalu kecil
10
- Plasenta akreta
- Plasenta inkreta
- Plasenta perkreta
d. Penanganan retensio uteri
Berikan infus oksitosin 20 IU dalam larutan RL 1000ml, dengan
tetesan cepat 60 tpm. Lanjutkan dengan 40 tpm hingga perdarahan
berhenti.
Lakukan tarikan tali pusat terkendali
Bila tarikan tali pusat terkendali tidak berhasil, lakukan plasenta
manual secara hati-hati.
- Lakukan informed consent
- Jepit tali pusat dengan klem dan tegangkan sejajar dengan lantai.
- Masukan tangan dalam posisi obstetri
- Dengan menelusuri bagian bawah tali pusat
- Tangan sebelah dalam menyusuri tali pusat hingga masuk ke dalam
kavum uteri, sedangkan tangan di luar menahan fundus uteri, untuk
mencegah inversio uteri
- Menggunakan lateral jari tangan,disusuri dan dicari pinggir
perlekatan (insersi) plasenta
- Tangan obstetri dibuka menjadi seperti memberi salam, lalu jarijari dirapatkan
- Tentukan tempat implantasi plasenta, temukan tepi plasenta yang
paling bawah
- Gerakan tangan kanan ke kiri dan ke kanan sambil bergeser ke arah
kranial hingga seluruh permukaan plasenta dilepaskan
- Jika plasenta tidak dapat dilepaskan dari permukaan uterus,
kemungkinan terjadi plasenta akreta, siapkan rujukan (untuk
dialkukan laparotomi atau histerektomi supravaginal)
- Pegang plasenta dan keluarkan tangan bersama plasenta
- Pindahkan tangan luar ke suprasinfisis untuk menahan uterus saat
plasenta dikeluarkan
- Eksplorasi untuk memastikan tidak ada bagian plasenta yang masih
melekat pada dinding uterus
- Periksa plasenta lengkap atau tidak, bila tidak lengkap, lakukan
ekplorasi ke dalam kavum.
Tindakan pasca manual plsenta
- Berikan infus oksotosin 10 IU dalam 500 ml larutan RL + massase
fundus uteri untuk perangsangan kontraksi.
11
unit IM/IV.
Lakukan kompresi bimanual atau kompresi aorta bila
perdarahan lebih hebat berlangsung sebelum dan selama
transportasi.
3. Sisa Plasenta
a. Definisi
Sisa plasenta merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam
uterus yang dapat menimbulkan perdarahan post partum primer atau
perdarahan post partum sekunder. Potongan-potongan plasenta yang
tertinggal tanpa diketahui. (Ilmu Kesehatan Reproduksi : Obstetri
Patologi, 2003).
b. Faktor penyebab terjadinya sisa plasenta
1) Pengeluaran plasenta tidak hati-hati
2) Salah pimpinan kala III : terlalu terburu-buru untuk mempercepat
lahirnya plasenta
c. Tanda dan gejala
Sisa plasenta dan ketuban yang masih tertinggal dalam rongga
rahim dapat menimbulkan perdarahan postpartum dini atau perdarahan
postpartum lambat (biasanya terjadi dalam 6-10 hari pasca persalinan).
Pada perdarahan postpartum dini akibat sisa plasenta ditandai
dengan perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta lahir dan kontraksi
rahim baik. Pada perdarahan postpartum lambat gejalanya sama dengan
subinvolusi rahim, yaitu perdarahan yang berulangatau langsung terus
sdan berasal dari rongga rahim. Perdarahan akibat sisa plasenta jarang
menimbulkan syok.
d. Penanganan sisa plasenta
Sewaktu suatu bagian dari plasenta satu atau lebih lobus
tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif.
Raba bagian dalam uterus untuk mencari sisa plasenta. Eksplorasi
manual uterus menggunakan teknik yang serupa dengan teknik yang
digunakan untuk manual plasenta.
Keluarkan sisa plasenta dengan tangan.
12
sehingga
darah ibu, dan akan menyubat aliran darah ibu, sehingga lama
kelamaan ibu akan mengalami gangguan pernapasan karena cairan
ketuban menyubat aliran ke paru, yang lama kelamaan akan
menyumbat aliran darah ke jantung, dengan ini bila tidak tangani
dengan segera dapat menyebabkan iskemik bahkan kematian
mendadak.
4) Menconium dalam cairan ketuban
5) Kontraksi uterus yang kuat
Kontraksi uterus yang sangat kuat dapat memungkinkan
terjadinya laserasi atau rupture uteri, hal ini juga menggambarkan
pembukaan vena, dengan pembukaan vena, maka cairan ketuban
dengan mudah masuk ke pembuluh darah ibu, yang nantinya akan
menyumbat aliran darah, yang mengakibatkan hipoksia, dispue dan
akan terjadi gangguan pola pernapasan pada ibu.
6) Insidensi yang tinggi kelahiran dengan operasi
Dengan prosedur operasi tidak jauh dari adanya pembukaan
pembuluh darah, dan hal ini dapat terjadi ketuban pecah dan masuk ke
pembuluh darah ibu.
c. Tanda dan gejala
Tanda-tanda dan gejala yang menunjukkan kemungkinan emboli cairan
ketuban:
1) Tekanan darah turun secara signifikan dengan hilangnya diastolik
pada saat pengukuran (Hipotensi )
2) Dyspnea, Batuk
3) Sianosis perifer dan perubahan pada membran mukosa akibat dari
hipoksia.
4) Janin Bradycardia sebagai respon terhadap hipoksia, denyut jantung
janin dapat turun hingga kurang dari 110 denyut per menit (dpm).
Jika penurunan ini berlangsung selama 10 menit atau lebih, itu
adalah Bradycardia. Sebuah tingkat 60 bpm atau kurang lebih 3-5
menit mungkin menunjukkan Bradycardia terminal.
5) Pulmonary edema, Cardiac arrest.
6) Rahim atony: atony uterus biasanya mengakibatkan pendarahan yang
berlebihan setelah melahirkan.Kegagalan rahim untuk menjadi
perusahaan dengan pijat bimanual diagnostik.
d. Penatalaksanaan
14
16