You are on page 1of 12

7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. Pengertian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) diadaptasi dari istilah dalam bahasa
Inggris, yaitu Acute Respiratory Infections (ARI) yang mempunyai pengertian
sebagai berikut :
-

Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh

manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.


Saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta

organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura.


Infeksi akut adalah indeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari.
Dengan demikian, ISPA adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah

satu bagian atau lebih dari saluran napas mulai dari hidung (saluran atas) hingga
alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya sinus rongga telinga tengah
dan pleura, yang berlangsung sampai dengan 14 hari (Depkes RI, 2002)

2. Etiologi
Infeksi saluran pernapasan akut merupakan kelompok penyakit yang komplek
dan heterogen, yang disebabkan oleh berbagai etiologi. Etiologi ISPA terdiri dari
300 lebih jenis virus, bakteri dan ricketsia serta jamur. Beberapa virus penyebab
menurut Behrman et all (2000) yaitu :

a. Virus Sinsisial Pernapasan (VSP), merupakan satu penyebab utama


bronkiolitis, kira-kira meliputi, sepertiga dari semua kasus. Virus ini
merupakan penyebab yang lazim penyakit pneumonia, croup, dan bronkiolitis,
dan penyakit demam saluran pernapasan atas yang tidak terdiferensiasi.
b. Virus parainfluenza, menyebabkan sebagian besar kasus sindrom croup, tetapi
dapat juga menimbulkan bronkitis, bronkolitis, dan penyakit demam saluran
pernapasan atas.
c. Virus influenza, tidak mempunyai pengaruh besar dalam berbagai sindrom
pernapasan kecuali selama epidemi. Pada bayi dan anak, virus influenza lebih
menyebabkan penyakit saluran pernapasan atas daripada saluran pernapasan
bawah.
d. Adenovirus, menyebabkan kurang dari 10% penyakit pernapasan, sebagian
besar darinya bersifat ringan atau tidak bergejala. Demam faringitis dan
demam faringokonjungtivitis adalah manifestasi klinis yang paling sering
pada anak. Namun, adenovirus kadang-kadang menyebabkan infeksi saluran
pernapasan bawah yang berat.
e. Rhinovirus dan koronavirus biasanya menimbulkan gejala yang terbatas pada
saluran pernapasan atas, paling sering hidung dan merupakan bagian yang
berarti dari sindrom common cold.
f. Koksakivirus A dan B terutama menimbulkan penyakit pada nasofaring.
3. Klasifikasi Penyakit ISPA
Berdasarkan Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA dalam penentuan
klasifikasi penyakit ISPA dibedakan atas 2 kelompok yaitu untuk umur kelompok
umur < 2 bulan dan 2 bulan sampai <5 tahun. Untuk kelompok umur < 2 bulan

klasifikasi dibagi atas pneumonia berat dan bukan pneumonia. Sedangkan untuk
kelompok umur 2 bulan sampai < 5 tahun klasifikasi dibagi atas pneumonia berat,
pneumonia dan batuk bukan pneumonia.
a. Pneumonia Berat
Pneumonia ialah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam
etiologi seperti bakteri, virus, jamur, dan benda asing. Pembagiannya
ditentukan atas dasar anatomis dan etiologis.
a) Umur < 2 bulan
Didasarkan adanya nafas cepat (fast breathing) yaitu frekuensi pernapasan
sebanyak 60 kali per menit atau lebih, adanya tarikan yang kuat pada
dinding dada bagian bawah ke dalam (severe chest indrawing).
Tanda- tanda bahaya pada umur < 2 bulan adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.

berhenti minum susu


kejang
rasa kantuk yang tidak wajar atau sulit bangun
stidor saat anak tenang
demam atau suhu tubuh yang rendah

b) Umur 2 bulan sampai < 5 tahun


Didasarkan adanya batuk atau kesukaran bernapas disertai nafas sesak
atau tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (chest indrawing).
Sementara itu, untuk pengklasifikasikan terhadap penyakit sangat berat
didasarkan atas tanda-tanda bahaya sebagai berikut :
1. tidak dapat minum
2. kejang
3. rasa kantuk yang tidak wajar atau sulit bangun
4. stidor pada anak yang tenang
5. kurang gizi berat
b. Pneumonia

10

a) Umur 2 bulan sampai < 1 tahun


Didasarkan pada adanya batuk batuk atau kesukaran bernapas disertai
adanya frekuensi napas dengan batas napas cepat (fast breathing 50 kali
per menit).
b) Umur 1 sampai < 5 tahun
Didasarkan pada adanya batuk atau kesulitan bernapas disertai adanya
frekuensi napas dengan batas napas cepat (fast breathing 40 kali per
menit).
c. Batuk Bukan Pneumonia
Klasifikasi bukan pneumonia mencakup kelompok penderita bayi dan
balita dengan batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi
napas dan tidak menunjukkan adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam. Dengan demikian klasifikasi bukan pneumonia mencakup penyakitpenyakit ISPA lain di luar Pneumonia seperti batuk pilek bukan pneumonia
(common cold, nasofaringitis, faringitis, sinusitis, tonsilitis, dan otitis).
Beberapa jenis penyakit batuk bukan pneumonia antara lain seperti:
a. Common cold
Common cold adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan gejala
seperti bersin-bersin, batuk, sakit tenggorokan, malaise, demam, dan sakit
kepala. Common cold disebabkan oleh Pikornavirus, Koronavirus,
Miksovirus, Paravirus, Adenovirus dan Rhinovirus. Berlangsung selama 5
sampai 14 hari.
b. Nasopharingitis
Nasofaraingitis (setara dengan common cold) disebabkan oleh sejumlah
virus, biasanya Rhinovirus, Adenovirus, Virus influenza, atau Virus

11

parainfluenza. Gejala pada umumnya adalah demam. Pada anak 3 bulan


sampai 3 tahun, demam tiba-tiba terjadi dan berkaitan dengan mudah
marah, gelisah, nafsu makan menurun, dan penurunan aktivitas.
Peradangan hidung dapat menyebabkan sumbatan saluran, sehingga harus
membuka mulut ketika bernapas. Muntah dan diare mungkin juga bisa
muncul.
c. Faringitis
Faringitis atas menunjukkan keterlibatan utama pada tenggorokan.
Penyakit ini tidak lazim pada anak di bawah umur 1 tahun. Insidennya
kemudian naik sampai puncak pada umur 4 sampai 7 tahun. Tetapi
berlanjut sampai masa kanak-kanak dan dewasa. Faringitis atas dapat
disebabkan oleh virus dan streptokokus.
1) Faringitis virus
Faringitis virus biasanya dianggap sebagai penyakit yang awal
mulainya relatif bertahap, yang biasanya mempunyai tanda awal seperti
demam, malaise, den anoreksia, dengan nyeri tenggorokan sedang. Nyeri
mulai timbul sekitar sehari sesudah mulainya gejalagejala, mencapai
puncaknya pada hari ke-2 sampai ke-3. Suara parau dan batuk sudah pasti
ada.
Komplikasi yang berarti jarang terjadi.
2) Faringitis streptokokus
Faringitis streptokokus pada anak di atas umur 2 tahun mulai dengan
keluhan nyeri kepala, nyeri perut, dan muntah. Gejala-gejala ini dapat
disertai dengan demam setinggi 40C, terkadang kenaikan suhu tidak
tampak selama 12 jam atau lebih. Beberapa jam sesudah keluhan awal,

12

tenggorokan dapat menjadi nyeri dan pada sepertiga penderita ditemukan


pembesaran tonsil.
d. Sinusitis
Sinusitis merupakan peradangan pada rongga sinus. Sinusitis bisa
disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri yang memicu peradangan.
Peningkatan produksi lendir, hidung tersumbat, rasa tidak nyaman di dahi,
pipi atau sekitar mata dan sakit kepala adalah gejala umum sinusitis.
e. Tonsilitis
Tonsilitis adalah peradangan pada tonsil, yang pada umumnya disebabkan
oleh streptokokkus. Gejala yang muncul seperti nyeri tenggorokan
berulang atau menetap dan rasa sakit ketika menelan atau bernapas.
Mungkin ada rasa kering dan iritasi pada tenggorokan.
f. Otitis Media
Otitis media merupakan peradangan pada telinga tengah yang disebabkan
oleh Streptococcus pneumoniae, H.influenzae, dan Moraxella catarrhalis.

4. Cara penularan
Infeksi saluran pernapasan akut dapat ditularkan melalui air ludah, darah,
cipratan bersin, dan udara yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang
sehat ke saluran\ pernapasannya (Erlien, 2008). Salah satu penularan ISPA adalah
melalui udara yang tercemar dan masuk ke dalam tubuh melalui saluran
pernapasan. Adanya bibit penyakit di udara umumnya berbentuk aerosol yakni
suatu suspensi yang melayang di udara. Bentuk aerosol dari penyebab penyakit
tersebut berupa droplet nuclei (sisa dari sekresi saluran pernapasan yang

13

dikeluarkan tubuh secara droplet dan melayang di udara) dan dust (campuran
antara bibit penyakit yang melayang di udara) (Mairusnita, 2007).
5. Faktor Risiko
Beberapa faktor risiko yang dapat mempengaruhi terjadinya ISPA antara lain
faktor individu (balita), faktor lingkungan, dan faktor perilaku.
A. Faktor Individu
a. Umur
Faktor usia merupakan salah satu risiko untuk terjadinya kematian karena
pneumonia pada balita yang sedang menderita pneumonia. Semakin tua usia
balita yang sedang menderita pneumonia, semakin kecil risiko meninggal
akibat pneumonia dibandingkan balita berusia muda (Djaja, 1999).
Anak berumur di bawah 2 tahun mempunyai risiko terserang ISPA lebih
besar dari pada anak di atas 2 tahun sampai 5 tahun, keadaan ini karena pada
anak di bawah umur 2 tahun imunitasnya belum sempurna dan lumen saluran
nafasnya relatif sempit (Daulay, 2008).
b. Jenis Kelamin
Berdasarkan pada Pedoman Rencana Kerja Jangka Menengah Nasional
Penanggulangan Pneumonia Balita Tahun 2005-2009, anak laki-laki memiliki
risiko lebih tinggi daripada anak perempuan untuk terkena ISPA. Meskipun
secara keseluruhan di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia
masalah ini tidak terlalu di perhatikan, namun banyak penelitian yang

14

menunjukan perbedaan prevalensi penyakit ISPA terhadap jenis kelamin


tertentu.
c. Berat Badan Waktu Lahir
Berat badan lahir menentukan pertumbuhan dan perkembangan fisik dan
mental pada masa balita. Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
mempunyai risiko kematian yang lebih besar dibandingkan dengan berat
badan lahir normal, terutama pada bulan-bulan pertama kelahiran karena
pembentukan imun yang belum sempurna sehingga lebih mudah terkena
penyakit infeksi, terutama pneumonia dan infeksi saluran pernapasan lainnya
(Maryunani, 2010).
d. Status Gizi
Secara umum kekurangan gizi akan berpengaruh terhadap kekuatan daya
tahan tubuh dan respon imunologis terhadap berbagai penyakit. Penyakit
dengan infeksi akan menyebabkan penurunan nafsu makan dan kekurangan
gizi pada balita. Status gizi kurang atau buruk pada anak balita mempunyai
risiko pneumonia 2,5 kali lebih besar dibandingkan dengan anak yang bergizi
lebih baik dan normal.
e. Status Imunisasi
Sebagian kematian karena ISPA berasal dari penyakit sejenis ISPA yang
dapat dicegah dengan imunisasi seperti difteri, pertusis dan campak. Program
imunisasi yang lengkap dapat mengurangi faktor risiko pada mortalitas karena
ISPA. Bayi dan balita yang mendapat imunisasi secara lengkap apabila

15

terserang ISPA diharapkan perkembangan penyakitnya tidak lebih berat dan


lama. Kini pemberian imunisasi campak dan pertusis (DPT) terbukti efektif
mengatasi risiko kejadian ISPA.
f. Riwayat penyakit ISPA sebelumnya
Bayi yang pernah menderita penyakit ISPA dapat kembali menderita
penyakit tersebut. Hal ini antara lain disebabkan karena sistem kekebalan
tubuh yang menurun, kurang terpenuhinya kecukupan gizi, keadaan
lingkungan rumah dan sekitar yang memudahkan penularan.
g. Pemberian ASI secara eksklusif
Pada umumnya bayi belum dapat membentuk kekebalan sendiri secara
sempurna. ASI merupakan substansi bahan yang hidup dengan kompleksitas
biologis yang luas dan mampu memberikan daya perlindungan baik secara
aktif maupun melalui pengaturan imunologis. ASI tidak hanya menyediakan
perlindungan terhadap infeksi dan alergi tetapi juga menstimulasi
perkembangan yang memadai dari sistem imunologi bayi sendiri. ASI
memberikan zat-zat kekebalan yang belum dibuat oleh bayi. Sehingga bayi
yang mengonsumsi ASI lebih tahan terhadap penyakit infeksi. Kejadian ISPA
tinggi pada bayi yang tidak diberi ASI.

h. Pemberian Makanan Pengganti/ Tambahan


Pada bayi yang mendapatkan makanan pengganti ASI/PASI mempunyai
angka yang tinggi menderita ISPA dibanding bayi yang mendapatkan ASI,

16

karena tidak semua nutrisi yang dibutuhkan bayi ada di dalam makanan
pengganti ASI tersebut.
6. Pencegahan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit ISPA pada
balita antara lain :
1. Memenuhi kecukupan gizi pada anak.
2. Memberikan imunisasi yang lengkap pada anak agar terbentuk daya tahan
tubuh terhadap penyakit.
3. Menjaga kebersihan lingkungan dan perumahan serta menjaga kebersihan diri.
4. Menyediakan ventilasi dan pencahayaan yang cukup dalam rumah.
5. Mengurangi pencemaran udara dalam rumah, dari asap rokok, hasil
pembakaran bahan bakar untuk memasak, dan lain-lain.
6. Mencegah anak berhubungan dengan klien ISPA. Salah satu cara adalah
memakai penutup hidung dan mulut bila kontak langsung dengan anggota
keluarga atau orang yang sedang menderita penyakit ISPA.

7. Pengobatan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)


Pengobatan Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) berdasarkan klasifikasi.
Perawatan dapat dilakukan di rumah, untuk batuk dapat memberikan obat batuk
tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang merugikan
seperti kodein, dekstrometrofan dan antihistamin. Bila disertai dengan demam,
maka diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala
batuk pilek, apabila pada pemeriksaan tenggorokkan didapat adanya bercak nanah
(eksudat) disertai dengan pembesaran kelenjar getah bening di leher, dianggap

17

sebagai radang tenggorokkan oleh kuman Streptococcus dan harus diberikan


antibiotik selama 10 hari.

8. Kerangka Teori

ISPA

Definisi

Umur

Etiologi

Jenis Kelamin

Cara Penularan
Klasifikasi
Faktor
Risiko

Status gizi
Riwayat terpapar asap

Pencegahan

rokok
Riwayat penyakit
ISPA
sebelumnya
Riwayat pemberian ASI
eksklusif
Status imunisai

Gambar 2.1 Kerangka teori

9. Kerangka Konsep
Variabel Independen

Daerah tempat tinggal


Tatalaksana
Variabel Dependen

18

Umur

Jenis Kelamin
Status gizi
Riwayat penyakit ISPA
Status gizi
sebelumnya
Daerah tempat tinggal
Riwayat penyakit ISPA
Gambar 2.2 Kerangka konsep
sebelumnya

ISPA pada Balita

You might also like