You are on page 1of 26

Kegawatdaruratan dan Tindak Pidana pada Pasien dengan

Gangguan Kejiwaan
Pendahuluan
Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya kekacauan
pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana individu tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri
sendiri, orang lain, masyarakat, dan lingkungan. Pengertian seseorang tentang penyakit gangguan
jiwa berasal dari apa yang diyakini sebagai faktor penyebabnya yang berhubungan dengan
biopsikososial
Di dalam Undang-Undang Dasar 1945, ditegaskan bahwa sistem pemerintahan Indonesia
adalah berdasarkan hukum (rechtstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtstaat).
Dengan demikian, atas dasar hal tersebut, maka semua perbuatan yang dilakukan baik oleh
pemerintah maupun negara harus berdasarkan hukum.1 Salah satu alat hukum adalah aparat
penegak hukum, dimana apabila ada suatu perbuatan yang memenuhi unsur tindak pidana, maka
berhak untuk melaksanakan tugas dan wewenangnya sebagai alat penegak hukum yang dimana
perbuatan tersebut telah diatur dan disahkan dalam peraturan perundang-undangan. Sementara
itu, tindak pidana (delik) terbagi menjadi 2 (dua) macam, yaitu antara lain delik aduan dan delik
biasa. Delik aduan sendiri mempunyai arti bahwa suatu tindak pidana, dimana aparat penegak
hukum tidak akan dapat melaksanakan proses peradilan apabila tidak ada aduan, sedangkan delik
biasa (delik bukan aduan) adalah merupakan tindak pidana yang tidak memerlukan laporan dari
korban untuk melaksanakan proses peradilan.
Skenario : seorang laki-laki berusia 30 tahun dibawa ke IGD karena berlumuran darah didaerah
muka dan kepalanya, setelah dikeroyok oleh penduduk. Dia dikira maling sepeda motor, kalau
keluarga tidak dating pemuda itu bias mati dikeroyok. Menurut keluarganya pemuda itu pasien
RS Jiwa yang sudah 1 tahun, masih berobat jalan. Menurut pasien ia mendorong sepeda motor
itu karena ada suara bisikan di telinganya yang menyuruhnya mengendarai motor itu.

Pembahasan
A. Anamnesis
1

Anamnesa pada pasien dapat dilakukan secara autoanamnesis maupun alloanemnesis.


Seperti biasa, anamnesa selalu didahului dengan pengambilan data identitas pasien secara
lengkap. Seperti nama, tanggal lahir, umur, jenis kelamin, alamat dan pekerjaan, kemudian
diikuti dengan keluhan utama dan selanjutnya baru ditanyakan riwayat penyakit sekarang yang
dikeluhkannya kemudian ditanyakan riwayat penyakit dahulu dan riwayat kesehatan dan
penyakit dalam keluarga1. Semua itu sebenarnya sekaligus dalam pengambilan data riwayat
psikiatri yang ada dibahas selanjutnya.
B. Pemeriksaan
Riwayat psikiatri
1. Data pribadi1,2
Nama
Umur
Jenis kelamin
Status perkawinan
Pekerjaan
Agama/suku bangsa
2. Alasan merujuk2
Catat sesuai kata-kata pasien sendiri.
Catat telah berapa lama pasien mengalami keluhan tersebut
Gunakan pertanyaan terbuka untuk mengetahui keluhan saat ini.
Biarkan pasien bercerita tanpa terputus untuk beberapa menit pertama sebelum
melanjutkan pertanyaan.
3. Riwayat keluhan saat ini1,2
Kapan keluhan dimulai?
Apakah kemudian keiuhan berubah? Jika ya, bagaimana perubahannya?
Apakah ada kejadian sebelumnya yang memicu timbulnya keiuhan, seperti kematian,

perceraian?
Apakah terdapat gejala psikologis lainnya, seperti rasa cemas, bersalah, keinginan bunuh
diri? Apakah terdapatgejala fisik, seperti gangguan tiduratau nafsu makan, variasi mood

diurnal?
Apakah terdapat pengobatan psikologis atau obatobatan yang digunakan untuk keiuhan saat

ini? Jika ya, apakah pengobatan tersebut membantu?


Lakukan penapisan keiuhan lainnya. Semua pasien harus ditanyakan tentang adanya
keinginan bunuh diri, depresi, perilaku obsesif dan psikosis.

Apakah terdapat gejala gangguan biologis, seperti tidur (insomnia pada awal tidur,
insomnia pada pertengahan tidur, terbangun pagi lebih awal), nafsu makan (meningkat atau
menurun), variasi diurnal dalam mood, energi, libido, konsentrasi, kesedihan?

4. Riwayat Psikiatri terdahulu1,2


Apakah terdapat masaiah psikiatri yang serupa atau yang lain sebelumnya?
Catat kunjungan ke dokter umum, penggunaan layanan psikiatri atau rawat inap.
Catat kapan keluhan terjadi, berapa lama berlangsungnya dan penatalak-sanaan yang
diberikan.
5. Latar belakang pribadi1
Bagian yang panjang dari riwayat psikiatri yang dibagi dalam subbagian-subbagian.
Lakukan pendekatan pada bagian ini dengan menerangkan kepada pasien bahwa anda ingin

mengetahui lebih banyak tentang mereka agar dapat memahami masalah mereka dan
membantu mereka secara lebih baik.
6. Riwayat keluarga1,2
Kumpulkan informasi tentang orang tua, saudara kandung serta kerabat lainnya yang

berhubungan.
Tanyakan umur, pekerjaan, lingkungan sosial, gangguan psikiatri/masalah kesehatan

lainnya dan hubungan dengan pasien.


Buatlah genogram dari informasi tadi.

7. Riwayat pribadi1
Masa kanak-kanak: riwayat kelahiran, tahap perkembangan, khususnya keterlambatan;

deskripsi masa kanak-kanak awal; atrnosfer/suasana keluarga dan rumah.


Sekolah: umur lulus; suka membolos atau menolak untuk sekolah, suka mengganggu;
hubungan dengan teman-teman sebaya, guru-guru; ujian yang dikerjakan dan kecakapan,
pendidikan lebih lanjut. Pekerjaan: datalah semua pekerjaan dan lama bekerja, alasan

berhenti, dan periode menganggur.


Riwayat hubungan dan psikoseksual: hubungan saat ini bila ada, aktifitas seksual, orientasi
seksual, masaiah seksual, pengalaman seksual pertama, pengalaman seksual yang aneh/
kekerasan seksual. Untuk wanita catat usia menarke/meno-pause, hubungan masa lalu yang

penting, alasan hubungan tersebut berakhir.


Kebiasaan/ketergantungan: alkohol, rokokdan obat-obatan terlarang; catat jumlah,;
penggunaan saat ini dan sebelumnya; pola penggunaan; gejala/tanda ketergantungan dan

putus obat; masalah yang berkaitan, misalnya masaiah dalam pekerjaan.


Riwayat forensik: catat semua pelanggaran baik dihukum maupun tidak
3

Situasi sosial saat ini: tipe rumah, siapa saja yang tinggal di rumah; keadaan keuangan, dll.
8. Kepribadian sebelum sakit (premorbid)1

Sulit untuk dinilai melalui wawancarayang singkat. Titik berat pada pola perilaku yang
konsisten selama hidup. Bagian ini harus mencantumkan masukan dari oranq lain, karena

tidak ada individu yanq mampu menggambarkan kepribadiannya sendiri secara objektif.
Hal-hal yang mencakup: sikap kepada orang lain dalam hubungan; sikap pada diri sendiri,
misalnya menyukai diri sendiri, percaya diri; mood pre-dominan, misalnya ceria,
optimistik; menikmati aktivitas dan hal-hal yang diminati; reaksi terhadap stres, mekanisme
mengatasi masalah (coping mechanisms).

Pemeriksaan status mental


Hindari melaporkan gambaran-gambaran yang terdahulu pada status mental, laporan
merupakan suatu potret keadaan pasien saat itu juga.1 Berikut ini hal-hal yang harus diperhatikan
dalam pemeriksaan status mental;
1. Penampilan dan perilaku
Pakaian, perawatan diri, misalnya pemakaian warna-warna dan riasan yang cerah dapat
terlihat pada pasien mania, pengabaian terlihat pada pasien depresi. Perilaku selama
wawancara: kegelisahan, kesedihan, kontak mata, mudah marah, kesesuaian, mudah
teralihkan. Psikomotor: kemiskinan, stereotipe, ritual, gerakan-gerakan abnormal lainnya.1,3
2. Bicara
Kecepatan: lambat/terbelakang, atau tertahan/tidak dapatdiinterupsi. Irama: normal,
intonasi datar atau berlebihan. Volume: berbisik, tenang, keras. Isi: mempermainkan kata-kata
yang berlebihan, asosiasi bunyi (clang association), berbicara satu-satu suku kata
(monosyllabic), spontan atau hanya menjawab pertanyaan. Periksa juga adanya disfasia
maupun disartria.1,3
3. Mood
Amati mood pasien selama wawancara dan tanyakan juga bagaimana perasaan mereka:
(1) secara objektif/afek: kesan Anda (sesuai/tidak sesuai)depresi, elasi, eutimia, tumpul atau
datar, cemas. (2) Secara subjektif: bagaimana pasien melaporkan mood yang dominan,
depresi, elasi
NB: Di sini Anda dapat merekam gambaran-gambaran biologis dari depresi jika tidak
terdapat dalam riwayat penyakit. Cari juga apakah ada aide untuk bunuh diri.1
4. Isi Pikiran
a. Gangguan isi pikiran formal (bentuk pikiran abnormal)

Pasien tidak mengikuti susunan yang umum dalam komunikasi dan akibatnya pembicaraan
menjadi kurang berarti. Biasanya pada skizofrenia.
Derailment (gerakan Knight): terdapat kekacauan kata-kala secara tiba-tiba dari waktu ke
waktu, yang seharusnya sesuai, namun tidak dalam konteks ini (jalannya isi pikiran
menjadi keluar jalur).
Circumstantiality (asosiasi ionggar): isi pikiran menjadi somar-samar dan tampak campur
aduk.
Bloking isi pikiran: sensasi-sensasi isi pikiran tiba-tiba berhenti.1
b. Tempo isi pikiran abnormal
Akselerasi (isi pikiran ditekan, Sight of ideas dapat timbul tanpa penekanan untuk bicara)
atau retordasi.
c. Kepemilikan isi pikiran abnormal
Pasien merasa pikirannya dikendalikan oleh sesuatu dari luarpenarikan isi pikiran,
insersi, penyiaran (merasa pikiran seseorang ditarik oleh orang lain).
d. Isi pikiran abnormal
Preokupasi/ide yang berlebihan (ide-ide ini sangat kuat dan dominan dan tidak selalu tidak
logis atau tidak layak secara budaya). Obsesi, kompulsi, ruminasi. Trias kognitif Beck,
pandangan negatif terhadap diri, dunia dan masa depan.1
5. Waham-waham (delusi)
Waham adalah kepercayaan yang salah, tidak mudah digoyahkan, di luar sistem
kepercayaan sosial dan budaya normal seorang individu.1,3 Tipe-tipe waham:
Grandiose (kebesaran): percaya bahwa mereka memiliki kemampuan dan misi khusus.
Poverty (kemiskinan): percaya bahwa mereka telah dibuat miskin.
Guilt (rasa bersalah): percaya bahwa mereka telah melakukan kejahatan dan pantos

dihukum.
Nihilistic (ketidakberadaan): percaya bahwa mereka tidak berarfi afau tidak ada.
Hypochondriacal: percaya bahwa mereka mengidap suatu penyakit fistk.
Persecutory (penganiayaan): percaya bahwa semua orang berkonspirasi melawan mereka.
Reference (referensi): percaya bahwa mereka dipengaruhi oleh maja-lah/televisi.
Jealousy (kecemburuan): percaya bahwa pasangan mereka tidak setia meskipun tidak ada

buktinya.
Amorous (penuh cinta): percaya bahwa orang lain sedang jatuh cinta dengan mereka.
Infestation (serbuan): percaya bahwa mereka diserbu oleh serangga atau parasit.
Passivity experiences: percaya bahwa mereka disuruh melakukan se-suatu, atau merasakan
emosi-emosi, atau dikendalikan dari iuar; somatic passivitymerasa seolah-olah mereka
dipindahkan dari luar.1

Waham kemungkinan sesuai dengan mood, misalnya waham kebesaran, penganiayaan


dalam moodelasi; waham hipokondrik, kemiskinan, bersalah, dan nihilistic dalam mood

depresi. Waham dapatdiklasifikasikan menjadi primer dan sekunder:


Waham primer timbul 'entah dari mana' tanpa ada contoh yang dapat diidentifikasi.
Waham sekunder timbul dari mood yang mendasari, fenomena psikosis atau kerusakan
kognisi dan dapat dipahami dalam konteks tersebut. Waham ini timbul ketika berusaha

memahami kejadian penyakit primernya.1


6. Persepsi1,4
Gangguan sensorik: sensitivitas terhadap suara atau warna meningkdt.
Ilusi: salah menginterpretasikan stimuli yang normal.
Halusinasi: persepsi yang salah tanpa adanya stimulus apapun; merasa hal itu berasal dari

luar dirinya.
Pendengaran: suara-suara orang kedua langsung diarahkan kepada
pasien. Tanyakan waktu terjadi, pemicu, jumlah suara, orang pertama atau kedua, misalnya

suara tersebut mungkin mengatakan "saya tidak berguna".


Penglihatan
Penciuman: biasanya bau yang tidak sedap
Pengecapan: biasanya suatu perasaan bahwa sesuatu terasa berbeda dan ini diinterpretasikan

sebagai akibat peracunan.


Sensasi somatik: misalnya, sensasi adanya serangga di bawah kulitatau gerakan sendi-sendi

Klasifikasi gangguan jiwa


Manifestasi gangguan jiwa dapat berupa perilaku, pikiran dan perasaan yang berkaitan erat
dengan kondisi tubuh/jasmani dan lingkungan sosialnya. Oleh karena itu, dapat penanganan
kasus gangguan jiwa, faktor-faktor tersebut harus ditangani secara komprehensif.
Selain itu, terdapat pula pendekatan secara deskriptif yang merupakan dasar pendekatan untuk
memastikan diagnosis secara nasional dan internasional. Pendekatan ini bersifat netral, hanya
mencari dan memastikan gejala secara deskriptif-klinis tanpa secara apriori melihat makna atau
mengapa gejala itu terjadi dari suatu sudut pandang atau paradigma atau teori tertentu.
Gangguan jiwa sebagai suatu kategori keseluruhan dikelompokan oleh WHO dalam sebuah Bab,
yaitu Bab F, dalam buku International Classification of Diseases edisi 10 (ICD-10), yang oleh
Departemen Kesehatan Republik Indonesia diterjemahkan dalam buku: Pedoman Penggolongan
dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III (PPDGJ III). 5,6
6

Gangguan jiwa terdiri dari 2 jenis, yaitu :5,6


-

psikosa

psikosa organik

psikosa non organik (psikosa fungsional)


- non psikosa / neurosa

Secara definisi psikosa diartikan sebagai suatu gangguan jiwa yang serius dan yang
mengganggu kemampuan berpikir, emosi, komunikasi, ingatan, menafsirkan kenyataan dan
berperilaku secara wajar. Individu sudah kehilangan rasa-kenyataan (sense of reality) sehingga
tidak mampu lagi memenuhi tuntutan hidup yang biasa sehari-hari. Bisa merupakan suatu
kondisi somatogenik (akibat organik) atau fungsional (non organik) dan keadaan psikotik sangat
bervariasi mengenai hal lamanya dan beratnya.

Macam psikosa
Psikosa organik

Merupakan gangguan mental yang berkaitan dengan penyakit atau gangguan baik pada otak yang
disebut juga gangguan mental organik ataupun penyakit sistemik yang mengakibatkan disfungsi
otak (gangguan mental simptomatis).
Onset dapat pada semua usia tapi cenderung berawal pada masa dewasa muda atau lanjut usia.
Gangguan dapat bersifat reversible atau irreversible dan progresif.
Penyebab :
Primer langsung pada otak (ruda paksa, infeksi, gangguan vaskuler, tumor)
Sekunder tidak langsung pada otak, melalui gangguan sistemik (gangguan metabolit, toxin,
hypoxia)
Gambaran utama gangguan terdiri dari 2 kelompok :
1.

Gangguan fungsi kognitif (daya ingat, pikir, belajar, sensorium [kesadaran dan perhatian]

2.

Gangguan

fungsi

mental

lain

[persepsi,

isi

pikiran,

emosi,

pola

umum

kepribadian/perilaku]
Contoh macam gangguan : demensia, delirium, GMO akibat kerusakan disfungsi otak &
penyakit fisik [halusinosis organik, gangguan katatonik organik, gangguan waham organik,
7

gangguan suasana perasaan organik, gangguan anxietas organik, gangguan astenik organik,
gangguan kognitif ringan, gangguan kepribadian organik, sindroma lobus frontalis]

Psikosa non organik (psikosa fungsional)


Berbeda dengan psikosa organik, psikosa non organik tidak atau belum tentu diketahui penyakit
organik yang berhubungan dengannya. Tentu saja harus dipenuhi kriteria psikosa.
Contoh macam gangguan : skizofrenia, psikosa afektif, psikosa paranoid, psikosa reaktif.

Secara definisi neurosa diartikan sebagai gangguan mental yang ditandai oleh kecemasan,
dimana gejala tidak mempunyai dasar organik. Pasien cukup mempunyai insight,daya nilai
realitasnya tidak terganggu, tetapi perilakunya dapat sangat terganggu ,namun biasanya masih di
dalam batas-batas norma sosial dan kepribadiannya tetap utuh.

Meskipun neurosa tidak menunjukkan disintegrasi kepribadian atau distorsi kenyataan


(realitas) yang nyata, tetapi dapat mengganggu fungsi sehari-hari seseorang.
Beberapa jenis gangguan neurosa diantaranya : neurosa cemas, histerik, fobik, obsesif kompulsif,
depresif, neurastenik, depersonalisasi, dan hipokondrik.
Adapun secara skematis perbedaan antara psikosa dan neurosa adalah :
TINJAUAN

Psikosa

Neurosa

Perilaku

Dekompensasi kepribadian berat

Dekompensasi kepribadian ringan

umum

Kontak

Kontak

dengan

kenyataan

dengan

kenyataan

terganggu

terganggu

Tidak memiliki fungsi sosial

Fungsi sosial terganggu

Gejala

Gejala bervariasi luas

Gejala

umum

Waham (+)

bervariasi luas

Halusinasi (+)

Waham ()

psikologik

dan

tidak

somatik

Halusinasi (-)
Orientasi

Terganggu

Jarang kehilangan orientasi

Insight

Pasien tidak memahami bahwa

Pasien

dirinya terganggu

terganggu

Efek sosial

Sering

membahayakan

orang

memahami

bahwa

dirinya

Tidak membahayakan orang lain

lain
8

Perawatan

Sering butuh MRS

Jarang butuh MRS

Ciri Ciri Skizofrenia


Ciri ciri klinis skizofrenia antara lain :5
a.

Mengalami delusi dan halusinasi.

b.

Disorganisasi dan pendaftaran afektif.

c.

Pendataran alogia, avolusi dan anhedonia.

d.

Disfungsi

sosial,

okupasional,

tidak

peduli

pada

perawatan

diri

dan

persistensinya berlangsung selama enam bulan.


e.

Mengalami kesulitan dalam hubungan sosial atau masyarakat.

f.

Cendrung tidak membangun, membina, dan mempertahankan hubungan sosial.

g.

Harapan hidup yang sangat rendah, cendrung untuk bunuh diri.

h.

Reaksi emosional yangt abnormal.

i.

Adanya kerusakan bagian otak terutama pada neurotransmiter.

Ciri ciri umum skizofrenia antara lain :6


a.

Gangguan Delusi

Gangguan delusi disebut juga sebagai disorder of thought content atau the basic characteristic of
madness adalah gejala gangguan psikotik penderita skizofrenia yang ditandai gangguan pikiran,
keyakinan kuat yang sebenarnya misrespresentation dari keyakinannya.
Ciri ciri klinis dari gangguan delusi yaitu :
1)

Keyakinan yang persisten dan berlawanan dengan kenyataan tetapi tidak disertai dengan

keberadaan sebenarnya.
2)

Terisolasi secara sosial dan bersikap curiga pada orang lain.

Bentuk bentuk delusi yang berkaitan dengan skizofrenia yaitu :


1)

Delusions of persecution adalah penderita skizofrenia yang mengalami gangguan psikotik

ditandai waham kebesaran, tersohor, sebagai tokoh tokoh penting atau merasa hebat.

2)

Delusions of persecution adalah pasien skizofrenia yang mengalami gangguan psikotik

ditandai adanya waham prasangka buruk terhadap dirinya atuapun orang lain yang tidak realitas.
Merasa orang lain sangat dengki dengan dirinya.
3)

Cotards syndrome (somatic) adalah penderita skizofrenia yang mengalami gangguan

psikotik atau ketakuatan yang tidak real. Penderita memiliki waham bahwa kondisi fisiknya sakit
atau di bagian bagian tubuh tertentu rusak. Perasaan bagian tubuh yang terganggu atau sakit
secara medis tidak ditemukan.
4)

Cogras syndrome yaitu penderita skizofrenia yang mengalami gangguan psikotik ditandai

adanya waham pengganti yang tidak real terhadap dirinya. Merasa curiga bahwa selain dirinya
ada yang sangat sama dengan dirinya.
5)

Erotomatic adalah keyakinan penderita skizofrenia mencari membututi orang orang

tersohor ataupun pada orang orang yang dicintainya. Penderita merasa dirinya dicintai.
6)

Jealous yaitu keyakinan penderita skizofrenia bahwa pasangan seksualnya melakukan

selingkuh atau tidak setia pada dirinya.


b.

Halusinasi6

Adalah gejala gangguan psikotik penderita skizofrenia yang ditandai gangguan persepsi pada
berbagai hal yang dianggap dapat dilihat, didengar ataupun adanya perasaan dihina meskipun
sebenarnya tidak realitas.
Adapun ciri ciri klinis dari penderita halusinasi yaitu :
1)

Tidak memiliki insight yang jelas dan kesalahan dalam persepsi.

2)

Adanya associative spilitting dan cognitive splitting.

Bentuk bentuk halusinasi yang berkaitan dengan penderita skizofrenia yaitu :


1) Halusinasi pendengaran (audiotory hallucination) adalah penderita skizofrenia yang
mengalami gangguan psikotik melalui adanya pendengaran terhadap objek suara suara tertentu.
Keadaan ini sering terjadi ketika penderita skizofrenia tida melakukan aktivitas. Terjadi pada
bagian wernickes area.

10

2)

Halusinasi pada bagian otak (brain imaging) yaitu gangguan daerah otak terutama bagian

brocas area adalah daerah pada bagian otak yang selalu memberikan halusinasi pada penderita
skizofrenia.
c.

Disorganisai6

Adalah gangguan psikotik dari penderita skizofrenia yang ditandai dengan ketidakmampuan
dalam mengatur arah bicara, reaksi emosional dan perilaku motoriknya.
Bentuk bentuk dari gangguan pikiran disorganisasi yaitu :
1)

Tangentialty adalah ketidakmampuan dari penderita skizofrenia untuk mengikuti arah

pembicaraan. Topik dan arah pembicaraan. Pembicaraan penderita ini selalu menyimpang jauh
dari setiap arah pembicaraannya.
2)

Loose association adalah penderita skizofrenia yang mengalami gangguan dalaam topik

pembicaraaan. Topik dan arah pembicaraan penderita skizofrenia ini sama sekali tidak berkaitan
dengan apa yang dibicarakan.
3) Derailment adalah pola pembicaraan penderita skizofrenia sama sekali keluar dari alur
pembicaraan.
C. Differential Diagnosis
1. Skizofrenia hebrefenik
Permulaannya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada masa remaja atau
antara 15-25 tahun. Gejala yang menyolok ialah : gangguan proses berfikir, gangguan
kemauan dan adanya depersonalisasi atau double personality. Gangguan psikomotor seperti
mannerism, neologisme atau perilaku kekanak-kanakan sering terdapat pada hebefrenia.
Waham dan halusinasi banyak sekali.7
2. Gangguan somatoform
Sekelompok gangguan kronik yang ditandai oleh gejala fisik dimana tidak dapat
ditemukan penjelasan medis yang tepat.8,9 Pasien mengeluhkan gejala-gejala somatis dan
mencari bantuan medis. Mayoritas pasien juga mengalami depresi dan ansietas dan somatisasi
biasanya merupakan ekspresi dari distress pribadi/sosial. Kebanyakan pasien tidak
menganggap diri mereka sakit secara psikiatrik.8 Gangguan somatoform ini dibedakan tiap
subtipe, yaitu;
11

a. Gangguan somatisasi -- pasien memiliki riwayat gejala fisik dengan kekambuhan multipel
dan berubah-ubah secara berkala sela-ma 2 tahun yang Hdak dapat dijelaskan sebagai suatu
gangguan fisik. Bentuk kronik dikenal dengan no\ama sindrom Briquet.8
b. Gangguan nyeri somatoformis -- pasien memiliki sedikitnya 6 bulan riwayat nyeri dengan
distress berat namun tidak dapat dijelaskan sebagai suatu proses fisiologis.8,9
c. Gangguan hipokondrik -- pasien mengalami preokuposi dan ke-percayaan yang menetap
tentang adanya satu atau tebih penyakit progresif yang serius.8
d. Gangguan konversi ditandai oleh satu atau dua keluhan neurologis.9
e. Gangguan dismorfik tubuh ditandai oleh kepercayaan palsu tau persepsi yang berlebihan
bahwa suatu bagian tubuh mengalami cacat.9
3. Gangguan mental organik
Tampil dengan gangguan ingatan, orientasi, dan kognisi; halusinasi visual; tanda
kerusakan SSP. Banyak gangguan neurologik dan medis dapat tampil dengan gejala identik
dengan skizofrenia, termasuk gangguan mental organik diinduksi zat (misal, kokain, PCP,
infeksi SSP (misal, ensefalitis herpes), gangguan vaskular (misal, SLE), kejang parsial
kompleks (misal, epilepsi lobus temporal), dan penya-kit degeneratif (misal, korea
Huntington).8
4. Gangguan cemas menyeluruh

Adalah suatu kekhawatiran yang berlebih dan dihayati disertai berbagai gejala somatik,
yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi social atau pekerjaan atau penderitaan
yang jelas bagi pasien. Gejala utamanya adalah kecemasan, ketegangan motorik,
hiperaktivitas otonom, dan kewaspadaan kognitif.9

Evaluasi multiaksial10
Evaluasi multiaksial berguna untuk memahami pasien secara menyeluruh dari berbagai segi:

Ada tidaknya gangguan jiwa

Kepribadian

Kondisi medik/fisik

Problem psiko-sosial dan lingkungan

Fungsinya sebagai makhluk psikososial secara menyeluruh


Dengan begitu, penanganan terhadap pasien dapat dilakukan secara lebih komprehensif.
Aksis I: disediakan untuk:
12

1. Semua gangguan jiwa yang terdapat dalam Blok F0-F9, kecuali F60 (gangguan kepribadian
khas) dan F61 (gangguan kepribadian campuran).
2. Kode Z dan Kode V, yaitu problem kehidupan yang tidak memenuhi kriteria gangguan jiwa
tetapi membuat orang tersebut datang untuk minta pertolongan atau kondisi medis yang
memerlukan perhatian atau terapi.
Aksis II disediakan untuk:
1.

Gangguan kepribadian (F60 dan F61) atau ciri kepribadian (tidak menggunakan kode
diagnostik).

2.

Retardasi mental (F7)


Aksis III disediakan untuk kondisi medis umum
Aksis IV: Problem psikososial dan lingkungan
Aksis V: Penilaian fungsi secara global (menyeluruh) dalam fungsi psikologis, sosial dan
okupasional. Aksis ini merupakan Skala Pengkajian Fungsi Global (Global Assesment of
Fungsional Scale) yang merupakan pengukuran fungsi umum saat ini, tetapi pada saat fungsi
tertinggi selama satu tahun sebelumnya (kisaran skala antara 1 sampai 100) dan digunakan dalam
merencakan penatalaksanaan serta meramalkan hasil.10
Syarat-syarat yang diperlukan untuk pemastian diagnosis secara deskriptif fenomenologis adalah
sebagai berikut.

1.

Gejala-gejala dikumpulkan menjadi sindrom yang bermakna

2.

Urutan hierarkis harus dipikirkan dari F0-F5

3.

Jangka waktu/berapa lama gejala itu termasuk ada tidaknya sifat dari awitan gejala
Urutan hierarkis10
Bervariasinya manifestasi gangguan jiwa serta adanya gejala yang sama atau mirip pada
beberapa diagnosis menyebabkan upaya memastikan sebuah diagnosis sering sukar dilakukan
apabila hanya didasari dengan kumpulan gejala. Dengan itu, diperlukan cara sistematis untuk
memastikan diagnosis gangguan jiwa.
WHO mengelompokan gangguan jiwa dalam blok-blok tertentu berdasarkan adanya persamaan
deskriptif, baik etiologi atau gejala dasar. Gangguan-gangguan jiwa yang terletak dalam urutan di
atas mempunyai lebih banyak unsur (gejala) dari gangguan jiwa yang terletak dalam blok di
bawahnya. Contoh: Meskipun pada blok F0 dapat ditemukan gejala psikotik, mood, atau cemas,

13

namun blok tersebut memiliki kelebihan berupa etiologi organik/medis. Sedangkan blok F1
etiologinya hanya zat psikoaktif, walau gejalanya mirip dengan gejala pada blok F0.
Kemudian, pada blok F2, gangguan /gejala dasarnya hanya gejala psikotik tanpa etiologi
organik/medis. Dalam blok F3 gangguan dasarnya adalah gangguan perasaan/mood tanpa etilogi
organik/medis.
Etiologi medik merupakan kondisi patologis yang ditemukan dengan pemeriksaan fisik dan
laboratorium yang konvensional. Dengan begitu, makin ke atas hierarki, biasanya makin berat
tingkat keparahan atau kedaruratannya, khususnya yang bersangkutan dalam F0, F1, F2, F3.
Untuk memastikan diagnosis, harus dipastikan dulu gejala-gejala itu tidak merupakan gejala dari
gangguan jiwa yang terletak dalam hierarki di atasnya.
Penggolongan gangguan jiwa dalam PPDGJ III berdasarkan blok serta ciri khas pada masingmasing blok gangguan jiwa adalah sebagai berikut.
Blok F0: Gangguan mental organik atau simpatomatik
Gangguan kejiwaannya disebabkan oleh penyakit atau gangguan fisik/kondisi medik yang secara
primer atau secara sekunder (sistemik) mempengaruhi otak secara fisiologis sehingga terjadi
disfungsi otak. Demensia merupakan salah satu kelainan yang paling mendapatkan perhatian.
Diperlukan bukti riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan laboratorium untuk menyokong hal
tersebut.10
Blok F1: Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif
Gejala gangguan jiwa dalam blok ini tidak disebabkan oleh F0. Terdapat riwayat penggunaan zat
psikoaktif yang secara fisiologis mempengaruhi otak dan menimbulkan gangguan mental dan
perilaku. Namun, tidak semua orang yang menggunakan zat psikoaktif menunjukan gejala
gangguan jiwa.10
Demensia (F00-F03) merupakan sindrom yang disebabkan oleh penyakit pada otak yang bersifat
kronis dan progresif. Kelainan yang dapat muncul dapat berupa gangguan pada fungsi korteks,
termasuk memori, berpikir, orientasi, pemahaman, kalkulasi, kapasitas belajar, bahasa dan
pengambilan keputusan. Kelainan tersebut biasanya disertai detoriasi dalam kontrol emosi,
kemampuan sosial atau motivasi.10

14

Blok F2: Skizofrenia, Gangguan skizotipal, Gangguan waham (dan gangguan psikotik
lainnya) [gangguan psikotik nonorganik]
Ciri khasnya adalah disingkirkannya kemungkinan blok F0 dan F1, terutama berdasarkan
etiologinya. Gejala yang muncul berupa gejala psikotik: halusinasi, waham, perilaku kataton,
perilaku kacau, pembicaraan kacau (tidak selalu), disertai tilikan yang buruk. Namun, ada pula
gangguan mental dalam blok ini yang tidak disertai gejala psikotik yaitu gangguan skizotipal.
Meskipun begitu, secara genetik, gangguan tersebut tergabung dalam keluarga skizofrenia.
Blok F3: Gangguan suasana perasaan (mood/afektif)
Untuk memasukan ke dalam blok ini, blok F0, F1, dan F2 harus disingkirkan. Gejala dasarnya
berupa gangguan suasana perasaan/mood (depresi atau manik) yang umumnya bersifat episodik.
Kadang-kadang ditemukan juga gejala psikotik, tetapi jangka waktunya lebih pendek daripada
episode gangguan mood yang mendasarinya.10
Blok F4: Gangguan neurotik, Gangguan Somatoform, dan Gangguan yang berkaitan
dengan stres
Blok F0, F1, F2, dan F3 harus terlebih dahulu disingkirkan. Gejala dasarnya bergantung kepada
kelompok dalam blok F4 tersebut.
Pada kelompok gangguan cemas dan fobik, gejala utamanya berupa kecemasan yang bersifat
kronis (misal gangguan cemas menyeluruh) atau episodik (mis. Gangguan panik), atau
kecemasan timbul bila dihadapkan dengan situasi/objek fobik atau bila melawan pikiran obsesif.
Terdapat dua macam stresor pada kelompok gangguan yang berkaitan dengan stres, yaitu stresor
yang sering timbul dalam kehidupan sehari-hari serta stresor yang bertaraf malapetaka dan tidak
lazim dialami orang dalam kehidupan sehari-hari. Penderita gangguan ini tidak bisa atau sukar
mengadakan adaptasi yang disebut sebagai gangguan penyesuaian (pada stres lazim) dan
gangguan stres pasca trauma (pada stres yang tidak lazim).
Kelompok gangguan disosiatif (konversi) memiliki gejala utama berupa hilangnya sebagian
atau menyeluruh integrasi normal antara ingatan masa lalu, kesadaran identitas dan sensasi
langsung dan kendali terhadap gerakan tubuh.
Kelompok gangguan somatoform memiliki gejala utama berupa keluhan preokupasi dengan rasa
sakit atau menderita penyakit tertentu walaupun tidak ada dasar gangguan medis/fisik yang
mendasarinya. Keluhan muncul berulang walaupun terbukti tidak ada dasar medik.10
15

Blok F5: Sindrom Tingkah Laku yang Berhubungan dengan Faktor Fisiologis dan Faktor
Fisik.
Blok F0-F4 harus disingkirkan terlebih dahulu. Jenis-jenis yang termasuk dalam blok ini di
antaranya adalah:

gangguan makan,

gangguan tidur non organik,

disfungsi seksual bukan disebabkan gangguan atau penyakit organik.

Gangguan perilaku yang berhubungan dengan masa nifas yang tidak diklasifikasikan di
tempat lain (YTK)

Faktor psikologis yang berhubungan dengan gangguan atau penyakit YDK (yang
dilklasifikasikan di tempat lain)10
Blok F6: Gangguan Kepribadian dan Perilaku Masa Dewasa
Gangguan blok F60: gangguan kepribadian dan F61: gangguan kepribadian campuran dan
lainnya dicatat dalam aksis II. Sementara itu, gangguan jiwa lain dalam blok F6 dimasukan
dalam aksis I.
Ciri khas dari blok ini adalah keadaan dan pola perilaku yang secara klinis bermakna yang
cenderung menetap dan merupakan ekspresi dari gaya hidup yang khas dari seseorang serta cara
berhubungan dengan diri sendiri serta orang lain.
Pola ini bisa muncul sejak dini saat masa pertumbuhan maupun perkembangan sebagai hasil dari
faktor genetik, konstitutional, maupun pengalaman sosial. Bisa juga didapat pada masa
kehidupan selanjutnya.

Jenis-jenis yang masuk dalam kriteria ini adalah:

Gangguan kepribadian khas

Gangguan kepribadian campuran lainnya

Gangguan kepribadian yang berlangsung lama yang tidak disebabkan kerusakan atau
penyakit otak

Gangguan kebiasaan dan impuls


16

Gangguan identitas jenis kelamin

Gangguan preferensi seksual

Gangguan psikologis dan perilaku yang berhubungan dengan perkembangan dan


orientasi seksual
Gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa lainnya

Orientasi seksual tidak termasuk dalam kategori gangguan jiwa dan dicantumkan sebagai bagian
dari identitas diri seseorang. Namun, apabila penderita merasa terus menerus dan nyata merasa
terganggu dengan hal tersebut, hal tersebut dapat diklasifikasikan sebagai gangguan seksual
yang tidak dapat diklasifikasikan10
Blok F7, F8 dan F9 tidak disusun berdasarkan uruta hierarkis, melainkan merupakan kelompok
gangguan jiwa yang sering terdapat dan berawitan dalam masa kanak dan remaja. Namun, pada
beberapa kondisi, sebenarnya gangguan F0-F6 bisa saja terjadi dalam masa kanak-kanak dan
remaja.
Blok F7: Retardasi Mental
Ciri khas dari blok ini adalah IQ di bawah 70, semua aspek perkembangannya terlambat atau
terhenti sehingga menimbulkan disfungsi dan berawitan di bawah usia 18 tahun. Apabila
seseorang dengan IQ di bawah 70 awitannya baru timbul setelah 18 tahun disebut demensia.
Jenis retardasi mental:

ringan: IQ 50-69

sedang: IQ 35-49

berat: IQ 20-34

sangat berat: IQ di bawah 2010

Blok F8: Gangguan Perkembangan Psikologis


Jenis dari blok ini ada dua, yaitu:
Gangguan perkembangan khas (F80-F83), ciri khasnya adalah pada kasus murni, IQ normal dan
biasanya hanya satu aspek dari fungsi individu yang terganggu. Gejala dimulai dari masa bayi
atau kanak-kanak.

17

Gangguan perkembangan pervasif, ciri khasnya adalah gangguan dasar berupa abnormalitas
kualitatif dalam interaksi timbal balik dengan orang lain, sehingga pada kasus berat dapat terjadi
retardasi mental. Masa awitannya dalam masa bayi atau di bawah usia 5 tahun.10
Blok F9: Gangguan Perilaku dan Emosional dengan Awitan Biasanya pada Masa Kanan
dan Remaja.
Jenis dari blok ini adalah
F90: gangguan hiperkinetik
F91: gangguan tingkah laku
F92: gangguan campuran tingkah laku dan emosi
F93: Gangguan emosional dengan awitan khas pada masa kanak-kanak
Gangguan ini dapat berupa gangguan perpisahan masa kanak; gangguan ansietas fobik masa
kanak; gangguan ansietas sosial masa kanak; gangguan persaingan antar saudara (sibling rivalry
disorder)
F94: gangguan fungsi sosial dengan awitan khas pada masa kanak dan remaja
Jenisnya dapat berupa mutisme selektif maupun gangguan kelekatan reaktif pada masa kanak
F95: gangguan tik
Jenisnya: gangguan tik sementara; gangguan tik motorik atau vokal kronik; gangguan campuran
tik vokal dan multipel (sindrom de la tourette)
F98: gangguan perilaku dan emosional dengan awitan biasanya pada masa kanak dan remaja10
Psikiatri Forensik
Dalam proses persidangan, hal yang penting adalah dalam proses pembuktian, sebab jawaban
yang akan ditemukan dalam proses pembuktian merupakan salah satu hal yang utama untuk
Majelis Hakim dalam memutuskan suatu perkara tindak pidana.
Pasal 183 KUHAP menyatakan:11 Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada
seorang, kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, ia memperoleh
keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang
bersalah melakukannya.
Dalam penjelasan Pasal 183 KUHAP dinyatakan bahwa ketentuan tersebut demi
tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang.11
18

Sementara itu, Pasal 184 KUHAP menyatakan:11


(1) Alat bukti yang sah ialah: a. keterangan saksi; b. keterangan ahli; c. surat; d.
petunjuk; e. keterangan terdakwa.
(2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan
Pasal 1 butir 27 KUHAP menjelaskan, bahwa yang dimaksud dengan keterangan saksi
adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan mengenai suatu
peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebutkan
alasan dari pengetahuannya tersebut.
Sementara itu, dalam Pasal 1 butir 28 KUHAP menjelaskan, bahwa yang dimaksud
dengan keterangan saksi ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki
keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna
kepentingan pemeriksaan. Keahlian khusus yang dimiliki oleh seorang saksi ahli tidak dapat
dimiliki oleh sembarangan orang, karena merupakan suatu pengetahuan yang pada dasarnya
dimiliki oleh orang tertentu.
Pasal 44 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP) menjelaskan bahwa,
tidak dikenakan hukuman terhadap barang siapa yang melakukan suatu perbuatan pidana, yang
tidak dapat dipertanggungkan kepadanya, disebabkan karena kurang sempurnanya kemampuan
berfikir atau karena sakit ingatannya.
Berdasarkan penjelasan Pasal 44 ayat (1) di atas, untuk dapat mengetahui kurang
sempurna kemampuan berfikir atau sakit ingatan, maka diperlukan suatu keahlian khusus.
Dalam hal ini orang yang memiliki keahlian khusus, yaitu ahli psikiatri forensik. Dengan
demikian, maka ahli psikiatri forensik memiliki peran dan kedudukan khusus dalam penyelesaian
perkara pidana.
Sedangkan di dalam Pasal 184 KUHAP yang dijelaskan bahwa alat bukti yang sah yaitu:
keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.
Berdasarkan hal tersebut, apabila melihat membaca bunyi Pasal 1 butir 28, Pasal 133
ayat (1) dan Pasal 179 ayat (1) KUHAP, dapat dijelakan bahwa saksi ahli adalah seorang
dokter, baik itu dokter ahli ilmu kedokteran kehakiman ataupun bukan.
Pasal 133 KUHAP menjelaskan, bahwa yang dapat memberi keterangan ahli adalah ahli
ilmu kedokteran kehakiman, sehingga dengan demikian, jelaslah bahwa menurut Pasal 133
KUHAP bahwa dokter umum bukan termasuk dari bagian saksi ahli. Namun apabila diteliti lagi
19

mengenai bunyi Pasal 133 KUHAP yang jelas-jelas menyatakan bahwa penyidik berwenang
mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kahakiman atau ahli lainnya.
Penanganan Pada Gangguan Jiwa12
1. Terapi psikofarmaka
Psikofarmaka atau obat psikotropik adalah obat yang bekerja secara selektif pada Sistem
Saraf Pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku, digunakan
untuk terapi gangguan psikiatrik yang berpengaruh terhadap taraf kualitas hidup klien (Hawari,
2001). Obat psikotropik dibagi menjadi beberapa golongan diantaranya: antipsikosis, antidepresi, anti-mania, anti-ansietas, anti-insomnia, anti-panik, dan anti obsesif-kompulsif,.
Pembagian lainnya dari obat psikotropik antara lain: transquilizer, neuroleptic, antidepressants
dan psikomimetika.
2. Terapi somatic
Terapi ini hanya dilakukan pada gejala yang ditimbulkan akibat gangguan jiwa sehingga
diharapkan tidak dapat mengganggu system tubuh lain. Salah satu bentuk terapi ini adalah
Electro Convulsive Therapy.
Terapi elektrokonvulsif (ECT) merupakan suatu jenis pengobatan somatik dimana arus listrik
digunakan pada otak melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis. Arus tersebut cukup
menimbulkan kejang grand mal, yang darinya diharapkan efek yang terapeutik tercapai.
Mekanisme kerja ECT sebenarnya tidak diketahui, tetapi diperkirakan bahwa ECT menghasilkan
perubahan-perubahan biokimia di dalam otak (Peningkatan kadar norepinefrin dan serotinin)
mirip dengan obat anti depresan.

3. Terapi Modalitas
Terapi modalitas adalah suatu pendekatan penanganan klien gangguan yang bervariasi yang
bertujuan mengubah perilaku klien gangguan jiwa dengan perilaku maladaptifnya menjadi
perilaku yang adaptif.
Ada beberapa jenis terapi modalitas, antara lain:
a.

Terapi Individual

20

Terapi individual adalah penanganan klien gangguan jiwa dengan pendekatan hubungan
individual antara seorang terapis dengan seorang klien. Suatu hubungan yang terstruktur yang
terjalin antara perawat dan klien untuk mengubah perilaku klien. Hubungan yang dijalin adalah
hubungan yang disengaja dengan tujuan terapi, dilakukan dengan tahapan sistematis (terstruktur)
sehingga melalui hubungan ini terjadi perubahan tingkah laku klien sesuai dengan tujuan yang
ditetapkan di awal hubungan. Hubungan terstruktur dalam terapi individual bertujuan agar klien
mampu menyelesaikan konflik yang dialaminya. Selain itu klien juga diharapkan mampu
meredakan penderitaan (distress) emosional, serta mengembangkan cara yang sesuai dalam
memenuhi kebutuhan dasarnya.
b. Terapi Lingkungan
Terapi lingkungan adalah bentuk terapi yaitu menata lingkungan agar terjadi perubahan
perilaku pada klien dari perilaku maladaptive menjadi perilaku adaptif. Perawat menggunakan
semua lingkungan rumah sakit dalam arti terapeutik. Bentuknya adalah memberi kesempatan
klien untuk tumbuh dan berubah perilaku dengan memfokuskan pada nilai terapeutik dalam
aktivitas dan interaksi.
c.

Terapi Kognitif

Terapi kognitif adalah strategi memodifikasi keyakinan dan sikap yang mempengaruhi
perasaan dan perilaku klien. Proses yang diterapkan adalah membantu mempertimbangkan
stressor dan kemudian dilanjutkan dengan mengidentifikasi pola berfikir dan keyakinan yang
tidak akurat tentang stressor tersebut. Gangguan perilaku terjadi akibat klien mengalami pola
keyakinan dan berfikir yang tidak akurat. Untuk itu salah satu memodifikasi perilaku adalah
dengan mengubah pola berfikir dan keyakinan tersebut. Fokus asuhan adalah membantu klien
untuk reevaluasi ide, nilai yang diyakini, harapan-harapan, dan kemudian dilanjutkan dengan
menyusun perubahan kognitif.
d. Terapi Keluarga
Terapi keluarga adalah terapi yang diberikan kepada seluruh anggota keluarga sebagai
unit penanganan (treatment unit). Tujuan terapi keluarga adalah agar keluarga mampu
melaksanakan fungsinya. Untuk itu sasaran utama terapi jenis ini adalah keluarga yang
mengalami disfungsi; tidak bisa melaksanakan fungsi-fungsi yang dituntut oleh anggotanya.
21

Dalam terapi keluarga semua masalah keluarga yang dirasakan diidentifikasi dan kontribusi dari
masing-masing anggota keluarga terhadap munculnya masalah tersebut digali. Dengan demikian
terlebih dahulu masing-masing anggota keluarga mawas diri; apa masalah yang terjadi di
keluarga, apa kontribusi masing-masing terhadap timbulnya masalah, untuk kemudian mencari
solusi untuk mempertahankan keutuhan keluarga dan meningkatkan atau mengembalikan fungsi
keluarga seperti yang seharusnya.
e.

Terapi Kelompok

Terapi kelompok adalah bentuk terapi kepada klien yang dibentuk dalam kelompok, suatu
pendekatan perubahan perilaku melalui media kelompok. Dalam terapi kelompok perawat
berinteraksi dengan sekelompok klien secara teratur. Tujuannya adalah meningkatkan kesadaran
diri klien, meningkatkan hubungan interpersonal, dan mengubah perilaku maladaptive.
Terapi Perilaku Anggapan dasar dari terapi perilaku adalah kenyataan bahwa perilaku
timbul akibat proses pembelajaran. Perilaku sehat oleh karenanya dapat dipelajari dan
disubstitusi dari perilaku yang tidak sehat. Teknik dasar yang digunakan dalam terapi jenis ini
adalah: Role model, Kondisioning operan, Desensitisasi sistematis, Pengendalian diri dan Terapi
aversi atau rileks kondisi.
f.

Terapi Bermain

Terapi bermain diterapkan karena ada anggapan dasar bahwa anak-anak akan dapat
berkomunikasi dengan baik melalui permainan dari pada dengan ekspresi verbal. Dengan
bermain perawat dapat mengkaji tingkat perkembangan, status emosional anak, hipotesa
diagnostiknya, serta melakukan intervensi untuk mengatasi masalah anak tersebut.

Penatalaksanaan Pada Trauma Kepala13


CKR (Cidera Kepala Ringan)
Definisi

: Penderita sadar & berorientasi (GCS 14 15 ) CKR 80% UGD, Sadar, Amnesia,

Pingsan sesaat pulih sempurna, Gejala sisa ringan.


Anamnesa : Nama, Umur, Jenis kelamin, Ras, Pekerjaan, Mekanisme dan waktu cedera.
Sadar atau tidak sadar, Tingkat kewaspadaan,amnesia Antegrad / Retrograd, Sakit
kepala.

Pemeriksaan umum : Tensi, Nadi, Respirasi, Luka-luka tempat lain.


22

Pemeriksaan mini neurologik : GCS, Pupil, Reaksi cahaya, Motorik.

Foto polos kepala : Jejas kepala

CT-Scan kepala : Atas indikasi

Indikasi rawat : Pingsan > 15 : PTA > Jam, Pada OBS. Penurunan kesadaran, SK >>,
Fraktur,
Otorhoe / Rinorhoe, Cedera penyerta, CT-Scan ABN, Tidak ada keluarga, Intoksikasi
alkohol /
Obat-obatan.

Indikasi pulang : Tidak memenuhi kriteria rawat, Kontrol setelah satu minggu.

Pesan untuk penderita / keluarga :

Segera kembali ke Rumah Sakit bila dijumpai hal-hal sbb : Tidur / sulit dibangunkan tiap
2 jam, mual dan muntah >>, SK >>, Kejang kelemahan tungkai & lengan, Bingung /
Perubahan tingkah laku, Pupil anisokor, Nadi naik / turun.

CKS (Cidera Kepala Sedang)


Definisi :
Penurunan kesadaran, Masih mampu mengikuti perintah sederhana ( GCS 9 13 ).

Pemeriksaan awal : Sama dengan CKR + Pem. Darah sederhana. Pem.CT-Scan kepala,
Rawat untuk observasi.

Setelah rawat : Pem. Tanda vital & Pem.Neurologik periodik, Pem. CT-Scan kepala ulang
bila ada pemburukan.

Bila membaik: Pulang, Kontrol poli setelah 1 minggu

Bila memburuk : CT-Scan kepala ulang = CKB.

CKB (Cidera Kepala Berat)


Definisi :
Penderita tidak mampu melakukan perintah sederhana OK. Kesadaran menurun ( GCS 3 8 )

23

Penatalaksanaan : ABC (AirWay, Breathing, Circulation).

Cedera otak sekunder. 100 Penderita CKB, Hipoksemia ( PAO2 < 65mm HG ) 30 %,
Hipotensi ( Sistolik < 95mm HG ) 13 % Anemia ( HT < 30 % ) 12 %.

Hipotensi mati 2 X, Hipotensi + Hipoksia mati 75 %

Pemeriksaan mini neurologik, Pemeriksaan CT-Scan kepala.

Kepala lebih tinggi 10 - 30 derajat ( Head Up )

Intubasi, Pasang infus RL /NaCl 0,9 %, Pasang catheter

Obat obatan : Manitol 20 % : 1 2 mg/ Kg.BB, 3 X Pemberian, Tetesan cepat : TD


SIST,

> 100 mmHg. Anti konvulsan, Hiperventilasi, pada kasus TTIK untuk

mengeluarkan CO2.
Kesimpulan
Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang sifatnya merusak, melibatkan gangguan
berfikir, persepsi, pembicaraan, emosional, dan gangguan perilaku. Gangguan psikotik adalah
gangguan jiwa yang ditandai dengan ketidakmampuan individu menilai kenyataan yang terjadi.
Faktor faktor penyebab skozofrenia meliputi faktor biologis, psikologis, lingkungan
dan organis. Sedangkan gangguan psikotik disebabkan oleh faktororgano biologik, psikologik,
sosio agama. Secara umum ciri ciri skizofrenia yaitu gangguan delusi, halusinasi,
disorganisai, pendataran afek, alogia, avolisi, anhedonia. Ciri ciri gangguan psikotik
diantaranyamemiliki labilitas emosional, menarik diri dari interaksi sosial, mengabaikan
penampilan dan kebersihan diri,mengalami penurunan daya ingat dan kognitif parah,mengalami
kesulitan mengorientasikan waktu, orang, tempat, memiliki keengganan melakukan segala hal
serta memiliki perilaku yang aneh. Tipe skizofrenia dikelompokkan menjai tipe paranoid,
katatonik, tak terperinci atau tak terbedakan, residual. Untuk gangguan psikotik sendiri
dikelompokkan menjadi tipe psikotik akut dan kronik. Cara Mengatasi skizofrenia antara lain
menciptakan kontak sosial yang baik, terapi ECT (electrocompulsive therapy) dan (insulin
comma therapy), menghindarkan dari frustrasi dan kesulitan psikis lainnya, membiasakan pasien
memiliki sikap hidup positif dan mau melihat hari depan dengan rasa berani, memberi obat
neuroleptik.

24

Daftar Pustaka

1. Surilena. Wawancara psikiatrik. 2008. Diunduh dari:


http://www.scribd.com/doc/44365433/Wawancara-psikiatri, 14 Februari 2016
2. Hibber Aison, Godwin Alice, Dear Frances. Rujukan Cepat Psikiatri. Dalam: Husny
Muttagin. Jakarta: EGC; 2008. h.3-9;94-101.
3. Frankenburg FD. Schizophrenia.
14

Februari

2016.

Diunduh

dari

http://emedicine.medscape.com/article/288259-overview. 14 Februari 2016


4. Lumbantobing SM. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2010. h.152-3.
5. Mangindaaan L. Buku Ajar Psikiatri: Diagnosis Psikiatrik. Jakarta: Penerbit FKUI; 2010.
P. 71-83.
6. WHO. ICD-10 Classification of Mental and Behavioural. Geneva: WHO; 2005. P. 8-21.
7. Maramis W.F. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press;
1995. h.213-34
8. Kaplan HI, Sadock BJ. Skizofrenia. Dalam: Wiguna IM. Buku Saku Psikiatri Klinik.
Jakarta: Binarupa Aksara; 1994. h.112-25.
9. Mansjoer Arif, et all. Gangguan Somatoform. Mansjoer Arif(eds). Kapita Selekta
Kedokteran. Jilid 1. Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius FKUI;2001. h.216-7.
10. Tomb DA. Buku Saku Psikiatri: Klasifikasi Psikiatrik. Gangguan Psikososial. 6thed.
Jakarta: EGC; 2010. P. 3, 218
11. Hartanto & Murofiqudin, 2001, Undang-Undang Hukum Acara Pidana Indonesia dengan
Undang-Undang Pelengkapnya, Surakarta: Muhamadiyah University Press.
12. Departemen Kesehatan. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di
Indonesia III. Cetakan pertama. Jakarta : Depkes. 1993
13. Pierce A ,Grace , Neil R , Broley . At a Glance Ilmu Bedah . Jakarta :Penerbit Erlangga ;
2006 , h 85-89
25

26

You might also like