Professional Documents
Culture Documents
I.
PENDAHULUAN
Aorta adalah pembuluh darah terbesar yang memiliki peranan vital sebagai
pembawa darah keluar dari ventrikel kiri ke berbagai jaringan di tubuh untuk
kebutuhan nutrisinya. Secara umum, aorta memiliki dinding tebal yang tersusun oleh
tiga lapisan otot yang mampu menahan perubahan tekanan yang dihasilkan pada
setiap jantung berdenyut. Ketidakmampuan lapisan dinding aorta menahan tekanan
yang tinggi sehingga timbulnya robekan pada lapisan tersebut menimbulkan suatu
keadaan yang disebut diseksi aorta.1
Diseksi aorta ditandai oleh robekan lapisan intima dinding aorta yang diawali
oleh suatu proses degenerasi atau disertai nekrosis kistik dari lapisan tunika media.
Darah akan mengalir melalui robekan yang memisahkan lapisan intima dengan
lapisan media atau lapisan adventisia, yang kemudian membentuk ruang palsu (false
lumen).1,2
Beberapa symptom yang memiliki relasi dengan penyakit aorta1:
Rasa nyeri hebat yang menusuk pada dada atau nyeri abdomen yang menyebar
ke punggungg, tengkuk, dapat di masukkan ke dalam suspek diseksi aorta atau
sindrom aorta akut lainnya, dan biasa nya pasien mendeskripsikan nya dengan
Sindrom aorta akut ini meliputi diseksi aorta. Perlu bagi mahasiswa kedokteran untuk
mengetahui etiologi hingga mekanisme perujukan dari penyakit ini karena menurut
data epidemiologis nya mortalitas diseksi aorta tinggi pada 7 hari pertama, banyak
pasien meninggal sebelum sampai ke IGD atau sebelum diagnosis dibuat di IGD.1
Diseksi Aorta Akut dalah disrupsi tunika media yang disebabkan oleh
perdarahan intramular, menyebabkan pemisahan dinding aorta serta pembentukan
true layer dan false layer. Trombus pada tunika media akan merangsang respon
inflamasi sehingga menginisiasi nekrosis, apoptosis otot polos, dan degenerasi
jaringan elastis. Dimana hal ini akan meningkatkan resiko potensial terjadinya ruptur
media.1
1
II.
Global Burden Disease tahun 2010, penyakit aneurisma aorta dan diseksi aorta
memiliki angka kematian global sebanyak 2,49 per 100.000 pada tahun 1990, dan
pada tahun 2010 angkanya meningkat hingga 2,78 per 100.000 orang, dengan rasio
laki-laki yang lebih tinggi dari wanita.1
Kasus diseksi aorta terjadi dari 5-30 kasus per 1 juta penduduk. Karena kasus
ini jarang namun mematikan, banyak kasus ini yang tidak terdiagnosis saat pasien
datang, sehingga menyebabkan kematian 40-50% pada 48 jam pertama.1,2
III.
ANATOMI
Aorta terbagi menjadi regio torakal dan abdominal. Aorta torakal dibagi
menjadi asenden, arkus, desenden. Aorta abdominal dibagi menjadi segmen
suprarenal dan infrarenal. Aorta asenden adalah bagian tubular anterior aorta torakal
dari aortic root. Aortic root adalah bagian awal dari aorta asenden. 2
Dengan bertambahnya usia, elastisitas dan daya regang aorta menurun
sehingga dapat memicu peningkatan tekanan darah. Progresi ini diperparah oleh
hipertensi, penyakit jantung koroner, dan hiperkolesterolemia. Secara histologi,
hilangnya daya regang ditandai oleh fragmentasi elastin dan peningkatan kolagen. Hal
ini bersama dengan gangguan vasa vasorum bertanggung jawab terhadap perubahan
terkait usia. Hal ini secara kumulatif meningkatkan tekanan sistolik ventrikel kiri dan
tegangan di dinding yang dihubungkan dengan peningkatan tekanan diastolik akhir.2, 3
IV. ETIOPATOGENESIS
1) Etiologi
Diseksi aorta dapat diakibatkan oleh baik faktor kelainan kongenital
maupun kelainan didapat. Diseksi aorta lebih umum terjadi pada pasien
dengan hipertensi, gangguan jaringan penyambung, stenosis aorta kongenital
atau stenosis katup bikuspid, serta pada orang- orang dengan riwayat
pembedahan toraks.1,5
Penyebab lainnya adalah penyakit jaringan ikat turunan (sindroma
Marfan dan sindroma Ehlers-Danlos), kelainan bawaan pada jantung dan
pembuluh darah (koartasio aorta, patent ductusarteriosus dan kelainan pada
katup aorta), arteriolosklerosis, cedera. Meskipun jarang, suatu diseksi bisa
terjadi ketika dokter memasukkan selang ke dalam suatu arteri (misalnya pada
aortografi atau angiografi) atau ketika melakukan pembedahan jantung dan
pembuluh darah.5
Sindrom Marfan hasil dari mutasi pada gen-1 fibrillin (FBN1) pada
kromosom 15, yang mengkode untuk fibrillin glikoprotein. Fibrillin adalah
sebuah blok bangunan utama mikrofibril, yang merupakan komponen
struktural dari ligamentum suspensori lensa dan berfungsi sebagai substrat
untuk elastin dalam aorta dan jaringan ikat lainnya. Kelainan melibatkan
mikrofibril melemahkan dinding aorta sehingga terjadi dilatasi aorta atau
diseksi aorta. 5
Sindrom Ehler- Danlos tipe IV merupakan suatu penyakit yang
ditandai oleh defisiensi kolagen tipe III, dan individu dengan penyakit ini
4
Regurgitasi aorta
Regurgitasi aorta di AD meliputi pelebaran pangkal aorta dan anulus, robekan
anulus atau puncak katup , perpindahan ke bawah dari satu puncak ke bawah
5
garis penutupan katup, kehilangan tahanan puncak, dan gangguan fisik dalam
penutupan katup aorta oleh flap intima. Tamponade perikardial dapat diamati
-
menunjukkan bahwa komplikasi ini terjadi pada < 10% dari kasus AD. 1
Efusi pleura
Efusi pleura luas yang dihasilkan dari perdarahan aorta yang menuju ke
mediastinum dan ruang pleura jarang terjadi karena biasanya pasien tidak
dapat bertahan hidup hingga tiba di rumah sakit. Efusi pleura kecil mungkin
dapat
pasien dengan AD tipe B. Hal ini mungkin hasil dari hipoperfusi ginjal atau
infark, faktor sekunder untuk keterlibatan arteri ginjal pada AD, atau mungkin
karena hipotensi berkepanjangan. Pengujian Serial kreatinin dan pemantauan
output urin diperlukan untuk deteksi dini kondisi ini.1
Manifestasi Klinis
Nyeri dada
Nyeri punggung
Nyeri mendadak
Nyeri yang berpindah
Regurgitasi aorta
Tamponade jantung
Infark miokard
Sinkope
Koma
Presentase
80%
70%
85%
<15%
40-75%
<20%
10-15%
15%
<10%
Klasifikasi DeBakey
Tipe I
Ascending
Tipe II
thorachic aorta
Tipe III
Tipe IIIb
and
Descending
descending
aorta
and
abdominal aorta
Klasifikasi Stanford
Tipe A
Tipe B
Aschending aorta
Others
Tabel 2. Klasifikasi Diseksi Aorta7
Tipe I: diseksi aorta klasik dengan katup pada lapisan intima yang terletak
aorta.
Tipe IV: Ruptur plak yang diikuti oleh ulserasi aorta dan dikelilingi oleh
4) Pemeriksaan Fisik7,9
Takikardi disertai dengan hipertensi jika pasien sudah memiliki riwayat
hipertensi primer.
Takikardi dan hipotensi, sebagai hasil dari ruptur aorta, tamponade jantung,
5) Pemeriksaan Penunjang
Modalitas multipel seperti CT, MRI, dan ekokardiografi dapat
digunakan tergantung ketersediaan. Pada foto polos toraks, dapat ditemukan
kalsifikasi lapisan intima yang ukurannya lebih 6 mm dari tepi, mediastinum
yang melebar, kardiomegali (efusi perikard), dan kekaburan sudur costophrenic yang disebabkan olehadanya hemothoraks. Pemeriksaan penunjang
gold standar dari diseksi aorta adalah aortografi. Karena dengan aortografi
dapat dibedakan antara true lumen dan false lumen. Namun kelemahannya,
pemeriksaan
ini
tidak
diperuntukkan
untuk
orang
dengan
kondisi
hemodinamik tidak stabil, begitu juga CT scan dan MRI. Salah satu metode
pemeriksaan yang dapat digunakan untuk pasien tak stabil adalah
Transthoracic
echocardiography
(TTE)
dan
Transesophageal
10
11
12
13
memberi gambaran fungsi jantung dan katup katup, zat kontras yang bersifat
nefrotoksik, dan terbatas dalam mengidentifikasi robekan tunika intima yang kecil.1,7, 4
CT scan dengan resolusi yang tinggi dikombinasikan dengan posisi
pengambilan gambar secara transversal memberikan akurasi yang tinggi dalam
evaluasi pembuluh darah dimana aorta sendiri terletak secara vertikal dalam tubuh.
Pada diseksi aorta, CT scan dapat membedakan lumen yang sebenarnya dengan lumen
yang palsu. Lumen yang sebenarnya biasanya kecil dan karena kecepatan aliran darah
lebih tinggi pada daerah ini dibandingkan lumen palsu maka dijumpai gambaran
penyangatan kontras pada CT scan dengan kontras.1,3,7,
Pada pengambilan gambar secara potong lintang/cross sectional lapisan yang
mengalami diseksi membentuk sudut terhadap lapisan terluar dari lumen yang salah
membentuk gambaran seperti paruh burung beak sign.1
Temuan CT scan pada Diseksi Aorta
Tanpa Kontras
-
Pergeseran
tunika
intima
yang
Dengan kontras
Intimal flap
pemuluh darah
Gambaran trombosis pada lumen
yang salah
Hematom periaorta
Perubahan kontur aorta
14
Ekokardiografi
ultrasound yang ditransmisikan oleh transducer terhadap organ yang akan dinilai.
Amplitudo dan perlambatan waku dari gelombang echo yang direfleksikan oleh organ
yang dinilai sehubungan dengan jarak relatifnya terhadap transducer dan adanya
perbedaan dari masing- masing struktur akan diubah dalam bentuk gambar satu
dimensi (M mode) atau dua dimensi (2D echo) yang pada akhirnya kemudian akan
memberikan informasi anatomis dan dengan mengkombinasikan gambaran dari echo
dua dimensi maka akan tampak gambaran yang lebih baik pada echo 3 dimensi yang
berkembang sekarang.1,4
Dengan menggunakan efek dopler, aliran darah dapat dinilai dan
dikarakteristikkan apakah aliran tersebut laminer atau turbulen, dimana arah dan
kecepatan aliran juga dapat dinilai. Walaupun kegunaannya untuk mengevaluasi
jantung dan aorta bagian proksimal, Transthoracic echocardiography (TTE) dapat
mengidentifikasi diseksi aorta pada segmen ini dan memungkinkan klinisi secara
cepat mengevaluasi komplikasi potensial yang terjadi, seperti regurgitasi aorta,
tamponade jantung dan gangguan fungsi ventrikel kiri.4
TTE dapat digunakan untuk skrining kejadian diseksi aorta pada pasienpasien yang datang dalam keadaan syok atau sinkop yang tidak dijelaskan.
Transesophageal echocardiography (TEE) memberikan gambaran aorta yang sangat
baik mulai dari pangkal sampai dengan distal dari aorta pars descendens. Sebagai
tambahan, adanya color flow doppler memugkinkan penilaian aliran darah diseluruh
aorta dan aliran darah antara lumen yang sebenarnya dengan pseudolumen.
Sensitivitas dan spesifitas TEE dalam mendiagnosis diseksi aorta mencapai 99% dan
89%.4
VI.
LABORATORIUM
Pasien yang datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri dada dan suspek
16
17
PENATALAKSANAAN
Tatalaksana Emergensi
Diseksi aorta tipe A dan tipe B yang mengalami komplikasi harus dilakukan
tatalaksana pembedahan. Penanganan awal pada diseksi aorta thorakal adalah
menurunkan tegangan pada dinding aorta dengan mengkontrol denyut jantung dan
18
tekanan darah serta meredakan nyeri. Tujuan primer nya adalah mereduksi kontraksi
ventrikel kiri tanpa mempengaruhi perfusi. Ketika GCS pasien <8 atau tidak stabil
secara hemodinail, maka merupakan indikasi intubasi dan ventilasi.2,7
Manajemen Awal Diseksi Aorta
Oksigen (indikasi ABC)
Lengkapi riwayat penyakit dahulu dan pemeriksaan fisik lengkap (jika
mungkin)
Monitor denyut nadi, tekanan darah, dan Spo2
EKG 12 lead (dokumentasi iskemia)
Obat nyeri
Infusi IV secara hati-hati (2 kateter 16 gauge)
Tekanan darah diturunkan sampai 110-120 dengan beta blocker
Sodieum nitropruside
Pemeriksaan penunjang (CT, MRI, dll)
Transfer menuju pusat bedah kardiothoraks untuk pembedahan
Tabel 5. Manajemen awal diseksi aorta2,7
denyut/menit.
Pertama, pasien diberikan esmolol IV. Titrasi sampai dengan denyut jantung
60x/menit. Diikuti dengan pemberian mitroprusside IV dititrasi untuk
tiap 5 menit sampai dengan tekanan darah dan denyut nadi tercapai.
Pada pasien dengan kontraindikasi beta blocker, pemberian nonhidopiridin
Mekanisme Perujukan
Perujukan dilakukan setelah tekanan darah pasien dan denyut jantung dapat
dikontrol. Untuk tekanan darah sistolik <140 mmHg dan diastolik <90 dan untuk
denyut jantung kurang atau sama dengan 60 denyut/menit. Perujukan dapat dilakukan
19
dengan merujuk pasien ke Rumah sakit tipe A atau B yang memiliki fasilitas untuk
penanganan diseksi aort definitif.2,7
Tindakan tersebut antara lain:
Diseksi aorta thorakal pada aschending aorta harus dievaluasi untuk tindakan
Step II
Melakukan penilaian tekanan darah dan evaluasi syok. Jika tidak ditemukan
hipotensi dan tanda shock mulai kontrol tekanan darah dengan beta blocker IV
jika kontraindikasi dengan beta blocker, maka gunakan verapamil ditambah
dengan opiat IV. Pemberian ini guna menurunkan TD hingga < 120 mmHg
Jika ditemukan hipotensi dan tanda syok maka manajemen akan dilakukan
berdasarkan tipe diseksinya. Tipe diseksi A harus dilakukan operasi langsung,
sebelumnya mengatur MAP sebesar 70 mmHg dan diberikan cairan untuk
mengatasi syok. Sedangkan tipe B diberikan cairan IV, mengatur MAP 70
mmHg dan mulai pikirkan untuk melakukan TTE. Jika kedua tipe ini
setelahdiatasai syok dimungkinkan untuk dilakukan operasi, maka dilakukan
operasi segera.2
Step III
- Mengidentifikasi apakah terdapat komplikasi yang harus mewajibkan utnuk
melakukan operasi, misalnya sindrom malperfusi, diseksi nya mengalami
progresifitas, aneurisma mengalami ekspansi, dan terdapat hipertensi yang tidak
terkontrol.2
Algoritma Tatalaksana Diseksi Aorta2
Gambar 14. Algoritma Penatalaksanaan Diseksi aorta1,2
20
IX.
PROGNOSIS
Tanpa pengobatan,resiko kematian selama fase inisial dari diseksi aorta akut
sangat tinggi. Secara umum diyakini, sekitar 10-15% pasien meninggal pada 15 menit
pertama kejadian. Sekitar 50% bertahan hidup dalam 48 jam, dan hanya 10% yang
dapat bertahan setelah 3 bulan. Tanpa pengobatan, hanya 8% pasien dengan diseksi
21
aorta pars ascendens yang bertahan lebih dari 1 bulan, dan 75% pasien-pasien diseksi
aorta pars descendens yang dapat bertahan selama 1 bulan.4
Prognosis pasien-pasien dengan diseksi aorta akut telah membaik secara
signifikan sebagai hasil dari diagnosa yang lebih dini dan lebih akurat, terapi medis
yang efektif dan teknik bedah yang semakin baik. Pada sebuah survey yang
mengamati pasien-pasien diseksi aorta yang mendapatkan terapi medis hanya 43%
pasien-pasien dengan diseksi tipe A yang bertahan hidup 1 bulan pertama pasca
kejadian diseksi dan 91% pasien pasien dengan diseksi tipe B. Angka harapan hidup
selama 5 tahun pada pasien- pasien yang selamat dari kejadian diseksi aorta yang
kemudian mendapat terapi medis, menunjukkan tidak ada perbedaan antara tipe A dan
B. Beberapa faktor dapat mempengaruhi prognosis jangka panjang pada pasienpasien yang mendapatkan pengobatan; hal ini termasuk usia, ada tidaknya komplikasi
serius sebelum pemberian terapi,dan ukuran diameter aorta pars descendens (> 5 cm).4
Daftar Pustaka
1. Erbel R, Victor A, Catherine B, et al. 2014 ESC Guidelines on the diagnosis
and treatment of aortic diseases. Document covering acute and chronic aortic
diseases of the thoracic and abdominal aorta of the adult 2014;
http://eurheartj.oxfordjournals.org/content/early/2014/08/28/eurheartj.ehu281
22
Beckman
JA,
et
al.
2010
vol.55(14-18).
http://circ.ahajournals.org/content/121/13/1544.full(accessed
10
Desember
2016).
3. E Brant William., Helms, Clyde A. Fundamentals of Diagnositic Radiology
Society
of
Cardiology
2001,
vol.
22,
1642-1681.
Exhibits.
Journal
CME.
Volume
30
number
2.
84
(2011),
282287.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3473863/pdf/bjr-84-282.pdf
(Accessed 11 Desember 2016)
24