You are on page 1of 15

KAJIAN MUTU MIKROBIOLOGI LALAPAN SELADA (Lactuca sativa L.

)
DI KANTIN SEKITAR KAMPUS UNPAD JATINANGOR

USULAN PENELITIAN
Diajukan untuk menempuh ujian sarjana pada
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri Pertanian
Universitas Padjadjaran

Oleh:
ALFI NURFAUZIAH
240210130006

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PANGAN
JATINANGOR
2016

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sayuran merupakan menu yang terdapat dalam hidangan sehari-hari
masyarakat Indonesia. Sayuran dapat dikonsumsi dalam keadaan mentah (sebagai
lalapan segar) ataupun dalam keadaan setelah diolah menjadi berbagai macam
bentuk masakan.
Beberapa orang percaya bahwa sayuran lalapan memiliki nilai gizi yang
lebih tinggi dibanding dengan sayuran yang mengalami pengolahan terlebih
dahulu. Menurut Purba (2012) hal ini bisa terjadi karena zat gizi pada sayuran
tersebut berkurang sehingga kualitas ataupun mutunya lebih rendah daripada
bahan mentahnya.
Salah satu sayuran segar yang sering dijumpai adalah daun selada segar.
Konsumsi daun selada segar perlu mendapat perhatian karena sayuran tersebut
umumnya hanya mendapat perlakuan minimal, yaitu pencucian. Perlakuan daun
selada segar yang kurang sempurna dapat menimbulkan bahaya yang disebabkan
oleh mikroba patogen yang berpengaruh terhadap keamanan konsumen. Menurut
Beuchat (1998) mikroba patogen penyebab keracunan mikrobiologi dari daun
selada segar berasal dari Listeria monocytogenes, Escherichia coli 0157:H7,
Salmonella, dan Shigella.
Penampilan, rasa dan bau daun selada segar yang terkontaminasi oleh
bakteri patogen yaitu normal, tidak menunjukkan tanda kontaminasi tertentu. Oleh

karena itu, daun selada segar yang akan dikonsumsi harus diketahui keberadaan
bakteri patogennya terlebih dahulu agar terhindar dari keracunan mikrobiologi.
1.2 Identifikasi Masalah
1. Apakah terdapat bakteri patogen pada lalapan selada?
2. Apakah jenis bakteri patogen yang terdapat pada lalapan selada?
3. Bagaimana mutu mikrobiologi lalapan selada yang terdapat di kantin sekitar
kampus UNPAD Jatinangor?
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui keberadaan bakteri
patogen beserta mutu mikrobiologinya pada lalapan selada (Lactuca sativa L.)
yang biasa dijadikan sebagai lalapan di kantin sekitar UNPAD Jatinangor.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji keberadaan bakteri patogen
beserta mutu mikrobiologinya pada lalapan selada (Lactuca sativa L.) yang biasa
dijadikan sebagai lalapan di kantin sekitar UNPAD Jatinangor.
1.4 Kegunaan Hasil Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah memberikan informasi
mengenai keberadaan bakteri patogen beserta mutu mikrobiologinya pada lalapan
selada (Lactuca sativa L.) yang biasa dijadikan sebagai lalapan di kantin sekitar
UNPAD Jatinangor.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lalapan
Sayuran lalapan merupakan jenis sayuran yang dapat dikonsumsi secara
mentah, karena dilihat dari tekstur dan organoleptiknya lalapan ini memungkinkan
untuk untuk dikonsumsi secara mentah (Srianna, 2012). Beberapa orang percaya
bahwa sayuran lalapan memiliki nilai gizi yang lebih tinggi dibanding dengan
sayuran yang mengalami pengolahan terlebih dahulu. Menurut Purba (Tindry,

2015) hal ini bisa terjadi karena zat gizi pada sayuran tersebut berkurang sehingga
kualitas ataupun mutunya lebih rendah daripada bahan mentahnya.
Sayuran lalapan umumnya terdiri dari bagian daun atau daun muda
(pucuk). Menurut Suriawinata (2000) jenis-jenis sayuran segar berdaun yang biasa
dikonsumsi antara lain adalah kubis, selada, kemangi, daun singkong, tespong,
daun pepaya, dan kangkung.
Sayuran lalapan sangat ditentukan mutu organoleptik dan mutu
mikrobiologinya. Sayuran lalapan yang tercemar oleh mikroba dalam jumlah
tinggi dapat mempengaruhi tingkat keamanan sayuran tersebut jika dikonsumsi
masyarakat.

2.2 Selada (Lactuca sativa L.)


Selada merupakan tanaman perenial akuatik dari famili Cruciferae dengan
pokok herba menjalar atau tegak, mempunyai akar tunggang dan memiliki batang
yang berongga (Ong, 2003). Selada air biasanya ditemukan dalam bentuk
serumpun dan tumbuh di atau dekat dengan perairan. Daun selada air umumnya
bergelombang. Panjang daun sekitar 4-12 cm dan panjang batang sekitar 10-60
cm dengan akar yang kurus dan bercabang di dasarnya. Di bagian atas batang dan
tangkai terdapat bunga berwarna putih dengan ukuran 3-5 mm dan mempunyai 4
lembar petal. Buahnya berukuran panjang 10-25 mm dan lebar 2-2,5 mm dengan
bentuk silindris lurus atau melengkung (Barker, 2009).
Tanaman selada memiliki klasifikasi botani pada kingodom plantae, divisi
spermatophyta, sub-divisi angiospermae, kelas dycotiledonae, ordo asterales,

famili asteraceae, dan genus Lactuca, serta spesiesnya bernama Lactuca sativa L.
(Sastradihardja, 2011)
Daun selada segar memiliki tangkai daun lebar dengan tulang daun
menyirip (Gambar 1). Tangkai daun bersifat kuat dan halus, bersifat lunak dan
renyah, sehingga daun selada segar ini memungkinkan untuk dikonsumsi secara
mentah.

Gambar 1. Selada
(http://ayefresh.com, 2013)
Tanaman selada dapat bereproduksi melalui biji atau melalui segmen
batang. Dengan beberapa mekanisme reproduksi, selada air dapat berkembang
biak tergantung pada kondisi lingkungan (Barker, 2009). Suhu optimal bagi
pertumbuhan selada ialah antara 15C-20C. Tanah yang ideal untuk tanaman
selada adalah liat berpasir. Tanah tersebut gembur, banyak mengandung bahan
organik, aerasi dan drainase baik, pH 5,0-6,8, serta ketinggian tempat 600-1200
meter diatas permukaan laut (Sastradihardja, 2011)
Secara keseluruhan, selada mengandung 93% air, 3-4% karbohidrat, 1,72% protein, 0,2-0,3% lemak, 0,8-1,1% serat dan juga banyak mineral dan vitamin
yang cukup lengkap (Ong, 2003). Selain itu, selada juga merupakan sumber
karotenoid jenis lutein dan zeaxanthin (Marshall, 2006). Kandungan lain daun
selada segar yang juga bermanfaat bagi tubuh adalah phenethyl isothiocyanate
(PEITC) (Rizki, 2013). Menurut penelitian Salamah, dkk. (2011), komponen

komponen bioaktif yang terkandung pada ekstrak kasar daun selada segar dari uji
fitokimia antara lain alkaloid, steroid/triterpenoid, fenol hidrokuinon, flavonoid,
karbohidrat dan asam amino.
Kemampuan selada sebagai peluruh kencing (diuretik) sangat baik,
sehingga menyehatkan ginjal dan mengurangi risiko tekanan darah tinggi. Selada
air juga memiliki kemampuan detoksifikasi yang baik dan pelancar dahak di
saluran tenggorokan. Selain itu, sayuran ini juga memiliki kemampuan bakterisida
yang baik (Lingga, 2012). Menurut penelitian Mazandarani, dkk. (2012),
kandungan total fenol dan flavonoid dari ekstrak selada air mempunyai hubungan
korelasi yang positif dengan aktivitas antioksidan sebagai penghambat radikal
bebas. Komponen fenol dan flavonoid merupakan konstituen penting sebagai
penghambat radikal bebas dan mengstabilkan lipid peroksidasi (zen, 2009).
Khasiat selada air untuk mengobati penyakit kanker juga cukup baik karena
mengandung glukonasturtiin (phenethyl isothiocyanate atau PEITC) yang
merupakan salah satu senyawa yang memiliki efek kemoterapi terhadap kanker
paru (Khare, 2007). Penelitian Shahrokhi, dkk. (2009) juga menunjukkan adanya
aktivitas antidiabetes dari ekstrak selada air.
2.3 Bakteri Patogen pada Sayuran Lalapan
Sayuran mentah diketahui dapat menyebarkan penyakit pada manusia dan
sering menyebabkan kasus yang besar (outbreaks). Faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya outbreaks adalah faktor irigasi, teknik pra-panen,
higiene penanganan, cara pemasokan dan distribusi, peyebaran patogen ke

lingkungan geografis baru, perubahan resistensi patogen, penurunan tingkat daya


tahan manusia (khususnya orang tua), dan perubahan pola makan (Isyanti, 2001).

2.3.1 Escherchia coli


Menurut WHO (2005), bakteri Escherichia coli adalah salah satu bakteri
indikator untuk menilai pelaksanaan sanitasi makanan . Escherichia coli atau
biasa disingkat E. coli merupakan bakteri gram negatif yang mempunyai ukuran
panjang 2,0- 6,0 m (Gambar 2), tersusun tunggal, berpasangan dengan peritikus
(Supardi, 2001). Escherichia coli tumbuh pada suhu antara 10C-40C, dengan
suhu optimum 37C dan mati pada suhu 60C selama 30 menit, tidak bisa bertahan
pada tempat yang kering dan kena pembasmi hama. Escherichia coli relative peka
terhadap panas, segera hancur oleh suhu pasteurisasi dan pemanasan. Sedangkan
proses pembekuan tidak membinasakan bakteri, sehingga dapat hidup dalam suhu
yang rendah dalam jangka relative panjang (Volk dan Wheleer,1984).

Gambar 3. Escherchia coli


(http://tgp.com.ph/, 2015)

2.3.2 Salmonella

Bakteri salmonella berbentuk batang dengan panjang 1-3 m dan lebar


0,5-0,7 m. Sebagian besar bakteri ini dapat bergerak karena mempunyai flagella
peritrik.Tumbuh optimum pada suhu 37C, pada suhu kurang dari 67C dan lebih
dari 46,6C pertumbuhannya terhenti. Bakteri ini mati pada pemanasan 60C
selama 30 menit.Salmonella tumbuh baik pada pangan berasam rendah (Nurwanto
dan Djarijah, 1997). Sifat-sifat salmonella menurut Lesmana (2006), yaitu
berbentuk batang, gram-negatif, tidak berspora, mempunyai flagel peritrik, tidak
berkapsul, dan hidup secara aerob atau fakultatif aerob (Gambar 3).

Gambar 3. Salmonella
(http://www.wales.nhs.uk/, 2012)

Salmonella

termasuk

dalam

family

Enterobactericeae,

yang

dikelompokkan menjadi Salmonella thypi dan parathipi A, B, dan C


(menyebabkan demam enterik), dan Salmonella yang dapat menyebabkan
keracunan makanan. Penyakit yang disebabkan oleh Salmonella dibagi menjadi 3
kategori, yaitu (a) gastroenteritis, (b) demam tifoid, dan (c) fokus infeksi diluar
usus (Arisman, 2008).

2.3.3 Shigella

Shigella adalah suatu bakteri patogen yang dapat menyebabkan gejala


penyakit yang disebut shigellosis atau sering disebut disentri basiler. Shigella
merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang yang termasuk dalam famili
Enterobacteriaceae (Gambar 4). Bakteri Shigella yang berbahaya misalnya
Shigella dysenteriae. Bakteri ini dapat dipindahkan dari satu penderita atau
pembawa ke orang lainya melalui makanan dan air, kadang-kadang dibawa
melalui lalat (Fardiaz, 1992). Shigella dapat tumbuh pada suhu antara 10-40C
dengan suhu optimum 37o C. Bakteri ini sensitif terhadap panas dan tahan
terhadap konsentrasi garam 5-6 %. Bakteri Shigella bersifat gram negatif dan
berbentuk batang. Bakteri ini menyerupai genus Escherichia, perbedaannya
bakteri Shigella bersifat nonmotile. Kontaminasi Shigella pada makanan lebih
banyak berasal dari air yang digunakan untuk mengolah makanan tersebut.
Shigella tidak tahan terhadap panas dan akan mati pada suhu pasteurisasi makanan
(Supardi dan Sukamto, 1999).

Gambar 4. Shigella dysentriae


(http://www.bacteria.cz/, 2015)

2.3.4. Listeria monocytogenes

L. monocytogenes adalah bakteri berbentuk batang pendek dan motil yang


dengan pewarnaan Gram digolongkan sebagai bakteri Gram positif (Gambar 2)
(Allerbeger, 2003). L. monocytogenes tidak membentuk spora, dan sangat kuat
terhadap panas, asam dan garam. Listeria dapat memproduksi ATP (Adenosin
Triphosphat) melalui rantai respirasi dan memiliki beberapa jalur untuk
fermentasi. Hal ini membuktikan Listeria termasuk bakteri anaerob fakultatif,
Listeria termasuk bakteri pathogen interseluler yang dalam menggunakan actin
filaments di dalam sel inang untuk bergerak. Kondisi optimum pertumbuhan L.
monocytogenes adalah pada kadar air 0,92-0,93, pH terendah 4,6-5,0 dengan batas
maksimum pada pH 9,2, serta pada suhu -4C 45 C dengan suhu tumbuh
optimal 37C (Ray, 2001). L. monocytogenes banyak terdapat di lingkungan yang
lembab, tanah, serta sayuran yang sudah membusuk.

Gambar 2. L. monocytogenes
(Todar, 2005)

L. monocytogenes mampu tumbuh pada berbagai jenis produk pangan yang


telah disimpan pada suhu refrigerator dalam waktu lama (Todar,, 2005). Bakteri

ini disebut bakteri psikrofilik yaitu bakteri yang menyukai suhu dingin untuk
pertumbuhannya, karena memiliki membran sel yang mempunyai kondisi yang
baik pada suhu dingin. Kuman psikrofilik akan mengalami kerusakan pada
membran sel jika di dalam suhu ruangan, karena membran selnya meleleh
(Wikipedia, 2007). Menurut Moltz dan Martin (2005) pada suhu 4C bakteri L.
monocytogenes mampu membentuk biofilm yang membuat bakteri didalamnya
menjadi lebih resisten terhadap sanitizer. Flagela peritrikus merupakan alat gerak
L. monocytogenes yang dihasilkan pada suhu 20 25C. Bakteri tersebut tidak
menghasilkan flagela pada suhu 37C. Filamen-aktin (F-aktin), yang merupakan
alat gerak yang tumbuh pada salah satu ujung bakteri, berpengaruh terhadap
keganasan bakteri ini ketika menyerang sel induk semang (Todar, 2005).

III. KERANGKA PIKIRAN DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Pikiran


Daun selada merupakan salah satu bahan yang penting untuk kesehatan
karena menyediakan vitamin, mineral, fito nutrisi yang penting. Oleh karena itu
dunia internasional mempromosikan untuk mengkonsumsi selada sebagai sayuran
untuk meningkatkan gizi yang lebih baik lagi. (Taban, 2011).
Konsumsi lalapan selada perlu mendapat perhatian karena sayuran tersebut
umumnya hanya mendapat perlakuan minimal, yaitu pencucian. Perlakuan selada
yang kurang sempurna dapat menimbulkan bahaya yang disebabkan oleh mikroba
patogen yang berpengaruh terhadap keamanan konsumen. Selama dua dekade
terakhir ini, daun selada yang memiliki manfaat potensial justru membawa wabah
gastroenteritis pada manusia yang disebabkan oleh bakteri patogen yang berasal
dari selada yang terdapat pada produk salad siap saji. Di Eropa terdapat empat
belas wabah khusus terkait dengan selada yang telah didokumentasikan pada
tahun 2004-2012 (Callejon et al, 2015). Pada periode yang sama di Inggris
terdapat 37 wabah khusus yang diakibatkan oleh selada. Menurut Beuchat (2002)
mikroba patogen penyebab wabah khusus dari selada ini diantaranya berasal dari
Listeria monocytogenes, Escherichia coli 0157:H7, Salmonella, dan Shigella.

3.2 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dapat dibuat hipotesis
sebagai berikut: mutu mikrobiologi lalapan selada yang dijual di kantin sekitar
UNPAD Jatinangor akan bagus apabila lalapan seladanya memiliki penanganan
yang baik.

IV. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

4.1 Waktu dan Tempat Percobaan


Percobaan dilakukan pada bulan Februari hingga April 2017. Tempat
pelaksaaan percobaan yaitu di Laboratorium Mikrobiologi Pangan FTIP
Universitas Padjadjaran.

4.2 Bahan dan Alat Percobaan


4.2.1 Bahan Percobaan
Bahan utama yang digunakan adalah lalapan selada yang diperoleh dari
sekitar kampus UNPAD Jatinangor, akuades,

4.2.2 Alat Percobaan


Alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah

4.3 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen yang


dilanjutkan dengan analisis deskriptif. Pada penelitian ini pengamatan diuji
sebanyak dua kali ulangan, dengan keterangan pengujian sebagai berikut:
A = Uji L. monocytogenes
B = Uji E.coli
C = Uji Salmonella
D = Uji Shigella
Kemudian dibuat tabel matrikulasi data untuk keseluruhan hasil penelitian
4.4 Pelaksanaan Penelitian
Pada penelitian ini akan dilakukan pengkajianmutu biologi lalapan selada
yang berada di kampus UNPAD Jatinangor yang meliputi:
1. Pengujian keberadaan L. monocytogenes
2. Pengujian keberadaan E.coli
3. Pengujian keberadaan Salmonella
4. Pengujian keberadaan Shigella
4.4.1 Pengujian keberadaan L. monocytogenes

You might also like