You are on page 1of 27

PORTOFOLIO BAGIAN BEDAH

APENDISITIS AKUT

oleh:
dr. Hari Subagiyo

Pembimbing:
dr. H. M. Asnal Sp.B

RSUD BANJARBARU
KALIMANTAN SELATAN

Daftar isi
HALAMAN JUDUL ..........................................................................................

DAFTAR ISI ......................................................................................................

BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................

BAB III. LAPORAN KASUS ........................................................................... 16


BAB IV. DISKUSI.............................................................................................. 22
BAB V. PENUTUP.............................................................................................. 26
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis,
dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Apendiks disebut
juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang selama ini dikenal dan digunakan di
masyarakat kurang tepat, karena yang merupakan usus buntu sebenarnya adalah
sekum. Sampai saat ini belum diketahui secara pasti apa fungsi apendiks
sebenarnya. Namun demikian, organ ini sering sekali menimbulkan masalah
kesehatan. 1,2
Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung panjang dan sempit.
Panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15cm) dan berpangkal di sekum. Apendiks
menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke
dalam lumen dan selanjutnya dialirkan ke sekum. Adanya hambatan dalam
pengaliran tersebut, tampaknya merupakan salah satu penyebab timbulnya
appendisits. Di dalam apendiks juga terdapat immunoglobulin sekretoal yang
merupakan zat pelindung efektif terhadap infeksi (berperan dalam sistem imun).
Dan immunoglobulin yang banyak terdapat di dalam apendiks adalah IgA. Namun
demikian, adanya pengangkatan terhadap apendiks tidak mempengaruhi sistem
imun tubuh. Ini dikarenakan jumlah jaringan limfe yang terdapat pada apendiks
kecil sekali bila dibandingkan dengan yang ada pada saluran cerna lain. 2
Terdapat sekitar 250.000 kasus appendisitis yang terjadi di Amerika
Serikat setiap tahunnya dan terutama terjadi pada anak usia 6-10 tahun.
Appendisitis lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan
3

perbandingan 3:2. Bangsa Caucasia lebih sering terkena dibandingkan dengan


kelompok ras lainnya. Appendisitis akut lebih sering terjadi selama musim panas.2
Insidensi Appendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara
berkembang, tetapi beberapa tahun terakhir angka kejadiannya menurun secara
bermakna. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat
dalam menu sehari-hari. Appendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya
pada anak kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Insidensi tertinggi pada
kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insidensi pada laki-laki dan
perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insidensi lelaki
lebih tinggi.1,2
Dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di Indonesia,
apendisitis akut merupakan salah satu penyebab dari akut abdomen dan beberapa
indikasi untuk dilakukan operasi kegawatdaruratan abdomen. Insidens apendisitis
di Indonesia menempati urutan tertinggi di antara kasus kegawatan abdomen
lainya. berikut ini akan dilaporkan kasus apendisitis akut di bagian bedah RSUD
Banjarbaru.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Anaotmi dan Fisiologi

Apendiks merupakan organ digestif yang terletak pada rongga abdomen


bagian kanan bawah. Apendiks berbentuk tabung dengan panjang ksaran 10 cm
dan berpangkal utama di sekum. Apendiks memiliki beberapa kemungkinan
posisi, yang didasarkan pada letak terhadap struktur struktur sekitarnya, seperti
sekum dan ileum. 30% terletak pelvikum artinya masuk ke rongga plevis, 65%
terletak di belakang sekum, 2% terletak preileal, dan kurang dari 1% yang terletak
retroileal.3
Apendiks mendapatkan persarafan otonom parasimpatis dari nervus vagus
dan persarafan simpatis dari nervus torakalis X. Persarafan ini yang menyebabkan
radang pada apendiks akan dirasakan periumbilikal. Vaskularisasi apendiks adalah
oleh arteri apendikularis yang tidak memiliki kolateral.3
Fungsi apendiks dalam tubuh manusia sampai saat ini masih belum
sepenuhnya dipahami. Salah satu yang dikatakn pentik adalah terjadi produksi

imunglobulin oleh Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang menghasilkan


IgA. GALT ini sama dengan lapisan pada sepanjang saluran cerna lainnya. Karena
jumlahnya yang sedikit dan minimal,pengangkatan apendiks dikatakan tidak
mempengaruhi sistem perhanan mukosa saluran cerna. Apendiks juga
menghasilkan lendir sebanyak 1-2 mL setiap harinya. Aliran ini akan dialirkan ke
sekum dan berperan untuk menjaga kestabilan mukosa apendiks. Apendisitis
seringkali terjadi karena gangguan aliran cairan apendiks ini.3
Patofisiologi
Apendisitis akut secara umum terjadi karena proses inflamasi pada
apendiks akibat infeksi. Penyebab utama terjadinya infeksi adalah karena terdapat
obstruksi. Obstruksi yang terjadi mengganggu fisiologi dari aliran lendir apendiks,
dimana menyebbakan tekanan intralumen meningkat sehingga terjadi kolonisasi
bakteri yang dapat menimbulkan infeksi pada daerah tersebut. Pada sebagaian
kecil kasus, infeksi dapat terjadi semerta-merta secara hematogen dari tempat lain
sehingga tidak ditemukan adanya obstruksi.4
Infeksi terjadi pada tahap mukosa yang kemudian melibatkan seluruh
dinding apendiks pada 24-48 jam pertama. Adaptasi yang dilakukan tubuh
terhadap inflamasi lokal ini adalah menutup apendiks dengan struktur lain yaitu
omentum, usus halus, dan adneksa. Hal ini yang menyebabkan terbentuknya masa
periapendikuler, yang disebut juga infiltrat apendiks. Pada infilitrat apendiks,
terdapat jaringan nekrotik yang dapat saja terbentuk menjadi abses sehingga
menimbulkan risiko perforasi yang berbahaya pada pasien apendisits. Pada
sebagian kasus, apendisitis dapat melewati fase akut tanpa perlu dilakukannya
6

operasi. Akan tetapi, nyeri akan seringkali berulang dan menyebabkan eksaserbasi
akut sewaktu-waktu dan dapat langsung berujung pada komplikasi perforasi. Pada
anak-anak dan geriatri, daya tahan tubuh yang rendah dapat meyebabkan sulitnya
terbentuk infiltrat apendisitis sehingga risiko perforasi lebih besar.4

Etiologi
Sesuai dengan patofisiologi apendisitis akut, etiologi dari penyakit ini
yang berhubungan dengan sumbatan pada lumen apendiks. Hal-hal yang dapat
menyebabkan, antara lain:5
1. Hiperplasia jaringan limfa
2. Masa fekalith
3. Sumbatan oleh cacing ascaris
4. Sumbatan karena fungsional, yang terjadi karena kurangnya makanan berserat
sehingga

menimbulkan

konstipasi. Konstipasi menyebabkan

peningkatan

pertumbuhan flora normal kolon.


5. Keruskaan struktur sekitar, seperti erosi mukosa apendiks akibat infeksi
Entamoeba hystolitica
Berbagai bakteri yang sering menyebabkan apendisitis akut:5

Manifestasi Klinis
1. Gejala klasik yaitu nyeri sebagai gejala utama:6
Nyeri dimulai dari epigastrium, secara bertahap berpindah ke region
umbilical, dan akhirnya setelah 1-12 jam nyeri terlokalisir di region

kuadrant kanan bawah.


b. Urutan nyeri bisa saja berbeda dari deskripsi diatas, terutama pada anak
muda atau pada seseorang yang memiliki lokasi anatomi apendiks yang

berbeda.
2. Anoreksia adalah gejala kedua yang menonjol dan biasanya selalu ada
untuk beberapa derajat kasus. Muntah terjadi kira-kira pada tiga perempat
pasien.6
3. Urutan gejala sangat penting untuk menegakkan diagnosa. Anoreksia
diikuti oleh nyeri kemudian muntah (jika terjadi) adalah gejala klasik.
Muntah sebelum nyeri harus ditanyakan untuk kepentingan diagnosis.6

Pemeriksaan fisik yang ditemukan tergantung dari tahapan penyakit dan lokasi
dari apendiks:7

1. Suhu dan nadi sedikit lebih tinggi pada awal penyakit. Suhu yang lebih tinggi
mengindikasikan adanya komplikasi seperti perforasi maupun abses.
2. Nyeri pada palpasi titik McBurney ( dua pertiga jarak dari umbilicus ke spina
iliaca anterior) ditemukan bila lokasi apendiks terletak di anterior. Jika lokasi
apendiks pada pelvis, pemeriksaan fisik abdomen sedikit ditemukan kelainan, dan
hanya pemeriksaan rectal toucher ditemukan gejala significant.
3. Tahanan otot dinding perut dan rebound tenderness mencerminkan tahap
perkembangan penyakit karena berhubungan dengan iritasi peritoneum.
4. Beberapa tanda, jika ada dapat membantu dalam menegakkan diagnosis
a. Rovsings sign yaitu nyeri pada kuadran kanan bawah pada palpasi kuadran kiri
bawah.
b. Psoas sign yaitu nyeri rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi panggul
kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks yang meradang menempel di
m.psoas mayor, tindakan tersebut akan menyebabkan nyeri2.
c. Obturator sign adalah nyeri pada gerakan endotorsi dan fleksi sendi panggul
kanan, pasien dalam posisi terlentang

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Jumlah leukosit diatas 10.000 ditemukan pada lebih dari 90% anak dengan
appendicitis akuta. Jumlah leukosit pada penderita appendicitis berkisar antara
12.000-18.000/mm. Peningkatan persentase jumlah neutrofil (shift to the left)
dengan jumlah normal leukosit menunjang diagnosis klinis appendicitis. Jumlah
leukosit yang normal jarang ditemukan pada pasien dengan appendisitis.7
Pemeriksaan urinalisis membantu untuk membedakan appendicitis dengan
pyelonephritis atau batu ginjal. Meskipun demikian, hematuria ringan dan pyuria
dapat terjadi jika inflamasi appendiks terjadi di dekat ureter.7
Ultrasonografi

10

Ultrasonografi sering dipakai sebagai salah satu pemeriksaan untuk


menunjang diagnosis pada kebanyakan pasien dengan gejala appendicitis.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sensitifitas USG lebih dari 85% dan
spesifitasnya lebih dari 90%. Gambaran USG yang merupakan kriteria diagnosis
appendicitis acuta adalah appendix dengan diameter anteroposterior 7 mm atau
lebih, didapatkan suatu appendicolith, adanya cairan atau massa periappendix.3,7
False positif dapat muncul dikarenakan infeksi sekunder appendix sebagai
hasil dari salphingitis atau inflammatory bowel disease. False negatif juga dapat
muncul karena letak appendix yang retrocaecal atau rongga usus yang terisi
banyak udara yang menghalangi appendiks.4,8
CT-Scan
CT scan merupakan pemeriksaan yang dapat digunakan untuk
mendiagnosis appendicitis akut jika diagnosisnya tidak jelas.sensitifitas dan
spesifisitasnya kira-kira 95-98%. Pasien-pasien yang obesitas, presentasi klinis
tidak jelas, dan curiga adanya abscess, maka CT-scan dapat digunakan sebagai
pilihan test diagnostik.8
Diagnosis appendicitis dengan CT-scan ditegakkan jika appendix dilatasi
lebih dari 5-7 mm pada diameternya. Dinding pada appendix yang terinfeksi akan
mengecil sehingga memberi gambaran halo.8

DIAGNOSIS BANDING

11

Diagnosis banding dari Appendicitis dapat bervariasi tergantung dari usia


dan jenis kelamin:8

Pada anak usia balita


Intususepsi paling sering didapatkan pada anak-anak berusia dibawah 3

tahun. Divertikulitis jarang terjadi jika dibandingkan Appendicitis. Nyeri


divertikulitis hampir sama dengan Appendicitis, tetapi lokasinya berbeda, yaitu
pada daerah periumbilikal. Pada pencitraan dapat diketahui adanya inflammatory
mass di daerah abdomen tengah. Diagnosis banding yang agak sukar ditegakkan
adalah gastroenteritis akut, karena memiliki gejala-gejala yang mirip dengan
appendicitis, yakni diare, mual, muntah, dan ditemukan leukosit pada feses.

Pada anak usia sekolah


Pada gastroenteritis, didapatkan gejala-gejala yang mirip dengan

appendicitis, tetapi tidak dijumpai adanya leukositosis. Konstipasi, merupakan


salah satu penyebab nyeri abdomen pada anak-anak, tetapi tidak ditemukan
adanya demam. Infark omentum juga dapat dijumpai pada anak-anak dan gejalagejalanya dapat menyerupai appendicitis. Pada infark omentum, dapat terraba
massa pada abdomen dan nyerinya tidak berpindah.

Pada pria dewasa muda


Diagnosis banding yang sering pada pria dewasa muda adalah Crohns

disease, kolitis ulserativa, dan epididimitis. Pemeriksaan fisik pada skrotum dapat
membantu menyingkirkan diagnosis epididimitis. Pada epididimitis, pasien
merasa sakit pada skrotumnya.

Pada wanita usia muda

12

Diagnosis banding appendicitis pada wanita usia muda lebih banyak


berhubungan dengan kondisi-kondisi ginekologik, seperti pelvic inflammatory
disease (PID), kista ovarium, dan infeksi saluran kencing. Pada PID, nyerinya
bilateral dan dirasakan pada abdomen bawah. Pada kista ovarium, nyeri dapat
dirasakan

bila

terjadi

ruptur

ataupun

torsi.

Adanya

Adnexitis

perlu

dipertimbangkan.

Pada usia lanjut


Appendicitis pada usia lanjut sering sukar untuk didiagnosis. Diagnosis

banding yang sering terjadi pada kelompok usia ini adalah keganasan dari traktus
gastrointestinal dan saluran reproduksi, divertikulitis, perforasi ulkus, dan
kolesistitis. Keganasan dapat terlihat pada CT Scan dan gejalanya muncul lebih
lambat daripada appendicitis. Pada orang tua, divertikulitis sering sukar untuk
dibedakan dengan appendicitis, karena lokasinya yang berada pada abdomen
kanan. Perforasi ulkus dapat diketahui dari onsetnya yang akut dan nyerinya tidak
berpindah. Pada orang tua, pemeriksaan dengan CT Scan lebih berarti
dibandingkan dengan pemeriksaan laboratorium.

KOMPLIKASI
1. Apendicular inflitrat:9
Infiltrat atau massa yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari
appendix yang meradang yang kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus atau
usus besar.
2. Apendicular Abses:

13

Abses yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari Appendix
yang meradang yang kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus, atau usus
besar.
3. Terjadi Perforasi
4. Peritonitis
Peritonitis disebabkan oleh kebocoran isi rongga abdomen ke dalam
rongga abdomen, biasanya diakibatkan dan peradangan, iskemia, trauma atau
perforasi peritoneal diawali terkontaminasi material. Awalnya material masuk ke
dalam rongga abdomen adalah steril (kecuali pada kasus peritoneal dialisis) tetapi
dalam beberapa jam terjadi kontaminasi bakteri. Akibatnya timbul edem jaringan
dan pertambahan eksudat. Cairan dalam rongga abdomen menjadi keruh dengan
bertambahnya sejumlah protein, sel-sel darah putih, sel-sel yang rusak dan darah.
Respon yang segera dari saluran intestinal adalah hipermotil tetapi segera dikuti
oleh ileus paralitik dengan penimbunan udara dan cairan di dalam usus besar.

PENATALAKSANAAN
Setelah penegakan diagnosis apendisitis dilakukan, tata laksana utama
pada apendisitis adalah Apendektomi. Tatalaksana mulai diarahkan untuk
persiapan operasi untuk mengurangi komplikasi pasca-operasi dan meningkatkan
keberhasilan operasi.

Medikamentosa

14

Persiapan operasi dilakukan dengan pemberian medikamentosa berupa


analgetik dan antibiotik spektrum luas, dan resusitasi cairan yang adekuat. Pasien
apendisitis seringkali datang dengan kondisi yang tidak stabil karena nyeri hebat
sehingga analgetik perlu diberikan. Antibiotik diberikan untuk profilaksis, dengan
cara diberikan dosis tinggi, 1-3 kali dosis biasanya. Antibiotik yang umum
diberikan adalah cephalosporin generasi 2 atau generasi 3 dan metronidazole. Hal
ini secara ilmiah telah dibuktikan mengurangi terjadinya komplikasi post operasi
seperti infeksi luka dan pembentukan abses intraabdominal.2,9
Pilihan antibiotik lainnya adalah ampicilin-sulbactam, ampicilin-asam
klavulanat, imipenem, aminoglikosida, dan lain sebagainya. Waktu pemberian
antibiotik juga masih diteliti. Akan tetapi beberapa protokol mengajukan
apendisitis akut diberikan dalam waktu 48 jam saja. Apendisitis dengan perforasi
memerlukan administrasi antibiotik 7-10 hari.2
Apendektomi
Sampai saat ini, penentuan waktu untuk dilakukannya apendektomi yang
diterapkan adalah segera setelah diagnosis ditegakkan karena merupakan suatu
kasus gawat-darurat. Beberapa penelitian retrospektif yang dilakukan sebenarnya
menemukan operasi yang dilakukan dini (kurang dari 12 jam setelah nyeri
dirasakan) tidak bermakna menurunkan komplikasi post-operasi dibanding yang
dilakukan biasa (12-24 jam). Akan tetapi ditemukan bahwa setiap penundaan 12
jam waktu operasi, terdapat penambahan risiko 5% terjadinya perforasi.5

15

BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama

: Tn. M

Umur

: 19 tahun

Agama

: Islam

Pendidikan : SMA
Pekerjaan

: Pelajar

Alamat

: Jl. Sidodado II Loktabat Selatan Banjarbaru

MRS

: 22 Maret 2016

RMK

: 23-00-31

ANAMNESIS
Riwayat Penyakit Sekarang:
Keluhan Utama: nyeri perut bagian kanan bawah
Pasien mengeluhkan nyeri perut kanan bawah kurang lebih selama 3 hari
SMRS, awalnya dirasakan hilang timbul dan kemudian 1 hari terakhir dirasakan
menetap disertai dengan demam yang hilang timbul, mual/muntah (+/+) kurang
lebih 3x/hari, nafsu makan menurun, kadang badan terasa demam.
Keluhan lain: Nyeri saat kencing (-), BAB cair (-).
Riwayat Penyakit Dahulu:

16

Riwayat mengalami penyakit yang sama disangkal pasien, asma (-), DM (-).
Riwayat Penyakit Keluarga:
Riwayat sakit yang sama disangkal, asma (-), DM (-).

PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum: Tampak sakit Sedang
Kesadaran: Composmentis
Tanda Vital: TD

: 110/80 mmHg

Nadi : 80 x/menit
RR

: 22 x/menit

: 37,5 C

Kulit: Sawo matang


Kepala dan Leher
Kepala: Anemis (-), Sklera ikterik (-)
Leher: JVP tidak meningkat, pembesaran KGB (-/-)
Toraks:
Paru:

I = Gerak nafas simetris, tidak terdapat retraksi


P = Fremitus raba simetris
P = sonor/sonor
A = suara nafas vesikuler, rhonki (- /-), wheezing (- /-)

Jantung: I = ictus cordis tidak tampak


P = Thrill tidak teraba
P = Batas kiri: ICS IV LMK Sinistra
Batas kanan: ICS IV LPS Dextra
Batas atas: ICS II LPS Dextra
A = S1 & S2 tunggal, murmur (-)
Abdomen : I = datar, distensi(-)

17

A = BU (+) N
P = timpani
P = H/L/M teraba, nyeri tekan (+) kanan bawah/ mc.burney (+)
Rovsing Sign (+)
Ekstremitas: Akral hangat, edem (-), parese (-)
Pemeriksaan Rectal Toucher:
look: massa (-), Hemoroid (-)
Feel: reflek spingter ani (normal), mukosa licin, nyeri tekan (+) arah jam1011 posisi litotomi.
Handskun: darah (-), lendir (-)
Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium darah

Pemeriksaan Hematologi
Hb
Leukosit
Hematokrit
Trombosit
CT
BT
LED
Gol. darah
SGOT/SGPT
Ureum/Creatinin
GDS

23-03-2016
13,9
11.000
39%
234.000
5'15"
2'35"
5
B
21/21
25/1,0
91

Diagnosis Kerja:
Apendisitis Akut

18

Penatalaksanaan:
IVFD RL 20 tpm
Inj. Ceftriakson 1x1 gr
Inj. Ranitidin 2x1 amp
Inj. Antrain 3x1 amp (k/p)
Inj. Odancentron 3x1 amp (k/p)
Persiapan Operasi

Lembar Follow up tanggal 22 26 Maret 2016


Tanggal
S
22/03/16 Nyeri perut
kanan
bawah
Mual/Muntah
(+/+)
2x/hari
demam (+)

23/03/16 Nyeri perut


kanan
bawah
Mual/Muntah
(+/+)
2x/hari
demam (-)

O
TD= 110/80
N= 80x/mnt
RR = 22x/mnt,
T= 37,5oC
KU : tampak sakit
sedang
Kesadaran : kompos
mentis
GCS : 4 5 6
Temuan:
Nyeri McBurney (+)
Rovsing Sign (+)
RT nyeri arah jam 1011
Defans muskular (-)
LAB:
Leukositosis: 11.000

A
Diagnosis kerja :
Apendisitis Akut

TD= 110/70
N= 86x/mnt
RR = 20x/mnt,
T= 37,0oC
KU : tampak sakit
sedang
Kesadaran : kompos
mentis
GCS : 4 5 6

Diagnosis kerja :
Apendisitis Akut

P
IVFD RL 26 tpm
Inj. Ceftriakson 1x1 gr
Inj. Ranitidin 2x1 amp
Inj. Antrain 3x1 amp
(k/p)
Inj. Odancentron 3x1
amp (k/p)
Persiapan Operasi

IVFD RL 26 tpm
Inj. Ceftriakson 1x1 gr
Inj. Ranitidin 2x1 amp
Inj. Antrain 3x1 amp
(k/p)
Inj. Odancentron 3x1
amp (k/p)
Operasi hari ini
19

Keluhan:
Nyeri McBurney (+)
Rovsing Sign (+)
RT nyeri arah jam 1011
Defans muskular (-)
LAB:
Leukositosis: 11.000
24/03/16 luka operasi
TD= 120/70
N= 78x/mnt
nyeri (+)
RR = 20x/mnt,
demam (-)
o
Mual/Muntah T= 36,9 C
KU : tampak sakit
(-/-)
sedang
Kesadaran : kompos
mentis
GCS : 4 5 6
Keluhan:
Nyeri di luka operasi
25/03/16 luka operasi
TD= 120/80
N= 80x/mnt
nyeri (<<)
RR = 20x/mnt,
demam (-)
o
Mual/Muntah T= 36,7 C
KU : tampak sakit
(-/-)
ringan
Kesadaran : kompos
mentis
GCS : 4 5 6
Keluhan: (-)
26/03/16 luka operasi
TD= 120/80
N= 76x/mnt
nyeri (-)
RR = 20x/mnt,
demam (-)
o
Mual/Muntah T= 36,6 C
KU : tampak sakit
(-/-)
ringan
Kesadaran : kompos
mentis
GCS : 4 5 6
Keluhan: (-)

Diagnosis kerja:
Post Apendektomi

IVFD D5:RL 26 tpm


Inj. Ceftriakson 1x1 gr
Inj. Ranitidin 2x1 amp
Inj. Antrain 3x1 amp

Diagnosis kerja:
Post Apendektomi

IVFD D5:RL 26 tpm


Inj. Ceftriakson 1x1 gr
Inj. Ranitidin 2x1 amp
Inj. Antrain 3x1 amp

Diagnosis kerja:
Post Apendektomi

IVFD D5:RL 26 tpm


Inj. Ceftriakson 1x1 gr
Inj. Ranitidin 2x1 amp
Inj. Antrain 3x1 amp
Rawat luka kering
Pasien diperbolehkan
pulang:
PO. Ciprofloksasin
2x500 mg
Asam Mefenamat
3x500 mg
Ranitidin 2x150 mg
Kontrol POLI BEDAH

20

BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaaan penunjang didapatkan diagnosis kerja berupa: Apendisitis Akut.
Dari anamnesis didapatkan: nyeri perut kanan bawah (+), mual/muntah (+/
+), nafsu makan menurun, badan terasa demam. Hasil pemeriksaan fisik
didapatkan: dari suhu 37,50C, nyeri diperut kanan bawah (Mc Burney), nyeri
21

kontralateral Mc Burney (Rovsing Sign), RT didapatkan nyeri pada arah jam 1011. Hasil pemeriksaan penunjang didapatkan: peningkatan Leukosit 11.000.
Berdasarkan anamnesis didapatkan bahwa pasien sebelumnya sempat
mengalami nyeri perut di daerah periumbilical yang dirasakan hilang timbul dan
kemudian berpindah ke perut kanan bawah yang dirasakan terus menerus.
Perpindahan nyeri perut dari daerah periumbilical ke perut kanan bawah ini sangat
khas pada kasus apendisits. Nyeri perut yang dirasakan di daerah periumbilical
merupakan nyeri viseral akibat rangsangan pada peritoneum viseral. Pada saat
terjadi distensi apendiks akibat peningkatan tekanan intralumen maka peritoneum
viseral akan teregang dan memberikan sensasi rasa nyeri. Nyeri dari organ-organ
yang berasal dari midgut (jejenum hingga kolon transversum) akan dirasakan di
daerah periumbilical. Nyeri selanjutnya dirasakan di perut kanan bawah
merupakan nyeri somatik akibat proses peradangan pada apendiks yang berlanjut
ke peritoneum parietal.4

Pada pasien juga ditemukan adanya keluhan anoreksia, mual, muntah, dan
demam yang umumnya ditemukan pada pasien dengan apendisitis akut. Diagnosis

22

banding berupa kelainan pada sistem saluran kemih dan sistem saluran
gastrointestinal lainnya dapat disingkirkan karena dari anamnesis didapat BAK
dan BAB pasien normal.4
Dari hasil pemeriksaan fisik abdomen didapatkan adanya nyeri tekan di
titik McBurney. Adanya nyeri tekan di titik McBurney menunjukkan bahwa
pasien mengalami apendisitis akut. Selain itu juga ditemukan adanya nyeri tekan
pada perut kanan bawah apabila dilakukan penekanan pada sisi kontralateral
(Rovsing Sign), adanya Rovsing Sign dapat membantu menegakkan diagnosis
apendisitis akut. Pada pemeriksaan lain belum didapatkan adanya defans
muskular, hal ini menandakan belum terjadinya perforasi pada apendiks

pasien dan pemeriksaan colok dubur didapatkan nyeri pada arah jam 10-11
(sesuai dengan lokasi daripada apendik tersebut) . Dari hasil pemeriksaan

laboratorium didapatkan adanya leukositosis (11.000). Pada kasus apendisitis akut


tanpa komplikasi umumnya dapat ditemukan adanya leukositosis sedang antara
10.000-18.000.5

23

Berdasarkan dari data yang didapatkan, untuk nilai dari alvarado skor pada
pasien ini: 9 yang berarti sangat mungkin apendisitis akut, dan untuk nilai dari
mantrels skor pada pasien ini: 9 yang berarti untuk tindakan lebih lanjut adalah
operasi.6
Teknik operasi Appendectomy
A. Open Appendectomy

Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik.

Dibuat sayatan kulit: Horizontal Oblique

Dibuat sayatan otot, ada dua cara:

1. Pararectal/ Paramedian
Sayatan pada vaginae tendinae M. rectus abdominis lalu otot disisihkan ke
medial. Fascia diklem sampai saat penutupan vagina M. rectus abdominis karena
fascia ada 2 supaya jangan tertinggal pada waktu penjahitan karena bila terjahit
hanya satu lapis bisa terjadi hernia cicatricalis.
2. Mc Burney/ Wechselschnitt/ muscle splitting
Sayatan berubah-ubah sesuai serabut otot.

B. Laparoscopic Appendectomy
Pertama kali dilakukan pada tahun 1983. Laparoscopic dapat dipakai
sarana diagnosis dan terapeutik untuk pasien dengan nyeri akut abdomen dan
suspek Appendicitis acuta. Laparoscopic kemungkinan sangat berguna untuk
pemeriksaan wanita dengan keluhan abdomen bagian bawah. Membedakan

24

penyakit akut ginekologi dari Appendicitis acute sangat mudah dengan


menggunakan laparoskop.9

BAB V
PENUTUP
Telah dilaporkan seorang laki-laki dengan usia 19 tahun dengan keluhan
utama nyeri perut kanan bawah yang awalnya hilang timbul dan kemudian

25

menetap. Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang, pasien tersebut
terdiagnosis apendisitis akut dan tatalaksana pada pasien adalah dengan operasi
apendektomi. Kemudian pasien dirawat selama 3 hari post operasi dan
didiperbolehkan pulang.

DAFTAR PUSTAKA
1. Putz R Pabst R. Sobotta: Atlas Anatomi Manusia. Jilid 2. Jakarta: EGC;
2010.

26

2. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta:


EGC;2011. hal 755-64.
3. Humes DJ, Simpson J. Clinical Review: Acute appendicitis. BMJ. 2007.
333:540-34.
4. Tjandra JJ, Clunie GJA, Kaye AH, Smith JA. Textbook of Surgery. 3rd ed.
Blackwell Publishing; 2006. H. 123-27.
5. Brunicardi FC. Schwartzs Manual of Surgery. 8th edition. London:
McGraw-Hill. 2006. p. 784-95.
6. Morris PJ, Wood WC. Oxfords Textbook of Surgery. 2nd ed. Oxford.
eBook.
7. Williams NS, Bulstrode CJK, OConnell PR. Bailey & Loves Short
Practice of Surgery. 25th edition. London: Edward Arnold. 2008. p. 120418.
8. Grace PA, Borley NR. Surgery at a Glance. 2nd edition. Victoria:
Blackwell Science. 2002. p. 28.
9. Kartono D. Apendisitis Akuta. Dalam Reksoprodjo S. Kumpulan Kuliah
Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa Aksara. h. 115-117.

27

You might also like