Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fieldtrip Geomorfologi ini, didasarkan studi terhadap bentang alam. Di
mana geomorfologi yang merupakan cabang dari ilmu geologi, yang mempelajari
tentang bentuk muka bumi, yang meliputi pandangan luas sebagai cakupan satu
kenampakan sebagai bentang alam (landscape), sampai pada satuan terkecil
sebagai bentuk lahan (landform).
Berdasarkan persamaan dan perbedaan kenampakan bentang alam dan
bentuk bentang lahan, maka kita berupaya untuk mengelompokannya. Dari hasil
pengamatan
terhadap
jenis-jenis
bentuk
lahan
tersebut,
kita
dapat
(landform, rock, soil, slope), maupun parameter berubah (erosion, terrace, land
use). Dengan melakukan fieldtrip akan semakin dikenal betul macam bentuk lahan
dilapangan, sehingga mudah untuk mengingatnya kembali jika pernah melihat
secara langsung dan sebagai bekal memori pada saat melakukan Interpretasi Foto
Udara (IFU).
Bentuk lahan walupun mudah diamati dengan foto udara tapi perlu
dilakukan pendekatan dengan melakukan mendatangi langsung ke lapangan dalam
bentuk kunjungan lapangan (field trip). Hal tersebut dimaksudkan untuk lebih
memastikan unsur pembentuk landform tersiri dari komposisi atau susunan batuan
apa saja. Disamping itu dengan survai lapangna akan diperoleh beberapa kunci
Interpretasi Fotro Udara (IFU) dari hasil kunjungan lapangan pada berbagai
bentuk lahan yang berbeda. Sehingga dengan kunci IFU akan diperoleh analaisis
bentuk lahan yang lebih lengkap yang merupakan satu komponen penyusun
bentang lahan.
Bentuk muka bumi yang kompleks telah menjadi suatu pokok bahasan
tersendiri khususnya dalam usaha pemanfaatannya. Dalam hal ini setiap bentukan
lahan mempunyai kapasitas berbeda dalam mendukung suatu usaha pemanfaatan
yang tentunya mengarah untuk tepat guna. Sehingga dengan tujuan sama yaitu
bermaksud menyederhanakan bentuk lahan permukaan bumi yang kompleks ini,
maka pemahaman mengenai ilmu geomorfologi yang mempelajari bentukanbentukan lahan menjadi sangat penting.
Penyederhanaan muka bumi yang kompleks ini membentuk suatu unit-unit
yang mempunyai kesamaan dalam sifat dan perwatakannya. Kesatuan sifat ini
meliputi
kesamaan
struktur
geologis
atau
geomorfologis
sebagai
asal
1.2
Rumusan masalah
Rumusan masalah dalam praktikum lapangan metode geologi lapangan ini
yaitu
1. Bagaimana cara menggunakan peralatan geologi pada saat dialapangan
dengan metode yang baik dan benar ?
2. Bagaimana cara mengambil data dilapangan dengan penuh ketelitian?
3. Bagaimana cara mengetahui litostratigrafi daerah penelitian?
1.3 Maksud dan Tujuan
Adapun maksud diadakannya Field Trip mata kuliah metode geologi
lapangan ini yaitu untuk melakukan pengamatan dan pengambilan data singkapan,
data litologi, data geomorfologi serta data struktur dengan menggunakan metode
yang baik dan benar pada daerah tersebut.
Adapun tujuan yang ingin dicapai pada field trip lapangan metode geologi
lapangan kali ini, yaitu sebagai berikut :
1. Mengetahui jenis litologi yang berada pada daerah penelitian.
2. Mengetahui keadaan geomorfologi, stratigrafi dan struktur daerah
penelitian.
3. Untuk mengetahui litostratigrafi daerah penelitian.
1.4 Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam Field Trip mata kuliah
Geomorfologi ini, dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 1.1. Alat Beserta Fungsi/Kegunaan
No
Alat
.
Sebagai alat
1
Kompas
Kegunaan
untuk
melakukan
orientasi
(Brunton)
GPS
Palu
Papan Clipboard
5
6
Kamera
Alat Tulis Menulis
Lup
diambil
Busur Derajat
Mistar 30 cm
10
11
12
Pensil Warna
Roll Meter
Peta Dasar
serta
untuk
mengamati
komposisi
Gambar 1.5.1 Peta lokasi daerah Pamandati, Kec. Lainea, Kab. Konawe Selatan
Gambar 1.5.2 Peta Geologi daerah Pamandati, Kec. Lainea, Kab. Konawe Selatan
1.5.1
Peneliti Terdahulu
BAB II
GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN
2.1
2.1.3
P3G) dan Peta Lembar Geologi Lasusua Kendari (Rusmana dkk, 1993), batuan
penyusun daerah Konawe Selatan dapat dikelompokkan kedalam 9 (sembilan)
satuan yang terdiri dari batua tua ke batuan lebih muda adalah sebagai berikut :
2.2.1
Satuan Kalkarenit
Satuan ini tersebar di bagian Selatan daerah Konawe Selatan yaitu
disekitar daerah Lapuko dan Tinanggea. Satuan ini terdiri dari kalkarenit,
batugamping, koral, batupasir dan napal.
Berdasarkan
kesamaan
fisik
yang
dijumpai,
satuan
ini
dapat
Satuan Batulempung
Satuan tersebar dibagian Selatan daerah Konawe Selatan yaitu disekitar
sebelah Selatan Lapuko, yang terdiri dari lempung, napal pasiran dan batupasir.
Satuan ini memiliki hubungan yang saling menjemari dengan satuan kalkarenit.
Berdasarkan kesamaan fisik yang dijumpai di lapangan, satuan ini dapat
disebandingkan dengan Formasi Boipinang, berumur Pliosen. Satuan ini
memiliki ketebalan berkisar 150 m dengan lingkungan pengendapan transisi
hingga laut dangkal.
2.2.3
disekitar daerah Torobulu. Satuan ini terdiri dari batugamping koral, dan
batugamping pasiran memiliki ketebalan berkisar 100 m. Berdasarkan
kesamaan fisik yang dijumpai di lapangan maka satuan ini dapat
disebandingkan dengan Formasi Buara. Berumur Pliosen hingga Holosen
dengan lingkungan pengendapan laut dangkal. Satuan ini memiliki hubungan
yang menjemari dengan satuan batupasir dan menindih secara tidak selaras
satuan batuan yang berada dibawahnya.
2.2.4
Satuan ini didominasi oleh batugamping yang termalihkan, lemah, selain itu
satuan ini juga disusun oleh lempung yang tersilikatkan dan kalsilutit.
Satuan batugamping malih secara umum telah mengami deformasi kuat,
sehingga batuan dari satuan ini umumnya telah tersesarkan dan terkekarkan.
Berdasarkan ciri fisik yang dijumpai di lapangan, satuan ini dapat
disebandingkan dengan Formasi Laonti yang berumur Trias Akhir. Satuan yang
memiliki ketebalan 500 m ini memiliki hubungan yang saling menjemari
dengan Formasi Meluhu sebanding dari satuan batupasir malih.
2.2.5
Satuan Batupasir
Satuan ini tersebar dibagian Selatan daerah Konawe Selatan yaitu
disekitar daerah Palangga, Tinanggea dan Motaha. Satuan ini terdiri dari
batupasir, konglomerat dan lempung.
Berdasarkan kesamaan fisik yang dijumpai di lapangan, satuan ini dapat
disebandingkan dengan Formasi Alangga, yang berumur Pliosen. Satuan ini
memiliki ketebalan berkisar 250 m dengan lingkungan pengendapan darat
hingga transisi dan menindih secara tak selaras semua batu-batuan yang berada
dibawahnya.
2.2.6
yaitu daerah Boroboro, Wolasi, Kolono dan sekitar Angata. Satuan batupasir
malih ini terdiri dari batupasir termalihkan dengan berbagai variasi, ukuran
butir yaitu serpih hitam, serpih merah, filit, batu sabak dan setempat kwarsit.
Satuan ini telah mengalami tektonik yang sangat kuat dan berulangulang. Hal ini diperlihatkan dengan keadaan sekarang yaitu umumnya terlipat,
terkekarkan, tersesarkan, selain itu hampir seluruh singkapan yang dijumpai
mengalami perombakan yang kuat. Berdasarkan ciri fisik yang dijumpai,
satuan ini dapat disebandingkan dengan Formasi meluhu berumur Trias - Trias
Akhir, satuan ini memiliki ketebalan tidak kurang dari 1000 m. Beberapa ahli
mengetahui satuan ini disebut sebagai batuan tak perinci (Sukamto, 1995)
Metharmorfic rock (Kartadipoetoa, 1993).
2.2.7
Satuan Ultrabasa
10
11
tersingkap, namun sangat sulit untuk menentukan arah sumbu lipatannya karena
telah terombakkan.
Kekar dijumpai hampir seluruh satuan batuan penyusun daerah ini, kecuali
alluvium dan batuan kelompok batuan Molasa yang tidak terkonsolidasi dengan
baik. Sesar utama yang terjadi di daerah ini dapat dijumpai di daerah Kolono,
yang mana sesar Kolono ini hampir memotong seluruh batuan kecuali Aluvial.
12
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Daerah Boro-Boro umumnya disusun oleh beberapa jenis litologi,
diantaranya batupasir, batulempung, slate, dan napal serta terdapa tendapanendapan fluvial di sepanjang aliran sungainya, yang mengindikasikan dearah ini
merupakan daerah dengan aktifitas geologi yang aktif. Daerah ini juga dapat
dikatakan sebagai salah satu daerah di Sulawesi tenggara yang aktifitas struktur
geologinya masih aktif dan dapat dilihat dengan jelas.
Secara regional Daerah Lainea terletak pada
lingkungan metamorf mandala Buton-Cukang
Besi. Batuan tertua yang terbentuk di daerah ini
adalah satuan metamorf yang berumur Trias.
Litologi daerah Panas Bumi Lainea tersu-sun oleh batuan metamorf yang
berumur
pra-Tersier dan batuan sedimen Tersier dan
dikelompokkan menjadi 7 satuan batuan, yaitu
satuan batuan metamorf, satuan meta-ba-tugamping, satuan metabatupasir, satuan
batupasir non-karbonatan, satuan batupasir
gampingan, satuan konglomerat, dan endapan
alluvium.
Selain itu terdapat juga batuan ubahan hasil
ubahan hidrotermal yang didominasi oleh
ubahan bersifat argilik yang dicirikan oleh
mineral lempung atau argilik.
Struktur utama yang berkembang di daerah
penyelidikan dan mengontrol sistem panas
bumi Lainea adalah sesar normal Boro-boro
yeng berarah baratlaut-tenggara, sesar men-datar Kaindi, Landai,
Amowolo, Lainea dan
13
sesar Rumbalaka
Pergerakan lempeng Australia ke arah utara
menyebabkan terjadinya tumbukan dengan
lempeng Asia bagian timur / Sulawesi bagian
barat dan lempeng Pasifik dan menghasilkan
pergerakan tektonik yang berarah relatif barat-lauttenggara yang dikenali
sebagai Sesar
Boroboro dan selaras dengan satuan metamorf.
Periode tektonik selanjutnya terjadi pada
zaman Tersier yang menghasilkan sesar- sesar
yang berarah baratdayatimurlaut dan diduga
mengkontruksi sistem panas bumi di daerah
ini dengan mengontrol munculnya manifestasi
panas bumi yang ada di permukaan. Secara
umum, struktur utama yang berkembang di
daerah ini dan mengontrol sistem panas bumi
Lainea adalah Sesar Boroboro (normal) yang
berarah baratlaut-tenggara, Sesar Kaendi,
Landai, Amowolo, Lainea dan Sesar Rumbalaka
(mendatar).
3.1 Geomorfologi Daerah penelitian
Daerah penelitian yang terletak di daerah boro boro kab.Konawe selatan
merupakan daerah dengan aktifitas geologi yang sangat aktif. Pada daerah ini
banyak ditemukan bukti terjadinya aktifitas geologi yang dapat dilihat secara
langsung didaerah penelitian salah satunya dengan melihat geomorfologi
padadaerah penelitian.Daerah penelitian di desaboro-boromemilikigeomorfologi
yang beragam. Daerah ini didominasi oleh morfologi perbukitan bergelombang
dedudasional serta terdapat pula morfologi pedataran.
Daerah penelitian di dominasi oleh daeraah perbukitan bergelombang
dedudasional yang dapat dibuktikan dengan fakta-fakta yang ditemui di daerah
14
Foto 3.1 Bentuk morfologi bergelombang daerah penelitian dengan arah foto N 1900 E dengan
Slop 320
15
Bentang alam daerah ini di pengaruhi oleh 3 pengaruh utama yang dapat
mempengaruhi keadaan dan bentuk fisik bentang alam daerah penelitian yakni
denudasioanal, structural, dan fluvial.
3.1.1 Bentang Alam Perbukitan Rendah Denudasional
Daerah penelitian memiliki morfologi yang beragam.Didaerah penelitian,
banyak terdapat endapan-endapan fluvial hasil dari proses erosi yang terjadi di
daerah penelitian. Sepanjang aliran sungai pada daerah penelitian juga banyak
terdapat galih galih erosi (foto 3.2) yang merupakan bukti proses aktifitas
pengikisan oleha liran air hujan ataupun air sungai pada deaerah ini sangat tinggi,
hal ini mengindikasikan bahwa morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh
aktifitas pelapukan serta aktifitas erosi. Selain banyak ditemukannya material
material fluvial dan banyaknya galih erosi pada daerah peneitian, ditemikan pula
banyaknya material material jatuhan yang berupa bongkahan-bongkahan bebatuan
(foto 3.3) serta lapisan soil yang cukup tebal. Dengan banyaknya galih erosi,
endapan endapan fluvial serta terdapat lapisan soil yang tebal dari hasil pelapukan
batuan yang tertransportasi menandakan daerah penelitian juga memiliki
morfologi yang dibentuk oleh aktifitas pelapukan serta erosi yang berarti bahwa
daerah ini memiliki satuan morfologi dedudasianoal menurut klasifikasi ITC
(1986).
Dibawah ini bukti bahwa adanya galih erosi dan rock fall (runtuhan batuan)
16
Foto 3.2 Keterdapatan Gallih erosi dan channel bar pada stasiun 1 dengan arah foto N 3200 E
Foto 3.3 Keterdapatan Rock Fall (Runtuhan Batuan) pada stasiun 4 dengan arah foto N 2700 E
17
Foto 3.4 Keterdapatan patahan dan channel bar pada stasiun 1 dan 2 dengan arah foto N 1900 E
18
DAFTAR PUSTAKA
Foto 3.5 Keterdapatan lipatan rebah pada stasiun 4 dengan arah foto N 3020 E
19
Foto 3.6 Keterdapatan lipatan rebah pada stasiun 5 dengan arah foto N 3220 E
20
channel bar dan point bar pada daerah penelitian terdapat material yang sedimen
klastik yang berukuran bongkah-kerikil dimana terletak disamping sungai
(channel bar) dan ditengah sungai (point bar)
Dibawah ini bukti bahwa adanya channel bar dan point bar yaitu dibawah ini
sebagai berikut :
Foto 3.7 Keterdapatan channel bar berukuran berangkal bongkah pada stasiun 1 dengan arah
foto N 2940 E
21
Foto 3.8 Keterdapatan channel bar berukuran Kerakal-berangkal pada stasiun 2 dengan arah
foto N 3260 E
22
Foto 3.9 Keterdapatan channel bar dan point bar berukuran Kerikil-kerakal pada stasiun 4
dengan arah foto N 3020 E
23
Foto 3.10 Keterdapatan channel bar berukuran Kerikil-kerakal pada stasiun 5 dengan arah foto
N 2300 E
24
25
Foto 3.11 Singkapan napal pada stasiun 2 dengan arah foto N 780 E
26
Foto 3.12 Zoom Litologi Napal pada stasiun 2 dengan arah foto N 780 E
27
Foto 3.13 Singkapan batulempung pada stasiun 3 dengan arah foto N 2750 E
28
Foto 3.14 Zoom Litologi Batulempung pada stasiun 3 dengan arah foto N 2750 E
batulempung
untuk
dasar
penamaannya
didasarkan
pada
lithostratigrafi tidak resmi yang didasarkan atas ciri litologi, keseragaman litologi,
ukuran butir, kandungan mineral dan penyebaran litologi secara lateral dan dapat
terpetakan dalam skala 1:25000. Dasar penamaan dari satuan ini secara
megaskopis yaitu penamaan yang ditentukan berdasarkan ciri fisik berdasarkan
litologi yang diamati dilapangan.
29
30
Foto 3.15 Singkapan batulempung dan batupasir pada stasiun 5 dengan arah foto N 3220 E
31
Foto 3.16 Zoom Litologi Batupasir pada stasiun 5 dengan arah foto N 3220 E
32
Foto 3.17 Zoom Litologi Batulempung pada stasiun 5 dengan arah foto N 3220 E
33
Foto 3.18 kenampakan Kekar Gerus pada Singkapan pada stasiun 4 dengan arah foto N 3020 E
34
Foto 3.19 Zoom kekar gerus pada Litologi Batulempung stasiun 4 dengan arah foto N 3020 E
35
Foto 3.20 Kenampakan Lipatan Rebah pada Singkapan stasiun 5 dengan arah foto N 3220 E
36
37
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik pada praktikum lapangan metode
geologi lapangan ini yaitu sebagai berikut :
1. Perlaatan geologi setiap mahasiswa harus dapat menggunakannya dengan
cara mempelajari kinerja/fungsi alat tersebut, kemudian dilakukan
bimbingan secara intensif kepada asisten, teman maupun dosen yang bisa
memberikan pengetahuan tentang metode yang baik.
2. Untuk mengambil data yang baik dan benar dilapangan maka harus
dilakukan ketelitian dan pemahaman tentang keadaan singkapannya dan
geomorfologi serta keadaan struktur daerah sekitar. Setelah itu, aplikasikan
dalam bentuk tulisan agar bisa dipertanggung jawabkan.
3. Morfologi daerah penelitian terdiri daeri 3 jenis bentang alam yaitu bentang
alam perbukitan rendah denudasional, perbukitan rendah struktural dan
pedataran fluvial dan daerah penelitian terdapat tiga jenis litologi yang
berbeda yang diamati dan disebutkan dalam muda ke-tua yaitu napal,
batulempung dan batupasir yang berumur trias tengah hingga akhir (225195 juta tahun), yang didominasi oleh batulempung. Struktur yang bekerja
pada daerah penelitian di pengaruhi oleh sesar major sesar lasolo dan sesar
minor sesar boro boro karena kesamaan arah sesar yang bekerja pada
Sulawesi tenggara dan arah datangnya gaya, daerah penelitian masih
dipengaruhi oleh aktifitas sesar major yaitu sesar lasolo yang memiliki arah
dari barat laut ke tenggara, dan dipengaruhi juga oleh aktifitas sesar minor
yaitu sesar boro-boro dengan arah yang sama.
4.2 Saran
Disarankan agar praktikum lapangan selanjutnya suapaya diberi bimbingan
secara intensif kepada mahasiswa agar lebih mudah memahami apa yang ada
38
DAFTAR PUSTAKA
Blyth, F. G. H., 1976, Geological Maps and their Interpretation, 2nd. Ed. ;
Edward Arnold, London, 48 p.
McClay, K., 1987, The Mapping of Geological Structures ; Geol. Soc. London
Handbook Series, The Open University Press, Milton Keynes & Hallstead
Press, John Wiley & Sons, New York, 161 p.
Thorpe, R. and Brown, G., 1985, The Field Description o. f Igneous Rocks ; Geol.
Soc. London Handbook Series, The Open University Press, Milton Keynes
& Hallstead Press, John Wiley & Sons, New York, 154 p.
39
Tucker, M. E., 1982, The Field Description of Sedimentary Rocks ; Geol. Soc.
London Handbook Series, The Open University Press, Milton Keynes &
Hallstead Press, John Wiley & Sons, New York, 112 p.
40