You are on page 1of 7

KAJIAN WAKTU TANAM DAN POPULASI KACANG TANAH TERHADAP

HASIL JAGUNG DAN KACANG TANAH DALAM SISTEM TUMPANGSARI


JAGUNG/KACANG TANAH
Oleh
Terkelin Pinem1, Zulfadly Syarif2, dan Irawati Chaniago3
1

Mahasiswa PS Agronomi Program Pascasarjana Unand, Padang, 2 ,3 Staf Pengajar, Fakultas Pertanian
Unand, Padang.

ABSTRACT
Studies of intercropping maize-peanut conducted to determine the effect of planting time and
population of peanuts on the growth and yield of corn (Zea mays L) and peanut (Arachis
hypogaea L). Peanut was seeded in one row between two maize rows. The control treatments
were sole cropping maize and sole cropping peanut at about 71,428 and 125,000 plants per
hectare respectively. The trial layout was completely randomized block design with three
replicates. Treatments include time of planting peanuts 0, 7, and 14 days after planting maize, and
population of peanuts 190.476, 95.238, and 63.492 plants per hectare respectively. The study was
conducted at the experimental field of Agricultural Faculty of Andalas University in Padang from
February 2011 to June 2011. Grain yield of maize and peanut was reduced 14.50% and 60.13%
respectively compared to sole cropped maize and peanut. LER and ATER was greater than one,
indicating that this cropping system is profitable in terms of land utilization. It was concluded that
maize is a dominant component crop in maize and peanuts intercropping system and that it is
advantageous to intercrop.
Key words : intercropping, maize, peanut, LER, ATER.

ABSTRAK
Kajian tumpangsari jagung/kacang tanah dilakukan untuk mengetahui pengaruh waktu tanam dan
populasi kacang tanah terhadap pertumbuhan dan hasil jagung (Zea mays L) dan kacang tanah
(Arachis hypogaea L). Kacang tanah ditanam satu baris di antara dua baris jagung. Sebagai
kontrol, ditanam jagung dan kacang tanah secara tunggal, sekitar 71.428 dan 125.000 tanaman
per hektar masing-masing. Percobaan adalah rancangan acak kelompok dengan tiga ulangan.
Perlakuan meliputi waktu tanam kacang 0 hst, 7 hst, dan 14 hst jagung, dan populasi kacang tanah
berturut-turut 190.476, 95.238, dan 63.492 tanaman per hektar. Penelitian dilakukan di lahan
percobaan Fakultas Pertanian Universitas Andalas, Padang dari Februari 2011 hingga Juni 2011.
Hasil rata-rata biji jagung dan kacang tanah pada tumpangsari berkurang berturut-turut 14.50%
dan 60.13% dibandingkan dengan tanaman tunggal jagung dan kacang tanah. Rata-rata nilai NKL
dan ATER lebih besar dari satu, menunjukkan bahwa sistem tanam ini menguntungkan dalam hal
pemanfaatan lahan. Disimpulkan bahwa jagung merupakan komponen tanaman dominan dalam
sistem tumpangsari jagung/kacang tanah dan kedua jenis tanaman menguntungkan untuk
ditumpangsarikan.
Kata kunci : tumpangsari, jagung, kacang tanah, NKL, ATER.

PENDAHULUAN
Jagung merupakan tanaman serealia
yang paling produktif di dunia. Penyebaran
tanaman jagung sangat luas karena mampu
beradaptasi dengan baik pada berbagai
lingkungan. Jagung tumbuh baik di wilayah
tropis hingga 50 LU dan 50 LS, dari
dataran rendah sampai ketinggian 3.000 m di
atas permukaan laut (dpl), dengan curah
hujan tinggi, sedang, hingga rendah sekitar
500 mm per tahun (Dowswell et al. 1996).
Kacang tanah adalah komoditas
agrobisnis yang bernilai ekonomis cukup
tinggi dan merupakan salah satu sumber
protein dalam pola pangan penduduk
Indonesia. Kebutuhan kacang tanah dari
tahun ketahun terus meningkat, sejalan
dengan bertambahnya jumlah penduduk,
kebutuhan gizi masyarakat, kapasitas industri
pakan dan makanan Indonesia (Fachruddin,
2000).
Pola tanam berganda merupakan
sistem pengelolaan lahan pertanian dengan
mengkombinasikan
intensifikasi
dan
diversifikasi tanaman (Francis,1989). Pada
umumnya
sistem
tumpangsari
lebih
menguntungkan
dibandingkan
sistem
monokultur karena produktivitas lahan
menjadi lebih tinggi, jenis komoditas yang
dihasilkan beragam, hemat dalam pemakaian
sarana produksi dan resiko kegagalan dapat
diperkecil (Beets, 1982).
Keuntungan secara agronomis dari
pelaksanaan sistem tumpangsari dapat
dievaluasi dengan cara menghitung Nisbah
Kesetaraan Lahan (NKL). Nilai ini
menggambarkan efisiensi lahan, yaitu jika
nilainya > 1 berarti menguntungkan.
(Beets,1982). Sistem tumpangsari dapat
meningkatkan produktivitas lahan pertanian
jika jenis jenis tanaman yang dikombinasikan
dalam sistem ini membentuk interaksi saling
menguntungkan (Vandermeer,1989).
Penanaman tumpangsari menciptakan
agroekosistem pertanaman yang komplek,
yang mencakup interaksi antara tanaman
sejenis maupun berbeda jenis. Persaingan
terjadi apabila masing-masing dua atau lebih
spesies tanaman memerlukan kebutuhan
hidup yang sama (Haryadi, 1996). Menurut
Odum (1997) kompetisi menunjukkan
adanya upaya tanaman untuk memperoleh

sumberdaya yang sama. Pada tingkat ekologi,


kompetisi menjadi penting ketika dua
organisme berjuang memperoleh sumberdaya
yang sama yang jumlahnya tidak cukup
untuk keduanya. Tanaman berkompetisi
dalam memperoleh cahaya dan nutrisi.
Penurunan hasil pada salah satu atau
kedua tanaman dalam sistem tumpangsari
dapat disebabkan pengaruh penaungan dari
salah satu tanaman oleh tanaman lainnya
(Willey, 1979a). Potensi hasil pada sistem
tumpangsari legum/non legum tergantung
pada pola pertumbuhan, kubutuhan hara, dan
kesesuaian dari tanaman yang terlibat
(Willey, 1979a,1979b). Kompetisi antar
tanaman terjadi untuk memperoleh air, hara,
dan cahaya (Donald, 1963; Rhodes, 1970).

BAHAN DAN METODE


Penelitian telah dilaksanakan pada
Kebun Percobaan Fakultas Pertanian, dan
Laboratorium
Fisiologi
Tumbuhan
Universitas Andalas, Padang, provinsi
Sumatera Barat. Lokasi penelitian berada
pada posisi 0o55 LS 100o27 BT, dengan
elevasi sekitar 176 meter di atas permukan
laut, yang secara umum termasuk daerah
beriklim tropis yang memiliki temperatur
230C320C di siang hari dan 220C280C di
malam hari yang sangat dipengaruhi oleh
angin musim dan angin laut yang
menyebabkan curah hujan yang tinggi, yaitu
405.88 mm/bulan.
Bahan utama yang digunakan terdiri
dari benih jagung hibrida kultivar Nusantara,
benih kacang tanah unggul varietas Kelinci,
sedangkan sarana produksi pertanian
(saprotan) yang digunakan terdiri atas : (1)
pupuk untuk tanaman jagung dengan dosis
aplikasi , yaitu Urea (43%N) 100 kg.ha-1,
SP36 (36%P2O5) 150 kg.Ha-1, KCl (49.80%
K20) 100 kg.ha-1, serta pestisida yaitu
insektisida (Sevin dan furadan 3G), fungisida
(Dithane M-45 dan Rhidomil Gold); (2)
komponen pupuk tanaman kacang tanah
unggul Kelinci yaitu Urea 90 kg.ha-1, SP-36
90 kg.ha-1, dan KCl 50 kg.ha-1 Alat-alat
utama yang digunakan mencakup alat
pengering (oven listrik), alat pengukur kadar

air (Grain moisture tester): alat luas daun


(leaf area meter), timabangan analitis, dan
alat bantu lainnya yang diperlukan.
Percobaan
tumpangsari
kacang
tanah/jagung dilaksanakan menggunakan
rancangan acak kelompok (RAK) pola
faktorial 3 x 3 dengan tiga ulangan
perlakuan, perlakuan merupakan kombinasi
lengkap dua faktor yaitu : Faktor pertama
adalah waktu tanam kacang tanah (W), yang
terdiri dari 3 taraf, yaitu : W1= waktu tanam
bersamaan dengan jagung, W2=7 hari setelah
tanam jagung, W3=14 hari setelah tanam
jagung. Faktor kedua adalah populasi kacang
tanah (P), yang terdiri dari 3 taraf, yaitu :
P1=populasi 90,476 rumpun.ha-1 (jarak tanam
dalam baris 10 cm), P2=populasi 95,238
rumpun.ha-1 (jarak tanam dalam baris 20 cm),
P3=populasi 63,492 rumpun.ha-1 (jarak tanam
dalam baris 30 cm).
Untuk
menganalisis
kompetisi
diantara
tanaman
ditambahkan
unit
penanaman kacang tanah dan jagung (1 butir
benih per lubang) secara tunggal dengan
jarak tanam 70cm x 20cm (populasi 71,428
batang.ha-1) untuk jagung dan untuk kacang
tanah 40cm x 20cm (populasi 125,000
rumpun). Sistem tumpangsari pada percobaan
ini adalah bentuk tumpangsari row (baris)
dengan menyisipkan satu baris kacang tanah
diantara baris tanaman jagung.
Variabel respon yang diamati
meliputi tinggi tanaman, indeks luas daun,
berat kering, laju tumbuh rata-rata tanaman,
laju asimilasi bersih rata-rata tanaman,
jumlah klorofil daun kacang tanah, hasil dan
variabel hasil tanaman jagung dan kacang
tanah. Untuk mengukur keuntungan sistem
tumpangsari dari aspek pemanfaatan lahan
maka dilakukan perhitungan nilai NKL
menurut persamaan oleh Mead dan Willey
(1980) dan ATER menurut persamaan
Hiebsch & McCollum (1987), yaitu :
NKL = Yab/Yaa + Yba/Ybb; dan
ATER = (Yab/Yaa)xTa/T + (Yba/Ybb)/Tb/T,
dimana Yab=hasil tanaman a dalam sistem
tumpangsari a dan b ; Yba=hasil tanaman b
dalam sistem tumpangsari a dan b ; Yaa=hasil
monokultur tanaman a ; Ybb=hasil monokultur
tanaman b.
Nilai kompetisi (CR) masing-masing
tanaman penyusun tumpangsari di hitung
dengan persamaan menurut Langat M.C., et

al. (2006) yaitu : CRa=Yab/Yaa x Zab + Yba/Ybb


x Zba, dan CRb=(Yba/Ybb) x Yba +(Yab/Yaa) x
Zab, dimana : Zab= luas area untuk jagung
dalam tumpangsari, dan Zba= luas area untuk
kacang tanah dalam tumpangsari.
Untuk mengetahui pengaruh dari
seluruh perlakuan terhadap pertumbuhan dan
hasil, maka data hasil pengamatan dianalisis
secara statistik dengan sidik ragam,
dilanjutkan dengan uji beda jarak berganda
duncan
(duncans
multiple
range
test/DNMRT) pada taraf = 5% dengan
menggunakan software microsoft Excel dan
SPSS 18.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dan komponen hasil tanaman jagung
Waktu tanam dan populasi kacang
tanah pada sistem tumpangsari jagung /
kacang tanah tidak berpengaruh nyata
terhadap berat tongkol, berat biji per tongkol,
hasil per hektar dan indeks panen. Berat ratarata tongkol jagung tertinggi diperoleh pada
tumpangsari dengan waktu tanam kacang
tanah bersamaan dengan jagung dan populasi
kacang tanah 95.238 rumpun.ha-1 (210.09 g),
berat rata-rata biji per tongkol tertinggi
diperoleh pada tumpangsari dengan waktu
tanam bersamaan dengan jagung dan
populasi kacang tanah 95.238 rumpun.ha-1
(116.62 g), berat rata-rata 100 biji jagung
tertinggi diperoleh pada tumpangsari dengan
waktu tanam kacang tanah 7 hari setelah
jagung dan populasi kacang tanah 190.476
rumpun.ha-1 (25.73 g), hasil rata-rata tanaman
jagung tertinggi diperoleh pada tumpangsari
dengan waktu tanam kacang tanah bersamaan
dengan jagung dan populasi kacang tanah
95.238
rumpun.ha-1
(7.933
ton.ha-1),
sedangkan hasil rata-rata per hektar diperoleh
sebesar 7.325 ton atau menurun sekitar
15.50% dari rata-rata hasil jagung yang
ditanam secara tunggal (8.57 ton.ha-1). Indeks
panen rata-rata tanaman jagung tertinggi
diperoleh pada tumpangsari dengan waktu
tanam kacang tanah 14 hari setelah jagung
dan populasi kacang tanah 190.476
rumpun.ha-1 (210.09 g).

Hasil dan komponen hasil kacang tanah


Dalam
sistem
tumpangsari
jagung/kacang, waktu tanam kacang tanah
berpengaruh sangat nyata pada berat polong
dan berat biji kacang tanah, berat polong
tertinggi diperoleh pada sistem tumpangsari
dengan waktu tanam kacang tanah bersamaan
dengan jagung dan populasi kacang tanah
95.238 rumpun.ha-1 (19.34 g), dan berat biji
kacang tanah tertinggi per tanaman diperoleh
pada populasi kacang tanah 63.492
rumpun.ha-1 (11.25 g). Pada sistem
tumpangsari, interaksi waktu tanam dan
populasi kacang tanah berpengaruh nyata
terhadap hasil rata-rata kacang tanah per
hektar, hasil rata-rata kacang tanah tertinggi
diperoleh pada interaksi waktu tanam kacang
tanah bersamaan dengan jagung dan populasi
kacang tanah 190.476 rumpun.ha-1 (1.590
ton.ha-1), sedangkan hasil rata-rata tertinggi
kacang tanah diperoleh sebesar 0.89 ton.ha-1,
atau menurun sekitar 60.13% dari hasil ratarata kacang tanah yang ditanam secara
tunggal (2.23 ton.ha-1)
NKL, ATER dan rasio Kompetisi
Waktu tanam dan populasi kacang
tanah
dalam
sistem
tumpangsari
jagung/kacang tanah berpengaruh sangat
nyata terhadap nilai NKL dan ATER, nilai
NKL tertinggi diperoleh pada sistem
tumpangsari dengan waktu tanam kacang
tanah bersamaan dengan jagung dan populasi
kacang tanah 190.476 rumpun.ha-1 (1.62 dan
1.58).
Populasi kacang tanah berpengaruh
sangat nyata terhadap rasio kompetisi
tanaman jagung dalam Rasio nilai ATER
tertinggi diperoleh padasistem tumpangsari
jagung/kacang tanah, nilai rasio kompetisi
tanaman jagung tertinggi diperoleh pada
sistem tumpangsari waktu tanam kacang
tanah 14 hari setelah jagung (4.74), populasi
kacang tanah berpengaruh sangat nyata
terhadap rasio kompetisi tanaman kacang
tanah
dalam
sistem
tumpangsari
jagung/kacang tanah, rasio kompetisi
tanaman kacang tanah tertinggi diperoleh
pada interaksi waktu tanam kacang tanah
bersamaan dengan jagung dan populasi
kacang tanah 190.476 rumpun.ha-1 (1.63).

KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil
percobaan
tumpangsari jagung dan kacang tanah dengan
perlakuan waktu tanam dan jarak tanam
kacang tanah terhadap pertumbuhan dan hasil
adalah sebagai berikut :
1. Pada sistem tumpangsari jagung/kacang
tanah hasil rata-rata jagung dan kacang
tanah menurun berturut-turut sekitar
14.50% dan 60.13% dibandingkan pada
tanaman tunggal, yaitu 7.33 ton.ha-1 dan
0.89 ton.ha-1.
2. Diperoleh rata-rata berat hasil jagung
tertinggi sebesar 7.933 ton.ha-1 pada
perlakuan waktu tanam kacang tanah
bersamaan dengan jagung dan populasi
kacang tanah 95.238 rumpun.ha-1,
sedangkan berat hasil rata-rata tertinggi
kacang tanah sebesar 1.590 ton.ha-1,
diperoleh pada tanaman kacang tanah
dengan perlakuan waktu tanam bersamaan
dengan jagung dan populasi 190,476
rumpun.ha-1.
3. Peningkatan jumlah populasi kacang
tanah dari 63,238 rumpun.ha-1 pada
perlakuan
W3,
menjadi
95.238
rumpun.ha-1 atau meningkat sebesar
50%, diperoleh peningkatan hasil
sebesar 39.76%, sedangkan pada
peningkatan jumlah populasi hingga
190,476 rumpun.ha-1 atau meningkat
hingga 100%, pada perlakuan P2 ke P1,
hanya diperoleh peningkatan hasil
kacang tanah sebesar 44.32%.
4. Nilai rata-rata NKL dan ATER tertinggi
yaitu 1.62 dan 1.58 diperoleh pada
perlakuan waktu tanam kacang tanah
bersamaan dengan jagung dan populasi
kacang tanah 190,476 rumpun.ha-1.
5. Pada percobaan sistem tumpangsari ini,
tanaman jagung secara umum lebih
kompetitif dibanding dengan kacang
tanah dengan nilai rasio kompetisi 2.66 :
0.64.
6. Perlakuan waktu tanam kacang tanah
kacang tanah bersamaan dengan jagung
dan populasi kacang tanah 190,476
rumpun.ha-1 memberikan hasil terbaik
yaitu diperoleh hasil jagung sebesar
7.722 ton.ha-1 dan kacang tanah sebesar
1.590 ton.ha-1.

Tabel 1. Varibel respon hasil dan komponen hasil tanaman jagung dalam sistem tumpangsari jagung/kacang tanah
Perlakuan
waktu tanam kacang tanah (W) dan
populasi kacang tanah (P)
Rata-rata kombinasi W x P
bersamaan dengan
190.476 (P1)
jagung (W1)
95.238 (P2)
63.492 (P3)

Berat tongkol
(g)

Berat biji per


tanaman (g)

Berat 100 biji


(g)

Hasil (ton.ha1)

IP (%)

158.24ab
210.09ab
182.47ab

113.51ab
116.62ab
112.85ab

22.92ab
24.94ab
22.27ab

7.722ab
7.933ab
7.677ab

38.732ab
38.377ab
37.539ab

+7 hari setelah
tanam jagung
(W2)

190.476 (P1)
95.238 (P2)
63.492 (P3)

207.37ab
180.96ab
180.54ab

114.44ab
113.58ab
100.25ab

25.73ab
23.83ab
23.97ab

7.785ab
7.726ab
6.819ab

37.144ab
37.056ab
36.160ab

+14 hari setelah


jagung (W3)

190.476 (P1)
95.238 (P2)
63.492 (P3)

173.21ab
161.78ab
159.54ab

107.96ab
91.78ab
98.16ab

24.53ab
22.30ab
20.51ab

7.344ab
6.234ab
6.678ab

38.825ab
34.754ab
37.617ab

183.60a
189.62a
164.84a
179.61b
184.28b
174.18b

114.33a
109.42a
99.30a
111.97b
107.32b
103.75b

23.38a
24.51a
22.45a
24.39b
23.69b
22.25b

7.777a
7.444a
6.755a
7.617b
7.301b
7.058b

38.216a
36.787a
37.065a
38.234b
36.729b
37.105b

Rata-rata pada W dan P


W1
W2
W3
P1
P2
P3
Keterangan :

Dalam tiap kolom, nilai rata-rata yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada = 0.05 menurut
Duncans Multiple Range test.

Tabel 2. Varibel respon hasil dan komponen hasil tanaman kacang tanah dalam sistem tumpangsari jagung/kacang
tanah
Perlakuan
Rata-rata kombinasi W x P
bersamaan dengan
190.476 (P1)
jagung (W1)
95.238 (P2)
63.492 (P3)

Berat polong
(g)

Berat biji per


tanaman (g)

Berat 100 biji


(g)

Hasil (ton.ha1)

IP (%)

15.86ac
19.34ac
17.80ac

9.17ac
9.27ac
11.25ac

40.12ab
41.92ab
41.69ab

1.590ad
0.967ae
0.645af

16.25ab
15.12ab
16.48ab

+7 hari setelah
tanam jagung
(W2)

190.476 (P1)
95.238 (P2)
63.492 (P3)

8.78bc
13.43bc
13.99bc

5.96abc
9.46abc
7.63abc

38.49ab
40.96ab
42.72ab

1.398bd
0.979be
0.589bf

14.62ab
18.35ab
13.36ab

+14 hari setelah


jagung (W3)

190.476 (P1)
95.238 (P2)
63.492 (P3)

9.54bc
10.29bc
10.57bc

6.40bc
5.16bc
5.67bc

40.17ab
36.39ab
36.20ab

0.661cd
0.583ce
0.574cf

24.04ab
12.64ab
17.30ab

17.67a
12.07a
10.14b
11.39c
14.36c
14.12c

9.90a
7.68ab
5.74b
7.18c
7.96c
8.18c

41.24a
40.72a
37.59a
39.60b
39.76b
40.20b

1.067a
0.989b
0.606c
1.216d
0.843e
0.603f

19.95a
15.44a
17.99a
18.30b
15.37b
15.71b

Rata-rata pada W dan P


bersamaan dengan jagung (W1)
+7 hari setelah tanam jagung (W2)
+14 hari setelah tanam jagung (W3)
190.476 tanaman.ha-1 (P1)
95.238 tanaman.ha-1(P2)
63.492 tanaman.ha-1 (P3)
Keterangan :

Dalam tiap kolom, nilai rata-rata yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada = 0.05 menurut
Duncans Multiple Range test.

Tabel 3. Nilai NKL, ATER dan Rasio Kompetisi tanaman dalam sistem tumpangsari jagung/kacang tanah
Perlakuan
Rata-rata kombinasi W x P
bersamaan dengan
190.476 (P1)
jagung (W1)
95.238 (P2)
63.492 (P3)

NKL

ATER

Rasio kompetisi
jagung

Rasio kompetisi
Kacang tanah

1.62ac
1.36ad
1.19ae

1.58ad
1.33ae
1.15af

0.69ab
2.18ac
4.68ad

1.63ac
0.47ad
0.22ad

190.476 (P1)
95.238 (P2)
63.492 (P3)

1.54ac
1.34ad
1.06ae

1.41bd
1.23be
0.97bf

0.73ab
2.07ac
4.57ad

1.39ac
0.49ad
0.23ad

+14 hari setelah


190.476 (P1)
tanam jagung
95.238 (P2)
(W3)
63.492 (P3)
Rata-rata pada W dan P
bersamaan dengan jagung (W1)
+7 hari setelah tanam jagung (W2)
+14 hari setelah tanam jagung (W3)
190.476 tanaman.ha-1 (P1)
95.238 tanaman.ha-1(P2)
63.492 tanaman.ha-1 (P3)

1.15bc
0.99bd
1.04be

1.00cd
0.86ce
0.90cf

1.48ab
2.77ac
4.74ad

0.74bc
0.36bd
0.23bd

1.39a
1.31a
1.06b
1.44c
1.23d
1.09e

1.35a
1.20b
0.92c
1.33d
1.14e
1.01f

2.52a
2.46a
3.00a
0.97b
2.34c
4.66d

0.77a
0.70a
0.45b
1.26c
0.44d
0.22d

+7 hari setelah
tanam jagung
(W2)

Keterangan :

Dalam tiap kolom, nilai rata-rata yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada = 0.05 menurut
Duncans Multiple Range test.

Daftar Pustaka
Beets, W.C. 1982. Plant interrelationship and
competition. In: Multiple Cropping and
Tropical Farming Systems. Westerview
Press. 178p.

Hiebsch, C.K. and McCollum, R.E. 1987. Area-xtime equivalency ratio: A method for
evaluating the productivity of intercrops.
Agronomy Journal 79:15 -22.

Beets, W.C., 1982. Multiple Cropping and


Tropical Farming System. Gower Publ.
Co., Chicago. 304 p

Langat, M.C. et al., 2006. The effect of


intercropping
groundnut
(Arachis
hypogeae L.) with sorghum (Sorghum
bicolor L. Moench) on yield and cash
income.
Agricultura
Tropica
et
Subtropica Vol. 39(2).

Donald, C. M. 1963. Competition among crop and


pasture plants. Adv. Agron. 15:1-118.
Dowswell, C.R., R.L. Paliwal, and R.P. Cantrell,
1996. Maize in the Third World.
Winrock Development - Orientated
Literature Studies. Boulder, Colorado:
Westview Press.
Francis, C.A., 1989. Biological Efficiencies in
Multiple Cropping System. In Advances
in Agronomy. Vol. 42. Acad Press. New
York.
Gunasena, H. P. M., F. F. Campos, and S. Ahmed.
1978. Studies on intercropping and
utilization of organic residues: A review
of UNPUTS Trial III. PP. 99-122. In S.
Ahmed and H. P. M. Gunasena (eds.)
Second Review Meeting INPUTS
Project. East-West Center, Honolulu.
Haryadi. S.S., 1996. Pengantar Agronomi, PT.
Gramedias Pustaka Utama. Jakarta.
1997.

Mead, R. and R.W. Willey. 1980. The concept of


a land equivalent ratio and advantages in
yields for intercropping. Exp. Agric. 16:
217- 228.
Odum, E.P., 1997, Ecology: A Bridge Between
Science and Society, Sinauer Associates,
Inc. Publ. Suderland, Massachusetts,
USA. 331p.
Rhodes, I. 1970. Competition between herbage
grasses. Herbage Abst. 40(2):115-121.
Vandermeer, J., 1989. The Ecology on
Intercropping, Cambridge University.
Press. New York.
Willey, R. W. 1979a. Intercropping its
importance and research needs. Part I.
Competition and yield advantages. Field
Crop Abst. 32:1-10.
__________. 1979b. Intercropping its
importance and research needs. Part II.
Agronomy and research approaches.
Field
crop
Abst.
32:73-85.

You might also like