You are on page 1of 16

PENCEGAHAN FOODBORNE DISEASES DENGAN

PENDEKATAN KESEHATAN LINGKUNGAN

Penyusun:
Billy Anthony Tohar
11 – 2007 - 028

Kepaniteraan Ilmu Kedokteran Komunitas


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jakarta, Oktober 2009
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan YME atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga makalah
ilmiah mengenai kesehatan lingkungan ini dapat diselesaikan.
Pada kesempatan ini, dibuat suatu makalah ilmiah mengenai kesehatan lingkungan
dengan judul Pencegahan Foodborne Diseases Dengan Pendekatan Kesehatan Lingkungan.
Adapun alasan untuk pembuatan makalah ilmiah ini adalah karena tingginya angka
kejadian penyakit akibat makanan yang masih tinggi di Indonesia. Dan betapa erat
hubungannya penyakit akibat makanan tersebut dengan faktor kesehatan lingkungan.
Karena itu diharapkan melalui makalah ini kita dapat menjadi lebih mengerti apa saja
penyakit yang dapat disebabkan oleh makanan dan bagaimana cara mencegahnya.
Saya tahu bahwa karya saya ini tidaklah sempurna, karena itu saya mohon maaf atas
segala kekurangan yang ada, dan saya mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari
saudara sehingga ke depan saya dapat membuat makalah yang lebih baik lagi.
Akhir kata semoga makalah ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Jakarta, Oktober 2009

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Makanan adalah sumber energi satu-satunya bagi manusia. Karena jumlah
penduduk yang terus berkembang, maka jumlah produksi makanan pun harus terus
bertambah melebihi jumlah penduduk ini, apabila kecukupan pangan harus tercapai.
Permasalahan yang dapat timbul sebagai akibat dari produksi makanan adalah kuailtas
dan kuantitas bahan pangan. (1)
Menurut WHO, makanan adalah semua substansi yang diperlukan tubuh, kecuali
air dan obat-obatan serta substansi-substansi yang dipergunakan untuk pengobatan. Atau
Menurut Departemen kesehatan makanan dan minuman adalah semua bahan, baik dalam

2
bentuk alamiah maupun dalam bentuk buatan yang dimakan manusia, kecuali air dan
obat-obatan.(1)
Mendapatkan makanan yang aman adalah hak asazi setiap manusia, namun pada
kenyataannya, belum semua orang bisa mendapatkan akses terhadap makanan yang aman.
Hal ini ditandai dengan tingginya angka kematian dan kesakitan yang diakibatkan oleh
Penyakit Bawaan Makanan (PBM) atau foodborne disease. Salah satu contohnya adalah
diare akut. WHO (2004) dalam laporannya menyebutkan bahwa angka kematian global
akibat diare selama tahun 2002 adalah sebesar 1,8 juta orang. Angka kesakitan global
karena PBM sulit sekali untuk diperkirakan.(2)
Di Indonesia, data 1998 menunjukkan bahwa diare merupakan penyebab kematian
kedua pada bayi dan penyebab 40% kematian anak di bawah umur 2 tahun. Hingga 2008,
diare tetap menjadi penyebab kematian kedua pada anak Balita (13% dari kematian
Balita) dengan angka mortalitas sebesar 2,3 per 1000 anak. Angka kejadian diare
diperkirakan sebesar 1-1,5, episode per tahun.(3)
Badan POM (2005) melaporkan bahwa selama tahun 2004, terdapat 152 KLB
keracunan pangan, sebanyak 7295 orang mengalami keracunan makanan, 45 orang
diantaranya meninggal dunia.(2)
Selain diare, terdapat lebih dari 250 jenis penyakit karena mengkonsumsi
makanan yang tidak aman. Terdapat tiga konsekuensi yang ditimbulkan oleh PBM: gizi
buruk, dampak sosio-ekonomi di masyarakat dan penyakit sekunder yang timbul akibat
PBM. Situasi ini sangat tidak menguntungkan bagi Indonesia, selain berdampak langsung
terhadap masalah kesehatan, kondisi ini juga mempengaruhi aspek – aspek sosio-ekonomi
lainnya, seperti produktifitas kerja, aspek perdagangan, kepariwisataan dan sebagainya.(2)

II. Tujuan
II.1 Tujuan Umum
1. Menurunnya angka kejadian kesakitan yang diakibatkan oleh Penyakit Bawaan
Makanan (PBM) atau foodborne disease di Indonesia.
2. Berkurangnya kejadian ikutan yang disebabkan oleh Penyakit Bawaan Makanan
(PBM) atau foodborne disease di Indonesia.

II.2 Tujuan khusus


1. Diketahuinya faktor – faktor yang berpengaruh terhadap penyebaran Penyakit
Bawaan Makanan dan tindakan – tindakan yang dapat dilakukan.
3
2. Diketahuinya tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah penyebaran Penyakit
Bawaan Makanan.
3. Diketahuinya tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah kejadian ikutan akibat
Penyakit Bawaan Makanan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Penyakit Bawaan Makanan (PBM) atau foodborne disease disebabkan akibat


konsumsi makanan atau minuman yang telah terkontaminasi. Pelbagai jenis mikroba
penyebab penyakit (patogen) dapat mencemari makanan, hal ini menyebabkan banyaknya
jenis infeksi. Sebagai tambahan, zat kimia beracun maupun zat-zat dasar lain yang
mengandung bahaya, jika terkandung di dalam makanan yang kita konsumsi pun dapat
menyebabkan penyakit.(4,5)
Hingga saat ini lebih dari 250 penyakit bawaan makanan telah diidentifikasikan.
Kebanyakan dari penyakit ini adalah infeksi yang disebabkan oleh pelbagai macam
bakteri, virus dan parasit yang dapat dibawa oleh makanan. Jenis lain dari penyakit
bawaan makanan adalah keracunan yang disebabkan oleh racun berbahaya maupun zat
kimia yang telah mencemari makanan, misalnya racun pada jamur. Penyakit akibat
bawaan makanan tidak memiliki suatu gejala khusus, melainkan masing-masing memiliki
gejala yang berbeda-beda. Walaupun demikian, mikroba ataupun racun tersebut
kesemuanya memasuki tubuh manusia melalui saluran pencernaan (gastrointestinal tract)
dan seringkali menyebabkan sebuah gejala disana. Jadi, rasa mual (nausea), muntah,
nyeri kontraksi perut dan diare dapat dikatakan sebagai gejala umum yang tampak pada
banyak penyakit yang dibawa oleh makanan. (4,5)
Terdapat tiga faktor kunci yang umumnya menimbulkan kejadian luar biasa
(KLB) PBM akibat bakteri, yaitu : (6)
1. Kontaminasi – bakteri patogen harus ada dalam pangan

4
2. Pertumbuhan – dalam beberapa kasus, bakteri patogen harus memiliki
kesempatan untuk berkembang biak dalam pangan untuk menghasilkan toksin
atau dosis infeksi yang cukup untuk menimbulkan penyakit
3. Daya hidup(survival) – jika berada pada kadar yang membahayakan, bakteri
patogen harus dapat bertahan hidup dalam pangan selama penyimpanan dan
pengolahannya.

Bakteri dapat menyebabkan PBM melalui 2 mekanisme, yaitu : (6)


1. Intoksikasi
Keracunan pangan yang disebabkan oleh produk toksik bakteri patogen (baik itu
toksin maupun metabolit toksik) disebut intoksikasi. Bakteri tumbuh pada pangan dan
memproduksi toksin Jika pangan ditelan, maka toksin tersebut yang akan
menyebabkan gejala, bukan bakterinya.
Beberapa bakteri patogen yang dapat mengakibatkan keracunan pangan melalui
intoksikasi adalah:
a. Bacillus cereus(6,7,8)
Bacillus cereus merupakan bakteri yang berbentuk batang, tergolong bakteri Gram-
positif, bersifat aerobik, dan dapat membentuk endospora. Keracunan akan timbul jika
seseorang menelan bakteri atau bentuk sporanya, kemudian bakteri bereproduksi dan
menghasilkan toksin di dalam usus, atau seseorang mengkonsumsi pangan yang telah
mengandung toksin tersebut. Ada dua tipe toksin yang dihasilkan oleh Bacillus
cereus, yaitu toksin yang menyebabkan diare dan toksin yang menyebabkan muntah
(emesis).
Gejala keracunan:
- Bila seseorang mengalami keracunan yang disebabkan oleh toksin penyebab diare,
maka gejala yang timbul berhubungan dengan saluran pencernaan bagian bawah
berupa mual, nyeri perut seperti kram, diare berair, yang terjadi 8 – 16 jam setelah
mengkonsumsi pangan.
- Bila seseorang mengalami keracunan yang disebabkan oleh toksin penyebab
muntah, gejala yang timbul akan bersifat lebih parah dan akut serta berhubungan
dengan saluran pencernaan bagian atas, berupa mual dan muntah yang dimulai 1 – 6
jam setelah mengkonsumsi pangan yang tercemar.

5
Bakteri penghasil toksin penyebab muntah bisa mencemari pangan berbahan beras,
kentang tumbuk, pangan yang mengandung pati, dan tunas sayuran. Sedangkan
bakteri penghasil toksin penyebab diare bisa mencemari sayuran dan daging.
b. Clostridium botulinum(6,7,8)
Clostridium botulinum merupakan bakteri Gram-positif yang dapat membentuk spora
tahan panas, bersifat anaerobik, dan tidak tahan asam tinggi. Toksin yang dihasilkan
dinamakan botulinum, bersifat meracuni saraf (neurotoksik) yang dapat menyebabkan
paralisis. Toksin botulinum bersifat termolabil. Pemanasan pangan sampai suhu 80°C
selama 30 menit cukup untuk merusak toksin. Sedangkan spora bersifat resisten
terhadap suhu pemanasan normal dan dapat bertahan hidup dalam pengeringan dan
pembekuan.
Gejala keracunan:
Gejala botulism berupa mual, muntah, pening, sakit kepala, pandangan berganda,
tenggorokan dan hidung terasa kering, nyeri perut, letih, lemah otot, paralisis, dan
pada beberapa kasus dapat menimbulkan kematian. Gejala dapat timbul 12 – 36 jam
setelah toksin tertelan. Masa sakit dapat berlangsung selama 2 jam sampai 14 hari.
Kebanyakan keracunan dapat terjadi akibat cara pengawetan pangan yang keliru
(khususnya di rumah atau industri rumah tangga), misalnya pengalengan, fermentasi,
pengawetan dengan garam, pengasapan, pengawetan dengan asam atau minyak.
Bakteri ini dapat mencemari produk pangan dalam kaleng yang berkadar asam
rendah, ikan asap, kentang matang yang kurang baik penyimpanannya, pie beku, telur
ikan fermentasi, seafood, dan madu.
c. Staphilococcus aureus(6,7,8)
Terdapat 23 spesies Staphilococcus, tetapi Staphilococcus aureus merupakan bakteri
yang paling banyak menyebabkan keracunan pangan. Staphilococcus aureus
merupakan bakteri berbentuk kokus/bulat, tergolong dalam bakteri Gram-positif,
bersifat aerobik fakultatif, dan tidak membentuk spora. Toksin yang dihasilkan bakteri
ini bersifat tahan panas sehingga tidak mudah rusak pada suhu memasak normal.
Bakteri dapat mati, tetapi toksin akan tetap tertinggal. Pangan yang dapat tercemar
bakteri ini adalah produk pangan yang kaya protein, misalnya daging, ikan, susu, dan
daging unggas; produk pangan matang yang ditujukan dikonsumsi dalam keadaan
dingin, seperti salad, puding, dan sandwich; produk pangan yang terpapar pada suhu
hangat selama beberapa jam; pangan yang disimpan pada lemari pendingin yang

6
terlalu penuh atau yang suhunya kurang rendah; serta pangan yang tidak habis
dikonsumsi dan disimpan pada suhu ruang.
Gejala keracunan:
Gejala keracunan dapat terjadi dalam jangka waktu 4 – 6 jam, berupa mual, muntah
(lebih dari 24 jam), diare, hilangnya nafsu makan, kram perut hebat, distensi
abdominal, demam ringan. Pada beberapa kasus yang berat dapat timbul sakit kepala,
kram otot, dan perubahan tekanan darah.

2. Infeksi (6)
Bakteri patogen dapat menginfeksi korbannya melalui pangan yang dikonsumsi.
Dalam hal ini, penyebab sakitnya seseorang adalah akibat masuknya bakteri patogen
ke dalam tubuh melalui konsumsi pangan yang telah tercemar bakteri. Untuk
menyebabkan penyakit, jumlah bakteri yang tertelan harus memadai. Hal itu
dinamakan dosis infeksi. Beberapa bakteri patogen yang dapat menginfeksi tubuh
melalui pangan sehingga menimbulkan sakit adalah:
a. Salmonella(6,7,8)
Salmonella merupakan bakteri Gram-negatif, bersifat anaerob fakultatif, motil, dan
tidak menghasilkan spora. Salmonella bisa terdapat pada bahan pangan mentah,
seperti telur dan daging ayam mentah serta akan bereproduksi bila proses pamasakan
tidak sempurna. Sakit yang diakibatkan oleh bakteri Salmonella dinamakan
salmonellosis. Cara penularan yang utama adalah dengan menelan bakteri dalam
pangan yang berasal dari pangan hewani yang terinfeksi. Pangan juga dapat
terkontaminasi oleh penjamah yang terinfeksi, binatang peliharaan dan hama, atau
melalui kontaminasi silang akibat higiene yang buruk. Penularan dari satu orang ke
orang lain juga dapat terjadi selama infeksi.
Gejala keracunan:
Pada kebanyakan orang yang terinfeksi Salmonella, gejala yang terjadi adalah diare,
kram perut, dan demam yang timbul 8 – 72 jam setelah mengkonsumsi pangan yang
tercemar. Gejala lainnya adalah menggigil, sakit kepala, mual, dan muntah. Gejala
dapat berlangsung selama lebih dari 7 hari. Banyak orang dapat pulih tanpa
pengobatan, tetapi infeksi Salmonella ini juga dapat membahayakan jiwa terutama
pada anak – anak, orang lanjut usia, serta orang yang mengalami gangguan sistem
kekebalan tubuh.
b. Clostridium perfringens(6,7,8)
7
Clostridium perfringens merupakan bekteri Gram-positif yang dapat membentuk
endospora serta bersifat anaerobik. Bakteri ini terdapat di tanah, usus manusia dan
hewan, daging mentah, unggas, dan bahan pangan kering. Clostridium perfringens
dapat menghasilkan enterotoksin yang tidak dihasilkan pada makanan sebelum
dikonsumsi, tetapi dihasilkan oleh bakteri di dalam usus.
Gejala keracunan:
Gejala keracunan dapat terjadi sekitar 8 – 24 jam setelah mengkonsumsi pangan yang
tercemar bentuk vegetatif bakteri dalam jumlah besar. Di dalam usus, sel-sel vegetatif
bakteri akan menghasilkan enterotoksin yang tahan panas dan dapat menyebabkan
sakit. Gejala yang timbul berupa nyeri perut, diare, mual, dan jarang disertai muntah.
Gejala dapat berlanjut selama 12 – 48 jam, tetapi pada kasus yang lebih berat dapat
berlangsung selama 1 – 2 minggu (terutama pada anak-anak dan orang lanjut usia).
c. Escherichia coli(6,7,8)
Bakteri Escherichia coli merupakan mikroflora normal pada usus kebanyakan hewan
berdarah panas. Bakteri ini tergolong bakteri Gram-negatif, berbentuk batang, tidak
membentuk spora, kebanyakan bersifat motil (dapat bergerak) menggunakan flagela,
ada yang mempunyai kapsul, dapat menghasilkan gas dari glukosa, dan dapat
memfermentasi laktosa. Kebanyakan strain tidak bersifat membahayakan, tetapi ada
pula yang bersifat patogen terhadap manusia, seperti Enterohaemorragic Escherichia
coli (EHEC). Escherichia coli O157:H7 merupakan tipe EHEC yang terpenting dan
berbahaya terkait dengan kesehatan masyarakat. E. coli dapat masuk ke dalam tubuh
manusia terutama melalui konsumsi pangan yang tercemar, misalnya daging mentah,
daging yang dimasak setengah matang, susu mentah, dan cemaran fekal pada air dan
pangan.
Gejala keracunan:
Gejala penyakit yang disebabkan oleh EHEC adalah kram perut, diare (pada beberapa
kasus dapat timbul diare berdarah), demam, mual, dan muntah. Masa inkubasi
berkisar 3 – 8 hari, sedangkan pada kasus sedang berkisar antara 3 – 4 hari.

Selain bakteri, virus juga dapat menyebabkan PBM pada manusia. Calicivirus
atau Norwalk-like virus adalah penyebab umum lain dari PBM, walaupun jarang
terdiagnosa akibat tidak tersedianya tes laboratorium secara luas. Calicivirus
menyebabkan nyeri akut pada saluran pencernaan, ditandai dengan muntah yang lebih
utama dari diare, yang biasanya sembuh dalam dua hari. Berbeda dengan bakteri patogen
8
lain yang berdiam di tubuh binatang, penyebaran utama Calicivirus adalah melalui
manusia yang terinfeksi. Pekerja dapur yang terinfeksi dapat mencemari makanan yang
dipersiapkannya jika virus terdapat di tangan mereka. Nelayan yang terinfeksi mencemari
tiram saat mereka membiakkannya.(4,5)
Racun lain dan zat kimia beracun dapat turut menyebabkan penyakit. Manusia
dapat jatuh sakit jika pestisida ditambahkan ke dalam makanan, ataupun jika zat-zat dasar
beracun digunakan dalam persiapan makanan. Setiap tahun manusia jatuh sakit setelah
memakan jamur beracun yang disangka sebagai jamur yang aman dimakan, ataupun
setelah memakan ikan karang yang ternyata beracun.(4,5)
Spektra jenis penyakit yang dibawa oleh makanan terus mengalami perubahan.
Seabad yang lalu, demam tifoid, tuberkulosa dan kolera adalah contoh penyakit bawaan
makanan yang umum ditemukan. Perbaikan dalam keamanan makanan misalnya
penemuan teknik pasteurisasi susu, pengalengan yang aman dan pembersihan air telah
melumpuhkan penyebaran penyakit tersebut. Saat ini posisi penyakit – penyakit tadi telah
digantikan oleh infeksi bawaan makanan lainnya, termasuk yang baru saja ditemukan
akhir – akhir ini. Misalnya tahun 1996 parasit Cyclospora tiba – tiba muncul sebagai
penyebab penyakit diare yang terkait dengan buah raspberry dari Guatemala. Tahun 1998
sebuah strain bakteri Vibrio parahaemolyticus mengkontaminasi timbunan tiram di Teluk
Galveston, menyebabkan epidemi diare pada pemakan tiram mentah. Mikroba yang baru
dikenali dapat mengancam kesehatan umum karena beberapa alasan : mikroba dapat
menyebar ke seluruh dunia dengan mudah, mikroba baru dapat berevolusi, lingkungan
dan ekologi terus berubah, praktik pembuatan makanan dan konsumsi pun berubah, dan
juga akibat sarana laboratorium sudah dapat mendeteksi mikroba-mikroba yang
sebelumnya belum dapat terdeteksi. (4,5)
Dalam kurun waktu 15 tahun terakhir, beberapa penyakit penting yang tadinya
belum diketemukan penyebabnya, mulai diketahui sebagai golongan penyakit hasil
komplikasi infeksi bawaan makanan. Contohnya, saat ini sindroma Guillain-Barre
diketahui dapat disebabkan infeksi Campylobacter, dan bahwa penyebab tersering dari
gagal ginjal akut pada anak (hemolytic uremic syndrome) disebabkan infeksi E.coli
O157:H7 dan bakteri yang berhubungan.(4,5)
Diagnosa infeksi biasanya ditegakkan melalui pemeriksaan laboratorium guna
menentukan jenis organisme penyebabnya. Bakteri Campylobacter, Salmonella, E.Coli
O157 dapat teridentifikasi melalui pemeriksaan kultur tinja. Jenis bakteri pencemar akan
terlihat tumbuh pada media kultur yang digunakan (agar). Jenis parasit dapat ditentukan
9
dengan memeriksa tinja menggunakan mikroskop. Sedangkan virus lebih sulit
teridentifikasi akibat ukuran tubuhnya yang sangat kecil. Ukuran tubuh yang sedemikian
kecil tidak dapat dilihat melalui mikroskop biasa, virus pun sulit dibiakkan melalui kultur.
Virus umumnya dapat dikenali melalui tanda-tanda genetika yang khas.(4,5)
Banyak infeksi bawaan makanan tidak dapat teridentifikasi melalui tes lab rutin,
sehingga membutuhkan eksperimen lebih lanjut yang tidak selalu segera tersedia. Jika
ingin menegakkan diagnosa, maka pasien harus mencari pertolongan tenaga medis.
Dokter akan menentukan jenis tes diagnosa yang dibutuhkan, dan laboratorium pun harus
melakukannya sesuai dengan prosedur yang berlaku. Banyak kasus terjadinya penyakit
bawaan makanan yang tidak terdiagnosa. Faktor penyebabnya adalah adanya banyak
penderita yang tidak mencari pertolongan tenaga medis, dan tidak selalu dilakukannya tes
laboratorium pada penderita yang sudah menemui tenaga medis. CDC memperkirakan
bahwa secara statistik dapat dikatakan bahwa bagi setiap 1 diagnosa salmonellosis
mewakili gambaran terjadinya 38 kasus lain.(4,5)
Penyebab PMB sangatlah banyak, sehingga perlu diketahui bahwa gejala
keracunan bergantung pada tipe pencemar dan jumlah yang tertelan. Gejala keracunan
pangan yang tercemar bakteri patogen biasanya dimulai 2 – 6 jam setelah mengkonsumsi
pangan yang tercemar. Namun, waktunya bisa lebih panjang (setelah beberapa hari) atau
lebih pendek, tergantung pada cemaran pada pangan. Gejala yang mungkin timbul antara
lain mual dan muntah; kram perut; diare (dapat disertai darah); demam dan menggigil;
rasa lemah dan lelah; serta sakit kepala. Untuk keracunan pangan yang umum, biasanya
korban akan pulih setelah beberapa hari. Namun demikian ada beberapa kasus keracunan
pangan yang cukup berbahaya. Korban keracunan yang mengalami muntah dan diare
yang berlangsung kurang dari 24 jam biasanya dapat dirawat di rumah saja. Hal penting
yang harus diperhatikan adalah mencegah terjadinya dehidrasi dengan cara segera
memberikan air minum pada korban untuk mengganti cairan tubuh yang hilang karena
muntah dan diare. Pada korban yang masih mengalami mual dan muntah sebaiknya tidak
diberikan makanan padat. Alkohol, minuman berkafein, dan minuman yang mengandung
gula juga sebaiknya dihindarkan. Untuk penanganan lebih lanjut, sebaiknya segera bawa
korban ke puskesmas atau rumah sakit terdekat. Korban keracunan yang mengalami diare
dan tidak dapat minum (misalnya karena mual dan muntah) akan memerlukan cairan yang
yang diberikan melalui intravena. Pada penanganan keracunan pangan jarang diperlukan
antibiotika. Pada beberapa kasus, pemberian antibiotika dapat memperburuk keadaan.
Jika korban keracunan pangan adalah bayi, anak kecil, orang lanjut usia, wanita hamil,
10
dan orang yang mengalami gangguan sistem pertahanan tubuh (imun) maka perlu segera
dibawa ke puskesmas atau rumah sakit terdekat untuk mendapatkan pertolongan. (6)
Karena PBM ini adalah penyakit yang tidak disebabkan oleh infeksi bakteri atau
virus secara langsung, melainkan melalui suatu media berupa makanan, maka sebenarnya
banyak cara yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya PBM. Beberapa tindakan
pencegahan yang cukup sederhana ternyata dapat mengurangi resiko timbulnya penyakit
bawaan makanan : (4,5)
1. MASAKLAH daging ternak, daging unggas dan telur secara keseluruhan
hingga matang. Menggunakan Termometer dapat digunakan untuk mengukur
suhu dalam daging adalah satu cara yang baik untuk memastikan bahwa
proses pemasakan daging telah membunuh bakteri. Sebagai contoh, Daging
sapi harus dimasak hingga temperatur dalam dagingnya mencapai 80°C. Telur
harus dimasak hingga bagian kuningnya mengeras.
2. PISAHKAN! Hindari proses saling mencemar antara satu jenis makanan
dengan lainnya. Hindari pencemaran silang dengan cara mencuci tangan,
peralatan dan alas potong (talenan) segera setelah terjadi kontak dengan
daging merah ataupun daging unggas SEBELUM menyentuh jenis makanan
lainnya. Letakkan daging yang telah dimasak pada wadah yang BERSIH.
Hindari meletakkan daging masak di tempat yang sebelumnya digunakan
untuk menampung daging ketika masih mentah.
3. DINGINKAN! Segera masukkan makanan sisa ke dalam lemari pendingin.
Bakteri dapat tumbuh cepat pada suhu ruang. Masukkan makanan kedalam
lemari pendingin jika mereka belum akan dimakan selama 4 jam kedepan.
Makanan dalam porsi besar dapat lebih cepat dingin jika sebelumnya telah
dipotong-potong ke dalam porsi yang lebih kecil dan diletakkan pada wadah-
wadah terpisah sebelum dimasukkan kedalam lemari pendingin.
4. BERSIHKAN! Cucilah buah dan sayuran. Guyuri dan bilas buah segar dan
sayuran dengan air ledeng yang mengalir untuk membersihkan kotoran. Buang
bagian daun terluar dari kol ataupun kubis. Bakteri tumbuh subur pada
permukaan potongan buah dan sayuran. Berhati-hatilah saat mengiris buah dan
sayuran pada papan potong (talenan) agar tidak tercemar. Hindari kebiasaan
membiarkan potongan sayuran dan buah dalam suhu ruang untuk waktu yang
lama. Diri Anda sendiri juga jangan menjadi sumber pencemar! Cuci tangan
anda dengan sabun dan air SEBELUM menyiapkan makanan. Jika Anda
11
sedang menderita diare, JANGAN siapkan makanan untuk orang lain.
Mengganti popok bayi disela proses penyiapan makanan juga merupakan
sebuah ide buruk yang mempermudah penyebaran penyakit.
5. LAPORKAN! Laporkan dugaan bahwa suatu penyakit terjadi karena bawaan
makanan kepada Departemen Kesehatan setempat. Di Amerika Serikat,
Departemen Kesehatan setempat memiliki peranan penting dalam sistem
keamanan makanan. Seringkali wabah dapat dideteksi dengan bantuan laporan
telepon dari masyarakat. Jika petugas Layanan Masyarakat mengontak Anda
guna mengajukan pertanyaan mengenai penyakit yang Anda derita,
bekerjasamalah dengan baik. Pada proses penyidikan kesehatan umum,
informasi dari orang yang sehat sama pentingnya dengan informasi dari orang
yang menderita penyakit tersebut. Anda juga harus bekerjasama walaupun
Anda tidak jatuh sakit.
Hal – hal lain yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya keracunan pangan
akibat bakteri patogen adalah:(6,9,10)
a. Mencuci tangan sebelum dan setelah menangani atau mengolah pangan.
b. Mencuci tangan setelah menggunakan toilet.
c. Mencuci dan membersihkan peralatan masak serta perlengkapan makan sebelum dan
setelah digunakan.
d. Menjaga area dapur/tempat mengolah pangan dari serangga dan hewan lainnya.
e. Tidak meletakan pangan matang pada wadah yang sama dengan bahan pangan mentah
untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang.
f. Tidak mengkonsumsi pangan yang telah kadaluarsa atau pangan dalam kaleng yang
kalengnya telah rusak atau menggembung.
g. Tidak mengkonsumsi pangan yang telah berbau dan rasanya tidak enak.
h. Tidak memberikan madu pada anak yang berusia di bawah satu tahun untuk mencegah
terjadinya keracunan akibat toksin dari bakteri Clostridium botulinum.
i. Mengkonsumsi air yang telah dididihkan.
j. Memasak pangan sampai matang sempurna agar sebagian besar bakteri dapat terbunuh.
Proses pemanasan harus dilakukan sampai suhu di bagian pusat pangan mencapai suhu aman
(> 70°C) selama minimal 20 menit.
k. Menyimpan segera semua pangan yang cepat rusak dalam lemari pendingin (sebaiknya
suhu penyimpanan di bawah 5°C).

12
l. Tidak membiarkan pangan matang pada suhu ruang lebih dari 2 jam, karena mikroba dapat
berkembang biak dengan cepat pada suhu ruang.
m. Mempertahankan suhu pangan matang lebih dari 600C sebelum disajikan. Dengan
menjaga suhu di bawah 5°C atau di atas 60°C, pertumbuhan mikroba akan lebih lambat atau
terhenti.
n. Menyimpan produk pangan yang harus disimpan dingin, seperti susu pasteurisasi, keju,
sosis, dan sari buah dalam lemari pendingin.
o. Menyimpan produk pangan olahan beku, seperti nugget, es krim, ayam goreng tepung
beku, dll dalam freezer.
p. Menyimpan pangan yang tidak habis dimakan dalam lemari pendingin.
q. Tidak membiarkan pangan beku mencair pada suhu ruang.
r. Membersihkan dan mencuci buah-buahan serta sayuran sebelum digunakan, terutama yang
dikonsumsi mentah.

BAB III
PEMBAHASAN

Mengamankan bahan pangan memerlukan usaha yang besar dan melibatkan


Peternakan, Perikanan, Pabrik, dan pihak lain yang terlibat pengolahan bahan pangan

13
mulai dari peternakan hingga dapat sampai ke meja makan. Terdapat banyak pihak di
bidang Kesehatan Masyarakat, Industri, Agen Peraturan dan Akademisi, yang masing-
masing memiliki peran dalam usaha mengurangi cemaran pada bahan pangan. Konsumen
dapat meningkatkan keamanan makanan melalui uang yang mereka miliki, dengan
membeli bahan pangan yang telah diolah hingga aman. Misalnya, pasteurisasi susu adalah
sebuah kemajuan besar di keamanan pangan yang telah dilakukan semenjak lebih dari
100 tahun lalu. Membeli susu pasteurisasi dapat menghindari sejumlah penyakit bawaan
bahan pangan. Saat ini, jus pasteurisasi merupakan sebuah langkah maju yang penting
dan dapat mencegah infeksi E.Coli O157:H7 dan penyakit lainnya. Konsumen dapat
mencari dan membeli jus buah dan cuka apel yang sudah dipasteurisasi. Di masa
mendatang, daging dan jenis bahan pangan lainnya akan tersedia dalam bentuk yang
sudah diamankan melalui proses iradiasi. Teknologi-teknologi baru ini akan memiliki
peran yang sama pentingnya dengan tindakan memasteurisasi susu.(4,5)
Penyakit bawaan bahan pangan sangat dapat dicegah, walaupun memang belum
memiliki tindakan pencegah yang semudah vaksinasi. Bahkan, pengukuran diperlukan
untuk mencegah atau membatasi pencemaran semenjak bahan pangan datang dari
peternakan hingga dapat dihidangkan di atas meja makan. Praktik-praktik agrikultur dan
produksi yang baik dapat menunjang penyebaran mikroba antar hewan dan mencegah
pencemaran bahan pangan. Ulasan yang hati-hati pada keseluruhan proses produksi bahan
pangan dapat mengidentifikasi bahaya-bahaya yang penting, dan titik-titik penting
dimana pencemaran dapat dicegah, dibatasi ataupun dihilangkan.(4,5)
Untuk beberapa bahan pangan tertentu yang beresiko, tindakan sanitasi dan
higiene yang paling berhati-hati pun belum cukup untuk menghindari kontaminasi. Pada
kasus ini, langkah pembasmian mikroba harus dimasukkan ke dalam proses pengolahan.
Contohnya, pada awal abad ini, wabah Botulisme muncul ketika makanan kalengan tidak
dimasak dengan tepat untuk membunuh spora Botulisme. Setelah dilakukan riset untuk
mengetahui secara tepat tinggi suhu yang diperlukan untuk membasmi spora Botulisme,
industri pengolahan makanan kalengan dan pemerintah memperpanjang proses
pengolahannya untuk memastikan bahwa setiap kaleng telah diolah dengan benar.
Sebagai imbalannya, botulisme yang terkait dengan makanan kalengan telah hilang dari
Amerika Serikat. Serupa dengan kasus tadi, pengenalan proses pasteurisasi yang
dilakukan dengan hati-hati pada susu, menghilangkan sejumlah besar penyakit bawaan
susu. Hal ini baru tercapai setelah sanitasi produk susu telah mencapai level tinggi. Di
masa mendatang, bahan pangan lainnya dapat dibuat lebih aman melalui proses
14
pasteurisasi baru, misalnya pasteurisasi untuk telur saat masih berada di dalam cangkang
dan iradiasi untuk daging sapi. Seperti halnya pada susu, teknologi baru ini sebaiknya
diterapkan sebagai tambahan dari sanitasi yang baik. Bukan sebagai pengganti sanitasi.(4,5)
Pada akhirnya, semuanya kembali pada konsumen untuk terus meminta
persediaan bahan pangan yang aman, kembali kepada industri untuk membuatnya,
kembali kepada para periset untuk membuat cara-cara pengamanan bahan pangan yang
lebih baik, dan kembali kepada pemerintan untuk melihat bahwa itu benar terjadi,
berjalan dengan baik, dan untuk mengidentifikasi masalah yang masih perlu dibereskan.
(4,5)

DAFTAR PUSTAKA

1. Budi. Tugas KLB. Wordpress [ serial online] 2008 Des [10 pages] cited 2009 Okt 19.
Available from http://keslingmks.files.wordpress.com/2008/12/tugas-klb-budi2.doc
2. Admin2. Keamanan Pangan, Gizi Buruk, Serta Dampak Sosio-Ekonominya.
Kesehatan Populer [serial online] 2009 Feb 22 [1 pages] cited 2009 Okt 19. Available
from http://www.eurekaindonesia.org/keamanan-pangan-gizi-buruk-serta-dampak-
sosio-ekonominya/
3. Nainggolan JF. Masalah Kesehatan Akibat Foodborne Disease. News2009 [serial
online] 2009 Jul 23 [1 page] cited 2009 Okt 18. Available from
http://mdopost.com/news2009/index.php?
option=com_content&view=article&id=1329:masalah-kesehatan-akibat-foodborne-
disease-&catid=36:opini&Itemid=66
4. Kurnia. Penyakit Bawaan Bahan Pangan (Foodborne Disease). Wordpress [serial
online] 2009 Apr 19 [1 page] cited 2009 Okt 18. Available from
http://belajarkesehatan.wordpress.com/2009/04/19/penyakit-bawaan-bahan-pangan-
foodborne-disease/
5. CDC. Foodborne Illness. Disease info [serial online] 2005 Jan 10 [13 pages] cited
2009 Okt 18. Available from
http://www.cdc.gov/ncidod/dbmd/diseaseinfo/files/foodborne_illness_FAQ.pdf

15
6. SIKN BPOM RI. Keracunan Pangan Akibat Bakteri Patogen. Siker [serial online] [7
pages] cited 2009 Okt 19. Available from
http://www.pom.go.id/public/siker/desc/produk/RacunBakPatogen.pdf
7. IFT. Bacteria Associated With Foodborne Diseases. Scientific Status Summary [serial
online] 2004 Agu [25 pages] cited 2009 Okt 18. Available from
http://members.ift.org/NR/rdonlyres/3DEA7A91-DF48-42CE-B195-
06B01C14E273/0/bacteria.pdf
8. WHO. Foodborne Disease Outbreaks: Guidelines For Investigation And Control.
Local file [serial online] 2008 [162 pages] cited 2009 Okt 18. Available from
http://bvs.panalimentos.org/local/File/outbreak_guidelines_investigation_control2008
.pdf
9. DPPPL DEPKES RI. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Katalog [serial
online] 2005 [1 page] cited 2009 Okt 18. Available from
http://www.pppl.depkes.go.id/catalogcdc/Wc3ef1af0dde4a.htm
10. NIH. Bacteria And Foodborne Illness. Digestive Diseases [serial online] 2007 Mei [1
page] cited 2009 Okt 18. Available from
http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/bacteria/index.htm

16

You might also like