Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
empedu ke duktus koledokus. Katup spiral dari Heister terletak di dalam duktus
sistikus; mereka terlibat dalam keluar masuknya empedu dari kandung empedu.
Pasokan darah ke kandung empedu adalah melalui arteri kistika, secara khas
merupakan cabang dari arteri hepatika kanan, tetapi dari arteri kistika bervariasi.
Segitiga Calot dibentuk oleh arteri kistika, duktus koledokus, dan duktus kistikus.
Drainase vena dari kandung empedu bervariasi, biasanya ke dalam cabang kanan dari
vena porta. Aliran limfe masuk secara langsung ke dalam hati dan juga ke nodusnodus di sepanjang permukaan vena potrta. Saraf muncul dari aksis seliak dan
terletak di sepanjang arteri hepatika. Sensasi nyeri diperantarai oleh serat viseral,
simpatis. Rangsangan motoris untuk kontraksi kandung empedu dibawa melalui
cabang vagus dan ganglion seliaka.
Duktus biliaris
Traktus biliaris mempunyai asalnya sendiri di dalam duktus biliaris
intrahepatik kecil. Duktus hepatika kanan dan kiri keluar dari hati dan bergabung
dengan hilum untuk membentuk duktus hepatikus komunis, umumnya anterior
terhadapa bifurkasio vena porta dan proksimal dekat dengan arteri hepatika kanan.
Bagian ekstrahepatik dari duktus kiri cenderung lebih panjang. Duktus hepatikus
komunis membangun batas kiri dari segitiga Calot dan berlanjut dengan duktus
koledokus. Pembagian terjadi pada tingkat duktus kistikus. Duktus koledokus
panjangnya sekitar 8 cm dan terletak antara ligamentum hepatoduodenalis, ke kanan
dari arteri hepatika dan anterior terhadap vena porta.
Segmen distal dari duktus koledokus terletak di dalam substansi pankreas.
Duktus koledokus mengosongkan isinya ke dalam duodenum atau ampula Vateri,
orifisiumnya di kelilingi oleh muskulus dari sfingter Oddi. Secara khas, ada saluran
bersama dari duktus pankreatikus dan duktus koledokus distal.
80%-90%.
Meskipun
secara
primer
merupakan
suatu
organ
ke
duodenum
setelah
rangsangan
makanan.
Penelitian
terbaru
menunjukkan bahwa aliran empedu terjadi dalam bentuk yang kontinu, dengan
pengosongan kandung empedu terjadi secara konstan. Faktor-faktor yang
bertanggung jawab untuk pengisian kandung empedu dan pengosongannya adalah
hormonal, neural, dan mekanikal. Memakan makanan akan menimbulkan pelepasan
hormon duodenum, yaitu kolesistokinin (CCK), yang merupakan stimulus utama bagi
pengosongan kandung empedu; lemak merupakan stimulus yang lebih kuat. Reseptor
CCK telah dikenal terletak dalam otot polos dari dinding kandung empedu.
Pengosongan maksimum terjadi dalam waktu 90-120 menit setelah konsumsi
makanan. Motilin, sekretin, histamin, dan prostaglandin semuanya terlihat
mempunyai pengaruh yang berbeda pada proses kontraksi. Faktor neural yang
predominan dalam mengatur aktivitas motoris kandung empedu adalah stimulasi
kolinergik yang menimbulkan kontraksi kandung empedu. Pengisian kandung
empedu terjadi saat tekanan dalam duktus biliaris (berkaitan dengan aliran dan
tekanan sfingter) lebih besar daripada tekanan di dalam kandung empedu. Sejumlah
peptida usus, telah terlibat sebagai faktor endogen yang dapat mempengaruhi proses
ini.
atresia bilier adalah tidak adanya atau kecilnya lumen pada sebagian atau keseluruhan
traktus bilier ekstrahepatik yang menyebabkan hambatan aliran empedu. Akibatnya di
dalam hati dan darah terjadi penumpukan garam empedu dan peningkatan bilirubin
direk.(1,4,5)
Pasien dengan atresia bilier dapat dibagi menjadi 2 grup, yakni :
1. Perinatal form ( Isolated Biliary Atresia) 65 90 %
Bentuk ini ditemukan pada neonatal dan bayi berusia 2-8 minggu. Inflamasi
atau peradangan yang progresif pada saluran empedu ekstrahepatik timbul
setelah lahir. Bentuk ini tidak muncul bersama kelainan kongenital lainnya.
2. Fetal Embrionic form 10 35 %
Bentuk ini ditandai dengan kolestatis yang muncul amat cepat, dalam 2
minggu kehidupan pertama. Pada bentuk ini, saluran empedu tidak terbentuk
pada saat lahir dan biasanya disertai dengan kelainan congenital lainnya
seperti situs inversus, polysplenia, malrotasi, dan lain-lain.(7,8)
Atresia (sebagian atau total) duktus bilier komunis, segmen proksimal paten.
IIa
IIb
III
sedangkan tipe III adalah bentuk yang tidak dapat dioperasi (non-correctable).
Sayangnya dari semua kasus atresia bilier, hanya 10% yang tergolong tipe I dan II.1
II.7 Patofisiologi
Meskipun histopatologi atresia bilier telah dipelajari secara eksklusif dalam
bedah spesimen dari sistem bilier ekstrahepatic yang didapat dari bayi yang
mengalami portoenterostomy, patogenesis kelainan ini masih kurang dipahami.
Masalah atresia bilier yang muncul pada bentuk fetal berhubungan dengan anomali
kongenital lain. Namun, pada bentuk yang lebih umum, yakni tipe neonatal ditandai
oleh lesi inflamasi yang progresif, yang diakibatkan infeksi atau racun yang
menyebabkan rusaknya saluran empedu. Agen infeksi yang telah diteliti oleh
beberapa studi telah mengidentifikasi peningkatan titer untuk reovirus antibodi tipe 3
pada pasien dengan atresia bilier bila dibandingkan dengan kontrol. Virus lainnya
yang teridentifikasi, termasuk rotavirus dan sitomegalovirus (CMV).(1,4)
umum bayi pada waktu lahir biasanya baik. Ikterus bisa terlihat sejak lahir atau
tampak jelas pada minggu ke 3. Kolestasis ekstrahepatik hampir selalu menyebabkan
tinja yang akolik. Sehubungan dengan itu sebagai upaya penjaring kasar tahap
pertama, dianjurkan melakukan pengumpulan tinja 3 porsi. Bila selama beberapa hari
ketiga porsi tinja tetap akolik, maka kemungkinan besar diagnosisnya adalah
kolestasis ekstrahepatik. Sedangkan pada kolestasis intrahepatik, warna tinja dempul
berfluktuasi pada pcmeriksaan tinja 3 porsi.
Ikterus
Ikterus timbul dikarenakan hepar yang immatur pada bayi baru lahir. Normalnya
ikterus akan menghilang pada 7-10 hari setelah lahir. Tetapi bayi dengan atresia
bilier, ikterusnya akan semakin nyata dalam 2-3 minggu.
Urin yang berwarna gelap
Hal ini disebabkan karena bilirubin yang meningkat dalam darah, kemudian
bilirubin terfiltrasi melalui ginjal, dan dibuang melalui urin.
Feses Acholic
Feses acholic timbul dikarenakan tidak adanya bilirubin yang masuk ke dalam
usus untuk mewarnai feses.
Penurunan berat badan (1,4,9)
Hepatomegali
10
Fitzgerald,
kadar
gamma-GT yang
rendah
tidak
menyingkirkan
11
adalah 60%, maka tidak adanya asam empedu di dalam cairan duodenum dapat
menentukan adanya atresia bilier.
2) Pencitraan
a) Pemeriksaan ultrasonografi
Theoni mengemukakan bahwa akurasi diagnostic USG 77% dan dapat
ditingkatkan bila pemeriksaan dilakukan dalam 3 fase, yaitu pada keadaan puasa, saat
minum dan sesudah minum. Bila pada saat atau sesudah minum kandung empedu
berkontraksi, maka atresia bilier kemungkinan besar (90%) dapat disingkirkan.
Dilatasi abnormal duktus bilier, tidak ditemukannya kandung empedu, dan
meningkatnya ekogenitas hati, sangat mendukung diagnosis atresia bilier. Namun
demikian, adanya kandung empedu tidak menyingkirkan kemungkinan atresia bilier,
yaitu atresia bilier tipe I / distal.
12
pemeriksaan
sintigrafi,
dilakukan
penghitungan
indeks
hepatik
(penyebaran isotop di hati dan jantung), pada menit ke-10. Indeks hepatik > 5 dapat
menyingkirkan kemungkinan atresia bilier, sedangkan indeks hepatik < 4,3
merupakan petunjuk kuat adanya atresia bilier. Teknik sintigrafi dapat digabung
13
d) Pemeriksaan kolangiografi
Pemeriksaan ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreaticography)
mcrupakan upaya diagnostik dini yang berguna untuk membedakan antara atresia
bilier dengan kolestasis intrahepatik. Bila diagnosis atresia bilier masih meragukan,
dapat dilakukan pemeriksaan kolangiografi durante operasionam. Sampai saat ini
pemeriksaan kolangiografi dianggap sebagai baku emas untuk membedakan
kolestasis intrahepatik dengan atresia bilier.
3) Biopsi hati
14
15
Hepatitis
16
II.13 Penatalaksanaan
Terapi medikamentosa
1) Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati terutama asam empedu
(asam litokolat), dengan memberikan :
- Fenobarbital 5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis, per oral. Fenobarbital akan
merangsang enzim glukuronil transferase (untuk mengubah bilirubin indirek menjadi
bilirubin direk); enzim sitokrom P-450 (untuk oksigenisasi toksin), enzim Na+ K+ ATPase (menginduksi aliran empedu).
- Kolestiramin 1 gram/kgBB/hari dibagi 6 dosis atau sesuai jadwal pemberian susu.
Kolestiramin memotong siklus enterohepatik asam empedu sekunder.
2) Melindungi hati dari zat toksik, dengan memberikan :
- Asam ursodeoksikolat, 310 mg/kgBB/hari, dibagi 3 dosis, per oral. Asam
ursodeoksikolat mempunyai daya ikat kompetitif terhadap asam litokolat yang
hepatotoksik.1
Terapi nutrisi, yang bertujuan untuk memungkinkan anak
tumbuh dan berkembang seoptimal mungkin, yaitu :
1) Pemberian makanan yang mengandung medium chain triglycerides (MCT) untuk
mengatasi malabsorpsi lemak.
2) Penatalaksanaan defisiensi vitamin yang larut dalam lemak.
Terapi bedah
Kasai Prosedur
Prosedur yang terbaik adalah mengganti saluran empedu yang mengalirkan
empedu ke usus. Tetapi prosedur ini hanya mungkin dilakukan pada 5-10% penderita.
Untuk melompati atresia bilier dan langsung menghubungkan hati dengan usus halus,
dilakukan pembedahan yang disebut prosedur Kasai. Pembedahan akan berhasil jika
17
18
beberapa tahun terakhir. Anak-anak dengan atresia bilier sekarang dapat hidup hingga
dewasa, beberapa bahkan telah mempunyai anak.
Kemajuan dalam operasi transplantasi telah juga meningkatkan kemungkianan
untuk dilakukannya transplantasi pada anak-anak dengan atresia bilier. Di masa lalu,
hanya hati dari anak kecil yang dapat digunakan untuk transplatasi karena ukuran hati
harus cocok. Baru-baru ini, telah dikembangkan untuk menggunakan bagian dari hati
orang dewasa, yang disebut "reduced size" atau "split liver" transplantasi, untuk
transplantasi pada anak dengan atresia bilier.
II.14 Komplikasi
Kolangitis: Komunikasi langsung dari saluran empedu intrahepatic ke usus, dengan
aliran empedu yang tidak baik, dapat menyebabkan ascending cholangitis. This
occurs particularly in the first weeks or months after the Kasai procedure in 30-60%
of cases (72, 73). Hal ini terjadi terutama dalam minggu-minggu pertama atau bulan
setelah prosedur Kasai sebanyak 30-60% kasus. This infection may be severe and
sometimes fulminant. Infeksi ini bisa berat dan kadang-kadang fulminan. There are
signs of sepsis (fever, hypothermia, impaired haemodynamic status), recurrent
jaundice, acholic stools and perhaps abdominal pain. Ada tanda-tanda sepsis (demam,
hipotermia, status hemodinamik terganggu), ikterus yang berulang, feses acholic dan
mungkin timbul sakit perut.The diagnosis can be confirmed by cultures of blood
and/or liver biopsies (73). Diagnosis dapat dipastikan dengan kultur darah dan/atau
biopsi hati. The treatment requires IV antibiotics, and effective intravenous
resuscitation.
Portal hypertension: Portal hypertension occurs in at least two-thirds of the children
after portoenterostomy (74, 75), even in those with complete restoration of the bile
flow.Hipetensi portal: Portal hipertensi terjadi setidaknya pada dua pertiga dari anakanak setelah portoenterostomy.The most common site of varices are in the
oesophagus, stomach, at the site of the Roux loop anastomosis and the anorectum.
19
Hal paling umum yang terjadi adalah varises esofagus.If the Kasai operation has
clearly failed with poor biochemical liver function and persisting jaundice then liver
transplantation is indicated. In those cases with good liver function and an absence of
jaundice, endoscopic therapy may be the only treatment necessary (76, 77).
Hepatopulmonary syndrome and pulmonary hypertension: As in patients with other
causes of spontaneous (cirrhosis or prehepatic portal hypertension) or acquired
(surgical) portosystemic shunts, pulmonary arteriovenous shunts may occur even
after complete clearance of jaundice (hepatopulmonary syndrome).Hepatopulmonary
syndrome dan hipertensi pulmonal: Seperti pada pasien dengan penyebab lain secara
spontan (sirosis atau prehepatic hipertensi portal) atau diperoleh (bedah)
portosystemic shunts, shunts pada arterivenosus pulmo mungkin terjadi.Typically this
causes hypoxia, cyanosis, dyspnoea and digital clubbing, the diagnosis being
confirmed by confirmed by pulmonary scintigraphy. Biasanya, hal ini menyebabkan
hipoksia, sianosis, dan dyspneu. Diagnosis dapat ditegakan dengan scintigraphy paru.
Alternatively, pulmonary hypertension can occur in cirrhotic children and be a cause
of malaise and even sudden death.Selain itu, hiper6si pulmonal dapat terjadi pada
anak-anak dengan sirosis yang menjadi penyebab kelesuan dan bahkan kematian
mendadak.The diagnosis in these cases is suggested by echocardiography. Diagnosis
dalam kasus ini dapat ditegakan oleh echocardiography.Liver transplantation reverses
pulmonary shunts (81), and can reverse pulmonary hypertension at its early stage
(82). Transplantasi liver dapat membalikan shunts, dan dapat membalikkan hipertensi
pulmonal ke tahap semula.
Malignancies: Hepatocarcinomas, hepatoblastomas (84) and cholangiocarcinomas
(85) have been described in the cirrhotic livers of patients with BA, in childhood or
adulthood.Keganasan:
Hepatocarcinomas,
hepatoblastomas,
dan
cholangiocarcinomas dapat timbul pada pasien dengan atresia bilier yang telah
mengalami sirosis.Screening for malignancy has to be performed regularly in the
follow-up of patients with successful Kasai operations. Skrining untuk keganasan
20
harus dilakukan secara teratur dalam tindak lanjut pasien dengan operasi Kasai yang
berhasil.
Outcome after unsuccessful Kasai operationHasil setelah gagal operasi Kasai
Biliary cirrhosis is progressive if the Kasai operation fails to restore the bile
flow, and should lead to liver transplantation.Sirosis bilier bersifat progresif jika
operasi Kasai gagal untuk memulihkan aliran empedu, dan pada keadaan ini harus
dilakukan transplantasi hati.This is usually performed in the second year of life, but
may be necessary earlier (from 6 months of life) in case of rapid deterioration in the
liver disease. Hal ini biasanya dilakukan di tahun kedua kehidupan, namun dapat
dilakukan lebih awal (dari 6 bulan hidup) untuk mengurangi kerusakan dari hati.
Biliary atresia represents more than half of the indications for liver transplantation in
childhood. Atresia bilier mewakili lebih dari setengah dari indikasi untuk
transplantasi hati di masa kanak-kanak. It may also be required in those cases where
there is an initially successful outcome after the Kasai operation usually due to
recurrence of jaundice (secondary failure of the Kasai operation), or to various
complications of cirrhosis (eg hepatopulmonary syndrome). Hal ini juga mungkin
diperlukan dalam kasus-kasus dimana pada awalnya sukses setelah operasi Kasai
tetapi timbul ikterus yang rekuren (kegagalan sekunder operasi Kasai), atau untuk
berbagai komplikasi dari sirosis (hepatopulmonary sindrom).
II.15 Prognosis
Keberhasilan portoenterostomi ditentukan oleh usia anak saat dioperasi,
gambaran histologik porta hepatis, kejadian penyulit kolangitis, dan pengalaman ahli
bedahnya sendiri. Bila operasi dilakukan pada usia < 8 minggu maka angka
keberhasilannya 71,86%, sedangkan bila operasi dilakukan pada usia > 8 minggu
maka angka keberhasilannya hanya 34,43%. Sedangkan bila operasi tidak dilakukan,
maka angka keberhasilan hidup 3 tahun hanya 10% dan meninggal rata-rata pada usia
12 bulan. Anak termuda yang mengalami operasi Kasai berusia 76 jam.
21
BAB III
PENUTUP
III.1. Kesimpulan
Atresia bilier adalah tidak adanya atau kecilnya lumen pada sebagian atau
keseluruhan traktus bilier ekstrahepatik yang menyebabkan hambatan aliran empedu.
Akibatnya di dalam hati dan darah terjadi penumpukan garam empedu dan
peningkatan bilirubin direk
Klasifikasi atresia bilier sebagai berikut :
I. Atresia (sebagian atau total) duktus bilier komunis, segmen proksimal paten.
IIa. Obliterasi duktus hepatikus komunis (duktus bilier komunis, duktus
sistikus, dan kandung empedu semuanyanormal).
IIb. Obliterasi duktus bilierkomunis, duktus hepatikus komunis, duktus
sistikus. Kandung empedu normal.
III. Semua sistem duktus bilier ekstrahepatik mengalami obliterasi, sampai ke
hilus.
Pada atresia bilier operasi lebih baik dilakukan pada usia < 8 minggu karena
tingkat keberhasilannya lebih baik daripada operasi dilakukan pada usia > 8 minggu.
Tetapi bila dengan operasi Kasai tidak berhasil atau tidak membaik, maka harus
dilakukan transplantasi hati.
22
DAFTAR PUSTAKA
Biliary
Atresia.
Available
from
url
http://www.naspghan.org/user/Documents/pdf/diseaseInfo/BiliaryAtresiaE.pdf.
2. Mark Davenport. Biliary Atresia. London: 2010. Available from : url :
http://asso.orpha.net/OFAVB/__PP__4.html.
of
Medicine.
2010.
Available
from
url
http://www.stlouischildrens.org/content/greystone_779.htm
4. Steven M. Biliary Atresia. Emedicine. 2009. Available from: url :
http://emedicine.medscape.com/article/927029-overview.
5. Sjamsul Arief. Deteksi Dini Kolestasis Neonatal. Divisi Hepatologi Ilmu
Kesehatan Anak FK UNAIR. Surabaya. 2006. Available from : url :
http://www.pediatrik.com/pkb/20060220-ena504-pkb.pdf.
6. Schwartz, Seymour I. Intisari prinsip-prinsip ilmu bedah. Edisi ke-6. Jakarta:
EGC; 2000.h.455-63.
23