You are on page 1of 16

LAPORAN KASUS

TONSILECTOMY DENGAN ANESTESI UMUM


Disusun untuk memenuhi sebagian tugas kepaniteraan klinik bagian Anastesi di Rumah Sakit
Islam Sultan Agung Semarang

Disusun oleh :
Cintya Dunihapsari

(012116354)

Citra Yekti Prabaswara

(012116355)

Pembimbing :
dr. Dian Ayu L, Sp.An

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2016

HALAMAN PENGESAHAN
Nama

Cintya Dunihapsari

(012116354)

Citra Yekti Prabaswara

(012116355)

Fakultas

Kedokteran Umum

Universitas

Universitas Islam Sultan Agung ( UNISSULA )

Tingkat

Program Pendidikan Profesi Dokter

Bagian

Ilmu Anastesi

Judul

Tonsilectomy dengan Anestesi Umum

Semarang,Oktober 2016
Mengetahui dan Menyetujui
Pembimbing Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Anastesi Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang
Pembimbing

dr. Dian Ayu L, Sp.An

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Tonsilitis kronis merupakan peradangan kronik pada tonsil yang biasanya
merupakan kelanjutan dari infeksi akut berulang atau infeksi subklinis dari tonsil. Pada
tonsillitis kronis, ukuran tonsil dapat membesar sedemikian sehingga disebut tonsillitis
kronis hipertrofi. Mengingat dampak yang ditimbulkan maka tonsilitis kronis hipertrofi
yang telah menyebabkan sumbatan jalan napas harus segera ditindak lanjuti dengan
pendekatan operatif tonsilektomi Tonsilektomi yang didefinisikan sebagai metode
pengangkatan tonsil berasal dari bahasa latin tonsilia yang mempunyai arti tiang tempat
menggantungkan sepatu serta dari bahasa yunani ectomy yang berarti eksisi. Beragam
teknik tonsilektomi terus berkembang mulai dari abad 21 diantaranya diseksi tumpul,
eksisi guillotine, diatermi monopolar dan bipolar, skapel harmonik, diseksi dengan laser
dan terakhir diperkenalkan tonsilektomi dengan coblation. Adapun teknik yang sering
dilakukan di RSUD Sragen adalah diseksi thermal menggunakan elektrocauter.
Pemilihan jenis anestesi untuk tonsilektomi ditentukan berdasarkan usia pasien,
kondisi kesehatan dan keadaan umum, sarana prasarana serta keterampilan dokter bedah,
dokter anestesi dan perawat anestesi. Di Indonesia, tonsilektomi masih dilakukan di
bawah anestesi umum, teknik anestesi lokal tidak digunakan lagi kecuali di rumah sakit
pendidikan dengan tujuan untuk pendidikan.
Mengingat tonsilektomi merupakan tindakan bedah yang dilakukan dengan
anestesi umum maupun lokal, komplikasi yang ditimbulkannya merupakan gabungan
komplikasi tindakan bedah dan anestesi. Komplikasi terkait anestesi terjadi pada 1:10.000
pasien yang menjalani tonsilektomi. Komplikasi ini terkait dengan keadaan status
kesehatan pasien. Adapun komplikasi yang dapat ditemukan berupa laringospasme,
gelisah pasca operasi, mual, muntah, kematian pada saat induksi pada pasien dengan
hipovolemia, hipersensitif terhadap obat anestesi serta hipotensi dan henti jantung terkait
induksi intravena dengan pentotal.

BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
: An D
No RM
: 01.28.89.27
Umur
: 17 th
Jenis Kelamin : Laki - laki
Alamat
: Sayung, Demak
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
: Nyeri Tenggorokan
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pada anamnesis didapatkan pasien mengeluh nyeri telan sejak 3 hari.
Nyeri telan dirasakan saat makan, minum ataupun menelan ludah. Menurut
orangtuanya, keluhan nyeri telan dirasakan setelah beberapa hari sebelumnya sempat
mengalami demam dan pilek. Nyeri telan tidak disertai dengan ngorok maupun
nafas tersengal-sengal saat tidur. Pasien sering mengalami demam, batuk, pilek yang
kumat-kumatan hampir tiap bulan. Saat ini pasien tidak mengeluhkan pilek, hidung
tersumbat, nyeri di kedua telinga, kurang pendengaran, gemerebek maupun sakit
kepala .
3 bulan sebelum masuk rumah sakit (SMRS) pasien periksa ke dokter umum
dengan keluhan yang sama dan dikatakan mengalami radang amandel. Dalam 1
bulan terakhir kambuh 2 kali. Bila kambuh pasien merasakan nyeri tenggorokan,
susah menelan, disertai demam dan batuk pilek. Keluhan terasa setelah
mengkonsumsi minuman dingin, jajan sembrangan dan berminyak. Saat ini pasien
tidak mengalami batuk dan pilek. Pasien juga tidak mengeluhkan demam.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
:
1) Riwayat asma disangkal
2) Riwayat alergi makanan dan obat disangkal
4. Riwayat penyekit keluarga
:
Riwayat asma, alergi dan riwayat penyakit yang sama dengan pasien disangkal.
5. Riwayat Sosial Ekonomi
: pasien JKN non PBI
6. Penekanan Bidang Anestesi :
a. Riwayat Operasi Sebelumnya
: disangkal
b. Riwayat Anestesi Sebelumnya
: disangkal
c. Riwayat Dirawat di ICU Pasca Operasi
: disangkal
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum

: tampak kesakitan

2. Kesadaran

: composmentis
GCS : E4M6V5

3. Vital Sign
- Tekanan Darah
- Frekuensi Nafas
- Nadi
- Suhu
4. Status Gizi
5. Status Generalis

:
:
:
:
:
:

130/80 mmHg
18x/menit
85x/menit
36oC
Cukup

a. Kulit :

Warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak

sianosis, turgor kulit cukup, capilary refill kurang dari 2 detik


dan teraba hangat.
b. Kepala

Tampak tidak ada jejas, tidak ada bekas

trauma, distribusi merata dan tidak mudah dicabut.


c. Mata :

Tidak terdapat konjungtiva anemis dan sklera

ikterik
d. Cavum oris :

tonsil membesar, tonsil hiperemi, kripta melebar

detritus (+) atau bila ditekan


e. Pemeriksaan Leher
1) Inspeksi

: Tidak terdapat jejas


2) Palpasi

: Trakea teraba di tengah, tidak

terdapat pembesaran kelenjar tiroid. Teraba pembesaran limfonodi


submandibula.
6. Hasil Pemeriksaan Fisik Jantung
Inspeksi : tampak ictus cordis 2cm dibawah papila mamaesinistra
Palpasi

: ictus cordis teraba kuat angkat

Perkusi

: kardiomegali (-)

Auskultasi: S1 > S2 reguler, tidak ditemukan gallop dan murmur.


7. Hasil Pemeriksaan Fisik Paru
Inspeksi

: simetris (+), retraksi (-/-)

Palpasi

: simetris (+), vokal fremitus sama ka/ki

Perkusi

: sonor (+/+)

Auskultasi : rh (-/-), wh (-/-)

8. Hasil Pemeriksaan Fisik Abdomen


Inspeksi

: cembung, simetris, jejas (-) dan massa (-) di kuadran kiri bawah.

Auskultasi : bising usus (+)


Perkusi

: timpani

Palpasi

: supel, nyeri tekan (+) Hepar dan lien tidak teraba.

9. Hasil Pemeriksaan Kondisi Ekstremitas dan Tulang Punggung


AD (-) di semua ekstremitas, OE (-) di semua ekstremitas. Tulang
punggung skoliosis (-), gibus (-), kifosis (-)
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan

20-09-2016

Nilai normal

Hematologi
Hemoglobin

11,6

11,5-15,5 g/dL

Leukosit

6.90

4800-10800/L

Hematokrit

33,4

35-45%

Eritrosit

4,27x106

4,0-4,2x106/

Trombosit

442000

150000-450000/L

Gol. Darah

Kimia Klinik
SGOT

17

< 31 U/L

SGPT

< 32 U/L

Ureum

16,9

10-50 mg/dL

Creatinin

0,63

0,60-0,90 mg/dL

GDS

79

200 mg/Dl

Seroimmunologi
HbsAg

Negatif

Negatif

Rencana Tindakan Operasi


: Tiroidectomy
Rencana Anestesi
: general anestesi
Skor ASA
:I

E. LAPORAN ANESTESI
1. Diagnosis Pra Bedah
: Tonsilitis kronik
2. Diagnosis Pasca Bedah : Tonsilitis kronik
3. Penatalaksanaan Preoperasi : RL 500 cc
4. Penatalaksanaan Anestesi
a. Jenis Pembedahan
: Tonsilectomy
b. Jenis Anestesi
: General Anestesi (ETT-inhalasi)
c. Mulai Anestesi
: 21 September 2016, pukul 06.00 WIB
d. Mulai Operasi
: 21 September 2016, pukul 06.15 WIB
e. Premedikasi
: Ondansetron 4 mg, SA 0,25 mg, Fentanyl 0,1 mg
f. Induksi Anestesi
: Propofol 100 mg, Roculax 30 mg
g. Medikasi tambahan
: Ketorolac 30 mg
h. Maintenance
: O2, N2O,sevoflurane
i. Respirasi
: spontan
j. Posisi
: supine
k. Cairan durante operasi : RL 250 cc
PASCA OPERASI
1. Ruang Pemulihan
a. Bromage Score : 2 (tidak mampu fleksi lutut)
b. Nyeri Pasca Operasi
:3
c. Perintah Pasca Operasi
- Program Cairan : RL 20 tpm
- Program Analgetik
: Ketorolac 30 mg x 3 tiap 8 jam mulai
-

pukul 15.00
Perintah Khusus :
Awasi TTV/KU
Awasi perdarahan
Sadar penuh boleh minum sedikit-sedikit
Makan mengikuti advice dokter operator
O2 kanul 2 lpm

2. Ruang Perawatan
a. Perintah Khusus
:b. Monitoring
- Keadaan umum : baik
- Skor nyeri
:3
- Tekanan Darah
: 137/90 mmHg
- Nadi
: 73 x/menit
- RR dan SpO2 : 18 x/menit dan 100%
- Suhu
: 37oC

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. GENERAL ANESTESI
Definisi
Anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai
hilangnya

kesadaran

dan

bersifat

irreversible.

Anestesi

umum

yang

sempurna menghasilkan ketidaksadaran, analgesia, relaksasi otot tanpa


menimbulkan resiko yang tidak diinginkan dari pasien.
Komplikasi
a. Komplikasi kardiovaskuler
- Hipotensi : systole <70mmHg atau turun 25% dari sebelumnya
- Hipertensi : biasanya meningkat pada periode induksi dan

b.

c.
d.
e.
f.

pemulihan anestesi
- Aritmia jantung
- Payah jantung
Penyulit respirasi
- Obstruksi jalan nafas
- Batuk
- Intubasi endobronkial
- Apneu
- Atelektasis
- Pneumothoraks
- Muntah dan regurgitasi
Komplikasi mata
- Laserasi kornea
- Menekan bola mata terlalu kuat
Komplikasi cairan tubuh
- Hipovolemia
- hipervolemia
Komplikasi neurologi
- Konvulsi terlambat sadar
- Cidera saraf tepi
Komplikasi lain-lain
- Menggigil
- Gelisah setelah anestesi
- Mimpi buruk
- Sadar selama operasi
- Kenaikan suhu tubuh

hipersensitif

Obat-Obat
Obat-obat yang digunakan saat anestesi umum antara lain :
a. Sevoflurane
Sevofluran merupakan fluorokarbon dengan bau yang tidak begitu menyengat, dan tidak
begitu mengiritasi saluran napas, serta absorpsinya cepat. Indikasi klinik: sebagai anestesi
b.
c.
d.
e.

umum untuk melewati stadium 2 dan untuk pemeliharaan umum.


Propofol
Farelax
Roculax
Midazolam

B. Anatomi Dan Fisiologi Saluran Nafas Bagian Atas


Dalam melakukan tindakan intubasi endotrakheal terlebih dahulu kita harus memahami
anatomi dan fisiologi jalan napas bagian atas dimana intubasi itu dipasang.

Gambar 1. Anatomi Saluran Nafas Bagian Atas


( dikutip : www.pearsoned.co.uk )

1. Respirasi Internal dan Eksternal


Respirasi dibagi dalam dua fase. Fase pertama ekspirasi eksternal dalam pengertian yang
sama dengan bernafas. Ini merupakan kombinasi dari pergerakan otot dan skelet, dimana

udara untuk pertama kali didorong ke dalam paru dan selanjutnya dikeluarkan. Peristiwa
ini termasuk inspirasi dan ekspirasi. Fase yang lain adalah respirasi internal yang meliputi
perpindahan / pergerakan molekul-molekul dari gas-gas pernafasan (oksigen dan
karbondioksida) melalui membrana, perpindahan cairan, dan sel-sel dari dalam tubuh
sesuai keperluan.
2. Organ-organ pernafasan
Traktus respiratorius ini meliputi: (a) rongga hidung (b) laring (c) trakea (d) bronkhus (e)
paru-paru dan (f) pleura. Faring mempunyai dua fungsi yaitu untuk sistem pernafasan dan
sistem pencernaan. Beberapa otot berperan dalam proses pernafasan. Diafragma
merupakan otot pernafasan yang paling penting disamping muskulus intercostalis interna
dan eksterna beberapa otot yang lainnya9.

Gambar 2. Sistem Respirasi


( dikutip : www.pearsoned.co.uk )
Faring
Udara masuk ke dalam rongga mulut atau hidung melalui faring dan masuk ke dalam
laring. Nasofaring terletak di bagian posterior rongga hidung yang menghubungkannya
melalui nares posterior. Udara masuk ke bagian faring ini turun melewati dasar dari faring
dan selanjutnya memasuki laring.

Kontrol membukanya faring, dengan pengecualian dari esofagus dan membukanya


tuba auditiva, semua pasase pembuka masuk ke dalam faring dapat ditutup secara volunter.
Kontrol ini sangat penting dalam pernafasan dan waktu makan, selama membukanya
saluran nafas maka jalannya pencernaan harus ditutup sewaktu makan dan menelan atau
makanan akan masuk ke dalam laring dan rongga hidung posterior.
Laring
Organ ini (kadang-kadang disebut sebagai Adams Apple) terletak di antara akar
lidah dan trakhea. Laring terdiri dari 9 kartilago melingkari bersama dengan ligamentum
dan sejumlah otot yang mengontrol pergerakannya. Kartilago yang kaku pada dinding
laring membentuk suatu lubang berongga yang dapat menjaga agar tidak mengalami
kolaps. Pita suara terletak di dalam laring, oleh karena itu ia sebagai organ pengeluaran
suara yang merupakan jalannya udara antara faring dan laring. Bagian laring sebelah atas
luas, sementara bagian bawah sempit dan berbentuk silinder9. Fungsi laring, yaitu
mengatur tingkat ketegangan dari pita suara yang selanjutnya mengatur suara. Laring juga
menerima udara dari faring diteruskan ke dalam trakhea dan mencegah makanan dan air
masuk ke dalam trakhea. Ketika terjadi pengaliran udara pada trakhea, glotis hampir
terbuka setiap saat dengan demikian udara masuk dan keluar melalui laring namun akan
menutup pada saat menelan. Epiglotis yang berada di atas glottis selain berfungsi sebagai
penutup laring juga sangat berperan pada waktu memasang intubasi, karena dapat
dijadikan patokan untuk melihat pita suara yang berwarna putih yang mengelilingi lubang9.
C. Tonsilitis Kronik
Tonsilitis kronis adalah peradangan kronis tonsila palatina lebih dari 3 bulan setelah
serangan akut yang terjadi berulang-ulang atau infeksi subklinis. Mikroabses pada tonsilitis
kronik menyebabkan tonsil dapat menjadi fokal infeksi bagi organ-organ lain seperti sendi,
ginjal, jantung dan lain-lain. Fokal infeksi adalah sumber bakteri/kuman di dalam tubuh
dimana kuman atau produk-produknya dapat menyebar jauh ke tempat lain dalam tubuh itu
dan dapat menimbulkan penyakit.
Kelainan ini hanya menimbulkan gejala ringan atau bahkan tidak ada gejala sama
sekali, tetapi akan menyebabkan reaksi atau gangguan fungsi pada organ lain yang jauh
dari sumber infeksi. Tonsilitis terlihat membesar disertai dengan hiperemi ringan yang
mengenai pilar anterior dan apabila tonsil ditekan keluar detritus.

1. Etiologi
Tonsilitis kronik yang terjadi pada anak mungkin disebabkan oleh karena sering
menderita infeksi saluran napas atas (ISPA) atau tonsilitis akut yang tidak diobati dengan
tepat atau dibiarkan saja. Tonsilitis kronik disebabkan oleh bakteri yang sama terdapat pada
tonsilitis akut, dan yang paling sering adalah bakteri gram positif. Staphylococcus alfa
merupakan penyebab tersering diikuti Staphylococcus aureus, Streptococcus beta
hemolyticus group A .
2. Faktor predisposisi
Beberapa faktor timbulnya tonsilitis kronis, yaitu :
-

Rangsangan kronis (rokok, makanan)

Hygiene mulut yang buruk

Pengaruh cuaca (udara dingin, lembab, suhu yang berubah-ubah)

Alergi (iritasi kronis dari alergen)

Keadaan umum ( kurang gizi, kelelahan fisik)

Pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat

3. Patofisiologi
Fungsi tonsil adalah sebagai pertahanan terhadap masuknya kuman ke tubuh kita
baik melalui hidung atau mulut. Kuman yang masuk disitu akan dihancurkan oleh
makrofag yang merupakan sel-sel polimorfonuklear. Jika tonsil berulang kali terkena
infeksi akibat dari penjagaan hygiene mulut yang tidak memadai serta adanya faktor-faktor
lain,maka pada suatu waktu tonsil tidak bisa membunuh semua kuman kumannya,
akibatnya kuman yang yang bersarang di tonsil akan menimbulkan peradangan tonsil yang
kronik.pada keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang
infeksi atau fokal infeksi .
Proses peradangan dimulai pada satu atau lebih kripte tonsil. Karena proses radang
berulang, maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses
penyembuhan jaringan limfoid akan diganti oleh jaringan parut. Jaringan ini akan
mengerut sehingga kripta akan melebar.

Secara klinis kripte ini akan diisi oleh detritus (akumulasi sel yang mati, sel leukosit
yang mati dan bakteri yang menutupi kripte berupa eksudat bewarna putih kekuningan).
Proses ini meluas sehingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlekatan dengan
jaringan sekitar fossa tonsilaris. Sewaktu-waktu kuman bisa menyebar ke seluruh tubuh
misalnya pada keadaan imun yang menurun.
4. Manifestasi klinis
Gejala tonsilits kronis dibagi menjadi 1) gejala lokal, yang bervariasi dari rasa tidak
enak di tenggorok, sakit tenggorok, sulit sampai sakit menelan; 2) gejala sistemis, berupa
rasa tidak enak badan atau malaise, nyeri kepala, demam subfebris, nyeri otot dan
persendian; 3) gejala klinis tonsil dengan debris di kriptenya (tonsilitis folikularis kronis),
udem atau hipertrofi tonsil (tonsilitis parenkimatosa kronis), tonsil fibrotik dan kecil
(tonsilitis fibrotik kronis), plika tonsilaris anterior hiperemis dan pembengkakan kelenjar
limfe regional
5. Terapi
b. Medikanmentosa
Terapi tonsilitis kronis dapat diatasi dengan menjaga higiene mulut yang baik,
obat kumur, dan obat.
Pengobatan tonsilitis kronis dengan menggunakan antibiotik oral perlu diberikan
selama sekurangnya 10 hari. Antibiotik yang dapat diberikan adalah golongan
penisilin atau sulfonamida, namun bila terdapat alergi penisilin dapat diberikan
eritromisis atau klindamisin
c. Operatif
Tonsilektomi merupakan prosedur yang paling sering dilakukan dalam sejarah
operasi. Indikasi tonsilektomi dulu dan sekarang tidak berbeda, namun terdapat
perbedaan prioritas relatif dalam menentukan indikasi tonsilektomi pada saat ini.
Dulu, tonsilektomi diindikasikan untuk terapi tonsilitis kronik dan berulang. Saat ini,
indikasi utama adalah obstruksi saluran nafas dan hipertrofi tonsil

BAB IV
KESIMPULAN
Pemeriksaan pra anestesi memegang peranan penting pada setiap
operasi yang melibatkan anestesi. Pemeriksaan yang teliti memungkinkan
kita mengetahui kondisi pasien dan memperkirakan masalah yang mungkin
timbul sehingga dapat mengantisipasinya.
Pada makalah ini disajikan kasus penatalaksanaan anestesi umum
jenis ETT-inhalasi pada operasi

tonsilectomy pada penderita berjenis

kelamin, usia 17 tahun, status fisik ASA I, dengan diagnosis tonsilitis kronis.
Untuk

mencapai

hasil

maksimal

dari

anestesi

seharusnya

permasalahan yang ada diantisipasi terlebih dahulu sehingga kemungkinan


timbulnya komplikasi anestesi dapat ditekan seminimal mungkin.
Dalam kasus ini selama operasi berlangsung tidak ada hambatan yang
berarti baik dari segi anestesi maupun dari tindakan operasinya.Selama di
ruang pemulihan juga tidak terjadi hal yang memerlukan penanganan
serius.Secara

umum

pelaksanaan

berlangsung dengan baik.

operasi

dan

penanganan

anestesi

You might also like