Professional Documents
Culture Documents
10
Kata Kunci : Panas Bumi, Lainea, anomali panas dangkal, aliran panas, mineralisasi
SARI
Secara administratif daerah survei anomali panas dangkal berada di Kecamatan Lainea, Kabupaten
Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara. Daerah panas bumi Lainea secara umum berada pada tatanan geologi yang didominasi oleh batuan Metamorf dan endapan rombakan.
Litologi terdiri dari batuan malihan Sabak berumur Pra-Tersier, batuan Meta-gamping kristalin yang
berumur pra-Tersier, batuan endapan rombakan (reworked) yang tersusun oleh komponen-komponen
batuan lebih tua, tidak padu, berumur Kuarter.
Terdapat gejala mineralis asi berupa urat-urat kuarsa dan mineral-mineral sulfida, yang menandakan
adanya gejala hidrotermal fosil. Alterasi hidrotermal sangat intensif di zone mineralisasi berupa ubahan
clay atau argillic
Gejala panas bumi diperlihatkan oleh sejumlah manifestasi panas bumi berupa mata air panas dengan
temperatur mencapai 80 oC di Sungai Lainea, tanah panas serta zona alterasi mineral lempung yang termasuk dalam zona argillik dengan penyebaran yang cukup luas di sekitar Sungai Landai.
Penentuan wilayah prospek berdasarkan data geokimia Merkuri (Hg) mengalami kesulitan karena terdapat ambiguitas konsentrasi Hg yang berasal dari aktifitas hidrotermal fosil dan aktif, untuk mengatasi
masalah ini survei aliran panas dilakukan untuk melokalisir zona panas yang masih aktif yang hampir
seluruhnya berimpit dengan zone mineralisasi. Dari hasil survei ini dihasilkan zona anomali panas seluas
10 km2 yang meliputi daerah manifestasi Sungai Kaindi, Sungai Landai, dan Lainea.
1. Pendahuluan
Daerah Panas Bumi Lainea berada di Kecamatan Lainea, Kabupaten Konawe Selatan,
Provinsi Sulawesi Tenggara, atau secara geografis berada diantara 04o 15 01 - 04o 25 50 LS
dan 122o 28 41 - 122o 43 34 BT Berjarak lebih
kurang 50 km dari ibu kota Provinsi Selawesi
Tenggara, Kendari (Gambar 1).
Survei anomali panas dangkal di daerah ini
dilakukan untuk melokalisir daerah anomali
yang masih mempunyai temperatur relatif lebih
tinggi dengan lokasi lainnya yang diasumsikan
merupakan bagian dari sistem panas bumi yang
terdapat dipermukaan.
Survei ini juga dilakukan untuk mengoreksi
beberapa anomali yang terdapat di daerah ini
berupa anomali geokimia (distribusi Merkuri)
dan anomali geofisika (geomagnet).
Terdapat ambiguitas dalam interpretasi
geokimia dan geofisika di daerah panas bumi
ini, apakah anomali yang terjadi sebagai akibat
dari sistem panas bumi masa lampau (fosil)
atau sistem panas bumi yang masih aktif mengingat di daerah ini terdapat mineralisasi yang
cukup intensif.
2. Landasan Geosain
2.1 Geologi
Secara regional Daerah Lainea terletak pada
lingkungan metamorf mandala Buton-Cukang
Besi. Batuan tertua yang terbentuk di daerah ini
I.10
2.2 Geokimia
Manifestasi panas bumi yang berkembang adalah mata air panas, tanah panas dan batuan
ubahan, selain itu terdapat juga bualan gas
yang berasosiasi dengan batuan ubahan yang
tercium bau gas H2S yang cukup kuat.
Temperatur air panas mencapai 80 oC, pH
netral dengan kondisi air yang jernih. Tipe air
panas secara keseluruhan termasuk dalam
tipe bikarbonat, sedangkan berdasarkan
tingkat kesetimbangan air panas di daerah ini
termasuk dalam zona Immature Water yang
mengindikasikan bahwa tingkat pencampuran
2.3 Geofisika
Hasil pemetaan anomali sisa dari data gaya
berat, memperlihatkan daerah yang menarik
berada di sekitar sebaran mata air panas, baik
mata air panas lainea, mata air panas Landai,
maupun mata air panas Kaindi. Hal ini ditunjukkan dengan terlihatnya sebaran anomali tinggi
di sekitar daerah tersebut, dimana anomali
tinggi ini diinterpretasikan sebagai respon dari
batuan yang cukup segar dan memiliki densitas tinggi. Batuan ini diperkirakan merupakan
kubah intrusi yang tidak muncul ke permukaan
dan dapat menjadi sumber panas bagi sistem
panas bumi di daerah ini.
Sedangkan dari metode geomagnet menunjuk-
3. Metode Survei
Secara garis besar metode survei anomali panas dangkal terdiri dari pengukuran
temperatur dasar lubang pada sumur pengamatan dengan kedalaman antara 5 hingga 10
m, pengeboran dilakukan dengan menggunakan alat bor portable berupa mesin bor power
rig atau dengan menggunakan bor tangan.
4. Hasil Survei
Penentuan titik bor pengukuran berdasarkan
pertimbangan anomali geologi, geokimia serta
geofisika manifestasi permukaan. Dari hasil
survei ini diperoleh sebanyak 38 titik lubang bor
pengamatan dengan kedalam lubang antara 5
10 meter (Gambar 6).
Pengukuran temperatur dilakukan setelah
lubang dianggap stabil dan dilakukan pada
pagi hari untuk menghidari pengaruh panas
dari permukaan, terutama untuk daerah/
lokasi yang terbuka atau terkena sinar matahari secara langsung. Pengukuran temperatur
lubang dilakukan beberapa tahap, yaitu : 1)
pengukuran saat probe temperatur diturunkan,
2) probe temperatur direndam dalam dasar
I.10
I.10
5. Diskusi
Daerah penyelidikan secara geologi terdiri dari
batuan metamorf atau malihan yang didominasi oleh sabak (slate), metagamping kristalin,
dan endapan rombakan. Di beberapa lokasi
terdapat mineralisasi yang berasosiasi dengan
zona ubahan berupa silisifikasi dan mineral
sekunder berupa lempung.
I.10
6. Kesimpulan
Temperatur dasar lubang bor berkisar
antara 29,63 65,33 oC, dengan temperatur tertinggi berada di lokasi LN-12 yaitu di
Sungai Landai.
Nilai landaian suhu permukaan berkisar
antara 0,004 5,58 oC/m, dengan nilai tertinggi berada di titik LN-25, yaitu di daerah
Lainea.
Pola anomali termal daerah Panas Bumi
Lainea meliputi tiga kelompok manifestasi
permukaan yaitu Kaindi, Landai, dan Lainea
dengan luas areal 10 km2.
Pola anomali gradien thermal hanya
berupa spot-spot di seputar manifestasi
permukaan, areal yang paling luas berada
di kelompok manifestasi S. Landai dengan
luas areal 2 km2.
Kompilasi zona anomali 3-G dan survei
aliran panas menghasilkan daerah prospek dengan luas 10 km2 yang berasosiasi
dengan litologi batuan malihan (sabak dan
I.10
meta gamping).
8. Daftar Pustaka
Bachri, S., dan Alzwar,M., (1975), Kegiatan
Inventarisasi Kenampakan Gejala Panas
bumi di Daerah Sulawesi Selatan, Dinas
Vulkanologi, Bandung, unpubl.
Fournier, R.O., (1981), Application of Water
Geochemistry Geothermal Exploration and
Reservoir Engineering, Geothermal System : Principles and Case Histories. John
Willey & Sons, New York.
Giggenbach, W.F., (1988), Geothermal Solute Equilibria Deviation of Na K - Mg Ca
Geo Indicators, Geochemica Acta 52, 2749
2765.
Mahon K., Ellis, A.J., (1977), Chemistry and
Geothermal system, Academic Press, Inc.
Orlando.
Ratman,N. dkk. (1993), Geologi lembar
Mamuju, Sulawesi. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi, Bandung.
Rybach, L., dan Muffler, L. J. P. (1981), Geothermal Systems: Principles and Case Histories,
Wiley, New York.
Tim Survei Terpadu (2010), Survei Terpadu Geologi Geokimia Daerah Panas
Bumi Lainea, Kabupaten Konawe Selatan,
Sulawesi Tenggara, Pusat Sumber Daya
Geologi.
I.10
I.10
Gambar 3 Diagram segitiga Cl-HCO3-SO4
I.10
I.10
Gambar 9 Peta kompilasi anomali geologi, geokimi, geofisika dan anomali panas dangkal
I.10