Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Penyakit parkinson merupakan penyakit neurodegeneratif ke-2 paling sering
dijumpai setelah penyakit Alzheimer yang dapat menyebabkan disabilitas yang
signifikan dan penurunan kualitas hidup. Prevalensi terjadinya penyakit ini meningkat
sebesar 4-5% pada orang berusia di atas 85 tahun. Karakteristik neuropatologik dari
penyakit ini adalah degenerasi neuron dopaminergik di substansia nigra dan adanya
inklusi intrasitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies) pada residu neuron dopaminergik.
Tanda fisik kardinal dari penyakit ini yaitu tremor saat istirahat, kekakuan,
bradikinesia, dan onset yang asimetris. Levodopa merupakan pilihan terapi utama
pada penyakit Parkinson, meskipun penggunaannya terbatas oleh karena komplikasi
motorik dan drug-induced dyskinesia. Seorang dokter harus memiliki pemahaman
yang baik mengenai penyakit Parkinson karena prevalensi bertambah seiring
meningkatnya usia penduduk. Pengobatan harus dilakukan secara individual untuk
mengurangi gejala serta mengurangi komplikasi motorik dan non-motorik. Selama
progresivitas penyakit berlangsung, pengobatan dapat menjadi semakin rumit dan
pengelolaan bersama dengan subspesialis mungkin diperlukan. Tujuan paling penting
adalah untuk membantu pasien mempertahankan otonominya secara maksimal dan
mempertahankan kualitas hidup.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Penyakit
parkinson
adalah
kondisi
progresif
neurodegeneratif
yang
diakibatkan karena adanya kematian dari sel yang mengandung dopamin pada
substansia nigra.2
2.2 Etiologi
Etiologi penyakit parkinson belum diketahui (idiopatik), akan tetapi terdapat
beberapa faktor risiko (multifaktorial) yang telah diidentifikasikan, yaitu :
a. Usia : meningkat pada usia lanjut dan jarang timbul pada usia dibawah 30 tahun.
b. Rasial : Orang kulit putih lebih sering daripada orang Asia dan Afrika .
c. Genetik : diduga ada peranan faktor genetik
Telah dibuktikan mutasi yang khas tiga gen terpisah (alpha-Synuclein, Parkin,
UCHL1 ) dan empat lokus tambahan (Park3, Park4, Park6, Park7) yang berhubungan
dengan keturunan parkinson. Sebagian besar kasus parkinson idiopatik diperkirakan
akibat faktorfaktor genetik dan lingkungan.2
2.3 Epidemiologi
Penyakit parkinson adalah penyakit neurodegeneratif dengan tingkat
prevalensi diperkirakan sebesar 329 per 100.000 orang di United States. Tingkat
kejadian tahunan telah diperkirakan berkisar dari 16 hingga 19 per 100.000
penduduk. Penyakit Parkinson terutama mempengaruhi orang di atas usia 50 tahun,
dan prevalensi serta insidensi meningkat dengan bertambahnya usia. Oleh karena itu,
semakin bertambah tua populasi umum maka semakin terjadi peningkatan dramatis
populasi orang yang terdiagnosis dengan parkinson. Sebuah studi menyatakan bahwa
pada tahun 2030, jumlah populasi berusia di atas 50 tahun (dan jumlah populasi
penderita penyakit parkinson) akan berlipat ganda, sehingga diperkirakan 9 juta orang
dengan mengidap Parkinson di dunia.3
2.4 Klasifikasi
Skala The Hoehn dan Yahr digunakan untuk menggambarkan progresivitas
penyakit Parkinson. Skala ini awalnya digambarkan pada tahun 1967 dimulai dari
tahap 1 sampai 5. Sejak itu dilakukan modifikasi dengan penambahan tahap 1,5 dan
2,5 untuk menjelaskan intermediate course penyakit Parkinson.4
Tabel 1. Skala Hoehn dan Yahr
Dikutip (4)
inflamasi,
akumulasi
altered
proteins,
excitotoxicity,
mekanisme
dan neuron hipokampus. TNF dapat mengaktivasi sejumlah sel microglia pada otak
tengah yang berpotensi menyebabkan adanya respon inflamasi yang mengakibatkan
autoamplifikasi ROS, NO dan superoxide radicals membentuk peroxynitrit yang
sangat teroksidasi. TNF terkait aktivasi microglia pada substansia nigra membuat
lingkungan stress oksidatif melalui aktivasi NADPH oksidase yang mempercepat
kerusakan neuron dopamin. Single-nucleotide polymorphisms, promotor dari gen
TNF ditemukan secara sporadic pada pasien dengan Parkinson.6
10
volunter berkurang).
Rigiditas
Bradikinesia (asimetris, kekuatan normal, gerakan tangkas melambat)
Postur tubuh dan gaya berjalan (menyeret kaki, langkah pendek,
gerakan tangan menurun, postur tubuh membungkuk)
2. Gejala non-motorik
11
3. Gejala psikiatrik
Depresi
Demensia
Psikosis 2
12
Dikutip (3)
Smell Testing
Berdasarkan
AAN
Guideline
pemeriksaan
olfaktori
bertujuan
untuk
13
Pemeriksaan Pencitraan
Teknik pencitraan pada otak baru-baru ini umumnya dikategorikan menjadi
dua kategori yaitu struktural (MRI dan CT-Scan) dan fungsional (PET dan SPECT).
Pencitraan fungsional sistem dopaminergik presinaptik sensitif terhadap adanya
defisiensi dopamin pada tahap awal parkinsonism degeneratif (termasuk penyakit
idiopatik parkinson), karena setidaknya 50% dari aktivitas dopamin hilang sebelum
gejala pertama muncul. Dalam hal ini teknik tersebut dapat mengkonfirmasi atau
menyangkal diagnosis klinis pada tahap awal penyakit tersebut.7
Pencitraan Struktural
Pasien dengan parkinson atau tremor mungkin menunjukkan kelainan struktur
pada CT atau MRI. Seringkali temuan tersebut insidental, misalnya, kalsifikasi
ganglia basal ditemukan pada 0,6% dari 7.000 pasien dan tidak terdapat hubungan
dengan parkinsonisme. Pencitraan struktural otak dengan CT atau MRI scan tidak
membedakan penyakit Parkinson idiopatik
parkinsonism.7
Pencitraan Fungsional
1. SPECT
Membedakan penyakit parkinson idiopatik dari penyakit non-degeneratif
dengan parkinsonisme / tremor dengan menggunakan pencitraan fungsional seperti
123I-FP-CIT SPECT (N--fluropropyl-2-caroboxymethoxy-3- (4-iodophenyl)
tropane).7
2. PET
Radioisotop
utama
yang
digunakan
adalah
18F
Fluorodopa,
yang
14
Dikutip (7)
2.7 Penatalaksanaan
Pengobatan penyakit parkinson dapat dikelompokan, sebagai berikut :
I. Farmakologik
1. Bekerja pada sistem dopaminergik
a. Levodopa
Levodopa merupakan obat paling berpotensi dalam mengontrol gejala
penyakit Parkinson terutama terkait dengan bradykinesia. Penggunaan terapi
levodopa seringkali terkait dengan komplikasi motorik seperti fluktuasi dan
diskinesia, sehingga terdapat perdebatan saat kapan gejala klinis penyakit Parkinson
untuk dilakukan pemberian terapi awal dengan levodopa. Penambahan carbidopa,
inhibitor dekarboksilasi dopa perifer, meningkatkan efek terapeutik levodopa. Pada
pasien yang sensitive dengan efek samping perifer seperti mual dan muntah
penambahan
carbidopa
carbidopa/levodopa.
(Lodosyn)
mungkin
ditambahkan
menjadi
preparat
15
fluktuasi motorik dan diskinesia sangat tergantung terhadap dosis dan durasi
pemberian terapi levodopa, sebagian besar parkinsonologist menganjurkan strategi
terapi dengan menunda onset terapi levodopa yang bertujuan untuk menunda
komplikasi motorik terapi levodopa.8
Terdapat beberapa jenis levodopa yang menginduksi diskinesia seperti peadose dyskinesias, biphasic dyskinesias dan wearing-off dyskinesias. Selain
dosis kumulatif dan durasi pemberian levodopa, terdapat beberapa faktor risiko
lainnya yang harus dipikirkan sebelum memulai terapi levodopa. Pada pasien
penyakit Parkinson berusia muda mudah untuk terjadi levodopa-induced dyskinesias.
Beberapa genetik penyakit Parkinson seperti PARK2 dan PARK8 juga dilaporkan
berisiko tinggi terkait komplikasi motorik akibat pemberian levodopa. Terdapat tiga
strategi untuk mengurangi risiko levodopa-induced dyskinesias:
1. Mengurangi dosis levodopa,
2. Penggunaan obat yang dapat mengatasi diskinesia,
3. Pembedahan
Beberapa obat, termasuk amantadine, telah dilaporkan dapat memperbaiki
levodopa-induced dyskinesias tanpa mengurangi dosis levodopa. Penambahan
COMT-inhibitor, MAO-I inhibitor atau inhibitor agonis dopamine digunakan sebagai
terapi komplikasi motorik akibat levodopa. Obat-obat dengan efek antidiskinetik
lainnya adalah clozapine, fluoxetine, propanolol, cannabinoid receptor agonist
nabilone, dan fipamezole. Beberapa obat antiepilepsi juga sedang dilakukan
investigasi karena efek potensialnya mengatasi levodopa-induced dyskinesias, seperti
Levetiracetam (Keppra) secara signifikan dapat mengurangi levodopa-induced
dyskinesias terkait MPTP.8
16
17
Dikutip (8)
b. MAO dan COMT Inhibitor
Strategi lain untuk memperpanjang respon dopamine adalah dengan inhibitor
COMT seperti entacapone (Comtan). Entacapone, karena waktu paruhnya yang
singkat, dibutuhkan pemberian (200 mg hingga 8 kali dalam sehari). Tolcapone
(Tasmar), inhibitor COMT lainnya, jarang digunakan karena efeknya menyebabkan
gagal hati fulminan akut.8
Secara teori inhibitor COMT memberikan keuntungan dibandingkan dengan
Sinemet CR, karena tidak menunda absorpsi levodopa dan, walaupun penggunaannya
dapat meningkatkan
konsentrasi plasma
18
Dikutip (8)
penyakit parkinson, oleh karena dapat mengoreksi kegiatan berlebihan dari sistem
kolinergik terhadap sistem dopaminergik yang mendasari penyakit parkinson. Ada
dua preparat antikolinergik yang banyak digunakan untuk penyakit parkinson, yaitu
thrihexyphenidyl (artane) dan benztropin (congentin). Preparat lainnya yang juga
termasuk golongan ini adalah biperidon (akineton) , orphenadrine (disipal) dan
procyclidine (kamadrin). Golongan anti kolinergik terutama untuk menghilangkan
gejala tremor dan efek samping yang dapat terjadi adalah kemunduran memori, mulut
kering dan urinary symptoms. 8
3. Bekerja pada Glutamatergik
19
Dikutip (8)
ancaman degenerasi akibat nekrosis atau apoptosis. Termasuk dalam kelompok ini
adalah :
a. Neurotropik faktor, yaitu dapat bertindak sebagai pelindung neuron terhadap
kerusakan dan meningkatkan pertumbuhan dan fungsi neuron . Termasuk dalam
kelompok ini adalah BDNF (brain derived neurotrophic factor), NT 4/5
20
21
dan dapat dikerjakan secara bilateral untuk memperbaiki gejala. Target yang biasa
dicapai pada pasien Parkinson adalah thalamus (Vim nucleus), subthalamic
nucleus (STN), dan globus palidus internus (GPi). Perbaikan secara keseluruhan
dari activity daily living dan skor motorik UPDRS pada pasien off medication/on
stimulation membaik sebesar 50% dibandingkan sebelum pembedahan. Beberapa
faktor yang berkontribusi terhadap hasil akhir DBS adalah indikasi dan seleksi
pasien, ketepatan dalam target bedah, stimulasi program dan tatalaksana
medikamentosa. Komplikasi yang paling sering terjadi dalam jangka panjang
(terutama pada subthalamic nucleus) yaitu apraksia kelopak mata, disartria atau
hipofonia, gangguan cara berjalan, instabilitas postural, penambahan berat badan
dan penurunan kefasihan bicara.9
Gambar 6. Algoritma Tatalaksana Penyakit Parkinson
2.8 Prognosis
Tingkat progresivitas penyakit parkinson bervariasi antara individu. Penyakit
parkinson sendiri bersifat tidak fatal. Penyebab kematian
Dikutip (8)
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Rao S S, Hofmann L A dan Shakil A. 2006. Parkinsons Disease : Diagnosis and
Treatment. The American Family Physician : Texas
2. The National Collaborating Centre for Chronic Conditions. 2006. Parkinsons
Disease. Royal College of Physicians : London
3. Pahwa R dan Lyons K. 2010. Early Diagnosis of Parkinsons Disease :
Recommendations From Diagnostic Clinical Guidelines. American Journal of
Managed Care p.94-99
4. R. Bhidayasiri dan D. Tarsy. 2012. Movement Disorders: A Video Atlas,
Current Clinical Neurology, Chapter 2: Parkinsons Disease : Hoehn and Yahr
Scale. Springer Science : New York
5. The We Move Clinicians Guide.2006. Unified PR Rating Scale.
6. Niranjan R. 2014. The Role of Inflammatory and Oxidative Stress Mechanisms
in the Pathogenesis of Parkinsons Disease: Focus on Astrocytes. New York :
23
Springer
7. A National Clinical Guideline. 2010. Diagnosis and Pharmacological
Management of Parkinsons Disease. Scottish Intercollegiate Guidelines
Network : London
8. Jankovic J dan Aguilar L G. 2008. Current Approaches To The Treatment of
Parkinsons Disease. Texas : Neurophysichiatric Disease and Treatment.
9. Parkinson Society Canada. 2012. Canadian Guidelines on Parkinsons Disease.
The Canadian Journal OF Neurological Sciences Vol.39 Number 4.
10. Blochberger A. 2011. Parkinsons Disease Clinical Features and Diagnosis. UK:
PJ Online p.361
24