You are on page 1of 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Masa Nifas
a. Definisi Masa Nifas
Nifas merupakan masa atau

waktu

sejak

bayi

dilahirkan

dan plasenta keluar lepas dari rahim sampai enam minggu berikutnya
disertai pulihnya kembali organ-organ yang berkaitan dengan kandungan
yang mengalami perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya berkaitan
saat melahirkan (Any, 2012).
b. Pembagian Masa Nifas (Andrade, 2015)
1. Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu sudah bisa berdiri dan
berjalan.
2. Puerperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genitalia
yang lamanya 6 -12 minggu.
3. Remote peurperium, waktu yang dibutuhkan untuk pulih sempurna.
c. Tahapan Masa Nifas (Romano, 2010)
Merupakan Tahapan yang terjadi pada masa nifas adalah sebagai berikut :
a. Periode immediate postpartum
Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada masa ini
sering terdapat banyak masalah, misalnya pendarahan karena atonia
uteri. Oleh karena itu, dengan teratur harus melakukan pemeriksaan
kontraksi uterus, pengeluaran lokia, tekanan darah, dan suhu.
b. Periode early postpartum (24 jam-1 minggu)

Pada fase ini memastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak
ada perdarahan, lokia tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup
mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu dapat menyusui dengan
baik.
c. Periode late postpartum (1 minggu- 5 minggu)
Pada periode ini tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan sehari
hari serta konseling kontrasepsi.
2. Perubahan-Perubahan pada Masa Nifas
a. Uterus
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah
melahirkan disebut involusi uterus. Perubahan struktur yang terjadi
dalam proses involusi uterus terjadi melalu tiga proses, yaitu: (I)
autolisis dari serat otot yang berlebihan, (II) pembuluh darah yang
mengalami obliterasi oleh trombosis dan menjadi degenerasi sementara
sisanya bertransformasi menjadi jaringan elastik, dan (III) desidua,
kecuali basal layer, mengalami pemisahan. Involusi uterus dimulai
segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus dan
berlangsung sangat cepat.

Gambar 1
Otot wanita hamil, wanita tidak hamil dan wanita pascapersalinan
Otot berkontraksi di sekitar pembuluh darah pada area dimana
tempat melekatnya plasenta. Kontraksi ini mengontrol perdarahan dari
area yang ditinggalkan ketika plasenta telah terlepas. Uterus akan

berkurang ukurannya karena otot mulai meregang dalam beberapa


bulan, berkontraksi dan kembali ke bentuk dan ukuran semula.
Regenerasi dari lapisan epitel uterus berlangsung segera setelah
kelahiran bayi. Bagian portio yang lebih luar dari lapisan endometrium
keluar bersama plasenta.
Dalam 2-3 hari, sisa-sisa desidua berpisah menjadi dua lapisan,
yaitu:
1. Superficial Layer. Lokia merupakan lapisan superfisial desidua
endometrium yang terlepas karena terjadi nekrosis. Lapisan ini
keluar

melalui

vagina

selama

minggu

pertama

pascapersalinan.
2. Basal Layer (berbatasan dengan miometrium) merupakan
kelenjar endometrial residu. Lapisan ini akan berubah menjadi
endometrium yang baru. Regenerasi dari endometrium, kecuali
pada tempat melekatnya plasenta akan membaik dalam waktu
16 hari setelah kelahiran bayi.
Peningkatan kadar estrogen dan progesteron bertanggung jawab
untuk pertumbuhan uterus selama masa hamil. Pertumbuhan uterus
prenatal tergantung pada hiperplasia, peningkatan jumlah sel-sel otot,
dan hipertrofi, pembesaran sel-sel yang sudah ada. Pada masa
pascapersalinan penurunan kadar hormon-hormon ini menyebabkan
terjadinya autolisis, perusakan secara langsung jaringan hipertrofi yang
berlebihan. Sel-sel tambahan yang terbentuk selama masa hamil
menetap. Inilah penyebab ukuran uterus sedikit lebih besar setelah
hamil. Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera
setelah bayi lahir, di duga terjadi sebagai respon terhadap penurunan
volume intrauterin yang sangat besar. Hemostasis pascapartum dicapai
terutama akibat kompresi pembuluh darah intramiometrium, bukan oleh
agregasi trombosit dan pembekuan bekuan. Hormon oksigen yang
dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi
uterus, mengompresi pembuluh darah, dan membantu hemostasis.
Selama 1 sampai 2 jam pertama pascapartum intensitas kontraksi bisa
berkurang dan menjadi tidak teratur. Karena penting sekali untuk

mempertahankan kontraksi uterus selama masa ini, biasanya suntikan


oksitosin secara intavena atau intramuskular diberikan segera setelah
plasenta lahir. Ibu yang merencanakan menyusui bayinya, dianjurkan
membiarkan bayinya di payudara segera setelah lahir karena isapan
bayi pada payudara merangsang pelepasan oksitosin.
Berat uterus sesaat setelah melahirkan, termasuk janin, plasenta,
membran, dan cairan amnion adalah sejumlah 1000 gram. Dalam 1
minggu, berat uterus menurun hingga 500 gram, dan dalam 6 minggu,
berat uterus menjadi 50 gram, yaitu berat uterus pada keadaan tidak
hamil. Uterus pada seorang wanita multipara biasanya lebih berat dan
tidak ada akan pernah kembali ke proporsi nulipara.
Dalam 6 minggu setelah persalinan, uterus mulai menyusut
hingga 50-100 gram. Lokasi dari fundus uteri membantu untuk
menentukan bahwa involusi uterus berlangsung secara normal. Fundus
dapat dipalpasi pada pertengahan antara simfisis os pubis dan
umbilikus. Dalam 12 jam, ukuran fundus meningkat setinggi umbilikus
atau di atas maupun di bawah umbilikus.
Pada hari kedua, fundus turun kira-kira 1 cm, atau 1 jari per
harinya. Biasanya fundus turun ke kavitas pelvis dalam 14 hari dan
tidak dapat dipalpasi pada abdomen. Proses normal ini akan lebih
lambat ketika uterus mengalami distended selama kehamilan dengan
lebih dari satu janin, janin yang besar, atau polihidramnion. Ketika
proses involusi tidak berjalan seperti semestinya, subinvolusi dapat
terjadi.

Subinvolusi

postpartum.

dapat

menyebabkan

terjadinya

perdarahan

Gambar 2
Involusi uterus. Tinggi fundus uterus berkurang kira-kira 1 cm tiap
hari dan tidak teraba lagi pada hari ke-14

Gambar 3
Involusi uterus pada masa nifas

Gambar 5(5)
Gambaran uterus pada nulipara dan multipara

Gambar 6(5)
Perubahan uterus
Involusi
Bayi baru lahir
Uri lahir
Satu minggu
Dua minggu
Enam minggu
Delapan minggu

Tinggi Fundus Uteri


Setinggi tali pusat
Dua jari dibawah pusat
Pertengahan pusat-sympisis
Bertambah kecil
Sebesar normal

Berat Uterus
1000 gr
750 gr
500 gr
350 gr
50 gr
30 gr

b. Tempat Implantasi Plasenta


Terjadi kontraksi uterus yang meningkat setelah bayi keluar. Hal
ini menyebabkan iskemia pada lokasi perlekatan plasenta (plasenta site)
sehingga jaringan perlekatan antara plasenta dan dinding uterus
mengalami nekrosis dan lepas. Diameter rata-rata dari plasenta 18 cm,
dengan cepat uterus menurun diameternya menjadi 9 cm dari tempat
melekatnya plasenta. Plasental site, yang berukuran diameter 8-10 cm
(3-4 inci), mengalami penyembuhan melalui proses exfoliation
(pelepasan jaringan yang mati). Dalam 3 hari pertama, placental site
diinfiltrasi oleh granulosit dan sel mononuclear, sebuah reaksi yang
sampai pada endometrium dan superfisial myometrium. Pada hari
ketujuh, ada bukti dari regenerasi kelenjar endometrium, seting tampak
atipikal, dengan bentuk kromatin yang ireguler, bentuk yang berbedabeda, dan pembesaran nukleus, pleomorfik, dan peningkatan sitoplasma.
Endometrium baru biasanya dihasilkan pada tempat dari sisi-sisi dan dari
kelenjar-kelenjar dan jaringan yang tersisa pada lapisan dalam dari
desidua setelah pemisahan dari plasenta. Proses ini meninggalkan
lapisan halus dan spongi endometrium, seperti saat sebelum kehamilan

dan biasanya meninggalkan lapisan uterus yang bebas dari jaringan skar.
Skar pada lapisan uterus mungkin berhubungan dengan implantasi pada
kehamilan selanjutnya. Sesudah 2 minggu diameternya berkurang
menjadi 3,5 cm. Biasanya jaringan mengalami nekrosis dan lepas dalam
waktu 6 minggu setelah melahirkan.
Kegagalan atau kelambatan

penyembuhan

dari

tempat

menempelnya placenta disebut sub involusi tempat menempelnya


plasenta dapat menyebabkan pengeluaran lokia terus menerus,
perdarahan pervaginam tanpa nyeri.

Gambar 7(13)
Cross section uterus. Gambar ini menunjukkan involusi placental site
pada waktu yang bervariasi setelah persalinan
c. Lokia
Discharge vagina yang dikenal dengan lokia pada masa
puerperium berasal dari plasental site.
Lokia rubra/kruenta

(merah kecoklatan) merupakan cairan

bercampur darah segar, dengan partikel-partikel kecil dari sisa-sisa


penebalan dinding rahim (desidua) dan sisa-sisa trofoblas/penanaman
plasenta (selaput ketuban) serta mukus. Biasanya berbau amis dan keluar
sampai hari ke-3 atau ke-4 pascapersalinan.
Lokia sanguinoleta berwarna merah kekuningan berisi darah dan
lendir. Ini terjadi pada hari ke 3-7 pascapersalinan.

Jumlah darah berkurang pada hari keempat, ketika leukosit keluar


menandakan terjadinya proses penyembuhan. Warnanya berubah dari
merah menjadi pink atau sedikit cokelat. Lokia ini dikenal dengan lokia
serosa. Lokia serosa terdiri dari eksudat serosa, eritrosit, leukosit, dan
mucus serviks. Cairan ini seromukopurulen dan berbau khas. 10-15%
wanita

akan

mengeluarkan

lokia

serosa

selama

minggu

pascapersalinan.
Sekitar hari kesebelas, komponen eritrosit menurun. Discharge
menjadi putih, krem, dan kuning terang yang dikenal dengan lokiaalba.
Lokia alba mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel, lemak, mucus
serviks dan bakteri. Hal ini mungkin menetap hingga minggu ketiga
tetapi ada kemungkinan hingga minggu keenam.
Lokia parulenta. Ini karena terjadi infeksi, keluar cairan seperti
nanah berbau busuk.
Lokiaotosis. Lokia tidak lancar keluarnya.
Usia reproduksi, paritas, berat bayi, dan menyusui tidak
mempengaruhi durasi dan jumlah lokia.
Volume total lokia kira-kira 250 ml dan biasanya ibu dianjurkan
untuk menggunakan external pad dibanding tampan untuk absorpsi. Ini
mungkin dapat meminimalisir resiko terjadinya infeksi. Selama dua jam
pertama setelah lahir, jumlah cairan yang keluar dari uterus tidak boleh
lebih dari jumlah maksimal yang keluar selama menstruasi. Setelah
waktu tersebut, aliran lokia yang keluar harus semakin berkurang.

Gambar 8
Panduan untuk menilai jumlah lokia pada perineal pad
Aliran lokia sering menjadi lebih banyak ketika ibu bangun dari
tempat tidur untuk pertama kalinya atau setelah tidur karena gravitasi
menyebabkan darah berkumpul di vagina selama beberapa jam dan akan
segera mengalir bila ibu berdiri.
Lokia yang tetap berwarna merah dan masih dalam jumlah yang
banyak mengindikasikan keterlambatan involusi dari uterus. Hal ini
dapat diasosiasikan dengan retensi dari sebagian jaringan plasenta dalam
uterus atau dengan infeksi. Jika jaringan plasenta mengalami retensi,
uterus mungkin membesar dan serviks akan tetap membuka. Bahanbahan yang mengalami retensi dapat ditemukan melalui pemeriksaan
USG. Kuretase kadang diperlukan, terutama jika terdapat peningkatan
jumlah kehilangan darah dan pengeluaran gumpalan darah.
Lokia yang banyak mungkin mengindikasikan suatu infeksi pada
uterus,

meskipun

organisme

yang

menginfeksi

hanya

berupa

saprophyticus. Infeksi virus dengan streptococcus hemoliticus biasanya


tidak disertai dengan bau yang menyengat.
Perlu diingat bahwa tidak semua perdarahan pervaginam
pascapartum adalah lokia. Sumber umum ialah laserasi atau serviks yang
tidak diperbaiki dan perdarahan bukan lokia.
a. Serviks

Gambar 9(5)
Penampakan serviks pada ibu dengan nulipara dan ibu multipara

Gambar 10(7)
Penampang serviks
Selama kehamilan, serviks kehilangan elastisitasnya. Epitel serviks
meningkat dalam ketebalan dan kelenjar serviks menunjukkan
hyperplasia dan hipertofi. Dalam stroma, reaksi desidua tampak jelas.
Perubahan ini diikuti dengan peningkatan substansi dalam vaskularisasi
serviks. Pemeriksaan kolposkopik dapat dilakukan setelah persalinan
untuk melihat ulserasi, laserasi atau ekimosis dari serviks. Serviks
bengangsur-angsur melunak selama masa puerperium. Regresi epitel
serviks berlangsung dalam 4 hari setelah persalinan dan pada akhir
minggu pertama, edema dan perdarahan pada serviks mulai berkurang.
Hipertrofi dan hiperplasia vaskuler menetap pada minggu pertama.
Seminggu setelah persalinan, serviks memendek dan konsistensinya
menjadi lebih padat. Serviks tidak pernah kembali ke keadaan awal
meskipun telah mengalami penyembuhan karena akan meninggalkan
dilatasi dari 10 cm menjadi 2-3 cm.
b. Vulva dan Vagina

Segera setelah melahirkan dinding vagina tampak edema, memar


serta rugae atau lipatan-lipatan halus tidak ada lagi. Vagina dan vulva
tampak meregang selama persalinan. Pada minggu ketiga, vagina akan
mengecil dan timbul rugae (lipatan-lipatan atau kerutan-kerutan)
kembali. Rugae tampak pada vagina, dan labium kembali normal namun
lebih besar dibanding pada kondisi nulipara. Estrogen pascapartum yang
menurun berperan dalam penipisan mukosa vagina dan hilangnya rugae.
Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara bertahap ke
ukuran sebelum hamil enam samapi 8 minggu setelah bayi lahir. Rugae
akan kembali terlihat pada sekitar minggu keempat walaupun tidak akan
semenonjol pada wanita nulipara. Pada umunya rugae akan memipih
secara permanen. Mukosa tetap atrofik pada wanita yang menyusui
sekurang-kurangnya sampai menstruasi dimulai kembali. Penebalan
mukosa vagina terjadi seiring pemulihan fungsi ovarium. Kekurangan
estrogen menyebabkan penurunan jumlah pelumas vagina dan penipisan
mukosa vagina. Kekeringan lokal dan rasa tidak nyaman saat koitus
(dispareunia) menetap samapi fungsi ovarium kembali normal dan
menstruasi dimulai lagi. Biasanya wanita dianjurkan menggunakan
pelumas larut air saat melakukan hubunagn seksual untuk mengurangi
nyeri.(2)(4)

Gambar 11(5)
Gambaran vagina wanita postpartum
c. Perineum
Area diantara vagina dan rektum disebut perineum. Terjadinya
robekan perineum pada hampir semua persalinan pertama dan tidak

jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya


terjadi digaris tangan dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir
terlebih dahulu dan terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil dari pada
biasanya, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran
yang lebih besar dari sirkumferensia suboksipito bregmatika.
Pada daerah perineum akan tampak goresan akibat regangan pada
saat melahirkan. Biasanya setelah melahirkan, perineum menjadi agak
bengkak/ edema/ memar dan mungkin ada luka jahitan bekas robekan
atau episiotomi. Bila dilakukan episiotomi akan menyebabkan rasa tidak
nyaman dan pemulihan lebih lambat. Namun tanpa atau dengan
dilakukannya episiotomi, perineum akan tetap mengalami edema dan
kelihatan memar. Proses penyembuhan luka episiotomi sama seperti luka
operasi lain. Perhatikan tanda-tanda infeksi pada luka episiotomi seperti
nyeri, merah, panas, bengkak atau keluar cairan tidak lazim.
Penyembuhan

luka

biasanya

berlangsung

2-3

minggu

setelah

melahirkan. Pada awalnya, introitus mengalami eritematosa dan


edematosa, terutama pada daerah episiotomi atau jahitan laserasi.
Perbaikan yang cermat, pencegahan, atau pengobatan dini hematoma dan
higienea yang baik selama dua minggu pertama setelah melahirkan
biasanya membuat introitus dengan mudah dibedakan dari introitus pada
wanita nulipara. Ketidaknyamanan dari tindakan episiotomi atau laserasi
perineum dapat diminimalisir dalam 24 jam pertama dengan icebag
untuk mengurangi respon inflamasi edema. Heat lamp atau Sitz bath
lebih membantu pada hari pertama persalinan untuk membantu
mobilisasi cairan jaringan. Proses penyembuhan luka episotomi sama
dengan luka operasi lain. Tanda-tanda infeksi (nyeri, merah, panas,
bengkak, atau rabas) atau tepian insisi tidak saling mendekat bisa terjadi.
Penyembuhan harus berlangsung dalam dua sampai tiga minggu.
d. Payudara
Payudara disiapkan untuk proses laktasi selama kehamilan.
Payudara dapat membengkak karena sistem vaskularisasi dan limfatik
disekitar payudara dan mengakibatkan perasaan tegang dan sakit.

Gambar 12
Payudara pada ibu postpartum
ASI tidak dihasilkan hingga 3-4 hari pertama setelah melahirkan.
Colostrum disekresikan dalam beberapa hari pertama setelah
melahirkan. Karakteristik colostrum adalah sebagai berikut.(14)
- Cairan berwarna kuning
- Mengandung tinggi protein dan garam anorganik dibanding ASI
- Rendah lemak dan karbohidrat dibanding ASI
- Mengandung antibodi dalam kadar yang tinggi, yang dapat
-

melindungi bayi dari infeksi


Mengandung nutrisi yang lebih rendah dibanding ASI
Berperan sebagai laxative untuk bayi yang baru lahir

Gambar 13(17)
Struktur dari payudara pada ibu yang menyusui
Cairan ini juga mengandung mineral, protein, lemak, antibodi,
komplemen,

makrofag,

limfosit,

lisosim,

laktoferin,

dan

laktoperoksidase. Colostrum disekresikan oleh payudara ibu dalam 3


hari pertama pascapersalinan. Dengan adanya sekresi air susu ibu,
payudara menjadi lebih besar, terasa sakit terutama pada saat bayi
menghisap. Hal ini disebut breast engorgement. Engorgement adalah
suatu pembengkakan payudara akibat peningkatan aliran darah, edema
dan air susu. Hal ini sering menimbulkan ketidaknyamanan pada ibu
karena menimbulkan rasa nyeri, juga sering menyebabkan terjadinya
peningkatan suhu (puerperal fever).
Oksitosin dibutuhkan untuk pengeluaran air susu. Hormon ini
disekresikan oleh kelenjar hopofisis posterior dan menyebabkan air susu
dikeluarkan dari alveoli ke duktus laktiferus selama proses menghisap.
Pengeluaran air susu ke duktus lactiferus terjadi karena kontraksi sel-sel
mioepitel. Proses ini bergantung pada sekresi oksitosin dan rangsangan
penghisapan puting susu oleh bayi.
e. Perubahan lainnya
1. Perubahan tanda vital
Tanda-tanda vital ibu harus dipantau selama masa nifas ini.
-

Adapun waktu-waktu pemantauannya adalah sebagai berikut.


Setiap 15 menit dalam 1 jam pertama
Setiap 30 menit dalam 1 jam kedua
Setiap 4 jam dalam 24 jam pertama
Setiap 8 jam selanjutnya
Pada ibu postpartum, terdapat beberapa perubahan tanda-tanda
vital, yaitu perubahan suhu, nadi, tekanan darah, dan pernapasan.

1. Suhu
Selama 24 jam pertama, suhu mungkin meningkat hingga
38C. Hal ini diduga terjadi akibat meningkatnya kerja otot,
dehidrasi dan perubahan hormonal.
Jika terjadi peningkatan suhu 38C yang menetap selama 2
hari setelah 24 jam melahirkan, maka perlu dipikirkan adanya
suatu infeksi seperti sepsis puerperalis (infeksi selama postpartum),
infeksi saluran kemih, endometritis (peradangan endometrium),
pembengkakan payudara, dan lain-lain.

2. Nadi
Dalam periode waktu 6-7 jam sesudah melahirkan, sering
ditemukan bradikardi 50-70 kali permenit dan dapat berlangsung
sampai 6-10 hari setelah melahirkan. Keadaan ini berhubungan
dengan penurunan kerja jantung, penurunan volume darah yang
mengikuti pemisahan plasenta dan kontraksi uterus, peningkatan
stroke volume. Takikardi mungkin dapat ditemukan apabila terjadi
perdarahan atau infeksi. Takikardi juga dapat timbul apabila terjadi
trombosis.
3. Tekanan Darah
Biasanya bervariasi tergantung posisi ibu dan lengan yang
digunakan untuk penilaian. Untuk mendapatkan hasil yang akurat,
periksa pada lengan yang sama dan dengan posisi ibu yang sama
setiap

waktunya.

dibandingkan

Tekanan

dengan

darah

tekanan

pascapersalinan

darah

sebelum

harus

persalinan.

Peningkaatan tekanan darah mungkin menandakan adanya preeklamsia sewaktu hamil sehingga harus dipantau terus tekanan
darahnya.
Setelah

melahirkan,

intraabdominal

yang

terjadi

menyebabkan

penurunan
terjadinya

tekanan

dilatasi

dari

pembuluh darah yang mensuplai organ viseral. Hal ini yang


menyebabkan penurunan tekanan darah 20 mmHg sistoliknya
ketika ibu bergerak dari posisi berbaring ke posisi duduk.
Akibatnya, ibu merasa pusing dan mungkin pingsan ketika ia
berdiri. Hal ini disebut hipotensi ortostatik.
Hipotensi megindikasikan suatu hipovolemia. Penilaian
perdarahan

harus

dilakukan

dengan

memperhatikan

lokasi

perdarahan, jumlah lokia, dan nadi yang takikardi.


4. Pernafasan
Pernapasan normal yaitu antara 12-20 kali per menit
seharusnya bisa dipertahankan setelah persalinan. Penilaian suara
napas tidak penting jika ibu melakukan persalinan normal secara

pervaginam, melakukan ambulasi setelah melahirkan, dan tanpa


tanda-tanda distres napas.
3. Perawatan Masa Nifas
a. Perawatan masa Nifas
Perawatan masa nifas adalah sesuatu yang sangat penting untuk
menjaga keselamatan jiwa ibu pada masa postpartum. Pada masa ini ibu
mengalami perubahan fisik maupun psikologis karena mempunyai peran
yang baru sebagai ibu. Perawatan postpartum dimulai sejak kala uri
dengan menghindarkan adanya kemungkinan pendarahan postpartum dan
infeksi. Bila ada laserasi jalan lahir atau luka bekas efisiotomi, lakukan
penjahitan dan perawatan luka dengan sebaik baiknya penolong persalinan
harus tetap waspada sekurang-kurangnya 1 jam postpartum untuk
mengatasi kemungkinan terjadinya pendarahan post partum. Umumnya
wanita sangat lelah setelah melahirkan. Karenanya, ia harus cukup dalam
pemenuhan istirahatnya. Dari hal tersebut ibu harus di anjurkan untuk tidur
terlentang selama 8 jam pasca persalinan. Kemudian boleh miring-miring
ke kanan dan ke kiri, untuk mencegah adanya thrombosis. Pada hari ke-2
barulah ibu di perbolehkan duduk, hari ke 3 jalan-jalan, dan hari ke-4 atau
ke-5 sudah diperbolehkan pulang. (WHO, 2012)
b. Tujuan Perawatan Masa Nifas
Tujuan utama perawatan masa nifas adalah untuk menigkatkan
kesehatan ibu dan bayi, hal ini tentunya harus didukung oleh tenaga
kesehatan dan keluarga ibu. Hal ini juga berkaitan tentang kebutuhan sosial
ibu. (WHO, 2012).
Tujuan asuhan masa nifas adalah: (Syaifudin, 2011)
1.

Menjaga kesehatan ibu dan bainya baik fisik maupun psikologik

2.

Melakukan skiring, mendeteksi masalah, atau merujuk bila


terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya

3.

Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan


Diri, nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi
kepada bayinya dan perawatan bayi sehat.

4.

Memberikan pelayanan keluarga berencana (KB)

c. Informasi bagi Ibu Nifas


d. Prosedur Perawatan Masa Nifas
Kesehatan ibu merupakan komponen yang sangat penting dalam kesehatan
reproduksi karena seluruh komponen yang lain sangat dipengaruhi oleh kesehatan
ibu. Apabila ibu sehat maka akan menghasilkan bayi yang sehat yang akan
menjadi generasi kuat. Ibu yang sehat juga menciptakan keluarga sehat dan
bahagia. Jadwal kunjungan rumah paling sedikit dilakukan 4x, yaitu diantaranya :
1.

Kunjungan 1 (6-8 jam setelah persalinan)


Kunjungan pertama dilakukan setelah 6-8 jam setelah persalinan, jika
memang ibu melahirkan dirumahnya. Kunjungan dilakukan karena untuk jam-jam
pertama pasca salin keadaan ibu masih rawan dan perlu mendapatkan perawatan
serta perhatian ekstra dari bidan, karena 60% ibu meninggal pada saat
masa nifas dan 50% meninggal pada saat 24 jam pasca persalinan. Adapun tujuan
dari dilakukan kunjungan tersebut ialah :
a. Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri
b. Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga bagaimana
mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
c. Pemberi ASI awal: pasien didorong untuk memberikan ASI secara ekslusif,
cara menyusui yag baik, mencegah nyeri puting dan perawatan puting
(Meilani, 2009)
d. Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermi.
e. Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, rujuk jika perdarahan
berlanjut.
f. Jika petugas kesehatan menolong persalinan, ia harus tinggal dengan ibu dan
bayi baru lahir untuk 2 jam pertama setelah kelahiran atau sampai ibu dan
bayi dalam keadaan stabil.

g. Perdarahan: mengkaji warna dan banyaknya/ jumlah yang semestinya,


adakah tanda-tanda perdarahan yang berlebihan, yaitu nadi cepat dan suhu
naik, uterus tidak keras dan TFU menaik.
h. Involusi uterus
i. Memberikan penyuluhan tentang tanda-tanda bahaya baik bagi ibu maupun
bayi dan rencana menghadapi kegawat daruratan (Meilani, 2009)
2. Kunjungan 2 (6 hari setelah persalinan)
Kunjungan kedua dilakukan setelah enam hari pasca salin dimana ibu sudah
bisa melakukan aktivitasnya sehari-hari seperti sedia kala.
Tujuan dari dilakukannya kunjungan yang kedua yaitu :
a. Memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus berkontraksi, fundus
dibawah umbikalis, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau.
b. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan
tanda-tanda penyulit.
c. Memberikan konseling pada ibu mengenai seluruh asuhan pada bayi, tali
pusat, menjaga bayi tetap hangat, dan merawat bayi sehari-hari .
d. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal.
e. Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan dan istirahat
(Ambarwati, 2010)
f. Diet : makanan seimbang, banyak mengandung protein, serat dan air
sebanyak 8-10 gelas per hari untuk mencegah konstipasi kebutuhan kalori
untuk laktasi, zat besi, vitamin A.
g. Kebersihan/ perawatan diri sendiri, terutama putting susu dan perineum.
h. Senam kegel serta senam perut yang ringan tergantung pada kondisi ibu.
i. Kebutuhan akan istirahat : cukup tidur.
j. Mengkaji adanya tanda-tanda post partum blues.
k. Keluarga berencana melanjutkan hubungan seksual setelah selesai
masa nifas.
l. Tanda-tanda bahaya : kapan dan bagaimana menghubungi bidan jika ada
tanda-tanda bahaya (Melani, 2009)

3. Kunjungan 3 ( 2-4 minggu setelah persalinan)


Kunjungan ke tiga dilakukan setelah 2 minggu pasca dimana untuk teknis
pemeriksaannya sama persis dengan pemeriksaan pada kunjungan yang kedua.
Untuk lebih jelasnya tujuan daripada kunjungan yang ketiga yaitu :
a.

Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan

abnormal (Ambarwati, 2010).


b.

Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan dan istirahat

c.

Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan

tanda-tanda penyulit
d.

Memberikan konseling pada ibu mengenai seluruh asuhan pada bayi,

tali pusat, menjaga bayi tetap hangat, dan merawat bayi sehari-hari .
e.

Gizi : zat besi/ folat, makanan yang bergizi

f.

Menentukan dan menyediakan metode dan alat KB

g.

Senam : rencana senam lebih kuat dan menyeluruh setelah otot

abdomen kembali normal


h.

Keterampilan membesarkan dan membina anak

i.

Rencana untuk asuhan selanjutnya bagi ibu

j.

Rencana untuk chek-up bayi serta imunisasi (Meilani, 2009: 54-55).

4.

Kunjungan 4 (4-6 minggu setelah persalinan)

Untuk kunjungan yang ke empat lebih difokuskan pada penyulit dan juga
keadaan laktasinya. Lebih jelasnya tujuan dari kunjungan ke empat yaitu :
a.

Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang ia atau ibu

b.

Tali pusat harus tetap kencang

c.

Perhatikan kondisi umum bayi (Ambarwati, 2009: 88).

d.

Memberikan

hadapi

senam nifas serta KB secara dini


4. Komplikasi Post Partum
a. Infeksi Post Partum

konseling

mengenai

imunisasi,

b. Perdarahan Post Partum


c. Hipertensi dalam Kehamilan
d. Komplikasi Seksio Sesaria

You might also like