You are on page 1of 21

LAPORAN KASUS

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RS HUSADA

Disusun Oleh:
Martiana Helena
11 2015 011
Pembimbing :
Dr. Frieda Hartono, Sp.A
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
RS Husada Periode 19/1026/12/2015
Fakultas Kedokteran UKRIDA JAKARTA

Topik

: Kejang Demam Sederhana ec Bronkitis Akut

Nama

: Martiana Helena

NIM

: 11 2015 011

Dokter Pembimbing : dr. Frieda Hartono, Sp.A


I. IDENTITAS PASIEN
Nama

: An. AA

Umur

: 1 tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Jl. Kartini 8C No. 10 RT 009/04 Sawah Besar Jakarta Pusat

Agama

: Islam

Suku bangsa

: Indonesia

Tanggal masuk RS

: 20 Oktober 2015
1

II. IDENTITAS ORANG TUA


Ayah

Ibu

Nama

: Tn. S

Nama

: Ny. T

Umur

: 33 tahun

Umur

: 31 tahun

Pendidikan

: SLTA

Pekerjaan

: Pegawai swasta

Pendidikan

: SLTA

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

III. ANAMNESIS
Aloanamnesis dengan ibu pasien pada tanggal 20 Oktober 2015
Keluhan Utama

: Kejang beberapa jam sebelum masuk rumah sakit Husada

Keluhan Tambahan : Panas tinggi beberapa jam SMRS, muntah 2 kali, batuk dan pilek.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Satu minggu sebelum masuk RS Husada, pasien batuk dan pilek. Ibu pasien sudah
memberikan obat, keluhan batuk pilek sempat berkurang beberapa hari namun kambuh
kembali. Ibu pasien mengatakan batuk disertai dahak berwarna putih. Pasien juga sempat
muntah setelah batuk, muntah berisi air dan sedikit dahak.
Beberapa jam sebelum masuk rumah sakit, pasien demam tinggi namun demam
tidak sempat diukur oleh ibu pasien. Ibu pasien sempat memberikan obat namun
demamnya tidak turun. Beberapa saat kemudian pasien kejang-kejang. Saat kejang, mata
mendelik ke atas, tangan dan kaki bergerak, dan setelah kejang pasien menangis. Kejang
berlangsung selama kurang lebih 5 menit. Ibu pasien mengaku ini adalah pertama kalinya
pasien mengalami kejang. Riwayat kejang demam di keluarga disangkal. Ibu pasien
mengatakan bahwa pasien tampak lemas, karena sudah seminggu ini nafsu makannya
menurun.
Riwayat Penyakit Dahulu

Kejang, epilepsi, sakit paru, dan alergi obat disangkal.


Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga pasien yang pernah kejang, tidak ada riwayat epilepsi,
darah tinggi, diabetes mellitus, dan alergi.
Riwayat Kehamilan dan Kelahiran :
Kehamilan
2

Perawatan antenatal : Teratur


Penyakit kehamilan

: Tidak ada

Kelahiran
Tempat kelahiran

: Rumah sakit

Penolong persalinan : Dokter


Cara persalinan

: Spontan

Masa gestasi

: 9 bulan

Keadaan bayi

Berat badan lahir

: 3200 gram

Panjang badan lahir

: 45,0 cm

Lingkar kepala

: Ibu pasien lupa

Langsung menangis : Ya
Pucat

: (-)

Ikterik

: (-)

Kejang

: (-)

Nilai APGAR

: Ibu pasien tidak tahu nilai APGAR. Ibu pasien

mengatakan bayinya langsung menangis, suara nyaring, kulit kemerahan dan


bergerak aktif
Kelainan bawaan

: Tidak ada

Kesan : Neonatus cukup bulan, sesuai masa kehamilan.


Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan :
Usia
Berat badan
Lahir
3200 g
1 tahun
10 kg
Kesan: Riwayat pertumbuhan tidak dapat dinilai karena data tidak lengkap

Kurva Lubchenko
Kesan : Neonatus cukup bulan sesuai masa kehamilan (NCB-SMK)
Berat Badan Lahir terletak di antara persentil 75 dan 90
Pertumbuhan gigi pertama

: 7 bulan

Motor Kasar
Tengkurap

: 3 bulan

Duduk

: 7 bulan

Merangkak : 7 bulan
Berdiri

: 9 bulan

Berjalan

: 12 bulan

Mengoceh

: 4 bulan

Motor Halus
Memegang benda

: 4 bulan

Memindah benda

: belum

Sosial
Gosok gigi tanpa bantuan

: belum

Mengenal orang lain

: 12 bulan

Menyebut nama teman

: belum

Cuci dan mengeringkan tangan

: belum

Gangguan perkembangan mental / emosi

: Tidak ada
4

Kesan : Pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai usianya.


Riwayat Imunisasi

Program Pengembangan Imunisasi (PPI) / Diwajibkan


Imunisasi
0
BCG
DPT
Polio
Hepatitis B
Campak
Kesan

I
I

2
I
I
II

Waktu Pemberian
Bulan
4
5
6
9
12
II
III

III
IV
III

II

: Imunisasi dasar lengkap.


:
Nas

Usia
ASI
Ad

Susu

Bubur

Formula

Saring

0 6

on

bulan

demand
Ad

Bubur

Nasi+lauk

Apel/pisang/pepaya

Tim

libitum
67

on

bulan

demand
Ad

8 bulan

libitum

3x/hari

12

on

porsi

bulan

demand

3x/hari
-

Susu

1x/hari

porsi kecil

Apel/pisang/pepaya
1x/hari

120 cc

Apel/pisang/pepaya
1x/hari

diberikan
2 kali

sedang

formula

Buah

libitum

12 bulan

Booster (tahun)
5
6
12

Riwayat Makanan

(bulan)

18

Kesan : Kualitas dan kuantitas makanan cukup.

3x/hari

Data Keluarga
Perkawinan keKeadaan kesehatan
Konsanguinitas

Ayah
1
Sehat
Tidak ada

Ibu
1
Sehat
Tidak ada

FAMILYS TREE

Riwayat penyakit dalam keluarga :


Anggota keluarga lainnya tidak menderita penyakit darah hipertensi, diabetes
mellitus, dan tuberkulosis. Saat ini anggota keluarga tidak ada yang menderita sakit seperti
ini. Riwayat penyakit epilepsi tidak didapatkan di dalam keluarga.
Data perumahan
Kepemilikan rumah

: Rumah milik sendiri

Keadaan rumah

: Satu rumah ditinggali oleh 4 orang. Luas bangunan 9 m x


15 m dengan 4 kamar tidur. Cahaya matahari dapat masuk
langsung ke dalam ruang tamu dan sebagian kecil kamar
tidur. Ventilasinya terdiri dari 2 jendela di setiap ruangan.
Rumah memiliki 1 buah pintu masuk. Penerangan rumah
terdiri dari 7 buah lampu.

Keadaan lingkungan : Saluran air (selokan) di depan rumah tertutup, tidak berbau,
alirannya lancar, dan sering dibersihkan.
Kesan: Keadaan rumah dan lingkungan sekitar rumah baik.
IV. PEMERIKSAAN FISIK
6

Tanggal 20 Oktober 2015


Status Generalis

Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis

Tanda vital

: Frekuensi nadi

: 100 x / menit

Suhu

: 39,2 0C

Frekuensi napas

: 30 x / menit

Pemeriksaan Antropometri dan Pemeriksaan Sistematis

Berat badan

: 10 kg

Tinggi badan

: tidak diukur

Kepala : Bentuk normal ; rambut hitam terdistribusi merata, tidak mudah


dicabut, tidak mudah patah.

Mata : Bentuk normal, palpebra superior et inferior tidak cekung,


kedudukan bola mata dan alis mata simetris, konjungtiva pucat,
sklera tidak ikterik, kornea jernih, pupil bulat dan isokor, diameter
3 mm, refleks cahaya +/+.

Telinga : Bentuk normal, liang telinga lapang, sekret tidak ada, membran
timpani utuh.

Hidung : Bentuk normal, deviasi septum tidak ada, ada sekret sedikit

Mulut : Bentuk normal, lidah tidak putih, bibir tidak kering, perioral
cyanosis tidak ada, faring hiperemis, tonsil tidak membesar.

Leher : Bentuk normal, kelenjar getah bening tidak teraba membesar, kaku
kuduk tidak ada.

Thorax
Paru-paru
- Inspeksi

: Tampak simetris dalam keadaan diam dan pergerakan napas

- Palpasi

: Tidak nyeri tekan di kedua lapang paru

- Perkusi

: Sonor pada kedua lapang paru

- Auskultasi

: Suara napas ronki basah kasar +/+

Jantung
- Inspeksi

: Tidak tampak pulsasi iktus kordis

- Palpasi

: Teraba pulsasi iktus kordis di sela iga V garis midklavikula


7

kiri

- Perkusi

: Batas jantung dalam batas normal

- Auskultasi

: Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
- Inspeksi

: Tampak datar

- Palpasi

: Tidak ada nyeri tekan, tidak teraba pembesaran organ

- Perkusi

: Timpani

- Auskultasi

: Bising usus (+) normal

Genitalia eksterna : Laki-laki, fimosis (-), tanda-tanda radang (-)

Anus dan rektum : Benjolan (-), fisura (-), tidak tampak kelainan dari luar

Ekstremitas

: Ekstremitas superior et inferior dextra et sinistra tidak ada


deformitas, tidak ada edema, akral hangat

Kulit

Kelenjar getah bening : tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening

: Warna kuning langsat, turgor cukup.

V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Laboratorium RS Husada tanggal 20 Oktober 2015 :
a. Hematologi

- Hemoglobin

: 12,7 g / dl

(10,7 14,7 g/dl)

- Hematokrit

: 37 Vol %

(31 - 43 vol %)

- Leukosit

: 5,5 / l

(5,5 15,5 x 10 3 /l)

- Trombosit

: 220.000 / l (150 - 450 x 103 /l)

b. Elektrolit

- Kalium

: 4,6 mmol/L ( 3,5 - 5,0 )

- Natrium

: 139 mmol/L ( 136 146 )

- Chlorida

: 103 mmol/L ( 98 - 109 )

- Calcium

: 8,8 mg/dL ( 8,3 - 10,6 )

VI. PEMERIKSAAN RADIOLOGI


Rontgen thorax 1 (satu) posisi.
8

Kedua diafragma dan sinus kostofrenikus baik, tidak tampak effusi pleura.
Cor dan mediastinum tidak tampak kelainan.
Paru: corakan bronchovaskuler normal, tampak infiltrat parakrdial kanan.
Kesan:

Cor: tidak tampak kelainan.


Paru: infiltrat parakardial kanan.
Trachea di tengah, tidak tampak deviasi.
Tulang-tulang iga intact, tidak tampak kelainan.

VII. RESUME
Seorang anak laki-laki 1 tahun dibawa ibunya ke RS Husada karena kejang selama
kurang lebih 5 menit. Saat kejang mata mendelik ke atas, tangan dan kaki bergerak, dan
setelah kejang pasien menangis. Beberapa jam sebelum kejang, pasien mengalami demam
tinggi namun tidak diukur. Satu minggu sebelum masuk RS pasien menderita batuk pilek,
disertai muntah berisi cairan dan dahak berwarna putih. Ini adalah pertama kalinya pasien
kejang, riwayat epilepsi dan kejang dalam keluarga disangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :

Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: compos mentis

Tanda vital

: Frekuensi nadi = 100 x / menit


Frekuensi napas = 30 x / menit
Suhu aksila

= 39,2 oC

Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

VII. DIAGNOSIS KERJA


Kejang Demam Sederhana ec Bronkitis
VIII. DIAGNOSIS BANDING
Kejang Demam Sederhana ec Bronkopneumonia
Kejang Demam Sederhana ec Pneumonia
Kejang Demam Kompleks
IX. PROGNOSIS
Ad vitam

: bonam
9

Ad functionam : bonam
Ad sanationam : bonam
X. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa:
1. Infus KaEN 3B 2500 cc/24 jam
2. Atasi kejang dengan memberikan diazepam rektal 10 mg. Jika masih kejang, bisa
diulang dosis kedua secara rektal atau diberikan diazepam intravena dosis 0.3
mg/kg dengan kecepatan 0,5-1 mg/menit (3-5 menit) bila infus terpasang dan
lancar
3. Jika sudah tidak kejang, diberikan fenobarbital intravena 8 mg/kgBB dalam 2 dosis
sehari, selama 2 hari
4. Atasi demam dengan paracetamol syrup 3 kali sehari Cth I
5. Atasi muntah dengan ondansentron intravena 3 kali sehari 1 mg
Kebutuhan Cairan
Maintenance

: 100 cc/kgBB/24 jam x 10 kg

= 1000 cc/24 jam


= 1000 cc/24 jam

Koreksi suhu : (39,2 37) x 10% x 1000 cc

= 220 cc/24 jam


Total = 2220 cc/24 jam
2500 cc/24 jam

Non medikamentosa:
1. Tirah baring
2. Banyak minum air putih
3. Kompres air hangat bila demam

X1. FOLLOW UP
S
O

21 Oktober 2015
Pasien masih panas, batuk (+), pilek (+), muntah (-)
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Nadi : 116 x/menit
10

Frekuensi Napas : 30x/menit


A
P

Suhu : 39,7 oC
Kejang demam sederhana, hipertermi, ISPA
Infus KAEN 3B 2500 mg/24 jam
Phenobarbital 10 20 mg/kgBB
Panadol syrup 3,5 mg 4-6 kali sehari
Ceftriaxone drip 1 x 250 mg
Racikan batuk pilek 3 x 1 sehari:
Ambroxol 1,2 1,4 mg/kgBB/hari (tab 30 mg)
Pseudoefedrin 1 mg/kgBB/6-8 jam (tab 60 mg)
Salbutamol 0,3 0,5 mg/kgBB/hari
Minum yang cukup
Kompres bila panas

22 Oktober 2015
Demam sudah turun, pasien minum susu 3x120cc, batuk masih ada, pilek

masih ada dan bening


Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Nadi : 96 x/menit
Frekuensi Napas : 36x/menit

A
P

Suhu : 38,2oC
Hipertermi
Infus KAEN 3B 2500 mg/24 jam
Panadol syrup 3,5 mg 4-6 kali sehari
Ceftriaxone drip 1 x 250 mg
Racikan batuk pilek 3 x 1 sehari
Ambroxol 1,2 1,4 mg/kgBB/hari (tab 30 mg)
Pseudoefedrin 1 mg/kgBB/6-8 jam (tab 60 mg)
Salbutamol 0,3 0,5 mg/kgBB/hari
Minum yang cukup
Kompres bila panas

23 Oktober 2015
Pasien tampak lebih baik, masih batuk walaupun sudah berkurang, pilek
sudah berkurang
11

Keadaan umum : tampak sakit ringan


Kesadaran : compos mentis
Frekuensi Napas : 30x/menit
Nadi : 100 x/menit

A
P

Suhu : 37,2oc
ISPA
Infus KAEN 3B 2500 mg/24 jam
Ceftriaxone drip 1 x 250 mg
Racikan batuk pilek 3 x 1 sehari
Ambroxol 1,2 1,4 mg/kgBB/hari (tab 30 mg)
Pseudoefedrin 1 mg/kgBB/6-8 jam (tab 60 mg)
Salbutamol 0,3 0,5 mg/kgBB/hari
Minum yang cukup
Pasien boleh pulang, kontrol 8 hari lagi

TINJAUAN PUSTAKA
Kejang demam merupakan bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal lebih dari 38C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Menurut
Consensus Statement on Febrile Seizures (1980), kejang demam adalah suatu kejadian
pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan
dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab
tertentu. Anak yang pernah kejang tanpa demam dan bayi berumur kurang dari 4 minggu
tidak termasuk. Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai
dengan kejang berulang tanpa demam.
Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis,
ensefalitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis berbeda
12

dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai sistem susunan saraf
pusat. Dahulu Livingston membagi kejang demam menjadi 2 golongan, yaitu kejang
demam sederhana (simple febrile convulsion) dan epilepsi yang diprovokasi oleh demam
(epilepsi triggered of by fever). Definisi ini tidak lagi digunakan karena studi prospektif
epidemiologi membuktikan bahwa risiko berkembangnya epilepsi atau berulangnya
kejang tanpa demam tidak sebanyak yang diperkirakan.
Akhir-akhir ini, kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu kejang
demam sederhana, yang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum, dan kejang demam
kompleks, yang berlangsung lebih dari 15 menit, fokal, atau multiple (lebih dari 1 kali
kejang dalam 24 jam). Di sini anak sebelumnya dapat mempunyai kelainan neurologi atau
riwayat kejang demam atau kejang tanpa demam dalam keluarga.1
Epidemiologi
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, Amerika Selatan
dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira-kira 20% kasus merupakan kejang
demam kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17-23
bulan). Kejang demam sedikit lebih sering pada laki-laki.1
Faktor risiko
Faktor risiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Selain itu, terdapat
faktor risiko kejang demam pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan
terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam perawatan khusus dan kadar natrium
rendah. Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali
rekurensi atau lebih, dan kira-kira 9% anak mengalami 3 kali rekurensi atau lebih. Risiko
rekurensi meningkat dengan usia dini, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam
timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat
keluarga epilepsi.1
Faktor risiko terjadinya epilepsi
Faktor risiko lain adalah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Faktor risiko menjadi
epilepsi adalah:
13

1. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam


pertama.
2. Kejang demam kompleks
3. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung
Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4%6%, kombinasi dari faktor risiko tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi
10%-49%. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat
rumat pada kejang demam.2
Etiologi
Hingga kini belum diketahui dengan pasti. Demam sering disebabkan infeksi saluran
pernapasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih.
Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi. Kadang-kadang demam yang tidak
begitu tinggi dapat menyebabkan kejang.1

Manifestasi klinis
Umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau
tonik-klonik bilateral. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik ke
atas dengan disertai kekakuan atau kelemahan, gerakan sentakan berulang tanpa didahului
kekakuan, atau hanya sentakan atau kekakuan fokal.1
Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8%
berlangsung lebih dari 15 menit. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang
berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik
atau menit, anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat
diikuti hemiparesis sementara (hemiparesis Todd) yang berlangsung beberapa jam sampai
beberapa hari. Kejang unilateral yang lama diikuti oleh hemiparesis yang menetap.
Bangkitan kejang yang berlangsung lama lebih sering terjadi pada kejang demam yang
pertama.1
14

Anamnesa
a. Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu sebelum/ saat kejang,
frekuensi, interval, pasca kejang, penyebab demam di luar susunan saraf pusat
b. Riwayat perkembangan, kejang demam dalam keluarga, epilepsi dalam keluarga
c. Singkirkan penyebab kejang lainnya.3

Pemeriksaan fisis
a. Kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsang meningeal, tanda peningkatan tekanan
intrakranial, tanda infeksi di luar SSP.3
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi-bayi kecil
seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga pungsi lumbal harus dilakukan
pada bayi berumur kurang dari 6 bulan, dan dianjurkan untuk yang berumur kurang
dari 18 bulan.
2. Elektroensefalografi (EEG) ternyata kurang mempunyai nilai prognostik. EEG
abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi
atau kejang demam berulang di kemudian hari. Saat ini pemeriksaan EEG tidak
dianjurkan untuk pasien kejang demam sederhana. 1 EEG dipertimbangkan pada
kejang demam kompleks.2
3. Pemeriksaan

laboratorium

rutin

tidak

dianjurkan

dan

dikerjakan

untuk

mengevaluasi sumber infeksi. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan


misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah.1-3
4. Pemeriksaan CT scan/MRI diindikasikan pada keadaan:
a. Adanya riwayat dan tanda klinis trauma kepala
b. Kemungkinan adanya lesi struktural di otak (mikrocephali, spastik)
15

c. Adanya tanda peningkatan tekanan intrakranial (kesadaran menurun, muntah


berulang, ubun-ubun menonjol, paresis saraf otak VI, edema papil).3
Diagnosis banding
Penyebab lain kejang yang disertai demam harus disingkirkan, khususnya meningitis
atau ensefalitis. Pungsi lumbal terindikasi bila ada kecurigaan klinis meningitis. Adanya
sumber infeksi seperti otitis media tidak menyingkirkan meningitis dan jika pasien telah
mendapatkan antibiotika maka perlu pertimbangan pungsi lumbal.1
Penatalaksanaan saat kejang
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang
sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk
menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam
intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam
waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg.
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah diazepam
rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak
dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau
diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak di bawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg
untuk anak di atas usia 3 tahun.
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi
dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.
Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke
rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5
mg/kg.
Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis
awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit.

16

Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis
awal.
Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat
intensif.
Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang
demam apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor risikonya.2
Pemberian obat saat demam
1. Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya
kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap
diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan 4
kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali
sehari.
Meskipun jarang, asam asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada
anak kurang dari 18 bulan, sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan.2
2. Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam menurunkan
risiko berulangnya kejang pada 30% -60% kasus, begitu pula dengan diazepam rektal
dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5C.
Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup
berat pada 25-39% kasus.
Fenobarbital, karbamazepin dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk
mencegah kejang demam.2
Penanganan kejang demam
1. Pengobatan fase akut
Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk
mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan napas harus bebas agar oksigenisasi
17

terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernapasan dan
fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres air dingin dan
pemberian antipiretik.
Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan
intravena atau intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3 -0,5 mg/ kgBB/ kali dengan
kecepatan 1-2mg/ menit dengan dosis maksimal 20mg. Bila kejang berhenti sebelum
diazepam habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar, dan bila tidak timbul kejang lagi
jarum dicabut. Bila diazepam intravena tidak tersedia atau pemberiannya sulit, gunakan
diazepam intrarektal 5 mg (BB< 10kg) atau 10mg (BB>10mg). Bila kejang tidak berhenti
dapat diulang selang 5 menit kemudian. Bila tidak berhenti juga, berikan fenitoin dengan
dosis awal 10-20 mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan 1mg/kgBB/menit. Setelah
pemberian fenitoin, harus dilakukan bilasan dengan NaCl fisiologis karena fenitoin
bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena.
Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital diberikan
langsung setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk bayi 1 bulan-1 tahun 50 mg dan umur
1 tahun ke atas 75 mg intramuskular. Empat jam kemudian berikan fenobarbital dosis
rumat. Untuk 2 hari pertama dengan dosis 8-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, untuk
hari-hari berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Selama keadaan
belum membaik, obat diberikan secara suntikan dan setelah membaik per oral. Perhatikan
bahwa dosis total tidak melebihi 200mg/hari. Efek sampingnya adalah hipotensi,
penurunan kesadaran dan depresi pernapasan.
Bila kejang berhenti dengan fenitoin, lanjutkan fenitoin dengan dosis 4-8
mg/kgBB/hari, 12-24 jam setelah dosis awal.1
2. Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
meningitis, terutama pada pasien dengan kejang demam yang pertama. Walaupun
demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai
sebagai meningitis, misalnya bila ada gejala meningitis atau bila kejang demam
berlangsung lama.1
3. Pengobatan profilaksis
Indikasi pemberian obat rumat

18

Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai
berikut (salah satu):
1. Kejang lama > 15 menit
2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental,
hidrosefalus.
3. Kejang fokal
4. Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:
a. Kejang berulang 2 kali atau lebih dari 24 jam.
b. Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan.
c. Kejang demam > 4 kali per tahun.2
Ada 2 cara profilaksis yaitu (1) profilaksis intermiten saat demam dan (2) profilaksis
terus-menerus dengan antikonvulsan setiap hari.
Untuk profilaksis intermiten diberikan diazepam secara oral dengan dosis 0,3-0,5
mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis saat pasien demam. Diazepam dapat pula diberikan
secara intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg (BB <10 kg) dan 10 mg (BB>10kg) setiap
pasien menunjukkan suhu lebih dari 38,5C. Efek samping diazepam adalah ataksia,
mengantuk dan hipotonia.
Profilaksis terus-menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat
yang dapat menyebabkan kerusakan otak tapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsi di
kemudian hari. Profilaksis terus-menerus setiap hari dengan fenobarbital 4-5
mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah asam valproat
dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari. Antikonvulsan profilaksis terus-menerus diberikan
selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan.
Profilaksis terus-menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk poin 1 atau
2) yaitu:
1. Sebelum kejang demam pertama yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau
perkembangan (misalnya serebral palsi atau mikrosefal)
2. Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan neurologis
sementara atau menetap.
3. Ada riwayat kejang tanpa demam pada orang tua atau saudara kandung.
19

4. Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi
kejang multipel dalam satu episode demam.
Bila hanya memenuhi satu kriteria saja dan ingin memberikan pengobatan jangka panjang,
maka diberikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak demam dengan diazepam
oral atau rektal tiap 8 jam di samping antipiretik.1
Edukasi
1. Meyakinkan orang tua bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik.
2. Memberitahu cara penanganan kejang
3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
4. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif, tetapu harus diingat
efek samping obat.2,3
Beberapa hal yang harus dikerjakan bila menghadapi anak kejang:
1. Tetap tenang dan tidak panik
2. Kendorkan pakaian yang ketat, terutama sekitar leher
3. Bila tidak sadar, posisi anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan
atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan
memasukkan sesuatu ke dalam mulut.
4. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang
5. Tetap bersama pasien selama kejang
6. Berikan diazepam rectal, dan jangan berikan bila kejang telah berhenti
7. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung lebih dari 5 menit.2,3
Prognosis
Dengan penanggulangan yang cepat dan tepat, prognosisnya baik dan tidak menyebabkan
kematian. Frekuensi berulangnya kejang berkisar antara 25-50%, umumnya terjadi pada 6
bulan pertama. Risiko untuk mendapatkan epilepsi rendah.1
DAFTAR PUSTAKA
1. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani W I, Setiowulan W. Kejang demam. Dalam:
Kapita selekta kedokteran. Ed 3(2). Jakarta: Media Aesculapius; 2000.h. 434-7.
20

2. Pusponegoro H D, Widodo D P, Ismael S. Konsensus penatalaksanaan kejang


demam. Jakarta: IDAI; 2006.h.1-14.
3. Staf Bagian IKA RS Husada. Kejang demam. Dalam: Pedoman diagnosis dan
penatalaksanaan beberapa penyakit anak. Jilid 3. Jakarta: RS Husada; 2011.h.55-7.

21

You might also like