You are on page 1of 3

TANDA GEJALA

Tanda dan gejala orang yang terkena penyakit rabun dekat secara obyektif klien
susah melihat jarak dekat atau penglihatan klien akan rabun dan tidak jelas.
Sakit kepala frontal, memburuk pada waktu mulai timbul gejala hipermetropi
dan sepanjang penggunaan mata dekat.
1.

Penglihatan tidak nyaman (asthenopia)

Terjadi ketika harus fokus pada suatu jarak tertentu untuk waktu yang lama.
2. Akomodasi akan lebih cepat lelah terpaku pada suatu level tertentu dari
ketegangan.
3.

Bila 3 dioptri atau lebih, atau pada usia tua, pasien mengeluh penglihatan jauh kabur.

4.
Penglihatan dekat lebih cepat buram, akan lebih terasa lagi pada keadaan kelelahan, atau
penerangan yang kurang.
5.
Sakit kepala biasanya pada daerah frontal dan dipacu oleh kegiatan melihat dekat jangka
panjang. Jarang terjadi pada pagi hari, cenderung terjadi setelah siang hari dan bisa membaik
spontan kegiatan melihat dekat dihentikan.
6.

Eyestrain

7.

Sensitive terhadap cahaya

8.

Spasme akomodasi, yaitu terjadinya cramp m. ciliaris diikuti penglihatan buram intermiten

KLASIFIKASI
1. Hipermetropia manifest
Adalah hipermetropia yang dapat dikoreksi dengan kacamata positif maksimal
yang memberikan tajam penglihatan normal. Hipermetropia ini terdiri atas
hipermetropia absolut ditambah dengan hipermetropia fakultatif. Hipermetropia
manifes didapatkan tanpa siklopegik dan hipermetropia yang dapat dilihat
dengan koreksi kacamata yang maksimal.

2. Hipermetropia Absolut
Dimana kelainan refraksi tidak diimbangi dengan akomodasi dan memerlukan
kacamata positif untuk melihat jauh. Biasanya hipermetropia laten yang ada
berakhir dengan hipermetropia absolut ini. Hipermetropia manifes yang tidak
memakai tenaga akomodasi sama sekali disebut sebagai hipermetropia absolut,
sehingga jumlah hipermatropia fakultatif dengan hipermetropia absolut adalah
hipermetropia manifes.

3. Hipermetropia Fakultatif

Dimana kelainan hipermatropia dapat diimbangi dengan akomodasi ataupun


dengan kaca mata positif. Pasien yang hanya mempunyai hipermetropia
fakultatif akan melihat normal tanpa kaca mata yang bila diberikan kaca mata
positif yang memberikan penglihatan normal maka otot akomodasinya akan
mendapatkan istrahat. Hipermetropia manifes yang masih memakai tenaga
akomodasi disebut sebagai hipermetropia fakultatif.
4. Hipermetropia Laten
Dimana kelainan hipermetropia tanpa siklopegi ( atau dengan obat yang
melemahkan akomodasi) diimbangi seluruhnya dengan akomodasi.
Hipermetropia laten hanya dapat diukur bila siklopegia. Makin muda makin besar
komponen hipermetropi laten seseorang. Makin tua seseorang akan terjadi
kelemahan akomodasi sehingga hipermetropia laten menjadi hipermetropia
fakultatif dan kemudian akan menjadi hipermetropia absolut. Hipermetropia
laten sehari-hari diatasi pasien dengan akomodasi terus menerus, teritama bila
pasien masih muda dan daya akomodasinya masih kuat.

5. Hipermetropia Total
Hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah diberikan siklopegia. Selain
klasifikasi diatas ada juga yang membagi hipermetropia secara klinis menjadi
tiga kategori, yaitu:
1. Simple Hipermetropia, diakibatkan variasi biologis normal seperti etiologi axial
atau refraksi.
2. Patological Hipermetropia, diakibatkan anatomi okuler yang berbeda yang
disebabkan oleh kelainan refraksi tertentu
3. Fungsional Hipermetropia, merupakan akibat dari paralisis akomodasi.
Klasifikasi berdasar berat ringan gangguan
1. Hipermetropia ringan: gangguan refraksi dibawah +2D
2. Hipermetropia sedang: gangguan refraksinya +2.25- +5 D
3. Hipermetropia berat: gangguan refraksinya diatas 5D
PENATALAKSANAAN
1.

Koreksi Optikal

Hipermetropia dikoreksi dengan kacamata berlensa plus (konveks) atau dengan


lensakontak. Pada anak kecil dengan kelainan berderajat rendah yang tidak
menunjukan gejala sakit kepala dan keluhan lainnya, tidak perlu diberi
kacamata. Hanya orang-orang yang derajat hipermetropianya berat dengan atau
tanpa disertai mata juling dianjurkan menggunakan kacamata. Pada anak-anak

dengan mata juling ke dalam (crossed eye) yang disertai hipermetropia,


diharuskan memakai kacamata berlensa positif. Karena kacamata berlensa plus
ini amat bermanfaat untuk menurunkan rangsangan pada otot-otot yang
menarik bolamata juling ke dalam.
Biasanya sangat memuaskan apabila power yang lebih tipis (1 D)
daripada total fakultatif dan absolute hyperopia yang diberikan kepada pasien
dengan tidak ada ketidak seimbangan otot ekstraokular. Jika ada akomodatif
esotrophia (convergence), koreksi penuh harus diberikan. Pada exophoria,
hyperopianya harus dikoreksi dengan 1-2D. Jika keseluruhan refraksi manifest
kecil, misalnya 1 D atau kurang, koreksi diberikan apabila pasien memiliki gejalagejala.

2.

Terapi Penglihatan.

Terapi ini efektif pada pengobatan gangguan akomodasi dan disfungsi binokuler
akibat dari hipermetropia. Respon akomodasi habitual pasien dengan
hipermetropia tidak akan memberi respon terhadap koreksi dengan lensa,
sehingga membutuhkan terapi penglihatan untuk mengurangi gangguan
akomodasi tersebut.
3. Terapi Medis.
Agen Antikolinesterase seperti diisophropylfluorophospate(DFP) dan
echothiopate iodide (Phospholine Iodide,PI) telah digunakan pada pasien dengan
akomodasi eksotropia dan hipermetropia untuk mengurangi rasio konvergensi
akomodasi dan akomodasi(AC/A).
3.

Merubah Kebiasaan Pasien.

Modifikasi yang dapat dilakukan adalah pengunaan cahaya yang cukup dalam
aktivitas, menjaga kualitas kebersihan mata dan apabila pasien adalah
pengguna komputer sebaiknya menggunakan komputer dengan kondisi
ergonomis.
5. Bedah Refraksi.
Terapi pembedahan refraksi saat ini sedang dalam perkembangan Terapi
pembedahan yang mungkin dilakukan adalah HOLIUM:YAG laser thermal
keratoplasty, Automated Lamellar Keratoplasty, Spiral Hexagonal Keratotomy,
Excimer Laser dan ekstraksi lensa diganti dengan Intra Oculer Lens. Akan tetapi
pembedahan masih jarang digunakan sebagai terapi terhadap hipermetropia.

L.

You might also like