Professional Documents
Culture Documents
1.
TRAUMA CAPITIS
Hematoma Subdural Kronik terjadi karena pencairan neomembran yang dibatasi oleh
duramater dengan otak dibawahnya. Namun dapat juga terjadi adanya atrofi otak
mengakibatkan peningkatan mobilitas otak sehingga jembatan vena mudah ruptur.
Riwayat klinik khas adanya trauma kepala. Manifestasi klinisnya awitan gejala umum
tertunda beberapa minggu, bulan hingga tahun setelah cedera awal, 7-10 hari pasca
trauma terjadi perdarahan sehingga darah dikelilingi membrane fibrosa yang
mengakibatkan kerusakan sel-sel darah dan terbentuk perbedaan tekanan osmotic. Gejala
yang dtimbula idak spesifik namun terjadi perubahan mental dan deficit neurologic local.
c. Intraserebral
Intraserebral penyebabnya karena parenkim traumatic. Terdiri dari Komusio, cedera
akson difus, kontusio,kontusio serebri dan perdarahan intraserebral traumatic.
Komusio merupakan cedera kepala yang disebabkan benturan ringan.biasanya terjadi
penurunan kesadaran, terkadang disertai kejang,kehilangan kesadaran sesaat, amnesia
singkat dan pemulihan dalam waktu beberapa jam beberapa hari.
Kontusio merupakan perdarahan parenkim otak superficial akibat trauma tumpul. Lesi
terjadi pada kutub frontalis, lobus frontalis, kutub temporalis dan serebrum posterior.
Kontusio serebri cedera akibat gesekan otak ketika bergerak melalui permukaan dalam
cranium kasar yang disertai rupturnya lapisan superficial otak(laserasi). Lesi terjadi pada
bagian lobus frontal inferior dan temporal.
Perdarahan intraserebral traumatic lesi yang sering terjadi pada regio lobus frontalis,
lobus temporalis dan substansi grisea dalam.
2.
MEKANISME LUMPUH
saraf
perifer,
kerusakan
neuromuscular
atau
penyakit
otot.
benda tapi jari-jari tersebut masih bisa digerakkan, atau tidak bisa menggerakkantangan tapi
lengannya masih bisa digerakkan. Hal ini semua tergantung dari luastidaknyanya kerusakan.
Tetraparese dapat disebabkan karena kerusakan Upper Motor Neuron (UMN) atau kerusakan
Lower Motor Neuron (LMN). Kelumpuhan/kelemahanyang terjadi pada kerusakan Upper
Motor Neuron (UMN) disebabkan karenaadanya lesi di medula spinalis. Kerusakannya bisa
dalam bentuk jaringan scar,atau kerusakan karena tekanan dari vertebra atau diskus
intervetebralis. Hal ini berbeda dengan lesi pada LMN yang berpengaruh pada serabut saraf
yang berjalan dari horn anterior medula spinalis sampai ke otot.
Tiap lesi di medula spinalis yang merusak daerah jaras kortikospinallateral menimbulkan
kelumpuhan Upper Motor Neuron (UMN) pada otot-otot bagian tubuh yang terletak di
bawah tingkat lesi. Lesi transversal medula spinalis pada tingkat servikal, misalnya C5
mengakibatkan kelumpuhan Upper Motor Neuron(UMN) pada otot-otot tubuh yang berada
dibawah C5, yaitu sebagianotot-otot kedua lengan yang berasal yang berasal dari miotom C6
sampai miotomC8, lalu otot-otot thoraks dan abdomen serta segenap otot kedua tungkai
yangmengakibatkan kelumpuhan parsial dan defisit neurologi yang tidak masif diseluruh
tubuh. Lesi yang terletak di medula spinalis tersebut maka akanmenyebabkan
kelemahan/kelumpuhan keempat anggota gerak yang disebuttetraparese spastik.
jantung,
L2
L3
d. Os. Sacrum
Terdiri dari 5 sacrum yang membentuk sakrum atau tulang kengkangdimana ke 5
vertebral ini rudimenter yang bergabung yang membentuk tulang bayi.
e. Os. Coccygeal
Terdiri dari 4 tulang yang juga disebut ekor pada manusia, mengalamirudimenter.
Beberapa segmen ini membentuk 1 pasang saraf coccygeal.
Manifestasi klinis bergantung pada lokasi yang mengalami trauma danapakah trauma terjadi
secara parsial atau total. Berikut ini adalah manifestasiberdasarkan lokasi trauma :
1. Antara C1 sampai C5
Respiratori paralisis dan kuadriplegi, biasanya pasien meninggal
2. Antara C5 dan C6
Paralisis kaki, tangan, pergelangan; abduksi bahu dan fleksi siku yang lemah;kehilangan
refleks brachioradialis
3. Antara C6 dan C7
Paralisis kaki, pergelangan, dan tangan, tapi pergerakan bahu dan fleksi sikumasih bisa
4.
5.
6.
7.
8.
Jika penderita dapat berbicara maka jalan napas kemungkinan besardalam keadaan adekuat.
Obstruksi jalan napas sering terjadi pada penderitayang tidak sadar, yang dapat disebabkan
oleh benda asing, muntahan, jatuhnya pangkal lidah, atau akibat fraktur tulang wajah. Usaha
untuk membebaskan jalan napas harus melindungi vertebra servikalis (cervical spine control),
yaitutidak boleh melakukan ekstensi, fleksi, atau rotasi yang berlebihan dari leher.Dalam hal
ini, dapat dilakukan chin lift atau jaw thrust sambil merasakanhembusan napas yang keluar
melalui hidung. Bila ada sumbatan maka dapatdihilangkan dengan cara membersihkan dengan
jari atau suction jika tersedia.Untuk menjaga patensi jalan napas selanjutnya dilakukan
pemasangan pipaorofaring.
b. Breathing
Bila hembusan napas tidak adekuat, perlu bantuan napas. Bantuannapas dari mulut ke
mulut akan sangat bermanfaat. Apabila tersedia, O2 dapatdiberikan dalam jumlah yang
memadai. Pada penderita dengan cedera kepalaberat atau jika penguasaan jalan napas
belum dapat memberikan oksigenasiyang adekuat, bila memungkinkan sebaiknya
dilakukan intubasi endotrakheal.
c. Sirkulasi
Status sirkulasi dapat dinilai secara cepat dengan memeriksa tingkatkesadaran dan denyut
nadi. Tindakan lain yang dapat dilakukan adalahmencari ada tidaknya perdarahan
eksternal, menilai warna serta temperaturkulit, dan mengukur tekanan darah. Denyut nadi
perifer yang teratur, penuh,dan lambat biasanya menunjukkan status sirkulasi yang relatif
normovolemik.
Pada penderita dengan cedera kepala, tekanan darah sistolik sebaiknyadipertahankan di
atas 100 mmHg untuk mempertahankan perfusi ke otak yangadekuat.Denyut nadi dapat
digunakan secara kasar untuk memperkirakantekanan sistolik. Bila denyut arteri radialis
dapat teraba maka tekanan sistolik lebih dari 90 mmHg. Bila denyut arteri femoralis yang
dapat teraba makatekanan sistolik lebih dari 70 mmHg. Sedangkan bila denyut nadi
hanya terabapada arteri karotis maka tekanan sistolik hanya berkisar 50 mmHg.
Bila adaperdarahan eksterna, segera hentikan dengan penekanan pada luka.Cairan
resusitasi yang dipakai adalah Ringer Laktat atau NaCl 0,9%,sebaiknya dengan dua jalur
intra vena. Pemberian cairan jangan ragu-ragu,karena cedera sekunder akibat hipotensi
lebih berbahaya terhadap cedera otak dibandingkan keadaan edema otak akibat
pemberian cairan yang berlebihan.Posisi tidur yang baik adalah kepala dalam posisi datar,
cegah head down(kepala lebih rendah dari leher) karena dapat menyebabkan bendungan
vena dikepala dan menaikkan tekanan intrakranial (Idmgarut,2009).
4. REHABILITASI MEDIK
Rehabilitasi pasca cedera otak traumatic adalah proses rehabilitasi pada cedera otak yang
diakibatkan oleh trauma yang meninggalkan gangguan fungsional, perilaku dan atau
kognitif sehingga menyebabkan ketergantungan dalam kehidupan sehari-hari(disabilitas).
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Diagnosis Fungsional
Pemeriksaan fisik dan fungsional
Pemeriksaan penunjang
Konsultasi
Perawatan Rumah sakit
Terapi/ Intervensi
Proses rehabilitasi cedera otak dibagi dalam 3 fase :
1. Rehabilitasi pada fase akut
Dilaksanakan dalam rawat inap. Lebih diutamakan pada penatalaksanaan medis
dan bedah.
Tujuan rehabilitasi:
mencegah atau meminimalkan deficit neurologic dan mencegah tirah baring.
Program rehabilitasi :
Mencegah kegagalan respirasi akibat retensi sputum, mencegah ulkus decubitus,
menvegah respirasi cardivaskuler, mencegah kekakuan sendi, mencegah distensi
bladder dan infeksi traktus urinaris.
2. Rehabilitasi fase Pemulihan
Dilaksanakan dalam rawat inap, merupakan rehabilitasi aktif.
Tujuan rehabilitasi
Mengatasi masalah disabilitas dan handicap yang timbul akibat cedera,
memaksimalkan fungsi yang ada untuk kemandirian, meningkatkan kebugaran
kardiopulmoner serta mencegah komplikasi sekunder.
Program rehabilitasi :
Terapi latihan persiapan mobilisasi dan transfer, terapi latihan kesimbangan, terapi
persiapan ambulasi, AFO bila diperlukan, serta latihan jalan dengan atau tanpa
AFO(alat bantu).
3. Rehabilitasi fase lanjut
Dilaksanakan dalam rawat jalan, lamanya seumur hidup untuk kecacatan
menetap.
Tujuan rehabilitasi
Resosialisasi (misalnya menyiapkan kemampuan untuk kembali bekerja),
mempertahankan kemampuan fungsional, dan meningkatkan kualitas hidup.
Program rehabilitasi :
Resosialisasi, rujukan untuk vokasional training, konseling keluarga, program
latihan dirumah serta follow up.