You are on page 1of 7

PENGARUH PERBANDINGAN PENGENCERAN GIEMSA 5%, 10%, DAN 20% TERHADAP

GAMBARAN MORFOLOGI LEUKOSIT PADA PEERIKSAAN HAPUSAN DARAH TEPI

Efect Comparisson Giemsa Dilution 5%, 10%, and 20% Description Of The Morphological Leukocyte
Peripheral Blood Smear
Ida Ayu Putu Sharma Laras Shanti1,A.A. Santa A.P2,Fathol Hadi1
1
STIKes Wira Medika PPNI Bali1
2
RSUP Sanglah Denpasar2

ABSTRAK
Pendahuluan: Hapusan Darah Tepi merupakan cara untuk menegakkan hasil pemeriksaan di laboratorium evaluasi ukuran,
bentuk, morfologi dari leukosit. Namun setiap rumah sakit memiliki standar pengenceran Giemsa yang berbeda. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbandingan pengenceran Giemsa 5%, 10% dan 20% terhadap gambaran morfologi
leukosit pada pemeriksaan hapusan darah tepi. Metode: Jenis penelitian analitik deskriptif. Sampel yang digunakan
sebanyak 30 sampel darah pasien RSUD Sanjiwani Gianyar yang diambil secara acak, selanjutnya dibuat hapusan darah
tepi dengan 3 perlakuan pengecatan Giemsa 5%, 10% dan 20%, kemudian diamati pada mikroskop perbesaran 10x dan
100x lensa obyektif. Hasil: Pengenceran Giemsa 5% memperlihatkan gambaran morfologi leukosit yang kurang sempurna.
Konsentrasi pH pengenceran Giemsa 5% adalah 5,0. Pengenceran Giemsa 10% memperlihatkan gambaran morfologi
leukosit berdasarkan, bentuk inti, warna granula dalam sitoplasma terlihat jelas. Konsentrasi pH dari pengenceran Giemsa
10% adalah 6,0. Pengenceran Giemsa 20% memperlihatkan gambaran morfologi leukosit yang tidak sempurna. Konsentrasi
pH pengenceran Giemsa 20% adalah 7,0. Diskusi: Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh perbandingan pengenceran
Giemsa 5%, 10%, dan 20% terhadap gambaran morfologi leukosit pada pemeriksaan hapusan darah tepi.
Kata Kunci: HDT, Morfologi Leukosit, Giemsa.
ABSTRACT
Introduction: Blood smear edges is a way to enforce the results of the examination in the laboratory evaluation of the size,
shape, morphology of leukocytes. However, each hospital has a different standard dilutions Giemsa. This study aims to
determine the effect of dilution ratio Giemsa 5%, 10% and 20% of the morphological description of leukocytes in peripheral
blood smear examination. Method: Type a descriptive analytic study. The sample used by 30 hospitals Sanjiwani patient
blood samples drawn at random Gianyar, then made peripheral blood smear with Giemsa staining 3 treatment 5%, 10% and
20%, was observed at a magnification of 10x and 100x microscope objective lens. Result: Giemsa 5% dilution showed
leukocyte morphological imperfect. Concentration of 5% Giemsa dilutions pH is 5.0. Giemsa 10% dilution showed
morphological leukocytes based, core shape, color granules in the cytoplasm clearly visible. Giemsa pH concentration of 10%
dilution is 6.0. Giemsa 20% dilution showed morphological imperfect leukocytes. Concentration of 20% Giemsa dilutions pH
is 7.0. Discussion: The results showed no effect of dilution ratio Giemsa 5%, 10%, and 20% of the morphological description
of leukocytes in peripheral blood smear examination.

Keywords: Blood Smear, Leukocyte morphology, Giemsa


-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Alamat Korespondensi

: Lingkungan Kaja Kangin Beng, Gianyar Bali

Email

: dayusharmalarasshanti@yahoo.co.id

_______________________________________________________________________________________

PENDAHULUAN
Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas
dua bagian yaitu plasma darah dan sel darah.
Sediaan hapusan darah tepi adalah cara yang
digunakan untuk evaluasi morfologi dari sel darah
leukosit misalnya mengevaluasi ukuran atau
bentuk sel darah leukosit pemeriksaan di
laboratorium. Bila memakai hapusan darah yang
jelek, hasil pemeriksaan fraksi jumlah jenis lekosit
akan keliru dan anda tidak mungkin bisa
melaporkan morfologi eritrosit.
Morfologi leukosit yaitu sel bulat berinti
dengan sitoplasma yang granuler. Karena leukosit
berinti, sangat mudah membedakannya dengan
eritrosit
pada
pemeriksaan
mikroskopik.
Berdasarkan ukuran inti, bentuk inti, warna
granula
dalam
sitoplasma
dan
factor
lainnya,dikenal lima jenis leukosit (neutrofil,
eosinofil, basofil, limfosit, dan monosit). Pada
pulasan Romanowsky, kelima jenis sel ini dapat
diidentifikasi (Chairlan dan Estu, 2003).
Pewarnaan Giemsa adalah pulasan yang
terdiri dari eosin, metilin azur dan metilen blue
berguna untuk mewarnai sel darah dan
melakukan fiksasi sendiri dengan metil alkohol.
Kualitas Giemsa mempengaruhi hasil pewarnaan
pada sediaan hapusan darah. Kualitas Giemsa
dikatakan baik apabila Giemsa dibuat baru dan
dikatakan kurang baik apabila Giemsa yang
sudah disimpan lebih dari 1 hari (Gandasoebrata,
2007). Menurut Depkes RI (2007), pembuatan
Giemsa dapat dilakukan dengan berbagai
konsentrasi pengenceran, ada 3 teknik
pengenceran Giemsa diantaranya :
1. Pembuatan larutan Giemsa 5% (1:20), 1
bagian Giemsa + 19 bagian Buffer. Lakukan
pewarnaan dengan larutan Giemsa 5%
selama 30 45 menit.
2. Pembuatan larutan Giemsa 10% (1:10), 1
bagian Giemsa + 9 bagian Buffer. Lakukan
pewarnaan dengan larutan Giemsa 10%
selama 20 25 menit.
3. Pembuatan larutan Giemsa 20% (1: 5), 1
bagian Giemsa dan 4 bagian Buffer. Lakukan
pewarnaan dengan larutan Giemsa 20%
selama 1015 menit
Menurut penelitian Malaya Adianto (2013),
pengenceran Giemsa idealnya mempunyai pH 6,0
agar tidak berpengaruh pada pewarnaan
morfologi sel darah. Terlalu asam atau basa akan

bisa menimbulkan masalah, untuk itu diperlukan


larutan penyangga atau buffer supaya asam
basanya seimbang.
Fungsi larutan buffer adalah menjadi zat
yang mempertahankan keadaan pH saat sejumlah
kecil basa atau asam dimasukkan ke dalam
larutan. (Depkes RI, 2007).
Pewarna Giemsa dengan pengenceran 10%
sebagai pewarna yang umum digunakan agar
sediaan terlihat lebih jelas. Zat ini tersedia dalam
bentuk serbuk atau larutan yang disimpan di
dalam botol yang gelap (Kurniawan, 2010).
Namun setiap rumah sakit mempunyai
standar pengenceran Giemsa yang berbeda
untuk pemeriksaan hapusan darah tepi.
Perbedaan ini memungkinkan komposisi
pengenceran cat dapat mempengaruhi warna,
ukuran, bentuk sel leukosit, dan kerataan cat pada
hapusan darah tepi. Warna, ukuran, bentuk inti sel
leukosit dapat memberikan hasil yang berbeda
sehingga terjadi perbedaan penilaian hapusan
darah tepi dan mendirikan diagnosa penyakit.
Sedangkan kualitas cat semakin baik maka akan
memudahkan pembacaan preparat. Berdasarkan
latar belakang diatas maka penelitian ini perlu
untuk dilakukan.
Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hasil pemeriksaan
pengaruh perbandingan pengenceran Giemsa
5%, 10% dan 20% terhadap gambaran
morfologi leukosit pada pemeriksaan Hapusan
darah tepi.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui ada atau tidaknya
pengaruh perbandingan pengenceran
Giemsa 5%, 10% dan 20% terhadap
gambaran morfologi leukosit pada
pemeriksaan hapusan darah tepi.
b. Untuk menganalisis pengenceran
Giemsa 5% terhadap gambaran
morfologi leukosit pada pemeriksaan
hapusan darah tepi.
c. Untuk menganalisis pengenceran
Giemsa 10% terhadap gambaran

morfologi leukosit pada pemeriksaan


hapusan darah tepi.
d. Untuk menganalisis pengenceran
Giemsa 20% terhadap gambaran
morfologi leukosit pada pemeriksaan
hapusan darah tepi.

BAHAN DAN METODE


Alat yang digunakan adalah spuite 3 mL, kapas
steril,object glass,mikroskop, mikropipet, tip biru dan
kuning, torniquet, tisu, rak tabung. Bahan yang
digunakan adalah Alkohol 70%, Cat Giemsa, Buffer,
Methanol, sampel darah vena, Aquadest. Penelitian
ini dilakukan dengan cara analitik deskriptif dengan
pendekatan cross sectional. Untuk mengetahui
proses atau prosedur penentuan pengaruh
perbandingan pengenceran Giemsa 5%, 10%, dan
20% terhadap gambaran morfologi leukosit pada
pemeriksaan hapusan darah tepi. Penelitian ini
dilaksanakan dan sampel dianalisis di Laboratorium
Hematologi RSUD Sanjiwani Gianyar pada tanggal
12 17 April 2014.
Populasi Pasien yang melakukan
pemeriksaan laboratorium di RSUD
Sanjiwani Gianyar.Sampel Diambil 30 orang
pasien yang melakukan pemeriksaan
laboratorium di RSUD Sanjiwani Gianyar
yang dipilih secara acak. Selanjutnya dibuat
hapusan darah tepi dengan 3 perlakuan
pengecatan Giemsa 5%, 10% dan 20%.
Prinsip Giemsa
Giemsa terdiri dari Azur B (Timetiltionin)
bersifat basa dan Eosin y (tetrabromoflurescin)
bersifat asam yang mewarnai sel yang bersifat basa.
Pengenceran Giemsa 5 % (1:20) dibuat
dengan cara 1 bagian Giemsa + 19 bagian Buffer.
Dilakukan pewarnaan dengan larutan Giemsa 5%
selama 30 45 menit.Pengenceran Giemsa 10 %
(1:9) dibuat dengan 1 bagian Giemsa + 9 bagian
Buffer. Dilakukan pewarnaan dengan larutan Giemsa
10% selama 20 25 menit. Pengenceran Giemsa 20
% (1:5) dibuat dengan 1 bagian Giemsa dan 4 bagian
Buffer. Disiapkan spuit 3 mL dan tourniquet. Dipilih
vena yang akan diambil, kemudian dilakukan
pembendungan dengan tourniquet.

Dilakukan disinfektan dengan kapas alcohol 70%.


Setelah kering diambil darah dengan spuit 3 mL , dan
dimasukkan pada tabung dengan antikoagulan EDTA.
Bendungan dilepas, dan bekas tusukan ditekan
menggunakan kapas kering (Harrun, 2005).
Setiap sampel, masing masing dibuat 3
hapusan darah tepi.Diteteskan tetes kecil darah vena
pada kaca objek (sebaiknya menggunakan pipet
tetes). Dengan kaca objek lain yang membentuk
sudut 30 45 O digeser perlahan sampai pada
tetesan darah. Ujung kaca objek tadi telah
menggenangi darah kemudian akan melebar. Kaca
objek kemudian didorong kedepan yang akan
menghasilkan lapisan tipis darah dibelakangnya.
Hasil akhir lapisan tipis pada kaca objek. Setelah
dikeringkan selama 10 menit , kemudian dapat
diwarnai dengan pewarnaan yang sesuai.
Diletakkan sediaaan hapusan diatas rak
pewarna, kemudian dipulas dengan methanol sampai
mengering yang berfungsi untuk memfiksasi dan
dilanjutkan dipulas dengan campuran giemsa dan
buffer yang sudah diencerkan tadi sampai menutupi
seluruh sediaan. Fungsi dari buffer adalah untuk
mempertahankan pH.
Untuk hapusan darah pertama dipulas
dengan pengenceran Giemsa 5% untuk hapusan
darah kedua dipulas dengan pengenceran giemsa
10% dan untuk hapusan darah ketiga dipulas dengan
pengenceran giemsa 20% pada sampel.
Kemudian digenangi air mengalir
diatasnya sampai zat pewarna hilang.Dikeringkan
dengan dialasi tisu.Diamati dibawah mikroskop
dengan perbesaran 10X dan 100X lensa obyektif.
Dicatat dan dilaporkan hasilnya dengan pembimbing.
Dilakukan pewarnaan dengan larutan Giemsa 20%
selama 10 15 menit.kemudian diamati pada
mikroskop perbesaran 10x dan 100x lensa obyektif.
Data disajikan dalam bentuk tabel. Data
dianalisis pada computer dengan program SPSS for
windows versi 16.0. Data dianalis dengan uji
normalitas One Sample Kolmogorov Smirnov Test.
Test ini digunkan untuk menguji kenormalan suatu
sample data Untuk menentukan normalitas dari data
tersebut cukup membaca pada nilai signifikansi
(Asymp. Sig 2-tailed). Jika signifikansi kurang dari
0,05 maka kesimpulannnya data tidak berdistribusi
normal dan dilanjutkan ke Uji Non Parametrik Kruskal
Waliss Tetapi jika nilai signifikansi lebih dari 0,05
maka data tersebut berdistribusi normal dan
dilanjutkan ke Uji Parametrik One Way Annova
(Priyanto,2012).

HASIL
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di RSUD Sanjiwani Gianyar di dapatkan hasil yang
disajikan dalam tabel di bawah ini :
Tabel 1 Variasi Konsentrasi Pengenceran Giemsa (Depkes RI, 2007)
N
O
1
2
3

Konsentrasi
Lama
Pengenceran Pengecatan
5%
10 %
20 %

30 menit
20 menit
10 menit

Giems
a
1
1
1

Buffer

pH

19
9
4

5
6
7

Tabel 2 Hasil Pengamatan Perbandingan Pengenceran Giemsa 5%, 10%, dan 20% terhadap gambaran
morfologi leukosit pada pemeriksaan hapusan darah tepi.

5% (A)

PERLAKUAN
10% (B)

20% (C)

Kode
Sampel
1

Tabel 3 Uji One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test


Kurang sempurna
Sempurna
Tidak sempurna

2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30

Kurang sempurna
Sempurna
Tidak sempurna
Variasi gambaran
Kurang sempurna
Sempurna
Tidak sempurna
kosentras morfologi
Kurang sempurna
Sempurna
Tidak sempurna
i giemsa leukosit
Kurang sempurna
Sempurna
Tidak sempurna
N Kurang sempurna
90
90 sempurna
Sempurna
Tidak
Normal
Mean
2.00
Kurang sempurna
Sempurna2.00
Tidak sempurna
a
Parameters
Kurang sempurna
Tidak sempurna
Std. DeviationSempurna.821
.821
Kurang
sempurna
Sempurna.222
Tidak sempurna
Most
Extreme
Absolute
.222
Kurang sempurna
Sempurna
Tidak sempurna
Differences
Positive
.222
.222
Kurang sempurna
Sempurna
Tidak sempurna
Negative Sempurna
-.222
-.222
Kurang sempurna
Tidak sempurna
Kolmogorov-Smirnov
Z
2.103
2.103
Kurang sempurna
Sempurna
Tidak sempurna
Asymp.
Sig.sempurna
(2-tailed)
.000
Kurang
Sempurna.000
Tidak sempurna
Kurang sempurna
Sempurna
Tidak sempurna
Kurang sempurna
Sempurna
Tidak sempurna
Kurang sempurna
Sempurna
Tidak sempurna
Kurang sempurna
Sempurna
Tidak sempurna
Kurang sempurna
Sempurna
Tidak sempurna
Kurang sempurna
Sempurna
Tidak sempurna
Kurang sempurna
Sempurna
Tidak sempurna
Kurang sempurna
Sempurna
Tidak sempurna
Kurang sempurna
Sempurna
Tidak sempurna
Kurang Sempurna
Sempurna
Tidak sempurna
Kurang Sempurna
Sempurna
Tidak sempurna
Kurang Sempurna
Sempurna
Tidak sempurna
Kurang Sempurna
Sempurna
Tidak sempurna
Kurang Sempurna
Sempurna
Tidak sempurna
Kurang Sempurna
Sempurna
Tidak sempurna
Kurang Sempurna
Sempurna
Tidak sempurna

PEMBAHASAN
Output pada tabel 3 menjelaskan hasil uji
normalitas dengan Metode One Sample Kolmogorov
Smirnov. Dari data output bahwa nilai signifikansi
sebesar 0,000, data variasi konsentrasi Giemsa dan
gambaran morfologi leukosit tersebut tidak
terdistribusi normal. Karena data tidak terdisrtribusi
normal maka dilajutkan dengan Uji Non Parametrik
yaitu Uji Kruskal Wallis. dari data output Uji Kruskal
Wallis bahwa nilai signifikansi sebesar 0,000. Jadi
kesimpulannya ada pengaruh perbandingan
pengenceran Giemsa terhadap gambaran morfologi
leukosit.
Pengenceran Giemsa 5% memperlihatkan
gambaran morfologi leukosit yang kurang sempurna.
Konsentrasi pH pengenceran Giemsa 5% adalah 5,0.
Pengenceran Giemsa 10% memperlihatkan
gambaran morfologi leukosit berdasarkan, bentuk inti,
warna granula dalam sitoplasma terlihat jelas.
Konsentrasi pH dari pengenceran Giemsa 10%
adalah
6,0.
Pengenceran
Giemsa
20%
memperlihatkan gambaran morfologi leukosit yang
tidak sempurna. Konsentrasi
pH pengenceran
Giemsa 20% adalah 7,0. Hasil penelitian
menunjukkan
ada
pengaruh
perbandingan
pengenceran Giemsa 5%, 10%, dan 20% terhadap
gambaran morfologi leukosit pada pemeriksaan
hapusan darah tepi.
SIMPULAN DAN SARAN
Pengenceran Giemsa 5% memperlihatkan
gambaran morfologi leukosit yang kurang sempurna.
Konsentrasi pH pengenceran Giemsa 5% adalah 5,0.
Pengenceran Giemsa 10% memperlihatkan
gambaran morfologi leukosit berdasarkan, bentuk inti,
warna granula dalam sitoplasma terlihat jelas.
Konsentrasi pH dari pengenceran Giemsa 10%
adalah
6,0.
Pengenceran
Giemsa
20%
memperlihatkan gambaran morfologi leukosit yang
tidak sempurna. Konsentrasi
pH pengenceran
Giemsa 20% adalah 7,0. Hasil penelitian
menunjukkan
ada
pengaruh
perbandingan
pengenceran Giemsa 5%, 10%, dan 20% terhadap
gambaran morfologi leukosit pada pemeriksaan
hapusan darah tepi.
Saran

Diharapkan kepada tenaga laboratorium


menggunakan standar pengenceran Giemsa 10%
dalam melakasanakan pembuatan sediaan hapusan
darah tepi demi keakuratan hasil diagnosis pasien
serta menambah kepustakaan dan bahan informasi
khususnya dalam bidang hematologi, juga sebagai
refrensi untuk mahasiswa yang akan mengadakan
penelitian lebih lanjut.
KEPUSTAKAAN
Adianto, Malaya.2013. Perbedaan Morfologi Sel
Darah pada Pengecatan Giemsa yang
Diencerkan Menggunakan Aquadest dan
Buffer
Ph
6,8.
KTI.
Universitas
Muhamadiyah. Semarang.
Bena, Imam, 2013. Prinsip Pemeriksaan Preparat
Hapusan Darah Tepi. KTI . FK UNDIP.
Semarang.
Carascallo, Maryo Vegas.2013. Perbedaan Hasil
Pewarnaan Giemsa dan Wright Terhadap
Morfologi Eritrosit Dan Kualitas Cat Pada
Preparat Darah Apus. KTI. Universitas
Muhamadiyah. Semarang.
Chairlan dan Estu Lestari. 2003. Pedoman Teknik
Dasar Untuk Laboratorium Kesehatan
(Manual of Basic Techniques For a health
laboratory) Edisi 2. penerbit buku kedokteran
World Health Organization EGC: Jakarta. pp
45-50
Freund.2011.Atlas Hematologi Edisi 11. penerbit buku
kedokteran World Health Organization EGC:
Jakarta. pp 34-50

Jason and Frances. 2010. The Microflow Cytometer.


Pan Stanford Publishing : Singapore.

Kurniawan,Ahmad.
2010.
Perbedaan
Hasil
Pewarnaan Giemsa dan Wright Terhadap

Morfologi Eritrosit Dan Kualitas Cat Pada


Preparat Darah Apus. KTI. Universitas
Muhammadiyah. Semarang.
Mehta, Atul dan Victor Hoffbrand. 2006. Hematologi.
a glance hematologi Edisi 2 .Erlangga
Medical Series (EMS) : Jakarta. p 13
Pearce, Evelyn C. 2006. Anatomi dan Fisiologi untuk
Paramedis. Gramedia : Jakarta. pp 158-174
Priyanto, Duwi. 2012. Belajar Cepat Olah Data
Statistik dengan SPSS 19,0. Andi Yohyakarta
: Yogyakarta. Pp 19-22
DepKes RI. 2007. Pusdiknakes Malaria : Jakarta
DepKes RI, 2007. Pedoman Teknik Dasar Untuk
Laboratorium Kesehatan
Gandasoebrata, R, 2007. Penuntun Laboratorium
Klinik, Dian Rakyat; Jakarta. pp 27-30

Rosma, Yuliana. 2013. Kualitas Pewarnaan Pada


Sediaan Apusan Darah Tebal Malaria
dengan Tekhnik Penggenangan dan
Perendaman.
KTI.Universitas
Muhamadiyah.Semarang
Salam,Abdul. 2012. Darah. Pustaka Belajar :
Yogyakarta. Pp 9-24
Tjokrosonto, S. 2003. Panduan Praktis Diagnosis
Malaria Edisi pertama. Inisiatif : Yogyakarta.
pp 21-22
Wardani, Tri Kusuma. 2013. Gambaran Mikroskopis
Sediaan Hapusan Darah Tebal yang
Mengalami Hemolisis dengan Teknik
Berbeda.KTI. Universitas Muhamadiyah.
Semarang.
Yunitasari . 2008. Penggunaan Hapusan Darah Tebal
dan Tipis Untuk Mendiagnosa Kasus
Malaria. KTI. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.

You might also like