You are on page 1of 14

Peran Penataan Ruang dalam Dimensi Nasional dan Wilayah

Perkotaan sebagai Piranti dalam Pemilihan Kebijakan


Investasi Bidang Jalan

Oleh: Ir. Imam S. Ernawi MCM. MSc.


Direktur Jenderal Penataan Ruang
Departemen Pekerjaan Umum
Konferensi Nasional Teknik Jalan ke-8 HPJI
Hotel Mercure Convention Center - Jakarta, 4 September 2007.

A.

PENDAHULUAN

Sebagai negara kepulauan dengan lebih dari 17.550 pulau yang membentang dari
timur ke barat, dukungan infrastruktur yang kuat dan handal merupakan suatu keharusan
dalam pembangunan. Ketersediaan infrastruktur, seperti jalan, pelabuhan, bandara,
sistem penyediaan tenaga listrik, irigasi, sistem penyediaan air bersih, dan sanitasi
perkotaan, yang nota-bene merupakan social overhead capital, memiliki keterkaitan
yang sangat kuat dengan tingkat perkembangan wilayah, yang antara lain dicirikan oleh
laju pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dari
kenyataan bahwa daerah yang mempunyai kelengkapan sistem infrastruktur yang lebih
baik, memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat yang lebih
baik pula. Dalam konteks Wawasan Nusantara, infrastruktur merupakan faktor kunci
dalam mendukung pembangunan nasional yang berperan vital tidak hanya sebagai
penggerak roda ekonomi nasional namun turut membentuk kesatuan wilayah serta
melayani masyarakat dalam mengartikulasikan kehidupan sosialnya dalam kesatuan
NKRI sebagai suatu entitas yang berdaulat.
Esensi penataan ruang merupakan suatu sistem yang mengintegrasikan
pembangunan nasional ke dalam suatu padanan terpadu, baik lintas wilayah, lintas sektor
maupun lintas pemangku kepentingan, termasuk pengembangan infrastruktur
didalamnya. Keterpaduan tersebut sangat penting dalam upaya meningkatkan sinergi,
efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pembangunan yang dalam pelaksanaannya

Peran Penataan Ruang dalam Dimensi Nasional dan Wilayah Perkotaan sebagai Piranti dalam Pemilihan Kebijakan Investasi Bidang Jalan

menjadi acuan bagi semua pemangku kepentingan dalam melaksanakan fungsinya


masing - masing dalam mengisi pembangunan.
Jalan sebagai salah satu prasarana infrastruktur transportasi merupakan unsur
sentral dalam membentuk struktur ruang dan mengarahkan pola pengembangan wilayah
atau kawasan. Sebagai bagian dari sistem transportasi nasional, pembangunan jalan
mendorong komunikasi dan interaksi antar masyarakat, sehingga diharapkan dapat
membangun toleransi dan menghilangkan kendala akibat perbedaan budaya yang ada di
masyarakat.
Hal ini dapat mendukung pengembangan wilayah agar tercapai
keseimbangan dan pemerataan pembangunan antardaerah, membentuk dan
memperkukuh kesatuan nasional untuk memantapkan pertahanan dan keamanan nasional
dalam rangka mewujudkan sasaran pembangunan nasional;
Dalam konteks pembangunan berkelanjutan, jaringan jalan harus mampu
mengedepankan fungsi pelayanan ekonomi yang memperhatikan dengan seksama secara
seimbang aspek ekonomi, sosial dan lingkungan yang ada. Sehingga keberadaan jalan
tidak memberikan dampak negatif kepada masyarakat maupun lingkungan lainnya yang
ada di sekitarnya. Dengan demikian kebijakan investasi bidang jalan juga harus
diselenggarakan dengan tetap memperhatikan daya dukung lingkungan dan kondisi
sosial ekonomi masyarakat, sehingga bukan sekedar menjadikan infrastruktur jalan
sebagai komoditas ekonomi.
Untuk menjamin terpenuhinya peran jalan dalam mendukung pertumbuhan
ekonomi pemerintah berkewajiban menyelenggarakan pembangunan jalan agar dapat
berdaya guna dan berhasil guna untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

B.

KEBIJAKAN INVESTASI BIDANG JALAN

Investasi bidang jalan sangat ditentukan oleh tingkat kelayakan dari investasi
tersebut. Secara umum kelayakan investasi bidang jalan dapat ditinjau dari 3 (tiga) aspek
pokok, yaitu: aspek teknis, aspek ekonomi/ finansial dan aspek lingkungan. Dari aspek
teknis perlu dipastikan apakah koridor yang akan dilalui memungkinkan untuk dibangun
infrastruktur jalan secara mudah dan murah, serta memenuhi standar teknis yang
dipersyaratkan. Aspek yang terkait dengan tata ruang dalam hal ini adalah mengenai
informasi tentang kondisi geologi lingkungan maupun penggunaan lahan. Kondisi
tataguna lahan di sepanjang koridor perlu dilihat apakah memang merupakan lahan yang
secara fisik dapat dibangun untuk infrastruktur jalan.
Analisis dari aspek ekonomi/ finansial umumnya terkait dengan perhitungan
biaya dan manfaat investasi bidang jalan yang akan dilakukan. Umumnya investasi
bidang jalan dilakukan dengan prinsip ship follows trade, yaitu pembangunan jalan
dibangun apabila ada kepastian demand terhadap infrastruktur jalan tersebut. Kepastian
demand ini ditunjukkan oleh volume lalulintas atau aktivitas perekonomian wilayah
yang ada atau diperkirakan akan ada di sekitar koridor jalan tersebut. Hal ini penting
untuk menghindari adanya unsur spekulasi dan terjadinya risiko kerugian akibat
Peran Penataan Ruang dalam Dimensi Nasional dan Wilayah Perkotaan sebagai Piranti dalam Pemilihan Kebijakan Investasi Bidang Jalan

Role Sharing
Pembiayaanb

penyediaan infrastruktur jalan yang tidak tepat, baik dari segi lokasi maupun waktu
pelaksanaan. Khusus bagi rencana investasi bidang jalan yang diarahkan untuk
dikerjasamakan dengan swasta (jalan tol), juga dibutuhkan tingkat kelayakan yang
tinggi. Umumnya investor swasta hanya akan tertarik dengan proyek-proyek yang
memang layak baik secara ekonomi maupun finansial (bankable). Sedangkan proyekproyek yang kurang layak secara finansial cenderung kurang diminati.
Pada kawasan-kawasan yang relatif baru berkembang, umumnya kelayakan
ekonomi maupun finansial masih sulit dipenuhi, karena penyediaan infrastruktur lebih
bersifat perintis (to initiate development). Pada kasus seperti ini peran pemerintah akan
lebih dominan, terutama untuk memenuhi kewajiban pelayanan publik (public service
obligation). Sebaliknya pada kawasan-kawasan perkotaan yang sudah lebih berkembang,
pembangunan infrastruktur umumnya dapat lebih layak baik secara ekonomi maupun
finansial.
Dengan demikian tingkat keterlibatan swasta dalam pengembangan
infrastruktur dapat lebih diharapkan. Secara diagramatik peran pemerintah dan swasta
dalam investasi pembangunan jalan tersebut seperti pada gambar 1.

Pemerintah
Kws Pengemb.
Baru

Kws Sedang
Berkembang

Kws Telah
Berkembang

Swasta

Pengembangan Wilayah

Gambar 1. Role-sharing Penyediaan Infrastruktur Jalan


Dari aspek lingkungan, tentu perlu pula dilihat apakah ruas jalan yang akan dibangun
melalui kawasan-kawasan sensitif, seperti hutan lindung, sawah irigasi teknis, wilayah
adat, dan kawasan-kawasan yang diperuntukkan bagi konservasi budaya, cagar alam atau
kawasan pertahanan keamanan. Kawasan-kawasan tersebut secara prinsip harus
dihindari agar tidak menimbulkan kerusakan lingkungan dan risiko keterlambatan akibat
adanya penolakan dari aspek lingkungan hidup.
Penataan ruang sebagai piranti dalam penilaian kelayakan investasi bidang jalan
dapat diperankan dalam memberikan informasi baik dimensi spasial maupun dimensi
sektoral. Dimensi spasial meliputi informasi tentang rencana struktur ruang, dan rencana
pola ruang, yang dapat memberikan indikasi mengenai lokasi yang tepat dan kepastian
Peran Penataan Ruang dalam Dimensi Nasional dan Wilayah Perkotaan sebagai Piranti dalam Pemilihan Kebijakan Investasi Bidang Jalan

adanya pengembangan kawasan sebagai jaminan terhadap kepastian permintaan


(demand). Sementara secara sektoral tentu dapat dipastikan adanya keterpaduan yang
positif dan sinergis terhadap rencana pengembangan sektor-sektor lain yang dapat
meningkatkan tingkat kelayakan investasi bidang jalan. Kepastian dalam pembebasan
lahan juga merupakan hal penting yang dapat diperoleh dari penataan ruang.
Pengaruh negatif akibat adanya kompetisi antar moda transport (competing
modes) atau kompetisi antar rute jalan yang paralel (competing routes) akibat kurangnya
keterpaduan dalam perencanaan antar sektor perlu dihindari untuk meningkatkan
kelayakan investasi. Pada tingkat nasional, tentu dimensi kelayakan investasi dapat
dikaitkan dengan upaya pencapaian kerangka strategis penataan ruang nasional yang
berorientasi secara ekonomi, dan secara kewilayahan dalam rangka keutuhan NKRI. Di
samping itu rencana pengembangan kawasan strategis (baik secara ekonomi, sosial
budaya, lingkungan hidup maupun pertahanan keamanan) memberikan arahan tentang
peluang investasi yang dapat dilakukan. Sedangkan dalam konteks regional atau lokal
(perkotaan), dimensi kelayakan investasi ini dapat dikaitkan dengan berbagai informasi
spasial seperti sistem struktur jaringan transportasi yang akan dikembangkan, baik untuk
kota kecil, sedang, besar, metropolitan maupun megapolitan. Karena itu, untuk dapat
lebih memerankan penataan ruang, sistem informasi penataan ruang yang aksesibel dan
transparan sangat diperlukan tidak hanya bagi dunia usaha tetapi juga bagi masyarakat
pada umumnya.

C.

KEBIJAKAN PENATAAN RUANG

1.

Paradigma Baru Penataan Ruang

Pelaksanaan penataan ruang merupakan suatu tahapan dari proses pengembangan


wilayah yang terdiri dari perencanaan, pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang guna mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman,
produktif, dan berkelanjutan. Hal ini dapat tercipta melalui keharmonisan antara
lingkungan alam dan lingkungan buatan/infrastruktur yang bersumber pada keterpaduan
penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan fungsi
ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
Perbedaan utama konsep tata ruang masa lalu dengan tata ruang yang
dikembangkan di abad 21 adalah dalam lingkup spektrum pengaturan dan
pembahasannya (Dorojatun, 2006). Konsep tata ruang lama umumnya lebih mengatur
tentang ruang secara dua dimensi yang ada di permukaan, dengan ketinggian dan
kedalaman yang terbatas. Dalam konsep tata ruang modern abad 21, ruang yang diatur
tidak terbatas pada darat saja, melainkan juga meliputi ruang udara, ruang laut, dan
ruang dalam bumi, seperti yang juga lebih ditegaskan dalam Undang-Undang No. 26
Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. Selain itu, dalam UU Tentang Penataan Ruang
tersebut sangat ditekankan bahwa rencana tata ruang harus betul-betul dimanfaatkan
Peran Penataan Ruang dalam Dimensi Nasional dan Wilayah Perkotaan sebagai Piranti dalam Pemilihan Kebijakan Investasi Bidang Jalan

sebagai acuan dalam pelaksanaan pembangunan oleh masing-masing daerah dan sektor,
dan bila terjadi pelanggaran atau ketidaksesuaian antara rencana tata ruang dengan
pelaksanaan pembangunan maka akan dikenakan sanksi baik kepada pelanggar maupun
kepada pejabat yang memberikan ijin yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.
Sanksi tersebut berupa sanksi administratif dan sanksi pidana yang ditetapkan sebagai
upaya untuk terwujudnya tertib pelaksanaan pembangunan. Hal lain yang juga
merupakan pembaharuan di dalam penyelenggaraan penataan ruang antara lain adalah
dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang melalui pemberian insentif dan
disinsentif untuk mendorong agar pelaksanaan pembangunan tetap sejalan dengan
rencana tata ruang yang telah ditetapkan.

2.

Kerangka Strategis Penataan Ruang Nasional

Indonesia sebagai Negara kepulauan terbesar di dunia yang berada pada batas
pertemuan lempeng tektonik Euroasia dan Indo-Australia serta lempeng Pasifik di
sebelah timur Indonesia merupakan salah satu negara yang paling rawan mengalami
bencana alam, baik gempa, tsunami maupun bencana lainnya seperti longsor dan banjir
akibat perubahan cuaca yang cukup ekstrim. Akan tetapi Indonesia memiliki keunggulan
komparatif geografis yang tidak tertandingi oleh negara lain. Indonesia terletak di antara
dua benua, Australia dan Asia serta dua samudera, Pasifik dan Hindia, yang menjadi
perlintasan kapal-kapal perdagangan dari berbagai negara. Selain itu, Indonesia yang
terdiri dari 17.550 pulau berbatasan langsung dengan tidak kurang dari 9 negara yaitu
Malaysia, Singapura, Filipina, Timor Leste, Australia, Papua Nugini, Vietnam, India dan
Palau. Keunggulan tersebut perlu dioptimalkan untuk dapat memberikan manfaat yang
sebesar-besarnya, terutama dalam mewujudkan ruang nusantara yang aman, nyaman,
produktif dan berkelanjutan.
Mengingat sebagian besar wilayah adalah lautan, perlu diberikan perhatian yang
lebih besar terhadap penataan ruang lautan di masa yang akan datang. Selain potensi
perikanan, saat ini Indonesia memiliki 3 Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) yang
merupakan jalur perlintasan bagi lebih dari 40% kapal-kapal kontainer besar (very large
crude carrier) dunia sepanjang tahun salah satunya Australia sebagai penghasil uranium
terbesar di dunia yang tidak akan dapat mengirimkan uraniumnya ke Cina dan negara
lain tanpa melalui perairan Indonesia. Untuk itu perlu dikembangkan suatu geo-strategi
kawasan yang dapat mengoptimalkan potensi kawasan dan kondisi obyektif yang kita
miliki.
Dalam kenyataannya, pengembangan strategi dan kebijakan penataan ruang
nasional tidak dapat dilepaskan dari kenyataan geoposisi, geoekonomi, dan geopolitik
baik regional maupun global. Ditinjau dari geoekonomi, konstelasi ekonomi dunia di
abad 21 akan sangat dipengaruhi oleh kecenderungan-kecenderungan global yang
terjadi belakangan ini. Dalam konteks ekonomi, dewasa ini mulai terjadi pergeseran
pertumbuhan ekonomi dari negara-negara maju ke Asia timur (new emerging countries,
NEC) terutama Cina, India dan Korea untuk menggantikan kedudukan posisi Amerika,
Peran Penataan Ruang dalam Dimensi Nasional dan Wilayah Perkotaan sebagai Piranti dalam Pemilihan Kebijakan Investasi Bidang Jalan

Jepang dan negara-negara Eropa, terutama dalam memenuhi kebutuhan teknologi


informasi, otomotif dan barang-barang elektronik. Kecenderungan pergeseran peta
ekonomi global tersebut mendorong Indonesia untuk lebih meningkatkan perekonomian
nasional kedepan dengan memanfaatkan potensi-potensi yang ada dan dengan
mengembangkan sistem jaringan infrastruktur yang memadai. Dalam kerangka strategi
pengembangan nasional secara ekonomi tersebut sentra-sentra perekonomian nasional,
seperti di koridor timur P. Sumatera dan di koridor pantai utara P. Jawa, dan juga di
pulau-pulau lainnya perlu didorong pengembangannya melalui penyediaan infrastruktur
yang memadai. Selain pertimbangan dari aspek ekonomi, Indonesia yang merupakan
negara kepulauan juga sangat rentan terhadap gangguan dari negara lain, untuk itu perlu
dikembangkan sentra-sentra kegiatan di lokasi yang strategis dalam rangka untuk
menjaga ketahanan nasional. Selain itu mengingat di Indonesia masih terdapat
kesenjangan wilayah, baik antara KBI dengan KTI, maupun yang terjadi di masingmasing pulau besar, maka perlu diupayakan pengembangan sentra-sentra kegiatan dan
infrastruktur yang ditujukan untuk mengatasi kesenjangan wilayah tersebut. Untuk
jelasnya geo-strategi pengembangan penataan ruang nasional dari aspek ekonomi,
ketahanan nasional, dan keseimbangan wilayah tersebut adalah sebagai dalam gambar 2
sebagai berikut.
KERANGKA PENGEMBANGAN STRATEGIS
BERORIENTASI EKONOMI (INVESTASI)
Teluk Benggala,
Mediteran, Samudera
Hindia (Timur Tengah,
Eropa)

Laut Cina Selatan


(Jepang, Korea, Filipina)

Laut Cina Selatan


(Hongkong, Cina, Taiwan)

Samudera Pasifik
(Jepang, Korea, Amerika,
Kanada)

Banda Aceh

BANDAR SRI BEGAWAN

KUALA LUMPUR

Medan
SINGAPORE

Bontang

Entikong
Pekanbaru

Batam

Pontianak

Jambi

Samudera Pasifik
(Amerika, Kanada,
Amerika Latin)

Manado
Ternate
Sorong

Biak

Palu

Palangkaraya

Padang

Gorontalo

Samarinda
Balikpapan

Pangkal Pinang
Palembang

Bengkulu

Jayapura

Mamuju

Pangkalan Bun
Banjarmasin

Kendari

Lampung
JAKARTA

Ambon

Makasar
Semarang

Serang

Surabaya

Bandung

Samudera Hindia
(Afrika, Australia)

Yogyakarta

Malang
Denpasar

DILLI

Samudera Hindia (Australia,


Selandia Baru)

Kupang

Poros Pengembangan Startegis Global/Nasional

Jalur Patahan dan Sesar

Alur Pelayaran Internasional

Pegunungan Tinggi

Poros Pengembangan Strategis Sub Regional

Batas Teritorial

Kota PKN

Kawan, Kapet, Kesr

Poros Pengembangan Strategis Nasional

Batas ZEE

Gugus Pulau Pantai

KERANGKA PENGEMBANGAN STRATEGIS


PEMANTAPAN TERITORIAL NKRI
Teluk Benggala,
Mediteran, Samudera
Hindia (Timur Tengah,
Eropa)

Samudera Pasifik
(Jepang, Korea, Amerika,
Kanada)

Banda Aceh

Banda Aceh

BANDAR SRI BEGAWAN

KUALA LUMPUR

Samudera Pasifik
(Amerika, Kanada,
Amerika Latin)

SINGAPORE
Bontang

Entikong
Batam

Manado

Batam

Biak
Padang

Makasar

Yogyakarta

DILLI

Denpasar

Yogyakarta

Merauke

DILLI

Kota PKN

Jalur Patahan dan Sesar

Poros Pengembangan Strategis Sub Regional

Batas Teritorial

Alur Pelayaran Internasional

Batas ZEE

Merauke

Mataram

Samudera Hindia (Australia,


Selandia Baru)

Pulau Besar
Gugus Pulau Samudra

Malang
Denpasar

Mataram
Kupang

Gugus Pulau Pantai

Makasar
Surabaya

Bandung

Malang

Jayapura
Ambon

Semarang

Serang

Surabaya

Bandung

Biak

Kendari

Lampung
JAKARTA

Semarang

Serang

Sorong

Mamuju

Pangkalan Bun
Banjarmasin

Bengkulu

Ambon

Ternate

Palu
Balikpapan

Pangkal Pinang
Palembang

Kendari

Lampung
JAKARTA

Manado

Samarinda
Palangkaraya

Jayapura

Mamuju

Pangkalan Bun
Banjarmasin

Gorontalo

Pontianak

Jambi

Balikpapan

Pangkal Pinang

Bontang

Entikong

Sorong
Palu

Palangkaraya

Bengkulu

Pegunungan Tinggi

SINGAPORE
Pekanbaru

Ternate

Samarinda

Palembang

Samudera Hindia
(Afrika, Australia)

Gorontalo

Medan

Pontianak

Jambi

BANDAR SRI BEGAWAN

KUALA LUMPUR

Medan

Padang

KERANGKA PENGEMBANGAN STRATEGIS


BERORIENTASI KESEIMBANGAN ANTAR WILAYAH

Laut Cina Selatan


(Jepang, Korea, Filipina)

Laut Cina Selatan


(Hongkong, Cina, Taiwan)

Pekanbaru

Merauke

Mataram

Pulau Besar
Gugus Pulau Samudra

Kupang

Kota PKN
Kawasan Tertentu
Kawasan Tertinggal

Lintas Barat Sumatra, Lintas Selatan Jawa,


Lintas Tengah Kalimantan, Lintas Papua dan Sulawesi

Jalur Patahan dan Sesar

Orientasi Pengembangan Daerah Tertinggal

Batas ZEE

Batas Teritorial

Gambar 2. Geo-Strategi Pengembangan Penataan Ruang Nasional


Peran Penataan Ruang dalam Dimensi Nasional dan Wilayah Perkotaan sebagai Piranti dalam Pemilihan Kebijakan Investasi Bidang Jalan

3.

Dimensi dan Muatan Rencana Tata Ruang

RTRW Nasional merupakan perencanaan makro strategis Nasional yang


menggambarkan arah dan kebijakan pembangunan nasional secara ketataruangan yang
memuat antara lain sistem jaringan jalan Nasional. Sedangkan RTRW Provinsi
merupakan perencanaan regional yang menjabarkan RTRWN dalam konteks ruang
wilayah Provinsi secara lebih detil yang antara lain mengintegrasikan sistem jaringan
jalan nasional dengan sistem jaringan jalan provinsi. Sementara itu RTRW
Kabupaten/Kota merupakan rencana tata ruang skala kabupaten/kota dengan muatan
antara lain berupa integrasi sistem jaringan jalan nasional, sistem jaringan jalan provinsi,
dengan sistem jaringan jalan kabupaten/kota.
Pada tataran operasional, RTRW tersebut perlu dikembangkan lagi menjadi
rencana rinci yang pada tingkatan kabupaten/kota berupa Rencana Detil Tata Ruang
(RDTR), yang dilengkapi dengan Peraturan Zonasi yang diperlukan sebagai pedoman
untuk pemberian ijin dan pengendalian pemanfaatan ruang yang ada. Indikasi program
yang tertuang dalam RTRW merupakan salah satu basis bagi penyusunan Rencana Induk
Sektor yang dibutuhkan untuk implementasi rencana tata ruang sebagai wujud dari
pemanfaatan ruang. Rencana induk sektor merupakan kebutuhan turunan (derived
demand) dari konsekuensi logis dari upaya implementasi penataan ruang wilayah.
Pembangunan jaringan jalan pada hakekatnya ditujukan untuk membentuk
struktur ruang yang sesuai dengan rencana dan arah pengembangan wilayah. Dalam hal
ini, pembangunan jalan telah mempertimbangkan kondisi wilayah, baik dari segi potensi
ketiga sumberdaya maupun kondisi lingkungan strategisnya, sehingga merupakan salah
satu unsur pembentuk ruang yang ingin diwujudkan.
Dalam konteks penataan ruang, jalan merupakan elemen pembentuk struktur
ruang yang paling penting. Untuk itu, fungsi jaringan jalan yang ada harus tetap
dipertahankan sesuai dengan yang telah direncanakan. Jalan-jalan Nasional (arteri
primer) yang merupakan pembentuk struktur ruang Nasional harus betul-betul dijaga
agar dapat berfungsi untuk mengalirkan barang maupun orang pada tataran
nasional/regional. Untuk itu sistem jaringan jalan nasional harus dibebaskan dari
hambatan-hambatan samping akibat pemanfaatan lahan yang tidak sesuai seperti pasar
tradisional, terminal bayangan, sekolah dll. Demikian pula untuk jaringan jalan Provinsi
dan Kabupaten/Kota. Pemanfaatan ruang yang ada disepanjang jalan-jalan tersebut harus
secara konsisten mengikuti rencana tata ruang wilayah yang ada. Dengan demikian
interaksi antara jaringan jalan, sebagai struktur ruang, dan tata guna lahan, sebagai pola
pemanfaatan ruang yang ada, dapat lebih terpadu dan harmonis.

Peran Penataan Ruang dalam Dimensi Nasional dan Wilayah Perkotaan sebagai Piranti dalam Pemilihan Kebijakan Investasi Bidang Jalan

D.

RENCANA TATA RUANG SEBAGAI PIRANTI KEBIJAKAN


INVESTASI BIDANG JALAN

Tantangan pembangunan infrastruktur jalan dewasa ini tidak dapat dilepaskan


dari realitas timpangnya sebaran penduduk, perbedaan luas wilayah dan keberagaman
kondisi topografi yang ada. Dari data sebaran jumlah penduduk, luas wilayah, panjang
jalan, dan jumlah kendaraan yang ada, terlihat bahwa penyebaran penduduk di Indonesia
tidak merata di seluruh wilayah yang ada. Pulau Jawa yang mencakup 7,2 persen dari
luas wilayah Indonesia dihuni 58,6 persen penduduk, sementara Kalimantan, Sulawesi
dan Maluku/Papua yang luasnya 32,3 persen, 10,8 persen dan 25,0 persen dari luas
wilayah Indonesia masing-masing hanya memiliki jumlah penduduk 5,6 persen, 7,3
persen dan 2,0 persen saja (BPS, 2004 dan Bina Marga 2004).
Demikian pula sebaran jaringan jalan, lebih dari 70 persen jaringan jalan yang
ada pada saat ini terdapat di pulau Sumatera, Jawa dan Bali yang luas wilayahnya hanya
mencakup sekitar 31 persen dari seluruh wilayah Indonesia. Sisanya 23 persen berada di
Kalimantan, Sulawesi dan NTB (44 persen dari luas wilayah), dan hanya 7 persen yang
melayani kawasan NTT, Maluku dan Papua yang memiliki 25 persen luas wilayah
Nasional (lihat Gambar 3).
Untuk menyikapi tantangan tersebut, diperlukan pendekatan pengembangan
jaringan jalan yang berbasis Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Pengembangan
jalan harus dilakukan sesuai dengan skenario pengembangan kawasan yang tercantum
dalam rencana tata ruang, yang antara lain ditujukan untuk meningkatkan akesibilitas
dari sentra produksi ke pemasaran dalam rangka untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi nasional, dan juga diarahkan untuk membuka kawasan-kawasan tertinggal agar
kesenjangan wilayah dapat semakin dikurangi.
Hal tersebut dimaksudkan antara lain agar penyelenggaraan pengembangan jalan
dapat dilaksanakan secara terpadu dan harmonis dengan infrastruktur lainnya, seperti
transportasi laut, udara dan kereta api, serta keterpaduan dengan sektor lainnya yang
dilayani seperti sektor perdagangan, industri, dan pertanian. Lebih lanjut pengembangan
jaringan jalan juga harus dilakukan dengan memperhatikan keterpaduan antar wilayah
dan antar pemangku kepentingan, sehingga jalan yang ada dapat membentuk suatu
jaringan yang utuh dan sesuai fungsinya serta tidak terpotong-potong (parsial), serta
pelaksanaannya dapat melibatkan segenap unsur yang ada: pemerintah, swasta dan
masyarakat.
Pengembangan jalan tidak terlepas dari adanya demand terhadap kebutuhan jalan
dan biaya investasi yang harus dikeluarkannya. Dengan adanya jaringan jalan yang
terstruktur dengan baik, berbagai kegiatan investasi akan berkembang dengan efisien dan
efektif, yang pada akhirnya akan menghasilkan nilai manfaat yang tinggi bagi
perkembangan suatu wilayah.

Peran Penataan Ruang dalam Dimensi Nasional dan Wilayah Perkotaan sebagai Piranti dalam Pemilihan Kebijakan Investasi Bidang Jalan

70.0%
60.0%
50.0%
40.0%
30.0%
20.0%
10.0%
0.0%
Sumat era

Jawa

Bali & NT

Kalimant an

Sulawesi

M aluku &
Papua
25.0%

Luas Wilayah

20.6%

7.2%

4.1%

32.3%

10.8%

Penduduk

21.2%

58.6%

5.3%

5.6%

7.3%

2.0%

Panjang Jalan

33.8%

26.8%

9.8%

9.1%

14.2%

6.3%

Kendaraan

17.9%

65.0%

5.9%

6.0%

4.2%

1.0%

Gambar 3. Perbandingan Luas Wilayah, Penduduk, dan Panjang Jalan

Membangun komitmen penguatan peran penataan ruang oleh seluruh pelaku


pembangunan, baik Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta dan Masyarakat dalam
mendukung percepatan investasi, peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan
pemantapan keamanan nasional, serta menyepakati rencana strategis penataan ruang
merupakan suatu arahan pokok pembangunan dan investasi. Melalui komitmen dan
kesepakatan yang dibuat tersebut diharapkan seluruh pelaku, terutama Pemerintah (baik
Pusat maupun Daerah) konsisten untuk mengoperasionalkan Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) sebagai landasan kebijakan pembangunan wilayah dan alat koordinasi
pemanfaatan ruang yang bersifat lintas wilayah dan lintas sektor untuk mewujudkan
pertumbuhan ekonomi wilayah.
Berdasarkan pertimbangan hal-hal tersebut dan melihat kondisi ketersediaan
infrastruktur yang ada, secara geografis wilayah Nasional Indonesia dikelompokkan
dalam 3 (tiga) kategori kawasan (lihat gambar 4), yaitu:

Infrastruktur di Kawasan Telah Berkembang. Kawasan ini relatif telah jauh


berkembang kegiatan ekonominya dan bahkan dapat dipandang sebagai satu
kesatuan wilayah ekonomi. Sumber pendanaan pengembangan infrastruktur di
samping dari sumber pemerintah juga semakin mengandalkan kemampuan
pendanaan swasta. Sebagai ilustrasi kesatuan antara P. Jawa dan P. Sumatera ini
memerlukan dukungan sistem transportasi yang terpadu, terutama pengembangan
sistem jaringan jalan Pantura Jawa dan Lintas Timur Sumatera beserta sarana
penyeberangan Selat Sunda, serta beberapa pelabuhan Samudera dan Nusantara yang
merupakan bagian dari ASEAN Highway. Hal ini untuk mendukung pesatnya
perluasan kawasan industri terutama di Sumatera bagian selatan. Kedudukan ALKI

Peran Penataan Ruang dalam Dimensi Nasional dan Wilayah Perkotaan sebagai Piranti dalam Pemilihan Kebijakan Investasi Bidang Jalan

(Alur Laut Kepulauan Indonesia) barat (Selat Sunda Laut Natuna) sangat strategis
dalam lebih mendorong pengembangan kawasan.

Infrastruktur di Kawasan Mulai Berkembang. Kawasan ini meliputi P.


Kalimantan dan Sulawesi, yang pertumbuhan ekonominya dicirikan oleh kegiatankegiatan baru yang mulai berkembang. Keadaan baru berkembang dapat
merupakan peluang dalam pembenahan lingkungan hidup seluruh wilayah, dengan
menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Pendanaan infrastruktur
selain dari pemerintah juga telah mulai didorong kemitraan dengan swasta. Sebagai
ilustrasi sistem infrastruktur transportasi dikembangkan melalui jalan lintas
Kalimantan (Borneo Highway), jalan lintas Sulawesi, beserta outlet-outlet pelabuhan
Samudera dan Nusantara, terutama pelabuhan Makassar. Dukungan ALKI tengah
(Selat Lombok - Selat Makasar) diharapkan dapat memacu pengembangan wilayah..

Infrastruktur di Kawasan Pengembangan Baru. Kawasan pengembangan baru


meliputi kepulauan Maluku, Papua, dan seluruh Nusa Tenggara Timur, yang
didukung oleh ALKI timur (Laut Arafuru Laut Banda Laut Maluku). Prioritas
yang ditangani adalah pemanfaatan sebaik-baiknya sumber daya alam, terutama
lahan pertanian dan potensi kelautan. Sebagai ilustrasi kesatuan sistem transportasi
terpadu (laut, darat, dan udara) dikembangkan jaringan jalan yang cepat fungsional.
Tata penanganan khusus pulau-pulau kecil (terpencil) dilakukan dengan
mengembangkan antara lain sistem air baku dan air bersih, dan jaringan jalan. Pada
kawasan ini, pendanaan infrastruktur banyak tergantung kepada prioritasi dan
ketersediaan dana investasi Pemerintah baik pusat maupun daerah.

SEDANG BERKEMBANG

TELAH BERKEMBANG

PENGEMBANGAN BARU

Gambar 4. Pembagian Wilayah Menurut Tingkat Perkembangan

Pusat-pusat kegiatan pada kawasan metropolitan merupakan kekuatan penggerak


ekonomi yang sangat strategis. kawasan metropolitan merupakan suatu bentuk
permukiman berskala besar yang terdiri dari satu atau lebih kota besar dan kawasan yang
secara keseluruhan terintegrasi membentuk suatu sistem struktur ruang tertentu dengan
Peran Penataan Ruang dalam Dimensi Nasional dan Wilayah Perkotaan sebagai Piranti dalam Pemilihan Kebijakan Investasi Bidang Jalan

10

satu atau lebih kota besar sebagai pusat dalam keterkaitan ekonomi dan sosial, dan
mempunyai kegiatan ekonomi jasa dan industri yang beragam. Didalam RTRWN telah
diidentifikasi 8 kawasan metropolitan yang mempunyai nilai yang sangat strategis dalam
konteks nasional. Ke 8 kawasan metropolitan tersebut adalah Jabodetabekpunjur
(Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur), Cekungan Bandung
(Bandung, Bandung, Cimahi, dan Sumedang), Kedungsepur (Kendal, Demak, Ungaran,
Semarang, Salatiga, Purwadadi), Gerbangkertasusila (Gresik, Bangkalan, Mojokerto,
Surabaya, Sidoarjo, Lamongan), Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan),
Maminasata (Makassar, Sungguminasa, Takalar), Mebidang (Medan, Binjai, Deli
Serdang), dan Palembang. Dalam penanganan masing-masing kawasan metropolitan
tersebut sangat ditekankan adanya distribusi kegiatan yang serasi didalam kawasan
metropolitan tersebut, tidak terkonsentrasi di kota inti melainkan tersebar di kota-kota
satelitnya sesuai dengan fungsinya, sehingga tercipta hubungan yang sinergis antara kota
inti dengan kota-kota satelitnya. Pada masing-masing kawasan metropolitan tersebut
perlu dikembangkan sistem jaringan jalan yang menghubungkan kota inti dengan kota
satelitnya, dan juga sistem jaringan jalan yang menghubungkan antar kota satelit.
Dengan dikembangkannnya pola jaringan jalan yang demikian interaksi antar sistem
perkotaan dalam kawasan metropolitan dapat terjalin dengan baik dan dapat mendukung
satu sama lain.
Kawasan agropolitan juga didorong pengembangannya sebagai pendukung
terhadap koridor kawasan pengembangan, konfigurasi wilayahnya terdiri dari desa pusat
pertumbuhan dan pelayanan dengan beberapa desa hinterland sebagai pusat produksi.
Jaringan jalan yang ada harus dapat memfasilitasi pergerakan yang berorientasi internal
maupun pergerakan ke arah eksternal untuk kebutuhan pemasaran dan ekspor hasil-hasil
pertanian yang ada. Kawasan ini dapat merupakan backward linkage dari kawasan
Metropolitan dan selanjutnya forward linkage terutama ekspor. Jaringan jalan desa dan
poros desa harus secara langsung terhubung dengan jaringan jalan dengan fungsi yang
lebih tinggi seperti lokal primer atau kolektor primer sebagaimana diilustrasikan pada
Gambar 5. Dengan demikian, kawasan agropolitan dapat menjadi embrio bagi
munculnya kota-kota berbasis agro yang lebih tertata di masa yang akan datang.
Sesuai dengan Kerangka Strategis Penataan Ruang Nasional (Gambar 2),
pengembangan jaringan jalan perlu disesuaikan dan diselaraskan dengan fungsi yang
diemban dan sesuai dengan tingkat pelayanan yang dibutuhkan, yaitu:

Untuk jalur-jalur strategis secara ekonomi seperti pada koridor pantai timur Sumatera
dan pantai utara P. Jawa perlu dikembangkan jaringan jalan berupa jalan arteri
primer dengan klasifikasi bebas hambatan yang dapat berupa jalan tol guna
mendukung koridor kawasan pengembangan yang ada.

Sedangkan untuk jalur-jalur strategis yang ditujukan untuk keseimbangan antar


wilayah dapat dikembangkan jaringan jalan sesuai kebutuhan seperti jalan raya atau
jalan sedang.

Peran Penataan Ruang dalam Dimensi Nasional dan Wilayah Perkotaan sebagai Piranti dalam Pemilihan Kebijakan Investasi Bidang Jalan

11

Untuk jaringan jalan yang dimaksudkan sebagai upaya pemantapan teritorial NKRI,
karena belum membutuhkan tingkat pelayanan yang terlalu tinggi, jenis jalan yang
dapat dikembangkan cukup diawali sebagai jalan sedang ke bawah.

Untuk meningkatkan pelayanan transportasi, keterpaduan antar-moda transportasi


seperti jaringan jalan KA, bandar udara dan pelabuhan laut merupakan hal yang sangat
penting. Keterpaduan tersebut dapat meningkatkan efisiensi sistem transportasi yang ada,
sehingga perpindahan antara moda dapat dilakukan dengan lebih lancar dan menerus.
Untuk itu, perencanaan jaringan jalan yang ada harus mengedepankan keterpaduan,
sehingga pengembangan jaringan jalan dapat lebih bersifat holistik dan menyatu dengan
sub-sistem transportasi lainnya.
KONSEP KAWASAN METROPOLITAN

KONSEP KAWASAN AGROPOLITAN

Gambar 5. Konsep Pengembangan Kawasan Metropolitan & Agropolitan

Selain rencana tata ruang yang dapat menjadi alat atau piranti bagi penentuan
investasi bidang jalan, hal lain yang dikembangkan adalah penggunaan piranti insentif
disinsentif yang ditujukan untuk mendorong investasi yang sesuai dengan rencana tata
ruang, dan sebaliknya menghambat investasi yang tidak sesuai dengan rencana tata
ruang termasuk untuk investasi di bidang jalan. Piranti lain yang juga sangat penting
dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang adalah pengenaan sanksi, yang dapat

Peran Penataan Ruang dalam Dimensi Nasional dan Wilayah Perkotaan sebagai Piranti dalam Pemilihan Kebijakan Investasi Bidang Jalan

12

berupa sanksi administratif dan pidana bagi pelanggar rencana tata ruang, termasuk
pembangunan jalan yang tidak mengacu pada rencana tata ruang.

E.

PENUTUP

Jaringan jalan sebagai prasarana distribusi dan sekaligus pembentuk struktur


ruang wilayah harus dapat memberikan pelayanan transportasi secara efisien (lancar),
aman (selamat) dan nyaman. Di samping itu jaringan jalan juga harus dapat
memfasilitasi peningkatan produktivitas masyarakat, sehingga secara ekonomi produkproduk yang dikembangkan menjadi lebih kompetitif.
Pengembangan jaringan jalan tersebut pada dasarnya harus dilakukan secara
terpadu dengan sektor-sektor lain dan diantara wilayah yang berdekatan sebagai bagian
dari komitmen pengembangan wilayah nasional secara menyeluruh. Untuk itu dalam
mendukung pengembangan wilayah diperlukan konsistensi dalam menyelenggarakan
penataan ruang, baik pada tingkat Nasional, Pulau, Provinsi, Kabupaten maupun Kota.
Kebijakan pengembangan investasi bidang jalan juga harus tetap
mempertimbangkan aspek daya dukung lingkungan, perlindungan lingkungan, dan
kondisi sosial-ekonomi masyarakat, sehingga infrastruktur jalan tidak dipandang sebagai
komoditas ekonomi semata, tetapi mendukung pembangunan berkelanjutan.
Dengan mengacu kepada rencana tata ruang, maka pengembangan jaringan jalan
pada hakekatnya mendukung terwujudnya kerangka strategis penataan ruang Nasional,
dimana jaringan jalan yang ada tidak saja berfungsi untuk meningkatkan aksesibilitas
kawasan, tapi juga berperan untuk menyeimbangkan pengembangan kawasan,
mengamankan teritorial dan sebagai perekat NKRI.

Peran Penataan Ruang dalam Dimensi Nasional dan Wilayah Perkotaan sebagai Piranti dalam Pemilihan Kebijakan Investasi Bidang Jalan

13

Daftar Pustaka:
1. Dardak, Hermanto (2005). Revitalisasi Penataan Ruang Untuk Mewujudkan Ruang
Nusantara yang Nyaman, Produktif, dan Berkelanjutan, dalam Penataan
Ruang untuk Kesejahteraan Masyarakat, Luthfi Pattimura (Ed.). LSKPI Press,
Jakarta.
2. Departemen Pekerjaan Umum (2005). Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.
51/PRT/2005 tentang Rencana Strategis Departemen Pekerjaan Umum Tahun
2005-2009. 7 Maret 2005, Jakarta.
3. Direktorat Jenderal Penataan Ruang (2003). Sejarah Penataan Ruang Indonesia.
Citra Kreasi, Jakarta.
4. Direktorat Jenderal Penataan Ruang (2006). Rancangan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Januari
2006.
5. Republik Indonesia (1997). Peraturan Pemerintah No. 47/1997 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional. Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.
6. Sutami (1978). Ilmu Wilayah: Beberapa Pemikiran untuk Pembangunan Nasional.
Manuskrip.
7. Transport Research Laboratory (1988). Overseas Road Note 5: A guide to road
project appraisal. Overseas Unit TRRL, Crowthorne, Berkshire, United
Kingdom.

Peran Penataan Ruang dalam Dimensi Nasional dan Wilayah Perkotaan sebagai Piranti dalam Pemilihan Kebijakan Investasi Bidang Jalan

14

You might also like