You are on page 1of 29

1

BAB I
PENDAHULUAN
I. 1. Latar belakang
Diabetes melitus adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik,
ditandai adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi insulin,
defek kerja insulin atau keduanya. Dari berbagai penelitian epidemiologis,
seiring dengan perubahan pola hidup didapatkan bahwa prevalensi DM
meningkat terutama di kota besar. Jika tidak ditangani dengan baik tentu saja
angka kejadian komplikasi DM juga akan meningkat, termasuk komplikasi
kaki diabetes.1
Banyak faktor yang berkaitan dengan kaki diabetik yaitu neuropati,
infeksi dan kelainan vaskular, sehingga pengelolaan yang diberikan
disesuaikan dengan mekanisme yang mendasari atau yang dominan.
Pengelolaan kaki diabetes sudah dimulai saat seseorang dinyatakan DM
meski belum timbul luka, yang disebut dengan penyaringan atau deteksi dini.
Dengan deteksi dini yang optimal, diharapkan penyandang DM dapat
terhindar dari masalah kaki diabetes yang kompleks karena mampu
melakukan tindakan pencegahan dan perawatan kaki diabetes dengan baik.
Namun, hasil pengelolaan kaki diabetes sering mengecewakan baik bagi
dokter pengelola maupun penyandang DM dan keluarganya. Sering kaki
diabetes berakhir dengan kecacatan dan kematian. Sampai saat ini, di
Indonesia kaki diabetes masih merupakan masalah yang rumit dan tidak
terkelola dengan maksimal, karena sedikit sekali orang berminat menggeluti
kaki diabetes. Juga belum ada pendidikan khusus untuk mengelola kaki
diabetes. Di samping itu, ketidaktahuan masyarakat mengenai kaki diabetes
masih sangat mencolok, dan adanya permasalahan biaya pengelolaan yang

besar yang tidak terjangkau oleh masyarakat pada umumnya. Padahal


adanya pemahaman yang baik pada pasien tentang DM dan segala
komplikasi kroniknya serta perawatan luka yang adekuat merupakan faktor
yang sangat mempengaruhi keberhasilan terapi bahkan pencegahan luka
ataupun kecacatan.2
I.2. Epidemiologi
Kasus ulkus dan ganggren diabetik merupakan kasus DM yang paling
banyak dirawat di rumah sakit. Diperkirakan sekitar sepertiga dari pasien DM
akan mengalami masalah kaki. Menurut catatan Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO), pada tahun 1996 di dunia terdapat 120 juta penderita diabetes
mellitus yang diperkirakan naik dua kali lipat pada tahun 2025. Kenaikan ini
disebabkan oleh pertambahan umur, kelebihan berat badan (obesitas), dan
gaya hidup.3
Sebanyak 30-50% pasien pasca amputasi akan menjalani amputasi
pada kaki sisi lainnya dalam kurun waktu 1-3 tahun. Di negara berkembang
prevalensi kaki diabetik didapatkan jauh lebih besar dibandingkan dengan
negara maju yaitu 2-4%, prevalensi yang tinggi ini disebabkan kurang
pengetahuan penderita akan penyakitnya, kurangnya perhatian dokter
terhadap komplikasi ini serta rumitnya cara pemeriksaan yang ada saat ini
untuk mendeteksi kelainan tersebut secara dini.

Dari beberapa penelitian di Indonesia, angka kematian akibat ulkus


atau ganggren diabetik berkisar 17-23% sedangkan angka amputasi berkisar
15-30%. Angka kematian satu tahun pasca amputasi berkisar 14,8% dan

jumlah ini menungkat pada tahun ketiga menjadi 37%. Rerata umur pasien
hanya 23,8 bulan pasca amputasi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Definisi
Kaki diabetik adalah kelainan pada tungkai bawah yang merupakan
komplikasi kronik diabetes mellitus. Suatu penyakit pada penderita diabetes
bagian kaki, dengan gejala dan tanda sebagai berikut: 4
Sering kesemutan
Jarak tampak menjadi lebih pendek (klaudilasio intermil).
Nyeri saat istirahat.
Kerusakan jaringan (necrosis, ulkus).
Salah satu komplikasi yang sangat ditakuti penderita diabetes adalah kaki
diabetik. Komplikasi ini terjadi karena terjadinya kerusakan saraf, pasien tidak
dapat membedakan suhu panas dan dingin, rasa sakit pun berkurang.
II.

5,6

2. Faktor resiko terjadinya kaki diabetik


Penderita diabetes melllitus memiliki faktor resiko lebih besar terjadinya
kaki diabetik. Pertama, karena berkurangnya sensasi rasa nyeri setempat

(neuropati) membuat pasien tidak menyadari bahkan sering mengabaikan


luka yang terjadi karena tidak dirasakannya. Luka timbul spontan sering
disebabkan karena trauma misalnya kemasukan pasir, tertusuk duri, lecet
akibat pemakaian sepatu/sandal yang sempit dan bahan yang keras. Mulanya
hanya kecil, kemudian meluas dalam waktu yang tidak begitu lama. Luka
akan menjadi borok dan menimbulkan bau yang disebut gas gangren. Jika
tidak dilakukan perawatan akan sampai ke tulang yang mengakibatkan infeksi
tulang (osteomylitis). Upaya yang dilakukan untuk mencegah perluasan
infeksi terpaksa harus dilakukan amputasi (pemotongan tulang). 6
Sirkulasi darah dan tungkai yang menurun dan kerusakan endotel
pembuluh darah. Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM
antara lain berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer
(yang utama). Sering terjadi pada tungkai bawah (terutama kaki). Akibatnya,
perfusi jaringan bagian distal dari tungkai menjadi kurang baik dan timbul
ulkus yang kemudian dapat berkembang menjadi nekrosi/gangren yang
sangat sulit diatasi dan tidak jarang memerlukan tindakan amputasi. 6
Gangguan mikrosirkulasi akan menyebabkan berkurangnya aliran darah
dan hantaran oksigen pada serabut saraf yang kemudian menyebabkan
degenarasi dari serabut saraf. Keadaan ini akan mengakibatkan neuropati. Di
samping itu, dari kasus ulkus/gangren diabetes, kaki DM 50% akan
mengalami infeksi akibat munculnya lingkungan gula darah yang subur untuk
berkembangnya bakteri patogen. Karena kekurangan suplai oksigen, bakteribakteri yang akan tumbuh subur terutama bakteri anaerob. Hal ini karena
plasma darah penderita diabetes yang tidak terkontrol baik mempunyai
kekentalan (viskositas) yang tinggi. Sehingga aliran darah menjadi melambat.

Akibatnya, nutrisi dan oksigen jaringan tidak cukup. Ini menyebabkan luka
sukar sembuh dan kuman anaerob berkembang biak. 4,6
Berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara umum penderita
diabetes lebih rentan terhadap infeksi. Hal ini dikarenakan kemampuan sel
darah putih memakan dan membunuh kuman berkurang pada kondisi kadar
gula darah (KGD) diatas 200 mg%. Kemampuan ini pulih kembali bila KGD
menjadi normal dan terkontrol baik. Infeksi ini harus dianggap serius karena
penyebaran kuman akan menambah persoalan baru pada luka. Kuman pada
luka akan berkembang cepat ke seluruh tubuh melalui aliran darah yang bisa
berakibat fatal, ini yang disebut sepsis (kondisi gawat darurat).

6,7,8

Faktor risiko lain :

Usia, semakin tua semakin berisiko

Jenis kelamin, laki-laki memiliki risiko dua kali lebih tinggi. Mekanisme
perbedaan jenis kelamin tidak jelas mungkin dari perilaku, mungkin
juga dari psikologis.
Etnik, beberapa kelompok etnik secara signifikan berisiko lebih besar
terhadap komplikasi kaki. Mekanismenya tidak jelas, bisa dari faktor
perilaku, psikologis, atau berhubungan dengan status sosial ekonomi,
atau transportasi menuju klinik terdekat.
Situasi sosial, penderita DM yang hidup sendiri

memiliki risiko

menderita kaki diabetik dua kali lebih tinggi.


Faktor risiko perilaku
Ketrampilan manajemen diri sendiri sangat berkaitan dengan adanya
komplikasi kaki diabetik. Ini berhubungan dengan perhatian terhadap
kerentanan.
Faktor risiko lain : Ulserasi terdahulu (faktor risiko paling utama dari
ulkus), berat badan dan riwayat merokok.

II.3. Patofisiologi
Diabetes seringkali

menyebabkan

penyakit vaskular perifer yang

menghambat sirkulasi darah. Dalam kondisi ini, terjadi penyempitan di sekitar


arteri yang sering menyebabkan penurunan sirkulasi yang signifikan di bagian
bawah tungkai dan kaki. Sirkulasi yang buruk ikut berperan terhadap
timbulnya kaki diabetik dengan menurunkan jumlah oksigen dan nutrisi yang
disuplai ke kulit maupun jaringan lain, sehingga menyebabkan luka tidak
sembuh-sembuh.7Kondisi kaki diabetik berasal dari suatu kombinasi dari
beberapa penyebab seperti sirkulasi darah yang buruk dan neuropati.
Berbagai kelainan seperti neuropati, angiopati yang merupakan faktor
endogen dan trauma serta infeksi yang merupakan faktor eksogen yang
berperan terhadap terjadinya kaki diabetik.3,5
Angiopati diabetes disebabkan oleh beberapa faktor yaitu genetik,
metabolik

dan

faktor

risiko

yang

lain.

Kadar

glukosa

yang

tinggi

(hiperglikemia) ternyata mempunyai dampak negatif yang luas bukan hanya


terhadap metabolisme karbohidrat, tetapi juga terhadap metabolisme protein
dan lemak yang dapat menimbulkan pengapuran dan penyempitan pembuluh
darah (aterosklerosis), akibatnya terjadi gangguan peredaran pembuluh darah
besar dan kecil, yang mengakibatkan sirkulasi darah yang kurang baik,
pemberian makanan dan oksigenasi kurang dan mudah terjadi penyumbatan
aliran darah terutama derah kaki. 3
Neuropati diabetik dapat menyebabkan insensitivitas atau hilangnya
kemampuan untuk merasakan nyeri, panas, dan dingin. Diabetes yang
menderita neuropati dapat berkembang menjadi luka, parut, lepuh, atau luka
karena tekanan yang tidak disadari akibat adanya insensitivitas. Apabila

cedera kecil ini tidak ditangani, maka akibatnya dapat terjadi komplikasi dan
menyebabkan

ulserasi

dan

bahkan

amputasi.

neuropati

juga

dapat

menyebabkan deformitas seperti Bunion, Hammer Toes dan Charcot Foot. 3

Gambar 1. Salah satu bentuk deformitas pada kaki diabetik.


Sirkulasi

yang

buruk

juga

dapat

menyebabkan

pembengkakan

dan

kekeringan pada kaki. Pencegahan komplikasi pada kaki adalah lebih kritis
pada pasien diabetik karena sirkulasi yang buruk merusak proses
penyembuhan dan dapat menyebabkan ulkus, infeksi, dan kondisi serius
pada kaki. 8
Dari faktor-faktor pencetus diatas faktor utama yang paling berperan
dalam timbulnya kaki diabetik adalah angiopati, neuropati dan infeksi. Infeksi
sendiri sangat jarang merupakan faktor tunggal untuk terjadinya kaki diabetik.
Infeksi lebih sering merupakan komplikasi yang menyertai kaki diabetik akibat
iskemia atau neuropati. Secara praktis kaki diabetik dikategorikan menjadi 2
golongan:3
a.
Kaki diabetik akibat angiopati / iskemia
Penderita hiperglikemia yang lama akan menyebabkan perubahan
patologi pada pembuluh darah. Ini dapat menyebabkan penebalan tunika
intima hiperplasia membran basalis arteria, oklusi (penyumbatan) arteria,
dan

hiperkeragulabilitas

atau

abnormalitas

tromborsit,

sehingga

menghantarkan pelekatan (adhesi) dan pembekuan (agregasi). 4,6


Selain itu, hiperglikemia juga menyebabkan lekosit DM tidak normal
sehingga fungsi khemotoksis di lokasi radang terganggu. Demikian pula

fungsi fagositosis dan bakterisid intrasel menurun sehingga bila ada infeksi
mikroorganisme (bakteri), sukar untuk dimusnahkan oleh sistem plagositosisbakterisid intraseluler. Hal tersebut akan diperoleh lagi oleh tidak saja
kekakuan arteri, namun juga diperberat oleh rheologi darah yang tidak
normal. Menurut kepustakaan, adanya peningakatan kadar fripronogen dan
bertambahnya reaktivitas trombosit, akan menyebabkan tingginya agregasi
sel darah merah sehingga sirkulasi darah menjadi lambat, dan memudahkan
terbentuknya trombosit pada dinding arteria yang sudah kaku hingga akhirnya
terjadi gangguan sirkulasi. 4,5,9
Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM antara lain
berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer (yang utama).
Sering terjadi pada tungkai bawah (terutama kaki). Akibatnya, perfusi jaringan
bagian distal dari tungkai menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang
kemudian dapat berkembang menjadi nekrosis/gangren yang sangat sulit
diatasi dan tidak jarang memerlukan/tindakan amputasi. 6
Tanda-tanda dan gejala-gejala akibat penurunan aliran darah ke tungkai
meliputi klaudikasio, nyeri yang terjadi pada telapak atau kaki depan pada
saat istirahat atau di malam hari, tidak ada denyut popliteal atau denyut tibial
superior, kulit menipis atau berkilat, atrofi jaringan lemak subkutan ,tidak ada
rambut pada tungkai dan kaki bawah, penebalan kuku, kemerahan pada area
yang terkena ketika tungkai diam, atau berjuntai, dan pucat ketika kaki
diangkat.3,9
b. Kaki Diabetik akibat neuropati
Pasien diabetes mellitus sering mengalami neuropati perifer, terutama
pada pasien dengan gula darah yang tidak terkontrol. Di samping itu, dari
kasus ulkus/gangren diabetes, kaki DM 50% akan mengalami infeksi akibat
munculnya lingkungan gula darah yang subur untuk berkembangnya bakteri

patogen. Karena kekurangan suplai oksigen, bakteri-bakteri yang akan


tumbuh subur terutama bakteri anaerob.4,6
Neuropati diabetik dapat menyebabkan insensitivitas atau hilangnya
kemampuan untuk merasakan nyeri, panas, dan dingin. Diabetes yang
menderita neuropati dapat berkembang menjadi luka, parut, lepuh, atau luka
karena tekanan yang tidak disadari akibat adanya insensitivitas. Apabila
cedera kecil ini tidak ditangani, maka akibatnya dapat terjadi komplikasi dan
menyebabkan ulserasi dan bahkan amputasi. Secara klinis dijumpai
parestesi, hiperestesi, nyeri radikuler, hilangnya reflek tendon, hilangnya
sensibilitas, anhidrosis, pembentukan kalus, ulkus tropik, perubahan bentuk
kaki karena atrofi otot ataupun perubahan tulang dan sendi seperti Bunion,
Hammer Toes (ibujari martil), dan Charcot Foot. Secara radiologis akan
nampak adanya demineralisasi, osteolisis atau sendi Charcot. 9

Gambar 2. Predileksi paling sering terjadinya ulkus pada kaki diabetik adalah
bagian dorsal ibu jari dan bagian proksimal & dorsal plantar metatarsal. 9
Faktor-faktor yang berperan terhadap timbulnya neuropati ditentukan
oleh:5
Respon mekanisme proteksi sensoris terhadap trauma

10

Macam, besar dan lamanya trauma


Peranan jaringan lunak kaki
Neuropati perifer pada kaki akan menyebabkan terjadinya kerusakan
saraf baik saraf sensoris maupun otonom. Kerusakan sensoris akan
menyebabkan penurunan sensoris nyeri, panas dan raba sehingga penderita
mudah terkena trauma akibat keadaan kaki yang tidak sensitif ini. 5Gangguan
saraf otonom disini terutama diakibatkan oleh kerusakan serabut saraf
simpatis. Gangguan saraf otonom ini akan mengakibatkan peningkatan aliran
darah, produksi keringat berkurang atau tidak ada, hilangnya tonus vaskuler. 7
Hilangnya tonus vaskuler disertai dengan adanya peningkatan aliran
darah akan menyebabkan distensi vena-vena kaki dan peningkatan tekanan
parsial oksigen di vena. Dengan demikian peran saraf otonom terhadap
timbulnya kaki diabetik neuropati dapat disimpulkan sebagai berikut : neuropati
otonom

akan

menyebabkan

produksi

keringat

berkurang,

sehingga

menyebabkan kulit penderita akan mengalami dehidrasi serta menjadi kering


dan pecah-pecah yang memudahkan infeksi, dan selanjutnya timbulnya
selullitis

ulkus

ataupun

gangren.

Selain

itu

neuropati

otonom

akan

mengakibatkan penurunan nutrisi jaringan sehingga terjadi perubahan


komposisi, fungsi dan keelastisitasannya sehingga daya tahan jaringan lunak
kaki akan menurun yang memudahkan terjadinya ulkus. 7,9

Gambar 3. Gangren jari kaki.5


Distribusi tempat terjadinya kaki diabetik secara anatomik: 9
1. 50% ulkus pada ibu jari

11

2.
3.
4.
5.

30% pada ujung plantar metatarsal


10 15% pada dorsum kaki
5 10% pada pergelangan kaki
Lebih dari 10% adalah ulkus multipel

II.4. Klasifikasi
Terdapat beberapa klasifikasi kaki diabetes. Penggunaan klasifikasi kaki
ini bertujuan mempermudah pengelolaan kaki yang disesuaikan dengan
situasi dan kondisi. Suatu klasifikasi mutakhir dianjurkan oleh International
Working Group on Diabetic Foot (klasifikasi PEDIS 2003). Dengan klasifikasi
PEDIS akan dapat ditentukan kelainan apa yang lebih dominan, vaskular,
infeksi atau neuropatik, sehingga arah pengelolaan pun dapat tertuju dengan
lebih baik. Misalnya suatu ulkus gangren dengan critical limb ischemia, tentu
lebih memerlukan tindakan untuk mengevaluasi dan memperbaiki keadaaan
vaskularnya dahulu. Sebaliknya kalau faktor infeksi menonjol tentu pemberian
antibiotik harus adekuat. Demikian juga kalau faktor mekanik yang dominan,
tentu koreksi untuk mengurangi tekanan plantar harus diutamakan. 1,2
Suatu klasifikasi lain yang juga sangat praktis dan sangat erat dengan
pengelolaan adalah klasifikasi yang berdasar pada perjalanan alamiah kaki
diabetes (Edmonds 2004-2005) :1
o Stage 1 : normal foot
o Stage 2 : high risk foot
o Stage 3 : ulcerated foot
o Stage 4 : infected foot
o Stage 5 : necrotic foot
o Stage 6 : unsalvable foot
Untuk stage 1 dan 2, peran pencegahan primer sangat penting, dan
semuanya dapat dikerjakan pada pelayanan kesehatan primer, baik oleh
podiatrist/chiropodist maupun oleh dokter umum atau dokter keluarga. Untuk
stage 3 dan 4 kebanyakan sudah memerlukan perawatan di tingkat pelayanan
kesehatan yang lebih memadai, umumnya sudah memerlukan pelayanan

12

spesialistik. Untuk stage 5 dan 6 merupakan kasus rawat inap dan jelas sekali
memerlukan suatu kerja sama tim yang sangat erat, dimana harus ada dokter
ahli bedah vaskular atau ahli bedah plastik dan rekonstruksi. 1
Keadaan kaki penyandang diabetes digolongkan berdasar risiko terjadinya
dan risiko besarnya masalah yang mungkin timbul. Penggolongan kaki
diabetes berdasar risiko terjadinya masalah :1
1) Sensasi normal tanpa deformitas
2) Sensasi normal dengan deformitas atau tekanan plantar tinggi
3) Insensivitas tanpa deformitas
4) Iskemia tanpa deformitas
5) Kombinasi/complicated :
- kombinasi insensivitas, iskemia dan /atau deformitas
- riwayat adanya tukak, deformitas Charcot.
Menurut PEDIS (2003) yang kini dianjurkan oleh Internasional Working Group
on Diabetis foot agar sama semua senter. (International Consensus on
Diabetic foot).10
P : Perfusi terganggu
1. Tidak ada gangguan perfusi
2. Ada perifer arterial disease tetapi tak kritis
3. Ishemia yang membuat perfusi kaki kritis
E : Extent in mm2 : luas yang terkena mm2
D : Depth : jaringan yang hilang
1 : Superficial tak mencapai dermis.
2. Ulkus dalam, dibawah dermis, fascia, otot atau tendon.
3. Semua jaringan, tulang dan sendi.
I : Infeksi
1

: tak ada tanda infeksi

: Infeksi di kulit

: Eritema > 2 cm, infeksi subcutan. Tidak ada infeksi sistemik

13

: Infeksi sistemik

S : Sensasi
1. Tak ada gangguan sensasi
2. Ada gangguan sensasi
Menurut Wagner kaki diabetik dibagi menjadi : 3
1. Derajat 0 : tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh disertai dengan
pembentukan kalus.
2. Derajat I : ulkus superfisial terbatas pada kulit
3. Derajat II : ulkus dalam dan menembus tendon dan tulang
4. Derajat III : abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis
5. Derajat IV : gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau
tanpa selullitis
6. Derajat V : gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai bawah.

Gambar 4. Kaki Diabetik derajat V3


Berdasarkan

pembagian

diatas,

maka

tindakan

pengobatan

atau

pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut :


1. Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada
2. Derajat I-IV : pengelolaan medik dan tindakan bedah minor
3. Derajat V : tindakan bedah minor, bila gagal dilanjutkandengan
tindakan bedah mayor seperti amputasi diatas lutut atau amputasi bawah
lutut
Beberapa tindakan bedah khusus diperlukan dalam pengelolaan kaki
diabetik ini, sesuai indikasi dan derajat lesi yang dijumpai seperti :
1. Insisi : abses atau selullitis yang luas
2. Eksisi : pada kaki diabetik derajat I dan II
3. Debridement/nekrotomi : pada kaki diabetik derajat II, III, IV dan V
4. Mutilasi : pada kaki diabetik derajat IV dan V
5. Amputasi : pada kaki diabetik derajat V

14

Tabel klasifikasi Texas Modifikasi2

II.5. Diagnosis Kaki Diabetik


II.5.1. Anamnesis
Pendekatan anamnesis yang dapat dilakukan untuk mengevaluasi kondisi
kaki dan risiko timbulnya luka pada penyandang diabetes melitus antara lain
meliputu anamnesis umum, anamnesis terarah dan riwayat luka. Pada anmnesis
umum perlu ditanyakan lamanya menderita DM, kontrol glukosa darah, gejala
komplikasi jantung, ginjal dan penglihatan, adanya penyakit penyerta lain, status
gizi, riwayat merokok, minum alkohol, konsumsi obat-obatan tertentu, riwayat
alergi, pengobatan saat ini dan riwayat pembedahan dan perawatan di rumah
sakit sebelumnya. Sedangkan pada anamnesis terarah dapat ditanyakan aktifitas
sehari-sehari , pemakaian sepatu, riwayat pajanan bahan kimia, adanya kalus,

15

kelainan bentuk kaki, riwayat infeksi atau pembedahan pada kaki, gejala-gejala
neuropati dan adanya klaudikasio atau adanya nyeri pada tungkai saat istirahat.
Anamnesis riwayat luka perlu ditanyakan lokasi luka, lamanya timbul luka,
riwayat trauma sebelumnya, kekambuhan dan ada tidaknya infeksi, adanya
edema uni atau bilateral, kelainan bentuk kaki (kaki Charcot) dan riwayat
pengobatan Charcot.2
II.5.2. Pemeriksaan Fisik2
Pemeriksaan fisik pada deteksi dini kaki diabetes meliputi pemeriksaan vaskular,
neuropati, kulit, tulang dan otot serta pemakaian alas kaki atau sepatu.
a. Pemeriksaan vaskular
Iskemi disebabkan oleh adanya aterosklerosis padabpembuluh darah
arteri tungkai. Keluhan kludikasio sering tidak ada akibat neuropati. Gejala
yang tersering adalah adanya tukak dan nekrosis. Kulit menipis, mengkilat
dan tidak ditumbuhi rambut akibat atrofi jaringan subkutan. Pemeriksaan
yang penting namun sering dilupakan adalah perabaan pulsasi arteri
tungkai (a. Dosalis pedis dan a. Tibialis posterior). Pemeriksaan fisik lain
yang dapat dilakukan untuk mendeteksi kelainan vaskular meliputi :
Palpasi pulsasi arteri
Perubahan warna kulit
Adanya edema
Perubahan suhu
Riwayat perawatan sebelumnya
Kelainan lokal di ekstremitas : kelainan pertumbuhan kaki, rambut,
atrofi kulit.
b. Pemeriksaan neuropati
Neuropati perifer berubungan dengan neuropati sensorik, motorik dan
autonom. Tanda klasik neuropati motorik adalah ditemukannnya lengkung
longitudinal kaki yang meninggi sehingga kepala metatarsal menjadi
menonjol dan mengalami penekanan yang berlebih. Pada kelainan yang
lebih berat dapat terjadi claw toes. Pemeriksaan dorsofleksi kaki dapat
mendeteksi gangguan foot drop akibat kelemahan nervus peroneal. Tanda

16

neuropati autonom yang khas adalah kulit kering disertai fisura dan
distensi vena akibat shunting antara arteri dan vena di daerah punggung
kaki atau pergelangan. Pada kaki yang beresiko tinggi untuk mengalami
luka, maka pemeriksaan dengan monofilamen Semmes Weinstein 10 g
merupakan

pemeriksaan

yang

sederhana

dan

sangat

membantu

mendeteksi neuropati sensorik. Pemeriksaan fisik lain yang dapat


digunakan untuk mendeteksi kelainan neuropati antara lain :
Vibrasi dengan garputala 128 Hz
Sensasi halus dengan kapas
Perbedaan dua titik
Sensasi suhu, panas dan dingin
Pinprick untuk nyeri (jarum steril)
Pemeriksaan refleks fisiologis
Pemeriksaan klonus dan tes Romberg
Terdapat sistem skoring neuropati yang dibuat untuk mempermudah
deteksi dini yaitu Modified Diabetic Examination Score yaitu:
a. Pemeriksaan kekuatan otot
Otot Gastroknemius
: plantar fleksi kaki
Otot Tibialis anterior
: dorso fleksi kaki
b. Pemeriksaan refleks
Tendon patella
Tendon achilles
c. Pemeriksaan sensorik pada ibu jari kaki
Sensasi terhadap tusukan jarum
Sensasi terhadap perabaan
Sensasi terhadap vibrasi
Sensasi terhadap gerak posisi
Nilai skor :
0
: normal
1
Defisit ringan-sedang
Skala kekuatan otot 3-4 berdasarkan Medical Research Council (MRC)
Penurunan refleks fisiologis
Penurunan sensibilitas
2
: defisit berat
Skalakekuatan otot 0-2 berdasarkan Medical Research Council (MRC)
Tidak ada refleks fisiologis
Tidak ada sensibilitas
Skor maksimal : 16
Skor :
5
: tidak ada neuropati
6-8
: neuropati ringan

17

9-11
12

: neuropati sedang
: neuropati berat

c. Pemeriksaan kulit
Pemeriksaan kulit meliputi :
Tekstur, turgor dan warna
Kulit kering
Adanya kalus
Adanya fisura (terutama pada tumit)
Adanya ulkus, gangren dan infeksi
Adanya jamur
Sela-sela jari
Penanda/kelainan kulit pada diabetes

(akantosis

nigrikans,

dermopati dll)
d. Pemeriksaan tulang dan otot
Pemeriksaan tulang dan otot meliputi :
Pemeriksaan biomekanik
Kelainan struktur kaki (hammer toe, charcot, riwayat amputasi, foot
drop dll)
Keterbatasan gerak sendi
Kontraktur tendo achilles
Evaluasi cara berjalan
Pemeriksaan kekuatan otot
Pemeriksaan tekanan plantar kaki
e. Pemeriksaan sepatu atau alas kaki
Jenis sepatu
Kecocokan dengan bentuk kaki
Benda asing di dalam
II.5.3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada penatalaksanaan kaki diabetik
secara umum bertujuan untuk menilai semua faktor metabolik (hematologi
hemostasis, fungsi ginjal, fungsi hati, jantung dan paru), faktor infeksi (kultur pus
lika, penanda infeksi bila diperlukan, foto polos pedis untu melihat tanda-tanda
osteomielitis)maupun faktor-faktor vaskular (Angkle Brachila Index atau ABI,
USG doppler dan arteriografi bila perlu) dan neuropati.
Untuk menilai faktor vaskular, ABI merupakan pemeriksaan yang mudah,
sederhana dan non invasif. Indikasi dilakukannya penilaian vaskular lebih lanjut
adalah ABI < 0,7; toe blood pressure <40 mmHg atau transcutaneous oxygen

18

tension (TcPO2) < 30 mmHg. Adanya kelaina tersebut berhubungan dengan


lamanya penyembuhan luka.
II.6. Penatalaksanaan Kaki Diabetes
Penatalaksanaan holistik kaki diabetes meliputi 6 aspek kontrol yaitu kontrol
mekanik, kontrol metabolik, kontrol vaskular, kontrol luka, kontrol infeksi dan
kontrol edukasi. Untuk setiap stadium kaki diabetik, optimalisasikontrol yang
dilakukan tidak sama. Sebagai contoh, untuk stadium 1 dan 2 (klasifikasi
Edmonds), peran pencegahan primer sangat penting dan semuanya dapat
dilakukan pada tingkat pelayanan primer. Untuk stadium 3 dan 4 biasanya sudah
memerlukan perawatan di tingkat pelayanan kesehatan yang lebih memadai,
umumnya memerlukan pelayanan spesialistik. Untuk stadium 5 dan 6 sudah
merupakan kasus rawat inap dan memerlukan kerjasama tim yang baik antara
lain dokter spesialis bedah (vaskular dan plastik), dokter spesialis rehabilitasi
medik dan ahli gizi.2
Pada kaki yang masih normal, kontrol yang berperan adalah kontrol mekanik,
kontrol metabolik dan kontrol edukasi. Sedangkan pada kaki yang sudah
beresiko namun belim ada luka, selain tiga kontrol yang telah disebutkan perlu
dilakukan kontrol vaskular. Apabila sudah terjadi luka bahkan infeksi, maka
kontrol luka dan kontrol infeksi juga ikut berperan. Kontrol mekanik meliputi
mengistirahatkan kaki, menghindari tekanan pada daerah kaki yang luka (non
weight bearing), menggunakan bantal pada kaki saat berbaring untuk mencegah
lecet pada luka dan bila perlu dengan menggunakan kasur dekubitus.
Kontrol metabolik meliputi perencanaan asupan gizi yang memadai selama
proses infeksi dan penyembuhan luka, regulasi glukosa darah yang adekuat,
mengendalikan komorbiditas yang menyertai seperti hipertensi, dislipidemia,
gangguan fungsi ginjal, gangguan fungsi hati, gangguan elektrolit, anemia dan
hipoalbuminemia.

19

Kontrol

vaskular

meliputi

pemeriksaan

ankle

brachial

index

(ABI),

transcutaneous oxygen tension, toe pressure bahkan angiografi. Gangguan


vaskular dapat memperlama penyembuhan luka sehingga diperlukan tatalaksana
kelainan vaskular yang adekuat. Kontrol luka meliputi evakuasi jaringan nekrotik
dan pus yang adekuat baik dengan debridement atau nekrotomi, pembalutan
luka dengan pembalut yang basah atau lembab untuk sampai dengan tindakan
amputasi bila memang ekstremitas yang terkena tidak dapat dipertahankan.
Debridemen atau nekrotomi bertujuan untuk membuang jaringan nekrotik,
drainase pus, mengurangi tekanan pada luka, mengurangi bengkak, membuat
lingkungan menjadi aerob, mempermudah swab dan membuat luka kronik
menjadi akut. Amputasi merupakan keputusan akhir yang memerlukan penilaian
komprehensif yang bertujuan menyelamatkan jiwa pasien atau mempertahankan
jaringan yang masih sehat dengan membuang jaringan nekrotik yang tidak dapat
dipertahankan. Amputasi merupakan bentuk kegagalan dalam pengelolaan kaki
diabetik, sehingga sedapat mungkin menjadi jalan keluar terakhir bila semua
usaha dan langkah sudah ditempuh.
Kontrol infeksi meliputi pemberian antibiotik yang adekuat dari awal saat
belum didapatkan hasil kultur resistensi mikroorganisme. Untuk terapi empirik
pada saat awal dipengaruhi oleh derajat luka dan komorbiditas yang menyertai
bila belum ada hasil pemeriksaan kultur mikroorganisme. Pada luka yang
superfisial , tidak mencapai lapisan subkutan maka dapat diberikan antibiotik
yang terutama bekerja untuk mengeradikasi kuman gram positif. Sedangkan bila
luka lebih dalam atau mencapai lapisan subkutan, maka dipilih antibiotik untuk
kuman gram negatif atau golongan metronidazol bila ada kecurigaan infeksi
bakteri anaerob. Pada luka yang dalam, luas disertai gejala sistemik yang
memerlukan perawatan di rumah sakit, maka dapat diberikan antibiotik spektrum

20

luas yang dapat mencakup kuman gram positif, gram negatif dan anaerob.
Pemberian antibiotik juga mengeradikasi infeksi di tempat lain.
Kontrol edukasi meliputi edukasi pada pasien dan keluarga mengenai kondisi
saat ini, rencana diagnosis dan terapi selanjutnya serta bagaimana prognosis
selanjutnya. Pemberian edukasi penting mengingat kerjasama pasien dan
keluarganya mutlak diperlukan dalam penatalaksanaan yang optimal. 1,2,10
Pada kaki yang masih normal ataupun sudah ada gangguan neuropati atau
neuroiskemi namun belum ada luka, penatalaksanaan lebih ditekankan pada
deteksi dini. Deteksi dini diawali dengan deteksi adanya resiko ulserasi atau
tukak pada penderita DM. Risiko terjadinya tukak dibagi menjadi dua golongan
besar yaitu risiko sistemik dan risiko lokal. Risiko sistemik meliputi hiperglikemia
yang tidak terkontrol, lamanya diabetes, penyakit pembuluh darah perifer,
gangguan penglihatan, penyakit ginjal kronik dan usia tua. Sedangkan risiko lokal
meliputi neuropati perifer, kelainan struktur kaki, bentuk sepatu yang tidak sesuai,
adanya kalus, ada riwayat mputasi karena tukak, tekanan yang berlebihan dalam
jangka waktu yang klama dan gerakan sendi yang terbatas. Deteksi dini sudah
dilakukan pada pasien Dm yang baru didiagnosi untuk mencegah risiko infeksi
ataupun kelainan bentuk kaki.2
II.6.1. Deteksi dini
Kaki normal/sensasi normal pada deformitas
Menurut klasifikasi Edmonds, penderita DM tanpa kelainan neuropati,
vaskular ataupun deformitas pada kaki dimasukkan pada kelompok kaki normal.
Ditinjau dari segi penatalaksanaan holistik kaki diabetik, maka pada stadium ini
dapat dilakukan kontrol mekanik, kontrol metabolik dan kontrol edukasi. Kontrol
luka dan infeksi tidak dilakukan karena belum timbul luka.
Pada kontrol mekanik, penderita DM tanpa faktor resiko dianjurkan memekai
sepatu yang sesuai dan aman. Dimana ciri sepatu yang aman antara lain ruang
jari kaki pada sepatu (toe box) cukup lebar sehingga tidak terjadi penekanan,

21

panjang sepatu diukur dari tumit sampai 0,5 inch dari ujung jari kaki terpanjang,
lebar sepatu diukur dari kaput metatarsal I-V, memiliki sabuk atau tali pengaman
sehingga kaki terfiksasi dalam sepatu dan mengurangi gesekan antara kaki dan
lapisan dalam sepatu selama berjalan.
Selain penggunaan sepatu yang sesuai, pada stadium ini perlu diketahui
cara-cara mengatasi masalah ringan seputar kaki diantaranya memotong kuku
yang aman, masalah jamur pada kaki, bentuk kuku yang tidak normal (tumbuh ke
dalam lipatan kuku) serta kulit yang kering dan membentuk fisura.
Kontrol metabolik meliputi kontrol terhadap hiperglikemia, hipertensi,
dislipidemia dan menghentikan merokok mengingat faktor-faktor tersebut
merupakan

risiko

timbulnya

masalah

vaskular,

neuropati,

komplikasi

kardiovaskular dan ginjal ( yang secara tidak langsung menimbulkan udem kaki)
pada penderita DM. Kontrol edukasi bertujuan melibstksn peran aktif pasien
untuk melakukan deteksi dini timbulnya masalah kaki diabetes. 2,10
Kaki risiko tinggi/sensasi normal dengan deformitas, insensifitas dengan
deformitas, iskemia dengan deformitas.
Menurut klasifikasi Edmonds kaki risiko tinggi yaitu penderita DM yang
memiliki satu atau lebih risiko terdiri dari kelainan neuropati, vaskular(iskemia),
deformitas, kalus dan pembengkakan. Pada stadium ini dapat dilakukan kontrol
mekanik, metabolik, edukasi dan ditambah dengan kontrol vaskular.
Pada kontrol mekanik, setiap deformitas yang terjadi baik akibat faktor
neuropati atau faktor neuroiskemia diakomodasi dengan pemakaian sepatu atau
alas kaki yang sesuai untuk mecegah timbulnya luka. Kelainan deformitas yang
lazim dijumpai antara lain claw toes, metatarsal heads yang menonjol, hallux
rigidus, hallus valgus dan kalus. Adanya kulit kering atau fisura akibat neuropati
dapat diatasi dengan pemberian krim pelembab untuk mencegah timbulnya lecet,
mengingat setiap lecet berpotensi sebagai tempat masuknya infeksi bakteri.

22

Kontrol vaskular dilakukan pada penderita DM dengan tanda dan gejala


penyakit vaskular perifer. Perabaan arteri kaki yang lemah, keluhan klaudikasio
saat berjalan atau istirahat memerlukan pemeriksaan vaskular lanjutan. Pada
penderita DM dengan penyakit vaskular perifer disarankan untuk pemberian anti
platelet (aspirin 75 mg sehari atau clopidogrel 75 mg sehari bila tidak toleran
terhadap aspirin) dan statin. Pemberian statin terbukti dapat menurunkan risiko
kejadian kardiovaskular mayor. Penyandang DM dengan keluhan kaludikasio
saja dapat diberikan program latihan. Obat cilostazol 100 mg dua kali sehari
dapat diberikan pada penyakit arteri perifer yang ringan.
Kontrol metabolik meliputi mengontrol hiperglikemia, hipertensi, dislipidemia
dan berhenti merokok. Biasanya pada stadium ini sudah mulai terjadi komplikasi
ke ginjal atau kardiovaskular sehingga terjadi edema atau insufisiensi vena.
Kontrol edukasi lebih ditekankan untuk membiasakan diri secara teratur setiap
hari melakukan pemeriksaan mandiri pada kaki. Pasien seringkali sudah memiliki
gangguan neuropati sehingga disarankan untuk menggunakan alas kaki yang
sesuai.2,10
II.6.2. Penatalaksanaan kaki diabetes dengan luka
Setiap luka yang timbul pada penderita DM sebaiknya dianggap serius
sampai terbukti sebaliknya. Setiap luka beresiko terjadinya infeksi, sehingga
penatalaksanaan melibatkan kontrol luka dan kontrol infeksi. Penatalaksanaan
yang adekuat untuk penyembuhan luka sebaiknya dilakukan pada 6 minggu
pertama terdapat luka mengingat 6 minggu pertama adalah masa jendela dan
saat yang tepat untuk melakukan tatalaksana awal dan agresif. Luka yang
superfisial, tidak mencapai subkutan tanpa disertai gejala sistemik inflammatory
Respons Syndrome (SIRS) dan tidak ada komorbiditas yang serius, maka

23

perawatan luka dapat dilakukan sambil rawat jalan. Sebaliknya, luka yang lebih
dalam dan disertai gejala SIRS, maka sebaliknya dirawat di rumah sakit. 2
II.6.3. Pelayanan rawat jalan
Luka yang dirawat pada pelayanan rawat jalan maupun rawat inap pada
prinsipnya memiliki penatalaksanaan yang hampir sama, yaitu meliputi keenam
kontrol penatalaksanaan holistik kaki diabetik meskipun prioritas langkah yang
diambil belum tentu sama. Sebagai contoh, pada ulkus diabetes dengan masalah
infeksi yang menonjol maka kontrol mikrobiologi dan kontrol luka menempati
prioritas utama. Sedangkan pada ulkus dengan masalah vaskular yang menonjol,
maka kontrol vaskular yang menempati prioritas utama.
Pada kontrol mekanik, setiap luka sebaiknya tidk mengalami penekanan dan
diistirahatkan. Pada luka yang didominasi oleh faktor neuropati maka tujuan
utama adalah mendistribusikan beban tekanan pada kaki, sedangkan yang
didominasi faktor vaskular tujuan utamanya adalah menghindari luka pada
daerah yang rentan.
Pada kontrol luka, setiap tindakan nekrotomi pada ulkus memiliki beberapa
manfaat yaitu menurunkan tekanan plantar (dengan mengoreksi kelainan
anatomi seperti kalus), mengalirkan pus dan menghilangkan jaringan nekrotik,
mengakomodasi penyembuhan dengan membuat luka kronik menjadi luka akut.
Kontrol mikrobiologi diperlukan pada ulkus neuropati maupun ulkus neuroiskemi.
Sebelum ada hasil kultur resistensi dan mikrobiologi maka diberikan terapi
antibiotik empirik. Pada ulkus yang superfisial, dapat digunakan antibiotik yang
mencakup kuman gram positif, sedangkan pada luka yang mencapai lapisan
subkutan atau lebih dalam maka digunakan antibiotik yang mencakup kuman
gram negatif dan anaerob. Penggunaan antibiotik diobservasi seminggu
kemudian dan disesuaikan dengan hasil kultur mikroorganisme.
Pada kontrol vaskular, pemeriksaan ABI <0,6 merupakan tanda critical limb
ischemia dan memerlukan evaluasi angiografi. ABI < 0,9 dengan ada infeksi kaki

24

berat juga dapat menjadi pertimbangan dilakukan angiografi mengingat dengan


ABI < 0,9 masih dimungkinkan mempertahankan ekstremitas dan dapat
dilakukan tera[i yang lebih optimal bila pada pemeriksaan angiografi ditemukan
kelainan vaskular. Pemeriksaan TcPO2 dapat membantu untuk menentukan
daerah dengan oksigenasi yang masih cukup sehingga terapi revaskularisasi
diharapkan masih memiliki manfaat.1,2,10
II.6.4. Pelayanan rawat inap
Ulkus yang mencapai subkutan atau lebih dalam dengan gejala SIRS
memerlukan perawatan inap. Perbedaan dengan rawat jalan biasanya pada
beratnya infeksi dan komorbiditas yang menyertai. Hampir selalu diperlukan
antibiotik

kombinasi

mikroorganisme.

sebagai

Tindakan

terapi

nekrotomi

empirik
juga

sebelum
lebih

ada

agresif

hasil

dan

kultur

seringkali

memerlukan tindakan nekrotomi di ruang operatif. Selama dilakukan nekrotomi,


pengambilan swab yang baik untuk kultur sangat diperlukan untuk menghindari
hasil kultur yang false positif terhadap kuman-kuman komensal atau koloni. Pada
kasus-kasus tertentu tindakan nekrotomi tidak dapat menyelamatkan jaringan
yang masih dapat dipertahankan dan menurunkan risiko kematian. Kasus
dengan osteomielitis tidak selalu memerlukan tindakan amputasi. Penilaian
intraoperatif lebih berperan menentukan tindakan kuratif pada osteomielitis. 2
II.6.5. Peran nutrisi dalam penyembuhan luka
Nutrisi yang baik membantu proses penyembuhan luka, menunjang fase
penyembuhan

luka

yang

meliputi

inflamasi,

granulasi

dan

epitelisasi.

Rekomendasi untuk pasien dengan luka adalah makanan yang sehat dan
seimbang dengan cukup energi dan protein. Perhitungan kecukupan kalori pada
penatalaksanaan ulkus DM dirawat ianap idak berbeda dengan rawat jalan,
dengan memperhitungkan faktor infeksi atau stres yang lebih tinggi pada pasien
rawat inap. Untuk mendapatkan perhitungan kebutuhan kalori basal, pada laki-

25

laki berat badan ideal (BBI) dekalikan dengan 30 kkal sedangkan pada wanita
dikalikan 25 kkal. Faktor koreksi yang dipertimbangkan adalah usia, aktivitas,
beratnya sters atau infeksi dan berat badan. Selain jumlah kkal, perlu
perhitungan khusus mengenai kebutuhan protein mengingat defisiensi sangat
berperan pada terganggunya proses penyembuhan luka.
Untuk proses penyembuhan luka diperlukan sekitar 1,5-2 gram protein per kg
berat badan per hari. Untuk karbohidrat dianjurkan mengkonsumsi sebanyak 4565% dari kebutuhan kalori. Kebutuhan karbohidrat yang tidak terpenuhi dapat
memperberat hipoalbuminemia akibat pemecahan protein. Peran asam lemak
esensial

pada proses penyembuhan luka belum jelas, namun karena

keterlibatannya pada sintesis sel baru, maka deplesi asam lemak dapat
mempengaruhi penyembuhan luka. Anjuran konsumsi lemak untuk diabetes
adalah 20-25%dari kebutuhan energi dan tidak boleh melebihi30%.komposisi
konsumsi lemak yang dianjurkan adalah lemak jenuh <7%, lemak tidak jenuh
<10% dan sisanya lemak tidak jenuh tunggal.
Mikronutrien seperti vitamin C, vitamin E, selenium, copper, zinc dan beta
karoten dapat meningkatkan respon kekebalan dengan jalan mengurangi beban
radikal bebas. Pada praktek di klinik, bila menangani pasien dengan luka sering
disarankan untuk diberikan suplemen, paling tidak kebutuhan vitamin minimum
sehari mengingat biasanya sayuran dan buah tidak rutin dikonsumsi rutin dalam
jumlah yang cukup.2
II.6.6. Peran rehabilitasi medik
Prinsip dasar pengelolaan kaki diabetes terdiri dari :

Tindakan pencegahan, seperti edukasi perawatan kaki, senam kaki dan

penggunaan sepatu diabetes.


Program rehabilitasi untuk pengambilan fungsi ambulasi pada tukak
plantar kaki dimulai dengan evaluasi tukak, pengendalian kondisi

26

metabolik, debridemen luka, biakan kuman, antibiotik tepat guna, tindakan


bedah rehabilitatif, perbaikan sirkulasi darah serta rehabilitasi medik. 2
II.7. Pencegahan
Pencegahan

kaki

diabetes

tidak

terlepas

dari

pengendalian

(pengontrolan) penyakit secara umum mencakup pengendalian kadar gula


darah, status gizi, tekanan darah, kadar kolesterol, pola hidup sehat. Sedang
untuk pencegahan dan perawatan lokal pada kaki sebagai berikut: 1
1. Diagnosis klinis dan laboratorium yang lebih teliti.
2. Pemberian obat-obat yang tepat untuk infeksi (menurut hasil
laboratorium lengkap) dan obat vaskularisasi, obat untuk penurunan
gula darah, maupun untuk menghilangkan keluhan/gejala dan penyulit
DM.
3. Pemberian penyuluhan pada penderita dan keluarga tentang (apakah
DM, penatalaksanaan DM secara umum, apakah kaki diabetes, obatobatan, perencanaan makan, DM dan kegiatan jasmani), dll.
4. Kaki diabetes, materi penyuluhan dan instruksi. Hentikan merokok
Periksa kaki dan celah kaki setiap hari, apakah terdapat kalus
5.

(pengerasan), bula (gelembung), luka, lecet.


Bersihkan dan cuci kaki setiap hari, keringkan, terutama di celah jari

kaki.
6. Pakailah krim khusus untuk kulit kering, tapi jangan dipakai di celah jari
kaki.
7. Hindari penggunaan air panas atau bantal pemanas.
8. Memotong kuku secara hati-hati dan jangan terlalu dalam.
9. Pakailah kaus kaki yang pas bila kaki terasa dingin dan ganti setiap
hari.
10. Jangan berjalan tanpa alas kaki.
11. Hindari trauma berulang.
12. Memakai sepatu dari kulit yang sesuai untuk kaki dan nyaman dipakai.
13. Periksa bagian dalam sepatu setiap hari sebelum memakainya, hindari
adanya benda asing.
14. Olah raga teratur dan menjaga berat badan ideal.

27

15. Menghindari pemakaian obat yang bersifat vasokonstruktor seperti


orgat, adrenalin, ataupun nikotin.
16. Periksakan diri secara rutin ke dokter dan periksakan kaki setiap kali
kontrol walaupun ulkus/gangren telah sembuh.
Bila ulkus telah terjadi sebelum dilakukan perawatan sendiri di rumah oleh
keluarga sebaiknya harus dikonsultasikan ke dokter untuk menentukan
derajat keparahan borok, mengangkat jaringan yang mati (necrotomi) serta
mengajari keluarga cara merawat luka serta obat-obatan apa saja yang
diperlukan untuk mempercepat penyembuhan luka. Beberapa hal yang tidak
boleh dilakukan adalah jangan merendam kaki dan memanaskan kaki dengan
botol panas atau peralatan listrik. Hal ini untuk mencegah luka melepuh akibat
panas yang berlebih. Jangan menggunakan pisau/silet untuk menghilangkan
mata ikan, kapalan (callus). Jangan membiarkan luka kecil, sekecil apapun
luka tersebut.
Pasien dapat

diberikan

antiagregasi

trombosit,

hipolipidemik

dan

hipotensif bila membutuhkan. Antibiotikpun diberikan bila ada infeksi. Pilihan


antibiotik berupa golongan penisilin spektrum luas, kloksasilin/dikloksasilin
dan golongan aktif seperti klindamisin atau metronidazol untuk kuman
anaerob.7
Prinsip terapi bedah pada kaki diabetik adalah mengeluarkan semua
jaringan nekrotik untuk maskud eliminasi infeksi sehingga luka dapat sembuh.
Terdiri dari tindakan bedah kecil seperti insisi dan penaliran abses,
debridemen dan nekrotomi. Tindakan bedah dilakukan berdasarkan indikasi
yang tepat.6
Prioritas tinggi harus diberikan untuk mencegah terjadinya luka, jangan
membiarkan luka kecil, sekecil apapun luka tersebut. Segeralah ke dokter bila
kaki luka atau berkurang rasa.

28

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
Kaki diabetik adalah kelainan pada tungkai bawah yang merupakan
komplikasi kronik diabetes mellitus. Dengan manifestasi berupa dermopati,
selulitis, ulkus, osteomielitis dan gangren. Faktor utama yang memegang peranan
dalam patogenesis kaki diabetik adalah adanya angiopati/iskemi dan neuropati.
Pencegahan kaki diabetes tidak terlepas dari pengendalian (pengontrolan)
penyakit secara umum mencakup pengendalian kadar gula darah, status gizi,
tekanan darah, kadar kolesterol, pola hidup sehat. Adanya pemahaman yang baik
pada pasien tentaang DM dan segala komplikasi kroniknya serta perawatan luka
yang adekuat merupakan faktor yang sangat mempengaruhi keberhasilan terapi
dan pencegahan luka ataupun kecacatan.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Waspadi, S. Kaki Diabetes. Dalam : Buku Ajar Ilmu Peyakit Dalam ed. IV,

2.

Jakarta; 2006. 1933 36


Pedoman Penatalaksanaan Kaki Diabetes, Perkumpulan Endokrinologi

3.

Indonesia, Februari 2009


Mayfield JA, Reiber E, Sanders LJ, Janisse D, Pogach LM. Preventive foot
care in people with diabetes. 1998. http://www.gensurg.co.uk/diabetic%20foot
%20-%20treatment.htm. Diakses tanggal 11 November 2010.

29

4.

Misnadiarly. Permasalahan Kaki Diabetes dan Upaya Penanggulangannya.

5.

2005. http://horisonkakidiabetik.htm Diakses tanggal 11 November 2010.


Thoha,
D.
Paling
Ditakuti
Tetapi
Bisa
Dihindari.
2006.
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0601/06/kesehatan/34572.htm. Diakses

6.

tanggal 11 November 2010.


Wibowo,
EW.
Kiat

Merawat

Kaki

Diabetes.

2004.

http://www.waspada.co.id/cetak/index.php?article_id=37246. Diakses tanggal


7.

11 November 2010.
Cunha,
BA.

Diabetic

Foot

Infections.

2005.

http://www.emedicine.com/med/topic3547.htm. Diakses tanggal 15 November


2010.
8.

Hendromartono. DM Harus Diobati Meski Belum Bisa Disembuhkan.


2004.http://cybermed.cbn.net.id/detil.asp?kategori=Health&newsno=2507.

9.

Diakses tanggal 11 November 2010.


Armstrong, D & Lawrence, A . Diabetic Foot Ulcers,Prevention,Diagnosis and
Classification. 1998. http://www.aafp.org/afp/980315ap/armstron.html,. Diakses

tanggal 11 November 2010.


10. Waspadi, S. Pengelolaan kaki Diabetes sebagai suatu modal pengelolaan
holistik,

terpadu,

dan

komprehensif

dibidang

Pengukuhan guru besar tetap IPD FK UI 2004.

Ilmu

Penyakit

Dalam.

You might also like