Professional Documents
Culture Documents
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan karunia dan nikmat bagi umatNya. Alhamdulillah makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini
disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah PATOLOGI dengan judul TAHAP
KEMATIAN SEL Karena terbatasnya ilmu yang dimiliki oleh kelompok kami, maka
makalah ini jauh dari sempurna. Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat
kelompok kami harapkan.
Kelompok kami menyadari bahwa tugas makalah ini tidak akan dapat diselesaikan
tanpa adanya bantuan dari beberapa pihak. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.
Kelompok 3
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...........................................................................................................................i
Daftar Isi....................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................................1
1.3 Tujuan..................................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Kematian Sel......................................................................................................................4
2.2 Apoptosis...........................................................................5
2.3 Peran dan Fungsi Apoptosis..............................................................................................6
2.4 Penyebab Apoptosis .........................................................................................................7
2.5 Mekanisme Apoptosis ......................................................................................................8
2.6 Pengendalian dan Mengenali Apoptosis...........................................................................15
2.7 Nekrosis............................................................................................................................18
2.8 Macam-Macam Nekrosis.................................................................................................19
2.9 Penyebab Nekrosis...........................................................................................................22
2.10 Mekanisme Nekrosis............................................................................................................23
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan........................................................................................................................25
3.2 Saran..................................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................26
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Patologi merupakan ilmu pengetahuan tentang keadaan struktural dan fungsional yang
menyebabkan penyakit pada manusia. Empat aspek dalam proses penyakit yang membentuk
inti patologi adalah (Robbins & Cotran, 2008) :
Penyebab penyakit (etiologi)
Mekanisme terjadinya penyakit (patogenesis)
Perubahan struktural yang ditimbulkan oleh penyakit di dalam sel dan jaringan
(perubahan morfologi)
Konsekuensi fungsional perubahan morfologi tersebut (makna klinis)
Sel normal memerlukan keseimbangan antara kebutuhan fisiologik dan keterbatasanketerbatasan struktural sel dan kemampuan metabolik, hasilnya adalah hasil yang terusn
seimbang atau homeostasis. Keadaan fungsional sel dapat berubah ketika bereaksi terhadap
stress yang ringan untuk mempertahankan keadaan yang seimbang. Konsep keadaaan normal
bervariasi :
1. Setiap orang berbeda satu dengan yang lain karena perbedaan susunan genetik
2. Setiap orang memiliki perbedaan dalam pengalaman hidup dan interaksinya dengan
lingkungan
3. Pada tiap individu terdapat perbedaan parameter fisiologi karena adanya pengendalian
dalam fungsi mekanisme
1.2
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Rumusan Masalah
Apakah yang dimaksud dengan Kematian Sel?
Apakah yang dimaksud dengan Apoptosis?
Apakah penyebab dari Apoptosis?
Bagaimanakah Mekanisme Apoptosis itu?
Apakah yang dimaksud dengan Nekrosis?
Apa saja macam-macam Nekrosis?
Apakah penyebab dari Nekrosis?
Bagaimanakah Mekanisme Nekrosis itu?
1.3
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Tujuan
Untuk mengetahui apa itu Kematian Sel
Untuk mengetahui apa itu Apoptosis
Untuk mengetahui Penyebab Apoptosis
Untuk mengetahui Mekanisme Apoptosis
Untuk mengetahui apa itu Nekrosis
Untuk mengetahui macam-macam Nekrosis
Untuk mengetahui Penyebab Nekrosis
Untuk mengetahui Mekanisme Nekrosis
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kematian Sel
Secara biologi, tubuh kita terdiri dari organ-organ. Organ tersusun atas jaringanjaringan yang memiliki fungsi unik. Jaringan terbentuk oleh gabungan ribuan bahkan jutaan
sel. Sel adalah bagian terkecil dari makhluk hidup yang mampu beraktivitas hidup. Seperti
halnya barang-barang electronic misalnya laptop, chip, semakin kecil maka semakin rumit
pembuatannya dan harganya juga semakin mahal. Begitu pula sel, semakin kecil semakin
banyak keajaiban yang bikin takjub. Bagaimana sel-sel bekerja sama untuk menjalankan
suatu tugas. Bagaimana teraturnya kerja sel, satu saja komponen tak berjalan baik satu
rangkaian tugas tak terjadi. Salah satu fenomena yang sangat menarik adalah kematian atau
bunuh diri sel. Setiap harinya miliaran sel tubuh kita mematikan dirinya sendiri.
Kematian sel merupakan peristiwa penting dalam perkembangan dan pertumbuhan
homeostasis dan jaringan organisme multiseluler. Proses kematian sel fisiologis berlangsung
dalam mengembangkan sistem dan dalam jaringan dewasa, dan juga dalam beberapa proses
proliferasi abnormal seperti tumor.
Nekrosis adalah kematian area terbatas dari jaringan tumbuhan atau hewan sebagai
akibat dari agen luar; kematian alami jaringan disebut nekrobiosis. Nekrosis dapat mengikuti
berbagai luka, baik fisik (luka sayat, luka bakar, memar) dan biologis (efek dari agen
penyebab penyakit). Tanda nekrosis kematian jaringan-disebut lesi; sering menjadi salah satu
nilai diagnostik kesehatan. Nekrosis yang disebabkan oleh enzim intraseluler yang diaktifkan
setelah cedera dan melanjutkan untuk menghancurkan sel-sel yang rusak.
Apoptosis adalah kematian sel per sel, sedangkan nekrosis melibatkan sekelompok
sel. Membran sel yang mengalami apoptosis akan mengalami penonjolan-penonjolan ke luar
tanpa disertai hilangnya integritas membran. Sedangkan sel yang mengalami nekrosis
mengalami kehilangan integritas membran. Sel yang mengalami apoptosis terlihat menciut,
dan akan membentuk badan apoptosis. Sedangkan sel yang mengalami nekrosis akan terlihat
membengkak untuk kemudian mengalami lisis. Sel yang mengalami apoptosis lisosomnya
utuh, sedangkan sel yang mengalami nekrosis terjadi kebocoran lisosom. Dengan mikroskop
akan terlihat kromatin sel yang mengalami apoptosis terlihat bertambah kompak dan
membentuk massa padat yang uniform. Sedangkan sel yang mengalami nekrosis kromatinnya
bergerombol dan terjadi agregasi.
2.2. Apoptosis
Apoptosis adalah mekanisme kematian sel yang terprogram yang penting dalam
berbagai proses biologi. Berbeda dengan nekrosis, yang merupakan bentuk kematian sel
sebagai akibat sel yang terluka akut, apoptosis terjadi dalam proses yang diatur sedemikian
rupa yang secara umum memberi keuntungan selama siklus kehidupan suatu organisme
(Gambar 1). Contohnya adalah pada diferensiasi jari manusia selama perkembangan embrio
membutuhkan sel-sel di antara jari-jari untuk apoptosis sehingga jari-jari dapat terpisah.
Sejak awal tahun 1990, penelitian mengenai apoptosis berkembang dengan pesat.
Penelitian mengenai apoptosis dimulai dengan studi pada Caenorhabditis elegans. Cacing
dewasa memiliki 1000 sel, di mana selama perkembangannya ada 131 sel yang mati. Ada 2
bentuk mutasi ditemukan yaitu ced 3 dan ced 4. Sekuen ced 3 homolog dengan Interleukin
Converting Enzyme (ICE) yang dibutuhkan untuk aktivasi proteolitik dari prekursor
interleukin 1, di mana selama aktivasi ada hormon tertentu yang dilepaskan oleh sel imun
tertentu yang dapat memacu terjadinya inflamasi. Hal ini menunjukkan bahwa proteolisis
dibutuhkan untuk apoptosis.
tertentu
(misalnya;
Virus
EpsteinBarr
yang
bertanggung
jawab
terhadap
Signal intraseluler misalnya radiasi ionisasi, kerusakan karena oksidasi radikal bebas,
dan gangguan pada siklus sel.
Kedua jalur penginduksi tersebut bertemu di dalam sel, berubah menjadi famili
protein pengeksekusi utama yang dikenal sebagai caspase. Sel yang berbeda memberikan
respon yang berbeda terhadap penginduksi apoptosis. Misalnya sel splenic limfosit akan
mengalami apoptosis saat terpapar radiasi ionisasi, sedangkan sel myocyte tidak mengalami
apoptosis untuk pemaparan yang sama.
2) Regulator Molekuler dari Apoptosis
Signal kematian dihubungkan dengan pelaksanaan apoptosis oleh tahap integrasi atau
pengaturan. Pada tahap ini terdapat molekul regulator positif atau negatif yang dapat
menghambat, memacu, mencegah apoptosis sehingga menentukan apakah sel tetap hidup
atau mengalami apoptosis (mati).
Apoptosis diperantarai oleh famili protease yang disebut caspase, yang diaktifkan
melalui proteolisis dari bentuk prekursor inaktifnya (zymogen). Caspase merupakan
endoprotease yang memiliki sisi aktif Cys (C) dan membelah pada terminal C pada residu
Asp, oleh karena itu dikenal sebagai Caspases (Cys containing Asp specific protease).
Saat ini telah ditemukan 13 anggota famili caspases pada manusia. Beberapa anggota
famili caspase yang terlibat dalam apoptosis dibedakan menjadi 2 golongan. Golongan yang
pertama terdiri dari caspase 8, 9,10 yang mengandung prodomain yang panjang pada terminal
N, fungsinya sebagai inisiator dalam proses kematian sel. Golongan yang kedua terdiri dari
caspase 3, 6, 7 yang mengandung prodomain yang pendek dan berfungsi sebagai efektor,
membelah berbagai substrat yang mati yang pada akhirnya menyebabkan perubahan
morfologi dan biokimia yang tampak pada sel yang mengalami apoptosis. Molekul efektor
lain dalam apoptosis adalah Apaf-1 (apoptotic protease activating factor) bersama sitokrom c
mengambil procaspase 9 di ATP-dependent manner, dan menstimulasi proses perubahan
procaspase 9 menjadi caspase 9.
Regulator apoptosis yang lain adalah anggota famili Bcl-2. Saat ini ada 18 anggota
famili Bcl-2 yang telah diidentifikasi, dan dibagi ke dalam 3 grup berdasarkan strukturnya.
Anggota grup pertama diwakili oleh Bcl-2 dan Bcl-xL yang berfungsi sebagai anti-apoptosis.
Anggota grup kedua diwakili oleh Bax dan Bak (Bcl-2 associated killer), sebagaimana
anggota grup yang ketiga yaitu Bid (a novel BH3 domain-only death agonist) dan Bad (the
Bcl-2 associated death molecule), merupakan molekul pro-apoptosis (Gambar 2).
ICE (Interleukin Converting Enzim) secara normal tidak terlibat dalam apoptosis,
tetapi aktivasi tiruannya dalam sel mamalia, dapat mendorong ke arah tersebut. Masingmasing caspase mempunyai urutan yang sama, dirancang untuk membelah, maka menjadi
jelas caspase membelah satu sama lain dalam suatu jalur mekanisme pengaktifan.
Dua rangkaian caspase saling melibatkan. Yang satunya menginisiasi proses aktivasi
caspase lainnya. Pertanyaannya siapa yang mengaktifkan caspase yang pertama? Tampak
meragukan, sampai peneliti menemukan bahwa caspase dapat diaktifkan jika mereka
mengumpul pada konsentrasi kritik. Ini bisa terjadi oleh ikatan molekul signal bunuh diri di
permukaan sel. Perubahan konformasi reseptor dapat mendorong ke arah agregasi dari
molekul reseptor permukaan dengan serentak dengan agregasi caspases intraseluler reseptor
agregasi.
Target Caspase
Apoptosis melibatkan:
1. Memadatkan inti sel
2. Memadatkan dan membagi-bagi sitoplasma ke dalam selaput ikat badan apoptotis
3. Rusaknya kromosom ke dalam fragmen yang berisi berbagai nukleosom
Target protein pada umumnya harus protein lain, suatu DNA endonuklease. Ketika
protein target pecah, DNase bebas untuk berpindah tempat ke inti dan mulai pelaksanaan.
Perubahan dalam apoptosis terjadi ketika caspase 3 membelah gelsolin, suatu protein
dilibatkan dalam pemeliharaan morfologi sel. Gelsolin yang dibelahmembelah actin filamen
di dalam sel. Protein yang lain diperlukan untuk membentuk badan apopotic: suatu kinase
yang disebut p21-activated kinase 2 (PAK-2). Kinase ini diaktifkan oleh caspase-3 dengan
proteolisis terbatas.
3) Tahap Pelaksanaan Apoptosis
Sinyal apoptosis bisa terjadi secara intraseluler dan ekstraseluler. Jalur ekstrinsik
(ekstraseluler) diinisiasi melalui stimulasi dari reseptor kematian (death receptor) sedangkan
jalur intrinsik diinisiasi melalui pelepasan faktor signal dari mitokondria dalam sel.
Peristiwa apoptosis jalur ekstrinsik dimulai dari adanya pelepasan molekul signal
yang disebut ligan oleh sel lain tetapi bukan berasal dari sel yang akan mengalami apoptosis.
Ligan tersebut berikatan dengan death receptor yang terletak pada transmembran sel target
yang menginduksi apoptosis. Death receptor yang terletak di permukaan sel adalah famili
reseptor TNF (Tumor Necrosis Factor), yang meliputi TNF-R1, CD 95 (Fas), dan TNFRelated Apoptosis Inducing Ligan (TRAIL)-R1 dan R2.
Ligan yang berikatan dengan reseptor tersebut akan mengakibatkan caspase inisiator 8
setelah membentuk trimer dengan adaptor FADD (Fas Associeted Death Domain). Kompleks
yang terbentuk antara ligan-reseptor dan FADD disebut DISC (Death Inducing Signaling
Complex). CD 95, TRAIL-R1 dan R2 terikat dengan FADD, sedangkan TNF-R1 terikat
secara tidak langsung melalui molekul adaptor lain, yaitu : TNF-Reseptor Associeted Death
Domain protein (TRADD).
Stress mitokondria yang menginduksi apoptosis jalur intrinsik disebabkan oleh
senyawa kimia atau kehilangan faktor pertumbuhan, sehingga menyebabkan gangguan pada
mitokondria dan terjadi pelepasan sitokrom c dari intermembran mitokondria. Protein
capcase-8 akan memotong anggota famili Bcl-2 yaitu Bid. Kemudian Bid yang terpotong
pada bagian ujungnya akan menginduksi insersi Bax dalam membran mitokondria dan
melepaskan molekul proapoptotik seperti sitokrom c, Samc/Diablo, Apoptosis Inducing
Factor (AIF), dan omi/Htr2. dengan adanya dATP akan terbentuk kompleks antara sitokrom
c, APAF1 dan caspase 9 yang disebut apoptosom. Selanjutnya, capcase 9 akan mengaktifkan
downstream procaspase-3.
Protein caspase 3 yang aktif memecah berbagai macam substrat, diantaranya enzim
DNA repair seperti poly-ADP Ribose Polymerase (PARP) dan DNA protein kinase yaitu
protein struktural seluler dan nukleus, termasuk aparatus mitotik inti, lamina nukleus, dan
aktin serta endonuklease, seperti Caspase-Aktivated Deoxyribonuklease Inhibitor (ICAD)
dan konstituen seluler lainnya. Selain itu, caspase3 juga mempunyai kemampuan untuk
mengaktifkan caspese lainnya, seperti procaspase-6 dan procaspase-7 yang memberikan
amplifikasi terhadap kerusakan seluler.
Adanya seluler stres meningkatkan ekspresi dari protein p53 yang mengakibatkan
terjadinya GI arrest atau apoptosis. Anggota dari apoptosis Stimulating Protein p53 (ASPP)
yaitu ASPP 1 dan ASPP 2 secara spesifik menstimulasi fungsi transsktivasi p53 pada
promotor gen proapoptotik seperti Bax dan p53 Inducible Gene 3 (PIG 3), tapi tidak pada
promotor gen yang menyebabkan cell cycle arrest, yaitu p21 dan MDM2.
Tahapan apoptosis jalur ekstrinsik/deatch receptor pathway
Jalur ini khas pada sistem imun dan digunakan untuk menghilangkan sel T yang aktif
pada akhir dari respon imun. Jalur ini terutama diperantarai oleh perforin / granzyme. Tahaptahap apoptosis dalam death receptor pathway :
1. Ikatan antara FasL, suatu TNF (Tumor Necrosis Factor) dengan reseptornya.
TNF adalah molekul penginduksi interseluler yang berupa asam amino-157,
dihasilkan terutama oleh makrofag yang teraktivasi, merupakan mediator apoptosis
ekstrinsik utama. Ada 2 macam reseptor untuk TNF yaitu TNFR-1 dan TNFR-2. TNF
yang berikatan dengan TNFR-1 yang dapat menginisiasi jalur aktivasi caspase. Fas
(Apo-1 atau CD 95) adalah reseptor untuk signal apoptosis ekstrinsik lain pada
membran sel, dan termasuk famili reseptor TNF. FasL (Fas ligan) adalah protein yang
berikatan dengan Fas untuk mengaktifkan jalur Fas. Fas merupakan protein
transmembran yang juga termasuk famili TNF.
3. Pengikatan FADD (Fas associated death domain protein) pada domain kematian
(death domain).
4. DED (death effector domain) dari FADD mengikat pro-caspase 8. Kompleks yang
terbentuk disebut DISC (death-inducing signaling complex), kompleks ini
5.
mengaktivasi pro-caspase 8.
Caspase 8 yang teraktivasi (heterotetramer) dilepaskan dari DISC ke sitoplasma.
Caspase 8 termasuk caspase inisiator yang akan mengaktivasi caspase eksekutor
terutama melalui pro-caspase 3
Mitocondrial Pathway
Riset mengindikasi keterlibatan mitokondria dalam jalur apoptotis. Sitokrom c, suatu
heme protein yang bertindak sebagai suatu pembawa elektron dalam fosforilasi oksidasi
mitokondria, pemberhenti elektron cytochrome C oxidase atau kompleks IV, keluar
intermembran dan mengikat protein sitoplasmik yang disebut Apaf-1. Yang kemudian
mengaktikan suatu inisiator caspase-9 di sitoplasma.
Protein ini keluar mitokondria setelah perubahan potensiasi eletrokimia di membran.
Perubahan potensial menyebabkan terbukanya suatu kanal yang nonspesifik dalam membran
yang permeabel, terdiri atas dua protein selaput bagian dalam (adenine nucleotide
translocator-ANT) dan suatu protein bagian luar (porin,yang voltage-gated-kanal anion
VDAC). Protein ini bertindak bersama-sama, kemungkinan pada sisi luar dan sisi dalam
terjadi kontak. Saluran ini dapat dilewati zat yang memiliki bobot molekular kurang dari
1500. Perubahan gradien proton menyebabkan oksidasi dan foforilasi di mitokondria
perubahan kekuatan ion menyebabkan pembekakan matriks. Karena sisi bagian dalam sangat
kusut dan memilki luas permukaan jauh lebih besar dibanding selaput yang luar, bengkak
pada matriks mengarah rusaknya sisi luar, sehingga sitokrom c dan Apaf-1 keluar masuk
sitoplasma.
Jalur ini biasa diaktifkan dalam respon stimulus letal yang lain seperti pengrusakan
DNA, stress oksidatif, dan hipoksia. Mitokondria mengandung faktor pro-apoptosis seperti
sitokrom c dan AIF (apoptosis inducing factors). Keduanya merupakan substrat yang
berbahaya, akan tetapi tersimpan aman dalam mitokondria. Saat keduanya dilepaskan ke
sitoplasma dapat mengaktifkan jalur aktivasi caspase. Pelepasannya diatur oleh famili Bcl-2
yang terikat dengan mitokondria, yaitu Bax dan Bad.
Sitokrom c dalah protein heme yang berperan sebagai pembawa elektron yang larut
dalam air dalam fosforilasi oksidatif mitokondria. Bila terjadi kumparan elektron melalui
sitokrom c oxidase atau kompleks IV, adanya perubahan kekuatan ion menyebabkan
gelombang matriks. Saat membran dalam mitokondria memiliki permukaan yang lebih luas
dibanding membran luar maka gelombang matriks menyebabkan nonspecific inner
membrane permeability transition pore terbuka sehingga sitokrom c keluar ke sitoplasma.
Sitokrom c yang keluar ke sitoplasma kemudian berikatan dengan Apaf-1 membentuk CARD
(Caspase Recruitment domain). Beberapa CARD bergabung membentuk kompleks
apoptosome kemudian mengikat pro-caspase 9 dan mengaktivasinya menjadi caspase 9
(caspase inisiator). Caspase 9 ini akan mengaktivasi procaspase-3 menjadi caspase 3 yang
merupakan caspase efektor yang melaksanakan apoptosis.
Caspase memecah protein menyebabkan inti sel pecah. Protein yang merupakan target
caspase biasanya terikat dengan protein lain, yaitu sebuah DNA endonuklease. Saat protein
pecah, DNase bebas bermigrasi ke nukleus dan memecahnya. Perubahan membran terjadi
saat caspase 3 memecah gelsolin, suatu protein yang terlibat dalam pemeliharaan morfologi
sel. Gelsolin yang terpecah akan membelah filamen aktin di dalam sel. Caspase 3 juga
mengaktivasi kinase yang disebut p21-activated kinase 2 (PAK 2) melalui proteolisis. PAK2
termasuk protein yang dibutuhkan dalam membentuk apoptotic body.
Selama apoptosis mitokondria mengalami perubahan yang disebabkan oleh :
a. Gangguan oksidasi-fosforilasi dan transport elektron karena radiasi dan adanya
second messenger tertentu seperti ceramide.
b. Perubahan dalam potensial redoks sel dan turunan Reactive Oxygen Species (ROS).
c. Kerusakan DNA.
d. Kerusakan DNA memacu ekspresi protein yang dikenal sebagai p53. protein ini
menyebabkan penghambatan pembelahan sel atau apoptosis, dimana keduanya akan
mnjaga sel dari menjadi sel tumor. Oleh karena itu gen p53 adalah gen tumor
suppressor.
e. Peningkatan ion Ca2+ intraseluler melalui tranduksi signal.
Death Receptor Pathway dan Mitocondrial Pathway bertemu saat caspase inisiator
(caspase 8, 9, 10) menghasilkan aktivasi caspase efektor (caspase 3, 6, 7).
4) Tahap Fagositosis
Sel yang terfragmentasi menjadi apoptotic body mengeluarkan signal eat me yang
dikenali oleh fagosit. Ada 2 macam fagosit, yaitu :
Adanya sel-sel fagosit ini dapat menjamin tidak timbulnya respon inflamasi setelah
terjadinya apoptosis.
Sel fagosit juga harus dihilangkan setelah aktif bekerja. Sel imun aktif mulai
mengekspresikan Fas beberapa hari setelah aktivasi, mentargetkannya untuk eliminasi.
Beberapa sel yang stress dapat mengekspresikan Fas dan FasL lalu digunakan untuk bunuh
diri. Akan tetapi sebagian besar hanya dapat mengekspresikan Fas, sedangkan FasL
diekspresikan terutama oleh sel T aktif.
Penginduksi apoptosis dikategorikan dalam 3 grup, yaitu faktor kematian, obat antikanker yang genotoksik, factor deprivation. Fas ligan, salah satu contoh faktor kematian,
berikatan dengan reseptor Fas, menyebabkan trimerisasi. Domain kematian yang mengalami
trimerisasi dalam sitoplasma mengikat pro-caspase 8 melalui FADD/MORT1 membentuk
DISC. Pro-caspase 8 mengalami autoaktivasi pada DISC menjadi bentuk enzim yang aktif.
Ada 2 jalur aktivasi caspase 3 melalui caspase 8 :
Apoptosis yang diinduksi oleh factor deprivation dapat dipelajari dengan baik
menggunakan IL-3 dependent myeloid cell lines. Dengan keberadaan IL-3, signal dari
reseptor IL-3 menyebabkan fosforilasi Bad, molekul pro-apoptosis famili Bcl-2. Bad yang
terfosforilasi tertangkap oleh adaptor 14-3-3. Bila IL-3 sudah tidak ada lagi maka Bad yang
tak terfosforilasi dilepaskan dari 14-3-3, lalu ditranslokasikan ke mitokondria untuk
melepaskan sitokrom c untuk mengaktifkan caspase 9.
2.6 Pengendalian dan Mengenali Apoptosis
Pengendalian Apoptosis
Haruslah jelas sel menjaga kontrol caspases. Dua spesies untuk menginhibisi
apoptosis adalah protein mitochondrial Bcl-2 dan Bcl-xL, yang dapat menghalangi pelepasan
sitokrom c dari mitokondria. Protein keluarga Bcl mempunyai suatu gugus hidrofob dan
terikat di sisi luar permukaan mitokondria dan organel lain seperti inti dan retikulum
endoplasma. Protein ini mampu membentuk kanal ion di liposom.
Sejauh ini 15 anggota keluarga ini (ced-9 yang dihubungkan dengan C. elegans) telah
ditemukan di manusia. Bcl-2 dapat juga mengikat Apaf-1 dan menghalangi pengaktifan
inisiasi caspase 9. Bcl-2 diatur oleh perubahan ekspresi gen Bcl-2, dengan post-translational
fosforilasi oleh kinase, atau oleh pecahnya caspase. Kelebihan ekpresi Bcl-2 dapat
menyebabkan suatu sel menjadi suatu sel tumor. Anggota lain keluarga, BAX dan BAD yang
mengikat mitokondria dan memfasilitasi apoptosis dengan menstimulasi pelepasan sitokrom
C. Sebagai tambahan, protein lain yang disebut IAPS (inhibitor of apoptosis) dapat
menghalangi caspase atau protein apoptotis lainnya.
2.7 Nekrosis
Nekrosis merupakan salah satu pola dasar kematian sel. Nekrosis terjadi setelah suplai
darah hilang atau setelah terpajan toksin dan ditandai dengan pembengkakan sel, denaturasi
protein dan kerusakan organel. Hal ini dapat menyebabkan disfungsi berat jaringan (Kumar;
Cotran & Robbins, 2007). Nekrosis adalah kematian sel dan kematian jaringan pada tubuh
yang hidup. Nekrosis dapat dikenali karena sel atau jaringan menunjukkan perubahanperubahan tertentu baik secara makroskopis maupun mikroskopis.
Secara makroskopis jaringan nekrotik akan tampak keruh (opaque), tidak cerah lagi,
berwarna putih abu-abu. Sedangkan secara mikroskopis, jaringan nekrotik seluruhnya
berwarna kemerahan, tidak mengambil zat warna hematoksilin, sering pucat (Pringgoutomo,
2002). Gambaran morfologik nekrosis merupakan hasil dari digesti enzimatik dan denaturasi
protein yang terjadi secara bersamaan. Digesti enzimatik oleh enzim hidrolitik dapat berasal
dari sel itu sendiri (autolisis) dapat juga berasal dari lisosom sel radang penginvasi
(heterolisis) (Kumar; Cotran & Robbins, 2007). Pada nekrosis, perubahan terutama terletak
pada inti. Memiliki tiga pola, yaitu (Lestari, 2011):
1. Piknosis Yaitu pengerutan inti, merupakan homogenisasi sitoplasma dan peningkatan
eosinofil, DNA berkondensasi menjadi massa yang melisut padat.
2. Karioreksis Inti terfragmentasi (terbagi atas fragmen-fragmen) yang piknotik.
3. Kariolisis Pemudaran kromatin basofil akibat aktivitas DNAse.
2.8 Macam-macam nekrosis
1. Nekrosis koagulatif
Terjadi akibat hilangnya secara mendadak fungsi sel yang disebabkan oleh hambatan
kerja sebagian besar enzim. Enzim sitoplasmik hidrolitik juga dihambat sehingga tidak terjadi
penghancuran sel (proses autolisis minimal). Akibatnya struktur jaringan yang mati masih
dipertahankan, terutama pada tahap awal (Sarjadi, 2003).
Terjadi pada nekrosis iskemik akibat putusnya perbekalan darah. Daerah yang terkena
menjadi padat, pucat dikelilingi oleh daerah yang hemoragik. Mikroskopik tampak inti-inti
yang piknotik. Sesudah beberapa hari sisa-sisa inti menghilang, sitoplasma tampak berbutir,
berwarna merah tua. Sampai beberapa minggu rangka sel masih dapat dilihat (Pringgoutomo,
2002). Contoh utama pada nekrosis koagulatif adalah infark ginjal dengan keadaan sel yang
tidak berinti, terkoagulasi dan asidofilik menetap sampai beberapa minggu (Kumar; Cotran
& Robbins, 2007).
Terjadi akibat trauma hebat pada daerah atau jaringan yang banyak mengandung
lemak (Sarjadi, 2003).
b. Nekrosis lemak enzimatik
Merupakan komplikasi dari pankreatitis akut hemorhagika, yang mengenai sel
lemak di sekitar pankreas, omentum, sekitar dinding rongga abdomen. Lipolisis
disebabkan oleh kerja lypolytic dan proteolytic pancreatic enzymes yang dilepas
oleh sel pankreas yang rusak (Sarjadi, 2003). Aktivasi enzim pankreatik mencairkan
membran sel lemak dan menghidrolisis ester trigliserida yang terkandung didalamnya.
Asam lemak yang dilepaskan bercampur dengan kalsium yang menghasilkan area
putih seperti kapur (makroskopik) (Kumar; Cotran & Robbins, 2007).
menyebabkan nekrosis
(Pringgoutomo, 2002).
5. Hipersensitivitas
Hipersensitivitas (kerentanan) pada seorang individu berbeda-beda. Kerentanan ini
dapat timbul secara genetik maupun didapat (acquired) dan menimbulkan reaksi imunologik
kemudian berakhir pada nekrosis. Sebagai contoh, seseorang yang hipersensitif terhadap obat
sulfat ketika mengonsumsi obat sulfat dapat timbul nekrosis pada epitel tubulus ginjal
(Pringgoutomo, 2002).
2.10 Mekanisme Nekrosis
Seperti yang dijelaskan sejak awal, nekrosis merupakan kematian sel akibat cedera
(jejas) yang bersifat irreversible. Ketika sel mengalami gangguan, maka sel akan berusaha
beradaptasi dengan jalan hipertrofi, hiperplasia, atrofi, dan metaplasia supaya dapat
mengembalikan keseimbangan tubuh. Namun, ketika sel tidak mampu untuk beradaptasi, sel
tersebut akan mengalami jejas atau cedera. Jejas tersebut dapat kembali dalam keadaan
normal, apabila penyebab jejas hilang (reversible). Tetapi ketika jejas tersebut berlangsung
secara kontinu, maka akan terjadi jejas yang bersifat irreversible (tidak bisa kembali normal)
dan selanjutnya akan terjadi kematian sel (Kumar; Cotran &Robbins, 2007).
2. Deprivasi oksigen
Kekurangan oksigen mendasari patogenesis jejas sel pada iskemia.
3.Hilangnya homeostasis kalsium
Kalsium bebas sitosol normalnya dipertahankan oleh transpor kalsium yang
bergantung pada ATP. Iskemia atau toksin menyebabkan masuknya kalsium ekstrasel diikuti
pelepasan kalsium dari deposit intrasel. Peningkatan kalsium sitosol akan mengaktivasi
fosfolipase (pencetus kerusakan membran), 10 protease (katabolisator protein membran dan
struktural), ATPase (mempercepat deplesi ATP), dan endonuklease (pemecah materi genetik).
4.Defek permeabilitas membran plasma
Membran plasma dapat langsung dirusak oleh toksin bakteri, virus, komponen
komplemen, limfosit sitolitik, agen fisik maupun kimiawi. Perubahan permeabilitas membran
dapat juga disebabkan oleh hilangnya sintesis ATP atau aktivasi fosfolipase yang dimediasi
kalsium.
5.Kerusakan mitokondria
Peningkatan kalsium sitosol, stress oksidatif intrasel dan produk pemecahan lipid
menyebabkan pembentukan saluran membran mitokondria interna dengan kemampuan
konduksi yang tinggi. Pori nonselektif ini memungkinkan gradien proton melintasi membran
mitokondria sehingga mencegah pembentukan ATP.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kematian sel merupakan hasil dari cedera sel dan kejadian paling krusial pada
perjalanan penyakit di jaringan atau organ.
Pola utama kematian sel :
1. Apoptosis
Kematian sel yang terjadi akibat adanya aktivasi program bunuh diri yang
dikontrol secara internal. Apoptosis dirancang untuk menghilangkan sel-sel yang tak
dibutuhkan selama proses embriogenesis dan proses fisioligis lain. Juga terjadi pada
kondisi patologis tertentu terutama jika terjadi kerusakan pada DNA yang terdapat
pada nukleus, sehingga sel sudah tidak dapat diperbaiki atau normal.
2. Nekrosis
Nekrosis merupakan kematian sel yang disebabkan karena jejas irreversible.
Faktor pemicu nekrosis dapar berupa iskemia, agen biologik, agen fisik, agen kimia,
dan juga hipersensitivitas (kerentanan). Perubahan yang mencolok terutama terlihat
pada inti sel yang mengalami piknosis, karioreksis, serta kariolisis. Apabila dalam
sediaan histologic tampak gambaran inti piknotik, karioreksis, dan kariolisis, maka
sel tersebut dikatakan mengalami nekrosis (kematian sel).
3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini diharap pembaca dapat memahami penjelasan di
dalamnya sehingga dapat diterapkan, guna pemaksimalan pemahaman mengenai
tahap kematian sel
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: Buku Saku. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Kumar, Vinay; Ramzi S. Cotran; Stanley L Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins,
Ed.7, Vol.1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Lestari, Ajeng S.P. dan Agus Mulyono. 2011. Analisis Citra Ginjal untuk Identifikasi Sel
Psikonosis dan Sel Nekrosis. Jurnal Neutrino Vol.4, No.1, p:48-66.
Pringgoutomo, S.; S. Himawan; A. Tjarta. 2002. Buku Ajar Patologi I. Jakarta: Sagung Seto.
Robbins & Cotran., 2009. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit (ed.7). Mitchell, R.N.,
Kumar,V., Abbas, A.K., Fausto, N (editor). Jakarta: EGC.
Sarjadi. 2003. Patologi Umum. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.