LVLIs
Batu Staghorn pada Wanita:
Faktor Risiko dan Tata Laksananya
M. Azharry Rully S
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Pendahuluan
Batu ginjal (urolitiasis) merupakan_masalah
Kesehatan yang cukup signifikan, baik di Indonesia
‘maupun di dunia, Prevalensi penyakit ini diperkirakan
13% pada laki-laki dewasa dan 7% pada perempuan
dewasa, dengan puncak usin dekade ketiga sampai
Keempat, Angka Kejadian batu ginjal berdasarkan
data yang dikumpulkan dari rumah sakit di selurch
Indonesia tahun 2002 adalah scbesar 37.636 kasus
baru, dengan jumlah kunjungan sebesar $8.959 orang
Selain itu,jumilah pasien yang dirawat mencapai 19.018
orang, dengan mortalitas sebesar 378 orang.’
Kemajuan dalam bidang endourologi secara
drastis telah mengubah tatalaksana pasien batu
simtomatik yang membutuhkan operasi_terbuka.
Perkembangan terapi invasif minimal mutakhir, yaitu
retrograde ureteroscopic intrarenal surgery (RIRS),
pereutaneus nephrolithotomy (PNL), ureteroskopi
(URS) dan extracorporeal shock wave lithotripsy
(ESWL) telah memicu Kontroversi mengenai_ teknik
‘mana yang paling efektif-1-4 Dalam memilih pendekatan
terapi optimal untuk pasien urolitiasis, berbagai faktor
harus dipertimbangkan, Faktor-faktor tersebut adalah
faktor batu (ukuran, jumlah, komposisi dan lokasi),
faktor anatomi ginjal (derajat obstruksi, hidronefrosis,
obstruksi uretero-pelvic junction, divertikel kaliks, dan
Binjal tapal kuda), serta faktor pasien (adanya infeksi,
‘obesitas, deformitas habitus tubuh, koagulopati, usia
anak, lanjut usia, riwayat hipertensi, dan riwayat gagal
ginjal)."
Laporan kasus ini akan memberikan pembahasan
yang berfokus pada berbagai faktor risiko serta
penatalaksanaan batu saluran kemih pada pasien
wanita,
Mustrasi Kasus
Pasien wanita, Ny. SHL berusia 31 tahun,
pekerjaan ibu rumah tangs, datang dengan keluhan
nyeri pinggang kanan yang memberat sejak 2 bulan
sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Nyeri tersebut
menjalar hingga ke perut bawah dan kemaluan. Nyeri
pinggang Kiri (+), penjalaran tidak jelas. Nyeri saat
BAK (4). BAK berwarna merah seperti teh (+). Sulit
menahan BAK (1). Jumlah BAK sedikit berkurang (+).
Rasa pegal-pegal di kedua pinggang (+). Pada riwayat
Keluarga ditemukan bahwa ayah menderita batu ginjal.
Kebiasaan kurang aktivitas (+) dan minum air + 600
mi/hari. Pasien sering mengonsumsi sayuran bayam
ddan singkong. Pasien maken ikan teri 2-3x/minggu dan
minum minuman bersoda 1-2 minagu sekali. Sumber
air minum dari aie tanah,
Pada pemeriksaan fisik pasien tampak sakit
ingan, Kesadaran kompos mentis. Tanda vital dan
status generalis dalam batas normal. Pada pemeriksaan
urologis terdapat nyeri ketok costo vertebra angle
(CVA) pada kedua sisi (Kiri > kanan) dan nyeri tekan
suprapubik (+).
Pada hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan
kelainanurinalisisberupa proteinuria, darah_samar,
leukositesterase (+3), leukosituria, hematuria, nitrit (+),
dan bakteri. Pemeriksaan radiologis BNO memperoleh
esan staghorn ginjal kiri, pada IVP ditemukan kesan
neftolitiasis sinistra (staghorn). Fungsi eksresi dan
sekresi ginjal kiri baik sementara terdapat sangguan
fungsi ekskresi dan sekresi ginjal Kanan. USG kesan
hidronefrosis dekstra grade 4 ec obstruksi di ureter
dan staghorn stone sinistra
Daftar masalah pada pasien ini adalah
hidronefrosis desktra grade 4 susp.c.c obstruksi batu
ureter proksimal, staghora stone sinistra, dan suspek
infeksi saluran Kemih komplikata (sisttis akut)
Pasien direncanakan untuk pemeriksaan renogram dan
anterograde pielografi (APG). Rencana penatalaksanaan
pada pasien ini jalah diet tinggi Kalori rendah protein
(TKRP), pemberian antibiotik siprofloksasin 2x50
mg, dan analgesik 3x1. Untuk pembedahan berupa
nefrostomi dekstra dan extended pyelolithotomy
JIM | Vol. 1No, 04 | Januar - Juni 2010— M-Azharry RS , Batu Staghorn pada Wanita: Fakior Risiko da Tatalaksananya
sinistra. Pasien juga diedukasi untuk minum air
‘minimal 2-3 liter per hari, pembatasan konsumsi zat-
zat pembentuk batu, dan meningkatkan aktivitas fisik,
Dua hari setelah dirawat, pasien menjalani
tindakan nefrostomi dekstra dan APG. Pada tindakan
terscbut, pasien dalam posisi telungkup dan diberikan
‘anestesi lokal. Dilakukan tindakan a dan antisepsis pada
lapangan operasi. Dengan guide USG dilakukan pungsi
dengan jatum 17,5 G di CVA kanan. Kemudian dilakukan
dilatasi fascia “dengan fascia dilator, dimasukkan
pigtail no.8 fr. Pemeriksaan APG menemukan kesan
hidronefrosis dan hidroureter hingea ureter distal
kanan. Setelah itu dilakukan fiksasi pigtail dan operasi
selesai (produksi inisial 50 cc).
Selanjutnya pada pasien dilakukan observasi pada
produksi nefrostomi dekstra serta rencana pemeriksaan
renogram. Dari observasi selama 7 hari didapatkan
produksi yang semakin berkurang, yakni dari 100ce/24
jam menjadi 80 cc/24 jam. Kemudian diambil tindakan
untuk mengubah rencana extended pyelolithotomy
sta menjadi percutaneus nephrolithotomy (PNL)
stra
Pada hari perawatan kelima pasien menjalani
‘iksaan renogram. Fase perfusi: _ perfusi
kedua ginjal ada, perfusi ginjal kanan lebih rendah
dibandingkan dengan ginjal kiri. Scintigrafi: aktivitas
intrarenal ginjal kiri meningkat dan mencapai puncak
pada T-maks menit ke 5,5 dan lebih tinggi dari aktivitas
background. Aktivitas intrarenal ginjal kenan sangat
rendah, tak jelas peningkatan atau penurunan aktivitas,
tak tampak adanya aktivitas pada buli. Kurva renogram:
kurva ginjal kiri cepat meningkat dan mencapai puncak
pada T-maks menit ke 5,5 dan kemudian turun melandai
pada akhir pemeriksaan. Kurva ginjal kiri terletak di
atas kurva background, Kurva ginjal kanan mendater,
tidak jelas peningkatan atau penurunan, —hampit
berhimpit dengan kurva background. Nilai GFR: ginjal
Kiri: 81,7 mi/menit, ginjal kanan: 6,08 ml/menit, total:
87,7 (nilai GFR normal minimal untuk pasien ini 86,0
ml/menit). Kesan: gangguan fungsi berat ginjal kanan
(terminal stage), Fungsi sekresi dan ekskresi ginjal kiri
baik,
Akhirnya pasien menjalani PNL sinistra. Pasien
iposisikan litotomi lalu dilakukan anestesi spinal, seria,
tindakan asepsis dan antisepsis lapangan operasi juga
sekitamya. Dilakukan insersi uk kiri, masuk sampa
30 em. Sheath dikeluarkan, kemudian’pasien berganti
posisi menjadi prone. Kembali dilakukan asepsis dan
antisepsis lapangan operasi serta sekitarnya, kemudian
ilakukan pungsi pada kaliks inferior kiri 17,5 G
sampai PCS dengan guiding C-arm. Dilakukan dijatasi
dengan fascia dilator no.9-12, setelah itu dilakukan
ilatasi dengan metal dilator sampai no.26, dan
simasukkan amplatz no.30, Tampak batu pada pielum
iri, dipecahkan sampai kecil-kecil dengan EKL dan
Gievakuasi dengan stone tang. Dari C-arm kesan masih.
JIMA | Vol No. oF | Januar - Juni 2010
‘ada batu sisa. Dipasang DJ stent kiri secara anterograd.
Kemudian pasang pigtail no.7 Fr dan operasi selesai
Diskusi Kasus
Penegakan Diagnosis
Penegakan diagnosis pada pasien ini berdasarkan
anammesis, pemeriksaan fisik dan penunjang. Dari hasil
anamnesis didapatkan pasion Wanita, 31 tahun datang
dengan keluhan utama nyeri pinggang kanan yang
memberat sejak 2 bulan SMRS. Nyeri dirasakan hilang
timbul seperti diremas, menjalar ke perut bawah, sekitar
Kemaluan, dan tungkai atas. Pertama kali dirasakan 10
tahun yang lalu dan semakin sering kambuh dalam 6
tahun terakhir serta memuneak dalam 2 bulan SMRS.
Selain itu, terdapat nyeri pinggang kiri yang tidak
Sehebat disertai rasa pegal di antara keluhan nyeri
serta BAK berwarna merah teh. Berdasarkan keluhan
di atas, dapat dipikirkan nyeri tersebut bersifat kolil
Nyeri yang demikian disebabkan oleh rangsangan pada
organ yang dipersarafi nervus splanknikus kaudal pada
‘ingkat persarafan terutama thorakal 11 hingga lumbal
2
Untuk nyeri pinggang kanan dapat dipikirkan
beberapa penycbab, antara lain gangeuan pada
‘muskuloskeletal seperti mialgia maupun low back pain
(LBP), gangguan saluran cerna seperti apendisitis,
kolesistitis, kolelitiasis, gangguan pada saraf yakni
hernia nucleus pulposus (HNP), gangguan pada
sistim reproduksi seperti kehamilan ektopik dan
endometriosis, dan gangguan sistim kemih yakni batu
‘maupun infeksi pada ginjal dan ureter. Penyebab dari
gangguan muskuloskeletal dapat disingkirkan karena
tidak didapatkan keluhan nyeri yang dipengaruhi oleh
aktivitas yakni memberat saat bekerja dan membaik seat
istirahat, Keluhan berasal apendisitis bisa disingkirkan
juga karena tidak didapatkan keluhan nyeri perut kanen
bawah dan gangguan BAB serta posisi khas apendisitas
yakni tungkai yang terfleksi juga tidak ditemukan
pada pasien. Kolelitiasis matipun kolesistitis juga
Gapat disingkirkan Karena tidak ditemukan keluhan
nyeri yang menjalar ke punggung disertai demam
maupun kuning. Adanya keluhan nyeri yang menjalat
ke tungkai dapat mendukung ke arah hernia nucleus
pulposus (HNP). Keluhan sensorik dan motorik tidak
ada. Selain itu, dalam riwayat keseharian pasien, tidak
éitemukan adanya pekerjaan yang mengharuskan pasien
mengangkat beban berat. Kehamilan ektopik perlu
dicurigai pada awal perjalanan keluhan nycti pinggana
ini karena saat itu pasien sedang hamil. Namun setelah
Kelahiran anak ke-3, pasien langsung memakai KB
sehingga tidak mungkin terjadi kehamilan. Begitu
Juga dengan endometriosis, adanya pemasangan KB
3 bulanan membuat pasien tidak haid lagi. Sehingga
menyisakan gangguan dari sistim kemih yakni ginjal
dan ureter.
Penyebab dari gangguan saluran kemih didukung
(53)Jurnal
oleh letaknya yang sesuai dengan proyeksi ginjal
sehingga kemungkinan ini merupakan nyeri kolik
ginjal akibat adanya sumbatan di saluran kemih. Nyeri
dirasakan menjalar dari pinggang kanan hingga daerah
perut bagian bawah dan Kemaluan dapat dipikirkan
diagnosis batu ureter Kanan tepatnya pada ureter
‘media (kanan). Kemungkinan trauma dan infeksi dapat
disingkirkan secara anamnesis Karena pada pasien
tidak didapatkan riwayat trauma dan demam. Adanya
rasa pegal ataupun nycri dengan intensitas lebih ringan
bisa merupakan nyeri somatik akibat adanya regangan
pada kapsul ginjal.
Pada pasien juge mengeluhkan adanya BAK
seperti merah teh. Kemungkinan ini merupakan
hematuria. Hematuria dapat disebabkan adanya trauma,
batu, keganasan, maupun infeksi. Trauma dapat
disingkirkan karena tidak ditemukan riwayatnya pada
pasien. Keganasan juga dapat disingkirkan karena BAK
ini disertai nyeri sedangkan pada keganasan cenderung
tidak nyeri (painless hematuria). Selain itu, manifestasi
umum penyakit keganasan seperti penurunan berat
badan, nafsu makan, dan demam subfebris tidak ada.
Infeksi dan batu merupakan diagnosis banding yang
kuat. Keduanya bisa saja terjadi pada pasien, Scbagai
mana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pasien
dari anamnesis diduga kuat memiliki batu saluran kemih
sehingga kemungkinan besar hematuria ini disebabkan
oleh trauma mukosa oleh batu. Adanya keluhan jumlah
BAK sedikit berkurang juga mendukung adanya
obstruksi saluran kemih.
Diagnosis batu saluran kemih didukung oleh
pada pemeriksaan fisik khususnya pada status urologis
didapatken nyeri ketok pada kedua CVA. Nyeri tekan
suprapubik juga ditemukan pada pasien. Nyeri ini bisa
diakibatkan adanya batu ataupun infeksi pada buli-
uli. Namun, dari anamnesis tidak ditemukan keluhan
BAK mengedan, pancaran lemah, tidak tampias,
maupun terputus yang harus merubah posisi tubuh
agar kembali BAK, yang merupakan gambaran klinis
iritasi dan obstruksi dari batu buli-buli. Dari hasil
BNO-IVP didapatkan gambaran radiopak lonjong di
daerah perlvis curiga batu buli-buli, Akan tetapi bila
dikorelasikan antara ukuran batu dan gejala tidaklah
sesuai. Selain itu, pada beberapa foto didapatkan
gambaran tersebut terletrak di luar buli-buli, Sehingga
kemungkinan penyebab nyeri ini adalah batu buli-buli
dapat disingkirkan dan cenderung ke arah infeksi. Hal
ini Kembali ditunjang dari perbaikan klinis pasien
setelah diberikan antibiotik beberapa hari
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan hasil
laboratorium darah menunjukkan leukosit yang normal
sehingga kemungkinan infeksi pada ginjal dapat
disingkirkan, Pada urinalisis didapatkan albuminuria
proteinuria, darah samar, leukositesterase (+3),
Ieukosituria, hematuria, nitrit (+), dan bakteri. Adanya
albuminuria mengindikasikan adanya gangguan fungsi
Ilmiah Mahasiswa Kedokteran
Indonesia
sinjal khususnya fase fitrasi. Hal ini bisa terjadi oleh
suata perjalanan penyakit ginjal yang kronik seperti
nefropati diabetik ataupun obstruksi kronik. Nefropati
dliabetikum dapat disingkirkan Karena tidak adanya
riwayat DM dan pada laboratorium tidak ditemuken
eadaan hiperglikemia maupun glukosuria, Penemuan
dara samar (+3), hematuria, dan leukosituria. bisa
menandakan adanya infeksi dan atau obstruksi bal
pada saluran kemih. Namun, adanya leukositesterase
(3), bakteri (#), dan nitrit (+) sangat kuat mendukung
adanya diagnosis infeksi saluran kemih, Infeksi salvran
kemih disertai abnormalitas struktural atau fungsional
yakni atu sehingga kemungkinan diagnosisnya ialah
infeksi saluran kemih komplikata. Akan tetapi, tidak
dilokukannya Kultur urin pasien membuat diegnosis
belum bisa tegak dengan tepat karena menurut European
Association of Urology diperlukan hasil kultur urin
positif dengan bakteriuri bermakna > 105 koloni/ ml.$
Dari pemeriksaan pencitraan BNO-IVP kesan
Nefrolitiasis sinistra (staghorn) dengan fungsi eksresi
dan sekresiginjal iri baik dan gangguan_fungsi
ekskresi dan sckresi ginjal kanan. Ditemukan pula suata
gambaran radioopak yang dicurigai massa di rongga
pelvis. Kemungkinan massa ini menjadi penyebab
obstruksi ureter dapat disingkirkan Karena bila ada
obstruksi mekonik ckstralumen cenderung_persisten
tanpa adanya nyeri kolik. Lalu dari hasil pemeriksaan
USG didapatkon gambaran_ penipisan dinding yang
menunjukkan terjadinya hidronefrosis dekstra (grade
4) ec obstruksi di ureter dan Staghorn stone sinistra
Letak batu ureter yang berada bukan di proksimal
idukung oleh pemeriksaan APG, yakni hidronefrosis
dan hidroureter hingga ureter distal kanan. Schingga
tegak sudah masalah pada pasien yakni hidronefrosis,
dan hidroureter desktra.e.c obstruksi batu ureter distal,
neffolitiasis sinistra (staghora).
Pada pasien ini telah terjadi_ komplikasi
hidronefrosis dan hidroureter dekstra. Kemungkinan
penyebab lain seperti adanya Kelainan kongenital
maupun steiktur dapat disingkirkan. Namun dari
laboratorium tidak begitu mendukung dimana kadar
ureum dan kreatinin darah masih dalam batas normal.
Dari IVP biasanya dapat terlihat dan. ditentukan
derajataya, akan tetapi hingga akhir pemeriksaan ginjal
kanan tidak tervisualisasi. Visualsasi hideonefrosis pada
IVP bisa berupa cupping, flattening, blunting, clubbing,
dan ballooning tergantung derajat hidronefrosisnya.9
Dari hasil pemeriksaan USG barulah tegak, dimana
ditemukan gambaran semua kaliks yang mencembung
disertai beberapa pareakim yang menipis. Dari hasil
renagram, didapatkan nilai GFR ginjal kiei 81,7 ml!
menit, ginjal Kanan 6,08 ml/menit, dan total 87,7
mal/menit, Hal ini menjelaskan keadaan status ureum
kreatinin yang normal walaupun terjadi hidronefrosis
unilateral.
JIM KE | VoL No. 01
Januari - Juni 2010M Azharry RS
Faktor risiko
Terjadinya batu pada saluran kemih pasien
tentunya disertai adanya multifaktor baik dari segi host,
agent, maupun lingkungannya. Dari hasil_anamnesis
didapatkan riwayat keluarga, kurangnya aktivitas,
kebiasaan menahan BAK, konsumsi air yang kurang,
diet tinggi oksalat (sayuran hijau, minuman bersoda)
dan sumber air minum,
Kass batu saluran kemih pada wanita
dilaporkan lebih kecil dibandingkan pada pria. Hal
ini dibuktikan oleh Ryal dkk. Diketahui bahwa pada
anita memiliki 2 faktor yang menyebabkan rendahnya
insiden batu saluran kemih khususnya batu kalsium.
Pada wanita didapatkan ekskresi harian kalsium yang
lebih rendah dan tingginya faktor inhibitor seperti
glukosaminoglikan yang menghambat agregasi kristal
dibandingkan pria.* Hal ini sejalan dengan penelitian
oleh Sarada B, dkk yang menyimpulkan bahwa pada urin
‘wanita memiliki konsentrasi kalsium dan oksalat yang
rendah disertai tingginya sitrat yang mendukung bahwa
risiko terjadinya batu pada wanita lebih rendah,”
Beberapa faktor genetik telah diketahui perannya
dalam pembentukan batu, khususnya batu kalsium
oksalat yang mengakibatkan gangguan ekskresi
dari kalsium, asam urat, sitrat dan inhibitor maupun
promotor, Faktor yang diturunkan bersifat poligenik.
Walaupun telah dilaporkan sedikit keluarga yang
Konsisten terjadi batu memiliki gen yang diturunkan
secara autosomal dominan monogenik dan X-linked
resesif. Curhan dkk (1997) mencoba untuk mengetahui
dampak adanya riwayat keluarga yang memiliki batu
pada 37.999 pria dimana ditindaklanjuti selama 8
tahun dan didapatkan 79S kasus batu. Pada penelitian
ini menyimpulkan bahwa adanya riwayat keluarga
merupakan suatu faktor risiko terjadinya batu dengan
OR 2,57!
Pada pasien didapatkan riwayat konsumsi
air bersoda yang cukup sering. Kaitannya dengan
terjadinya batu ginjal dilakukan oleh Vartanian dk
dengan melakukan metaanalisis. Pada S studi yang
ada melaporkan bahwa Konsumsi minuman ringan
(minuman bersoda) berhubungan dengan kejadian batu
saluran kemih ataupun ginjal. Namun terdapat 2 studi
yang tidak menunjukkan adanya hubungan keduanya.
Dua dari lima studi menemukan bahwa hubungan positit
ini tidak begitu signifikan setelah adanya kendali diet
makenan yang mengandung kalsium, potasium, dan gula
(sukrosa).” Selain itu, Massey pada studi literaturnya
‘menyimpulkan bahwa efek dari glukosa dan fruktosa
pada minuman ringan (cola) menyebabkan peningkatan
Kadar oksalat di urin selain minuman tersebut
mengandung oksalat. Shuster dkk menemukan bahwa
pasien yang menghentikan konsumsinya menurunkan
angka rekurensi sebesar 7%.”
Pekerjaan pasien sebagai ibu rumah tangga
(sesuai dengan deskripsinya) membuat pasien kurang
JIMK1 | VoliNo. 01 | Januari - Juni 2010
Batu Staghorn pada Wanita: Faktor Risiko da Tatalaksananya
melakukan aktivitas fisik. Kurangnya aktivitas fisik
merupakan salah satu faktor risiko terjadinya bat
saluran kemih. Hal ini didukung oleh penelitian Kim
Chul ¥ dik, yang menemukan bahwa insiden tertinggi
batu saluran kemih terjadi pada ibu rumah tangga yakni
20,8%."" Namun tingginya aktivitas tak selamanya
membuat risiko terjadinya batu menjadi lebih rendah,
Hal ini dibuktikan di Thailand oleh Tanthanuch dkk
yang menemukan bahwa para pekerja seperti petani,
laboran, dan penjaga rumah memilki insiden batw
saluran’ kemih lebih tinggi dibandingkan sedentary
workers seperti pegawai pemerintah dan_ pelajar,
Penemuan ini sekaligus bertentangan epidemiologi
di negera barat yang menunjukkan sedentary workers
‘memiliki insiden yang lebih tinggi."?
Kurangnya asupan airharian berhubungan dengan
risiko terjadi batu saluran kemih. Asupan air yang
Kurang menyebabkan peningkatan osmolalitas plasma
dan penurunan volume arteri efektif, Hasil akhitnya
‘menurunnya volume urin dan eksresi natrium. Adanya
penurunan volume urin akan meningkatkan osmolalitas
turin dnegan kata lain meningkatkan konsentrasi solut
i urin, Sesuai dengan patogenesisnya, menurunnya
volume urin serta kecepatan aliran urin akan
meningkatkan saturasi zat pembentuk batu, Hal ini
didukung oleh penelitian Borghi dkk yang menyatakan
bahwa volume urin berperan dalam pengulangan
terbentukny# batu kalsium, dan disarankan minimal
volume urin 2 liter/24 jam.”
Adanya kebiasaan menahan BAK belum diketahui
berhubungan dengan Kejadian batu saluran kemih,
Namun tidak halnya dengan risiko terjadinya infeksi
saluran kemih. Beetz dkk. menyatakan bahwa adanya
dehidrasi yakni terkait asupan air yang kurang dan
adanya kebiasaan menahan BAK meningkatkan risiko
terjadinya infeksi saluran kemih. Dari penclitian yang
ada sampai sekarang ternyata urin yang pekat, bukan
merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman,
diduga oleh karena kadar urea yang tinggi. Akan tetapi
terdapat beberapa keadaan yang mendukung untuk
terjadinya infeksi saluran kemih atas maupun bawah
pada hidrasi yang kurang yakni volume urin yang
turun, aliran urin yang turun, dan frekuensi kemih yang
Kurang."
‘Air minum adalah air baku yang memenuhi
kriteria tertentu yang telah ditentukan sebagai standart
kualitas air minum. Untuk meneapai kriteria tersebut,
air baku harusiah diolah terlebih dahulu dengan
berbagai macam metoda. Air tanah merupakan sumber
daya air yang secara alamiah mendekati standart
air minum. Akan tetapi, air tanah mengalami suatu
roses hidrogeokimia yang menyebabkan pelarutan
mineral-mineral, sehingga terjadi perubahan pada
Komposisi air tanah. Kandungan berbagai mineral ini
akan memberikan dampak posilif maupun negatif pada
Kesehatan manusia. Air yang biasa dikonsumsi pasien
155)Jurnal
dan keluarga adalah air sumur (tanah) yang dikatakan,
Belum dapat diketahui dengan pasti bagaimana
kualitas air tersebut apakah kaya akan mineral yang
meningkatkan risiko terjadinya batu.'=
Penatalaksanaan
Pada pasien ini dilakukan beberapa terapi yakni
medikamentosa dan nonmedikamentosa (pembedahan)
‘Terdapat dua pembedahan yang telah dilakukan,
yakni pemasangan nefrostomi dekstra dan PCNL
Sinistra. Menurut hasil anamnesis, pemerikswan fisik,
dan penunjang, didapatkan bahwa pasien mengalami
obstruksi bilateral dengan salah satu ginjal sudah
tidak berfungsi baik (single kidney). Pada ginjal
kanan terjadi hidronferosis dan hidroureter dimana
hhal ini menunjukkan adanya obstruksi kronik pada
saluran kemih. Walaupun dari klinis tidak ada kesan
piclonefritis ataupun glomerulonefritis, kecurigaan
adanya proses infeksi perlu dilakukan. Dengan
proses tersebut dibiarkan berlarut-larut akan semakin
‘meningkatkan tekanan intrapelvis. Akibatnya akan
terjadi perlawanan terhadap gradien filtrasi glomerulus
dan menyebabkan kuman masuk ke peredaran darah
dan terjadi sepsis (urosepsis)."" Sehingga tindakan
nefrostomi ini sudahlah tepat. Dengan pemasangan
nefrostomi ini juga secara tidak langsung dapat menilai
sejauh mana kerusakan fungsi ginjal kanan yakni
dengan pemantaun produksi urin ke kateter,
Pertama kali pembedahan dilakukan pada batw
staghorn sinistra. Alasan dilakukannya tindakan ini
karena pada hasil pemeriksaan laboratorium, radiologis
(IVP, renogram) pada ginjal sinistra_ menunjukkan
fungsi sekresi dan ckstesi yang normal. Schingga
dengan melakukan intervensi pada ginjal sinistra
I cm. Namun secara umum ureteroskopi
merupakan pilihan pertama untuk semua keadaan batu
ureter distal yang tidak terpengaruh oleh ukuran batu.
Hal ini senada dengan penelitian Peschel R dkk yang
‘melakukan studi prospektif acak bertujuan menentukan
terapi lini pertama untuk batu ureter distal. Hasilnya,
ureteroskopi secara bermakna memberikan hasil lebih
baik dalah hal lamanya prosedur, durasi fluoroskopi
dan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai bebas
batu.” Semakin kecil batu, semakin besar perbedaan
antar kedua modalitas terapi tersebut." Namun hal ini
bertentangan dengan Pearle dkk menyatakan bahwa
baik ureteroskopi maupun ESWL memberikan angka
kesuksesan yang tinggi dan angka komplikasi rendah,
SIMI | Vol. INo.01 | Januari - Juni 2010M Azharry R
Namun, ESWL membutuhkan waktu prosedur yang
lebih rendah secara bermakna, serta menunjukkan
Kecenderungan nyeri pinggang dan disuria yang
lebih rendah, komplikasi yang lebih sedikit, serta
penyembuhan yang lebih cepat.*" Akan tetapi, dari hasil
renogram didapatkan hasil GFR ginjal kanan dibawah
10 sehingga ada indikasi untuk dilakukan nefrektomi.
Pada pasien juga diberikan beberapa obat yakni
antibiotik siprofloksasin. Pemberian antibiotile ini
memiliki dua fungsi yakni sebagai terapi ISK sekaligus
profilaksis perioperatif urologi. Fang Guodong dkk
‘membandingkan penggunaan siprofloksasin (SOO mg
per 12 jam) dengan aminoglikosida (parenteral) pada
kasus ISK komplikata selama 7-10 hari. Didapatkan
hhasil perbaikan klinis pada kedua antibiotik 5-9 hari
pasca terapi dimulai. Namun, pada siprofloksasin
didapatkan hasil signifikan (p=0,0005) dari kultur
urin yang steril pada hari 5-9 pasea terapi.® Pasien
mengalami prosedur operasisaluran_kemih tanpa
melibatkan segmen saluran cerna, Menurut panduan
European Association of Urology (2001) penyebab
tersering ialah Enterobaeteriaceae sp, Enterococcus
sp, dan Staphylococcus sp yang sensitif terhadap
floroquinolon.*
Pencegahan (edukasi) dan prognosis
Sebagai pencegahan dari rekurensi_batu,
pasien harus diedukasi agar masukan eairan minimal
adalah setengah dari berat badan pasien yakni 2-3
liter/heri yang terutama berasal dari air putih, Selain
‘memperbaiki asupan air harian, perlu dipantaw warna
urin sebagai indikator sederhana hidrasi tubuh, yakni
dengan PURI (periksa urin sendiri).*" Pergerakan juga
ianjurkan untuk mencegah stasis urin, Selanjutnya,
perlu dilakukan pengaturan diet dan dapat dilakukan
berdasarkan hasil analisis batu yang diangkat pada
operasi. Oleh karena adanya riwayat keluarga dan
kecurigaan sumber air minum sebagai salah satu faktor
risiko, disarankan kepada keluarga untuk melakukan
skrinning setidaknya pada anggota keluarga dengan
Klinis yang menjurus ke arah batu.
Prognosis ad vitam pada pasien ini bonam karena
penyakit ini tidak mengancam nyawa pasien, Walaupun
status ginjal pada pasien ini adalah single kidney
namun dengan fungsi yang baik sehingga prognosis ad
funetionamnya ialah dubia ad bonam, Mengingat stone
free rate dan angka rekurensi pasea tindakan PCNL.
(kombinasi ESWL) cukup baik schingga prognosis ad
sanactionam pasien ialah dubia ad bonam. Walaupun
emikian jika faktor risiko pada pasien tidak dapat
dikontrol, kemungkinan rekurensi tetap ada,
Kesimpulan
Batu Staghorn merupakan batu ginjal yang
‘menempati lebih dari satu collecting system, yaitu bate
pielum yang berekstensi ke satu atau lebih kaliks. Seperti
JEMKI | Vol ENO. ot | Januari - Juni 2010
Batu Staghorn pada Wanita: Faktor Risiko da Tatalaksananya -
halnye batu saluran kemih lainnya, Batu Staghorn ini
juga memiliki faktor risiko yang sama. Penegakan
Giagnosis dapat dilakukan atas dasar manifestasi
klinik dan berbagai pemeriksaan penunjang terutama
Modalitas radiologi. Dalam —penatalaksanaannya
diperlukan berbagai pertimbangan, antara lain ukuran,
jumlah, komposisi, lokasi, primer/residif, dan tungsi
kkedua ginjal,
Laporan kasus yang disampaikan merupakan
contoh Klasik dan lengkap penanganan pasien Batu
Staghorn yang baik dan benar. Pasien pada kasus
mendapatkan diagnosis dan penatalaksanaan yang
tepat. Diagnosis Batu Staghorn berhasil ditegakkan
melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik, Diagnosis
diperkuat dengan hasil pemeriksaan penuajang yang
lengkap dari BNO-IVP, USG, APG, dan renogram,
Penatalaksanaan pada pasien juga ‘telah dilakukan
dengan baik dan Kkomprehensif, Identifikasi faktor
risiko jugalah penting dalam pencegahan terjadinya
rekurensi. Keputusan tindakan pembedahan kasus ini
pun dilakukan dengan seksama.
Semoga laporan kasus ini dapat_memberikan
kontribusi—berupa —_pengetahuan—klinis. dan
Penatalaksanaan pasien batu saluran kemih khususnya
Batu Staghorn bagi para pembaca, baik mahasiswa
kedokteran umum, mahasiswa program dokter spesialis
ilmu penyakit dalam dan bedah, maupun para klinisi di
lapangan,
‘cn
Urine Color Chart
1 Scenes
‘ght gre ay to
‘Seyi.
yuri arsine cir
‘howe. 2.¢3 you Se
tates
aroees ough 8 you sr
thyrmed encase aa
‘Semone
Daftar pustaka
T-Rahardjo D, Hamid R. Perkembangan penatalaksansan bat
sinjal di RSCM tahun 1997-2002. J { Bedah Indones. 2004;
32(2):58-63.
2.Purnomo, B. Basuki. Dasar-daser Urologi ed ke-dua, Jakarta:
187]urna
Penerbit CY. Segung Seto. 2003: hal. 57-65.
Stoller ML, Bolton DM. Urinary Stone Disease. In: Tanagho
EA, MeAninch JW, eds. Smith's General Urology, 15th ed
[New York: MeGraw-Hill; 2000, p, 291-313.
Bumett AL, Rodrigues R, Jarrett TW. Genitourinary System:
‘Male Anatomy and Physiologi. In: Greenfield LJ, Mulholland
MW, Oldham KT, Zelenock GB, Lilimoe KD, eds. Essentials of
Surgery Scientifle Principles and Practice, nd ed. New York:
Lippincott Williams & Wilkins; 1997.p.1111-8,
Naber KG, Bergman B, Bishop MC, Johansen TEB, Botto H,
‘Lobel B (ed). European Association of Urology : Guidelines on
Urinary and Male Genital Tract Infeetions. 2001
‘Ryall RL, Dik. Urinary Risk Factors In Caleium Oxalate Stone
Disease: Comparison Of Men And Women. British Journal Of
Urology. 1987.60: 480-88,
Sarada B, Satyanarayana U, Urinary composition in men
land women and the risk of wrolithiasis, Clin Biochem, 1991
Dee:24(6):487-90,
‘Curhan Ge, Walter C. Willett, Stampfer MJ. Family History
‘And Risk Of Kidney Stone. J Am Soe Nephrol 1997.8: 1568-
1373,
Vartanian LR, Marlene B. Schwartz, Brownell KD. Effects of
Soft Drink Consumption on Nutrition and Health: A Systematic
‘Review and Meta-Analysis, Am J Publie Health. 2007;97:667—
675,
10.Linda K. Massey. Dictary Influences On Urinary Oxalate And
Risk OF Kidney Stones, Frontiers In Bioscience 8, 2003:S384-
594.
11.Kim Jul dkk, Incidence of Usinary tact ealeull in Korea. Kor
Med J 2007;122(7):798-801
12Tanthanuch M, Apiwatgaroon A, Pripatnanont C Urinary
Tract Calculi in Southern Thailand. J Med Assoe Th
88(1: 80-5
13,Borghi L, Coe FL, Deutsch L, Parks JH, Factors that predict
elapse of calcium aeprolithiasis during treatment: a prospective
2005;
limiah Mahasiswa Kedokteran
Indonesia
study. Am J Med, 1982:72(1): 17-24
L4.Beetz R. Mild dehydration: a risk factor of urinary tra
infection? Eur J Clin Nutr 2003. $7 Suppl 2: 52-8
1S.Hendrayana Hera. Sumber air minum dan karakteristiknya
Proceeding book of Hydration and Healthy symposium.h.1-4.
16.Sumardi R, Taher A, Sugandi 8, dkk, Batu Ginjal, Dalam:
‘SumardiR, Taher A, SugandiS, dkk. Guidelines Penatalaksanaan_
Penyakit Batu Saluran Kemih 2007. Jakarta: lkatan fli
Urologi Indonesia: 2007,
17 Rassweiler 1, Renner C, Eisenberger F. The Management of
Complex Renal Stones. BIU Int 2000;86:919-28.
18.Jin Wei C, Min Chong C. Management of staghorn calculus
(clinieal review). Medical Progress February 2003. National
university of Singapore
19.Lee WI dkk. Complications of percutaneous nephrolithotomy.
1987, AJR 148:177-180.
2o.Peschel R, Janetschek G, Bartsch G. Extracorporeal Shock
‘Wave Lithotripsy Versus Ureterascopy for Distal Urete
Calculis A Prospective Randomized Study. J Ur 1999;162:1909-
1912
21.Peasle M, Nadler R, Bercowsky, etal. Prospective Randomized
Comparing Shock Wave Lithottipsy and Ureteroscopy for
Management of Distal Ureteral Calculi. J Uro 2001:166:1255-
60
22.Fang G Dkk. Use Of Ciprofloxacin Versus Use Of
Aminoglycosides For Therapy Of Complicated Urinary
act Infection: Prospective, Randomized Clinical
And Pharmacokinetic Study. Antimicrobial Agents And
Chemotherapy. 1991, P 1849-1855
23.Naber KG, Bergman B, Bishop MC, Johansen TEB, Botto H,
‘Lobel B (ed). European Association of Urology : Guidelines on
Urinary and Male Genital Tract Infections. 2001
24.Amstrong LE, Soto JA, Hacker FT, Casa DJ, Kavouras SA,
‘Mares. Urinary indices during dehydration, exercise, and
rehydration, Int J Sport Nute. 1998 ;8(4):345-55.
JIMKI | Vol EN. of | Januari - Juni 2010