You are on page 1of 36

DAFTAR ISI

BAB I..........................................................................................................................................3
PENDAHULUAN......................................................................................................................3
1.1 Latar Belakang...................................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................................3
1.3 Tujuan................................................................................................................................3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................4
2.1

Api dan Kebakaran......................................................................................................4

2.1.1 Teori tentang api..........................................................................................................4


2.1.2 Pengertian tentang kebakaran......................................................................................4
2.1.3 Penyebab terjadinya kebakaran...................................................................................5
2.1.4 Klasifikasi kebakaran..................................................................................................6
2.1.5 Aspek bahaya dan akibat dari kebakaran....................................................................7
2.2 Penanggulangan Kebakaran..............................................................................................9
2.2.1 Pencegahan Kebakaran...............................................................................................9
2.2.2 Rencana Tindakan Darurat Kebakaran........................................................................9
2.2.3 Pemadaman Kebakaran...............................................................................................9
2.2.3.1 Teknik Pemadaman Kebakaran................................................................................9
2.3 Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja..............................................................15
2.4 Manajemen Penanggulangan Kebakaran.........................................................................15
2.4.1 Program Penanggulangan Kebakaran.......................................................................15
2.4.2 Pembentukkan petugas penanggulangan kebakaran.................................................16
2.4.3 Pendidikan dan Pelatihan Penanggulangan Kebakaran............................................16
2.4.4 Inspeksi sarana penanggulangan kebakaran..............................................................17
2.4.5 Perencanaan Keadaan Darurat kebakaran.................................................................17
2.4.6 Sarana penanggulangan kebakaran...........................................................................18

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
2016

2.4.6.1 Sistem deteksi dan alarm kebakaran......................................................................18


2.5 Petugas tim penanggulangan kebakaran..........................................................................25
2.5.1 Usia............................................................................................................................25
2.5.2 Pendidikan.................................................................................................................25
2.5.3 Pengetahuan..............................................................................................................25
2.5.4 Masa kerja.................................................................................................................26
BAB III.....................................................................................................................................27
STUDI KASUS.........................................................................................................................27
3.1 Data Lokasi......................................................................................................................27
3.2 Pembahasan.....................................................................................................................29
3.3 Wawancara......................................................................................................................34
Bab 4.........................................................................................................................................36
Kesimpulan...............................................................................................................................36
LAMPIRAN..............................................................................................................................37

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebakaran adalah kejadian munculnya api yang tidak diinginkan atau tidak pada
tempatnya, dimana kejadian tersebut terbentuk oleh 3 unsur yaitu bahan bakar atau bahan
mudah terbakar, oksigen, dan sumber panas. Kebakaran dapat sangat merugikan bagi
kehidupan. Tidak hanya dapat merugikan dari segi materiil seperti rusaknya suatu barang
atau hancurnya tempat tinggal, kebakaran bahkan juga dapat berakibat hilangnya nyawa
manusia. Kejadian kebakaran dapat terjadi di mana dan kapan saja, salah satunya
bangunan gedung, sehingga diperlukan upaya-upaya pencegahan yang dilakukan dengan
maksud untuk menghindari dari bahaya yang ditimbulkan dari kejadian kebakaran.

1.2 Rumusan Masalah


Apa itu api serta hubungannya dengan kebakaran ?
Apa penyebab terjadinya kebakaran ?
Apa saja jenis kebakaran ?
Apa bahaya dari kebakaran ?
Bagaimana penanggulangan kebakaran ?
Bagaimana manajemen penanggulangan kebakaran ?
Bagaimana petugas penanggulangan kebakaran ?
Bagaimana sistem kebakaran pada gedung east cost residence ?
Bagaimana sistem penanggulangan kebakaran east cost residence ?

1.3 Tujuan
Makalah ini diharapkan dapat menjelaskan apa itu kebakaran, apa saja yang dapat
menyebabkan kebakaran, jenis-jenis kebakaran serta upaya-upaya apa saja yang dapat
dilakukan dalam menanggulangi kebakaran. Juga dapat menjelaskan secara riil
pelaksanaan penanggulangan kebakaran pada bangunan gedung, sebagai contoh, gedung
apartemen east coast residence.

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
2016

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Api dan Kebakaran


2.1.1 Teori tentang api
Pengertian nyala api menurut Direktorat pengawasan keselamatan kerja
(2001:16) adalah suatu fenomena yang dapat diamati gejalanya yaitu adanya
cahaya dan panas dari suatu bahan yang sedang terbakar. Gejala lainnya yang
dapat diamati adalah bila suatu bahan terbakar maka akan mengalami
perubahan baik bentuk fisik maupun sifat kimianya.
Unsur pokok terjadinya api dalam teori klasik segi tiga api (Triangel of fire)
menjelaskan bahwa untuk dapat berlangsungnya proses nyala api diperlukan
adanya tiga unsur pokok yaitu adanya unsur bahan yang dapat dibakar (fuel),
oksigen (O) yang cukup dari udara dan panas yang cukup. Apabila salah satu
unsur dari segitiga tersebut tidak berada pada keseimbangan yang cukup, maka
api tidak akan terjadi.
2.1.2 Pengertian tentang kebakaran
Kebakaran adalah reaksi kimia yang berlangsung cepat serta memancarkan
panas dan sinar. Reaksi kimia yang timbul termasuk jenis reaksi oksidasi.
Menurut Direktorat pengawasan keselamatan kerja Ditjen pembinaan
pengawasan ketenagakerjaan, 2001:8 Kebakaran adalah api yang tidak
dikehendaki, boleh jadi api itu kecil tetapi tidak dikehendaki adalah termasuk
kebakaran
Sedangkan menurut Depertemen Tenaga Kerja dalam bukunya yang berjudul
Training Material K3 bidang penanggulangan kebakaran (1997) menyatakan
bahwa, kebakaran adalah suatu reaksi oksidasi eksotermis yang berlangsung
dengan cepat dari suatu bahan bakar yang disertai dengan timbulnya api atau
penyalaan. Bahan bakar dapat berupa bahan padat, cair atau uap/gas akan tetapi
bahan bakar yang terbentuk uap dan cairan biasanya lebih mudah menyala.
2.1.3 Penyebab terjadinya kebakaran
Pada umumnya penyebab kebakaran bersumber pada 3 (tiga) faktor yaitu :
A. Faktor manusia

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
2016

Manusia sebagai salah satu faktor penyebab kebakaran antara lain :


1. Pekerja
a. Tidak mau tahu atau kurang mengetahui prinsip dasar pencegahan kebakaran.
b. Menempatkan barang atau menyusun barang yang mungkin terbakar tanpa
menghiraukan norma norma pencegahan kebakaran.
c. Pemakaian tenaga listrik yang berlebihan, melebihi kapasitas yang telah
ditentukan.
d. Kurang memiliki rasa tanggung jawab dan disiplin.
e. Adanya unsur unsur kesengajaan.
2. Pengelola
a. Sikap pengelola yang tidak memperhatikan keselamatan kerja.
b. Kurangnya pengawasan terhadap kegiatan pekerja.
c. Sistem dan prosedur kerja tidak diterapkan dengan baik, terutama kegiatan
dalam bidang kegiatan penentuan bahaya, penerangan bahaya dan lain lain.
d. Tidak adanya standar atau kode yamg dapat diandalkan atau penerapannya
tidak tegas, terutama yang menyangkut bagian kritis peralatan.
e. Sistem penanggulangan bahaya kebakaran yang tidak diawasi secara baik.
B. Faktor teknis sebagai penyebab kebakaran dan peledakan
1. Proses fisik/mekanis
Yaitu dimana 2 (dua) faktor penting yang menjadi peranan dalam proses ini
ialah timbulnya panas akibat kenaikan suhu atau timbulnya bunga api akibat
pengetesan benda benda maupun adanya api terbuka, misalnya pekerjaan
perbaikan dengan menggunakan mesin las.
2. Proses kimia
Yaitu dapat terjadi kebakaran pada waktu pengangkutan bahan bahan kimia
berbahaya, penyimpanan dan penanganan (handling) tanpa memperhatikan
petunjuk petunjuk yang ada.
3. Tegangan listrik
Banyak titik kelemahan pada instalasi listrik yang dapat mendorong terjadinya
kebakaran yaitu karena hubungan pendek yang menimbulkan panas dan bunga
api yang dapat menyalakan dan membakar komponen lain.
C. Faktor Alam
Salah satu faktor penyebab adanya kebakaran dan peledakan akibat faktor alam
adalah : Petir dan gunung meletus yang dapat menyebabkan kebakaran hutan
PROGRAM STUDI DIPLOMA IV TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
2016

yang luas dan juga perumahan perumahan yang dilalui oleh lahar panas dan
lain lain.
2.1.4 Klasifikasi kebakaran
Klasifikasi kebakaran ialah penggolongan atau pembagian kebakaran
berdasarkan jenis bahayanya, dengan adanya klasifikasi tersebut akan lebih
mudah, cepat dan lebih tepat dalam pemilihan media pemadam yang digunakan
untuk memadamkan kebakaran. Dengan mengacu pada standar (Depnaker,
Traning Material K3 bidang penanggulangan kebakaran :1997:14).
Menurut Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (2004:24) terdapt dua
versi standar klasifikasi jenis kebakaran yang sedikit agak berbeda. Klasifikasi
jenis kebakaran menurut standar inggris yaitu LPC (Loss Prevention
Committee) menetapkan klasifikasi kebakaran dibagi dalam dua klas A, B, C,
D, E sedangkan Standar Amerika yaitu NFPA (National Fire Prevention
Assosiation), menetapkan klasifikasi kebakaran menjadi klas A, B, C, D.
STANDAR AMERIKA (NFPA) STANDAR INGGRIS (LPC)
KELAS JENIS KEBAKARAN KELAS JENIS KEBAKARAN
A. Bahan padat kecuali logam, seperti kayu, arang, kertas, tekstil, plastik dan
sejenisnya
B .Bahan cair dan gas, seperti bensin, solar, minyak tanah, aspal, gemuk alkohol
gas alam, gas LPG dan sejenisnya
C. Peralatan listrik yang bertegangan
C. Bahan gas, seperti gas alam, gas LPG
D. Bahan logam, seperti Magnesium, aluminium, kalsiun dan lain lain D
Bahan logam, seperti magnesium, aluminium, kalsium dan lain lain
E . Peralatan listrik yang bertegangan
Sumber : Departemen tenaga kerja dan transmigrasi RI, 2001
Sedangkan Indonesia menganut klasifikasi yang ditetapkan dalam Peraturan
menteri tenaga kerja dan Transmigrasi No.Per.04/MEN/1980 yang
pembagiannya adalah sebagai berikut :
a. Kelas A :
Bahan padat selain logam yang kebanyakan tidak dapat terbakar dengan
sendirinya, kebakaran kelas A ini akibat panas yang datang dari luar, molekul
molekul benda padat terurai dan membentuk gas dan gas lainlah yang terbakar,

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
2016

hal kebakaran ini menimbulkan panas dan selanjutnya mengurai lebih banyak
molekul molekul dan menimbulkan gas akan terbakar.
Sifat utama dari kebakaran benda padat adalah bahan bakarnya tidak mengalir
dan sanggup menyimpan panas yang banyak sekali dalam bentuk bara.
b. Kelas B :
Seperti bahan cairan dan gas tak dapat terbakar dengan sendirinya diatas cairan
pada umunya terdapat gas, dan gas ini yang dapat terbakar. Pada bahan bakar
cair ini suatu bunga api kecil sanggup mencetuskan api yang akan meninbulkan
kebakaran. Sifat cairan ini adalah mudah mengalir dan menyalakan api
ketempat lain.
c. Kelas C :
Kebanyakkan pada peralatan listrik yang bertegangan, yang mana sebenarnya
kelas C ini tidak lain kebakaran kelas A dan kelas B atau kombinasi dimana ada
aliran listrik.
Kelas C perlu diperhatikan dalam memilih jenis media pemadam yaitu tidak
menghantar listrik untuk melindungi orang yang memadamkan kebakaran dari
aliran listrik.
d. Kelas D :
Kebakaran logam seperti magnesium, titanium, uranium, sodium. Lithium, dan
potassium. Pada kebakaran jenis ini perlu dengan alat atau media khusus untuk
memadamkannya.
2.1.5 Aspek bahaya dan akibat dari kebakaran
Peristiwa kebakaran adalah kejadian yang sangat merugikan bagi manusia
secara individual, kelompok sosial, maupun negara. Secara keseluruhan
kerugian dapat berupa korban manusia, kerugian harta benda ekonomi maupun
dampak sosial. (Depertemen Tenaga Kerja, 1997).
Peristiwa kebakaran yang terjadi dapat menimbulkan beberapa bahaya, antara
lain :
1. Bahaya radiasi panas
Pada saat terjadi kebakaran, panas yang ditimbulkannya merambat dengan cara
radiasi, sehingga benda benda sekelilingnya menjadi panas, akibatnya benda
tersebut akan menyala jika titik nyalanya terlampaui. Untuk menghindari hal
tersebut, upaya pendinginan harus dilakukan saat proses pemadaman.

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
2016

2. Bahaya ledakan
Bahaya ledakan dapat terjadi saat kebakaran, diantara bahan yang terbakar dan
mudah meledak, misalnya terdapat tabung gas bertekanan. Pada saat
pemadaman, harus diupayakan agar selalu waspada akan bahaya ledakan yang
mungkin terjadi.
3. Bahaya asap
Suatu peritiwa kebakaran akan selalu menimbulkan asap yang ketebalannya
tergantung dari jenis bahan yang terbakar dan temperatur kebakaran tersebut.
Adapun bahaya akibat asap antara lain :
a. Pada suatu ruangan tertutup, ketebalan asap akan mengganggu pandangan
yang berakibat kehilangan arah saat penyelamatan diri dan tertutupnya tanda
arah keluar sehingga orang tersebut terjebak dalam kebakaran.
b. Keberadaan asap akan mengurangi konsentrasi, oksigen diudara, sehingga
akan mengganggu pernapasan.
4. Bahaya gas
Adanya gas berbahaya dan beracun sebagai produk pembakaran, bahan kimia,
atau bahan lainnya harus diwaspadai. Gas tersebut dapat menyebabkan iritasi,
sesak napas, bahkan menimbulkan racun yang mematikan sebagaimana
dinyatakan oleh Colling (1990) bahwa Gas beracun yang biasanya dihasilkan
oleh proses kebakaran yaitu HCN, NO, NH, HCl, dan lain lain. Gas beracun
tersebut dapat meracuni paru paru dan menyebabkan iritasi pada saluran
pernapasan dan mata. Sedangkan gas lain yang beracun, seperti CO dan HS
dapat mengurangi kadar oksigen diudara. Pada keadaan normal, kadar oksigen
diudara sekitar 21 %, kadar oksigen diudara akan berkurang pada saat terjadi
kebakaran karena oksigen diudara kurang dari 16 %, orang akan lemas dan
tidak dapat mengenali bahaya yang ada disekitarnya. Sedangkan pada kadar 12
% orang tidak akan bertahan hidup.

2.2 Penanggulangan Kebakaran


Penanggulangan kebakaran adalah segala daya upaya untuk mencegah dan memberantas
kebakaran (Departemen Tenaga Kerja, Training Material K3 Bidang Penanggulangan
Kebakaran : 1997 : 4).

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
2016

2.2.1 Pencegahan Kebakaran


Pencegahan kebakaran adalah usaha usaha untuk memutuskan rangkaian
unsur penyebab timbulnya api yang tidak dikehendaki yang dilakukan secara
terencana sejak pra kondisi dan terus menerus (Departemen Tenaga Kerja,
Training Meterial K3 Bidang Penanggulangan Kebakaran : 1997 : 4).
2.2.2 Rencana Tindakan Darurat Kebakaran
Rencana tindakan darurat kebakaran adalah menetapkan metode tindakan
keselamatan yang sistematis dan perintah evakuasi bila terjadi kebakaran.
(Dinas Kebakaran DKI Jakarta, Penanggulangan Bahaya Kebakaran pada
bangunan : 2002 :16).
Rencana tindak darurat kebakaran antara lain :
1. Pembentukan tim pemadam kebakaran.
2. Pembentukan tim evakuasi.
3. Pembentukan tim P3K.
4. Penentuan satuan pengamanan.
5. Penentuan tempat berhimpun.
6. Penyelamatan orang yang perlu dibantu (orang tua, orang sakit, orang cacat
dan anak anak).
Rencana tindak darurat ini berlaku pada saat kondisi darurat kebakaran.
2.2.3 Pemadaman Kebakaran
Menurut Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI (2000:10), mengatakan
bahwa memadamkan kebakaran adalah suatu teknik menghentikan reaksi
pembakaran atau nyala api.
2.2.3.1 Teknik Pemadaman Kebakaran
Memadamkan kebakaran dapat dilakukan dengan prinsip menghilangkan
salah satu atau beberapa unsur dalam proses nyala api (Departemen Tenaga
Kerja, Training Material K3 Bidang Penanggulangan Kebakaran : 1997 : 17),
beberapa cara memadamkan api yaitu :
A. Pendinginan (cooling)
B. Penyalimutan (smothering)
C. Memutuskan reaksi api
D. Melemahkan (dilution)

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
2016

Sedangkan menurut Departemen Tenaga Kerja dalam bukunya Training


Material K3 Bidang Penanggulangan Kebakaran (1997:17), mengemukakan
teori pemadaman api dengan beberapa cara sebagai berikut :
A. Salah satu cara yang umum untuk memadamkan kebakaran adalah dengan
cara pendinginan/menurunkan temperatur bahan bakar sampai tidak dapat
menimbulkan uap atau gas untuk pembakaran. Salah satu bahan yang efektif
terbaik menyerap panas adalah Air. Pendinginan permukaan biasanya tidak
efektif pada produk gas dan cairan yang mudah terbakar dan memiliki flash
point dibawah suhu air yang dipakai untuk pemadaman. Oleh karena itu
media air tidak dianjurkan untuk memadamkan kebakaran dari bahan cairan
mudah terbakar dengan flash point di bawah 100F atau 37C.
Semprotan air dapat mendinginkan kebakaran jika :
1. Kecepatan pemindahan panas sebanding dengan luas permukaan cairan
yang terpapar oleh api.
2. Kecepatan pemindahan panas tergantung pada perbedaan suhu antara air
dengan udara sekitarnya atau benda terbakar.
3. Kecepatan pemindahan panas yang juga tergantung pada kandungan uap
dalam udara, khususnya dalam penjalaran api.
4. Kapasitas penyebaran panas dari air tergantung pada jarak yang ditempuh
oleh air dan kecepatannya dalam daerah pembakaran.
B. Pendinginan dengan menggunakan oksigen (smothering)
Dengan membatasi/mengurangi oksigen dalam proses pembakaran api akan
dapat padam. Pemadaman kebakaran dengan cara ini dapat lebih cepat apabila
uap yang terbentuk dapat terkumpul di dalam daerah yang terbakar, dan
proses penyerapan panas oleh uap akan berakhir apabila uap tersebut mulai
mengembun, dimana dalam proses pengembunan ini akan dilepasnya
sejumlah panas.
C. Pengembalian atau pemindahan bahan bakar
Pemindahan bahan bakar unutk memadamkan api lebih efektif akan tetapi
tidak selalu dapat dilakukan untuk prakteknya mungkin sulit, sebagai contoh
pemindahan bahan bakar yaitu dengan memompa minyak ketempat lain dan

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
2016

10

memindahkan bahan bahan yang mudah terbakar.


Cara lain adalah dengan menyiramkan bahan bakar yang terbakar tersebut
dengan air atau dengan membuat busa yang dapat menghentikan/memisahkan
minyak dengan daerah pembakaran.
D. Pemutusan rantai reaksi api
Cara ini menggunakan bahan kimia yang bernama Halon, bereaksi untuk
memisahkan jenis kimia aktif pada reaksi nyala api (prosesnya diketahui
chain breaking).
Faktor faktor yang dapat mempengaruhi berhasil tidaknya usaha
pemadaman :
1. Pengaruh angin
Kekuatan angin dan arah hembusannya dapat dipakai sebagai pedoman dalam
menentukan arah menjalarnya api. Dan usaha pemadaman tidak dibenarkan
melawan arah angin. Hal ini dapat berbahaya, pertama karena akan terhalang
oleh asap, dan yang kedua dapat menjadi korban jilitan api.
Oleh karena itu pemadaman harus dilakukan searah dengan angin, atau dari
samping sebelah kanan kirinya.
2. Warna asap
Benda benda yang terbakar kadang kadang tidak dapat dikenali karena
terhalang oleh asap tebal yang ditimbulkan. Namun dengan melihat warna
asapnya, dapat diperkirakan jenis benda yang terbakar. Misalnya :
a. Warna asap hitam dan tebal, maka kemungkinan bendanya Aspal, karet,
plastik, minyak, atau benda benda lain yang mengandung minyak.
b. Bila warna asap coklat kekuning kuningan, kemungkinan benda yang
terbakar adalah Film, bahan film, dan benda benda lain yang mengandung
asam sulfat.
c. Sedangkan bila warna asapnya putih kebiru biruan, biasanya berasal dari
benda benda yang mengandung phosphor.
Di samping warna asap, bau dari asap juga dapat dipakai sebagai pedoman
untuk mengenal benda yang terbakar. Setelah itu baru dapat ditentukan sistem
dan alat alat pemadamnya yang tepat serta tindakan tindakan lain yang

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
2016

11

mungkin diperlukan.
3. Lokasi kebakaran
Usaha pemadaman harus memperhatikan lokasinya, apakah kebakaran yang
terjadi terletak di rumah yang saling berdekatan atau dipusat pertokoan. Untuk
tidak meluasnya kebakaran harus diusahakan untuk memadamkan sumber
apinya terlebih dahulu agar tidak menjalar, dan diusahan agar kerugian harta
benda dapat ditekan sekecil mungkin.
4. Bahaya lain yang mungkin terjadi
Setiap usaha pemadaman kebakaran harus tetap memperhatikan faktor
faktor keselamatan. Baik keselamatan petugas pemadam maupun keselamatan
korban. Terutama anak anak, wanita, atau lansia. Bila terdapat korban yang
terkurung bahaya api harus segera ditolong misalnya dengan cara merusak
dinding ruangan, merusak langit langit, dan sebagainya. Oleh karena itu
peralatan berupa kampak, linggis, perlu disiapkan sebelumnya.
Dan harus memperhitungkan juga bahaya bahaya lain yang dapat
menimbulkan jatuh korban.
2.2.3.2 Jenis Media Pemadaman Kebakaran
Menurut Depnaker dalam bukunya Training Material K3 Bidang
Penanggulangan Kebakaran, adalah Dalam mengenal berbagai jenis
media pemadam kebakaran dimaksudkan agar dapat menentukan jenis
media yang tepat, sehingga dapat memadamkan kebakaran secara
efektif, efisien, dan aman. Dari bentuk fisiknya media pemadam
kebakaran ada 5 jenis yaitu :
1. Air
2. Busa
3. Serbuk kimia kering
4. Kabon dioksida (CO)
5. Halon
Dalam media pemadaman kebakaran mempunyai beberapa jenis atau
karakteristik dalam memadamkan api, dan juga mempunyai
keunggulan untuk klas tertentu dan mungkin dapat berbahaya untuk

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
2016

12

beberapa jenis kebakaran.


1. Air
Air digunakan sebagai media pemadam kebakaran yang cocok atau
tepat untuk memadamkan kebakaran bahan padat (klas A) karena
dapat menembus sampai bagian dalam.
Bahan pada yang cocok dipadamkan dengan menggunakan air adalah
seperti :
Kayu
Arang
Kertas
Tekstil
Plastik dan sejenisnya.
2. Busa
Jenis media pamadam kebakaran, busa adalah salah satu media yang
dapat digunakan untuk memadamkan api. Ada 2 (dua) macam busa
yang berfungsi untuk memadamkan kebakaran yaitu busa kimia dan
busa mekanik.
Busa kimia dibuat dari gelembung yang mengandung zat arang dan
carbon dioksida, sedangkan busa mekanik dibuat dari campuaran zat
arang dengan udara. Busa dapat memadamkan kebakaran melalui
kombinasi tiga aksi pemadaman yaitu :
Menutupi yaitu membuat selimut busa diatas bahan yang terbakar,
sehingga kontak dengan oksigen (udara) terputus.
Melemahkan yaitu mencegah penguapan cairan yang mudah
terbakar.
Mendinginkan yaitu menyerap kalori cairan yang mudah terbakar
sehingga suhunya menurun.
3. Serbuk kimia kering
Daya pemadam dari serbuk kimia kering ini bergantung pada jumlah
serbuk yang dapat menutupi permukaan yang terbakar. Makin halus
butir butir serbuk kimia kering makin luas permukaan yang dapat
ditutupi.

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
2016

13

Adapun butiran bahan kimia kering yang sering digunakan adalah


Ammonium hydro phospat yang cocok digunakan untuk memadamkan
kebakaran klas A, B dan C. Cara kerja serbuk kimia kering ini adalah
secara fisik dan kimia.
4. Carbon dioksida (CO)
Media pemadam api CO didalam tabung harus dalam keadaan fase
cair bertekanan tinggi. Prinsip kerja gas CO dalam memadamkan api
ialah reaksi dengan oxygen (O) sehingga konsentarsi didalam udara
berkurang, sehingga api akan padam hal ini disebut pemadaman
dengan cara menutup.
Namun CO juga mempunyai kelemahan ialah bahwa media pemadam
tersebut tidak dapat dicegah terjadinya kebakaran kembali setelah api
padam (reignitasi). Hal ini disebabkan CO tersebut tidak dapat
mengikat oxygen (O) secara terus menerus tetapi hanya mengikat O
sebanding dengan jumlah CO yang tersedia sedang supply oxygen
disekitar tempat kebakaran terus berlangsung.
5. Halon
Pada saat terjadi kebakaran apabila digunakan halon untuk
memadamkan api maka seluruh penghuni harus meninggalkan
ruangan kecuali bagi yang sudah mengetahui betul cara
penggunaannya. Jika gas halon terkena panas api kebakaran pada suhu
sekitar 485C maka akan mengalami penguraian, dan zat zat yang
dihasilkan akan mengikat unsur hydrogen dan oxygen. Jika penguraian
tersebut terjadi dapat menghasilkan beberapa unsur baru dan zat baru
tersebut beracun dan cukup membahayakan terhadap manusia.

2.3 Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (MK3) merupakan bagian dari
manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, prosedur,
proses dan sumber daya manusia yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan dan
pemeliharaan kebijakan K3 dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan
kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
2016

14

Tujuan penerapan manajemen K3 adalah untuk menciptakan suatu sistem K3 di tempat


kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja
yang berintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit
akibat kerja serta menciptakan tempat kerja terhadap kebakaran, peledakan dan
kerusakan yang pada akhirnya akan melindungi investasi yang ada.

2.4 Manajemen Penanggulangan Kebakaran


Manajemen Penanggulangan Bahaya Kebakaran adalah suatu sistem penataan dini dalam
rangka mencegah dan mengendalikan bahaya kebakaran sehingga kerugian berupa
meterial dan jiwa manusia dapat dicegah atau diminimalkan, yang diwujudkan baik
berupa kebijakan dan prosedur yang dikeluarkan perusahaan, seperti inspeksi peralatan,
pemberian pendidikan dan pelatihan bagi penghuni/pekerja, penyusunan rencana
tindakan darurat kebakaran, maupun penyediaan sarana pemadam kebakaran. (Dalam
Skripsi Muhammad Asep Ramdan, 2000)
2.4.1 Program Penanggulangan Kebakaran
Program penanggulangan kebakaran adalah segala upaya yang dilakukan untuk
mencegah atau memberantas kebakaran. (Depertemen Tenaga Kerja, Training
Material K3 Bidang Penanggulangan Kebakaran, 1997). Tindakan untuk
menanggulangi kebakaran antara lain :
a. Mengendalikan setiap perwujudan energi panas, seperti listrik, rokok,
gesekan mekanik, api terbuka, sambaran petir, reaksi kimia dan lain-lain.
b. Mengendalikan keamanan setiap penanganan dan penyimpanan bahan yang
mudah terbakar.
c. Mengatur kompartemenisasi ruangan untuk mengendalikan
penyebaran/penjalaran api, panas, asap dan gas.
d. Mengatur lay out proses, letak jarak antar bangunan, pembagian zone
menurut jenis dan tingkat bahaya.
e. Menerapakan sistim deteksi dini dan alarm.
f. Menyediakan sarana pemadam kebakaran yang handal.
g. Menyediakan sarana evakuasi yang aman.
h. Membentuk regu atau petugas penanggulangan kebakaran.
i. Melaksanakan latihan penanggulangan kebakaran.

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
2016

15

j. Mengadakan inspeksi, pengujian, Perawatan terhadap sistem proteksi


kebakaran secara teratur.
2.4.2 Pembentukkan petugas penanggulangan kebakaran
Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. 186 tahun 1999 tentang unit
penanggulangan kebakaran ditempat kerja dalam pasal 5 meyebutkan bahwa
unit penanggulangan kebakaran terdiri dari : Petugas peran kebakaran, regu
penanggulangan kebakaran, koordinator unit penanggulangan kebakaran dan
ahli K3 spesialis penanggulangan kebakaran sebagai penanggung jawab teknis.
2.4.3 Pendidikan dan Pelatihan Penanggulangan Kebakaran
Tujuan dari latihan evakuasi untuk menetapkan suatu prosedur untuk bertindak
bila terjadi kebakaran dan untuk mengembangkan kebiasaan para karyawan
terhadap situasi api pada masa yang akan datang.
Adapun frekuensi latihan dan pendidikan evakuasi untuk setiap perusahaan
akan selalu tergantung kepada berat ringan bahaya kebakaran dari masing
masing perusahaan.
Pada umumnya latihan dilakukan sebagai berikut :
a. Bahaya kebakaran ringan : 1 2 kali / tahun
b. Bahaya kebakaran sedang : 3 4 kali / tahun
c. Bahaya kebakaran berat : 6 8 kali / tahun
Untuk melaksanakan latihan dengan baik dan efektif instruksi yang diberikan
kepada para peserta latihan harus memenuhi syarat :
a. Benar, jelas dan singkat
b. Bahasa sederhana dan dapat dilaksanakan
c. Tidak menimbulkan keragu raguan
2.4.4 Inspeksi sarana penanggulangan kebakaran
Untuk mengetahui kelayakan sarana penanggualangan kebakaran yang ada,
baik peralatan pendeteksi, pemadam, evakuasi dan sarana penunjang kebakaran
lainnya, maka perlu diadakan pemeriksaan secara berkala.
Kegiatan pemeriksaan dan pemeliharaan ini merupakan unsur penting guna
menjamin segi keandalan peralatan proteksi bila terjadi kebakaran. Pemeriksaan
yang disertai pengetesan, pemeliharaan dan pemeriksaan terhadap :

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
2016

16

a. Sistem deteksi dan alarm kebakaran


b. Sistem sprinkler otomatis
c. Sistem hydrant
d. Sitem pemadaman api
e. Dan lain lain
2.4.5 Perencanaan Keadaan Darurat kebakaran
Keadaan darurat kebakaran adalah situasi dalam kejadian kebakaran pada suatu
bangunan yang terbakar, semua orang yang merasa terancam dalam bahaya dan
ingin menyelamatkan diri masing masing. Dalam mengatasi situasi tersebut
harus melakukan latihan yang berulang ulang dan mengikuti skenario yang
baku. (Dalam Skripsi Sangnur Septa, 2007).
Sistem tanggap darurat penanggulangan kebakaran tertuang dalam buku
panduan yang berisikan siapa dan berbuat apa. Penyusunan rencana tindakan
keadaan darurat harus dikerjakan oleh tim yang melibatkan semua unsur
manajemen.
Tahap perencanaan darurat keadaan darurat, adalah sebagai berikut :
1) Identifikasi bahaya dan penafsiran risiko
2) Penakaran sumber daya yang dimiliki
3) Tinjauan ulang rencana yang telah ada
4) Tentukan tujuan dan lingkup
5) Pilih tipe perencanaan yang akan dibuat
6) Tentukan tugas tugas dan tanggung jawab
7) Tentukan konsep operasi
8) Tulis dan perbaiki
2.4.6 Sarana penanggulangan kebakaran
Sarana penanggulangan kebakaran yaitu berupa alat atau sarana yang
dipersiapkan untuk mendeteksi, mengendalikan dan memadamkan kebakaran.
Seperti : sistem deteksi dan alarm, APAR, hydrant, sprinkler, sarana emergency
dan evakuasi.
2.4.6.1 Sistem deteksi dan alarm kebakaran
Dalam strategi menghadapi bahaya kebakaran yang pertama adalah perlu
adanya sistem pendeteksian dini, sistem tanda bahaya serta sistem komunikasi

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
2016

17

darurat. Agar api bisa lebih mudah dikendalikan atau dipadamkan.


A. Deteksi kebakaran
Deteksi adalah alat yang berfungsi mendeteksi secara dini adanya suatu
kebakaran awal yang terdiri dari :
1. Detektor Asap (Smoke Detector)
2. Detektor Panas (Heat Detector)
3. Detektor Nyala Api (Flame Detector)
4. Detektor Gas (Gas Detector)
1. Detektor Asap (Smoke Detector) adalah detektor yang bekerjanya
berdasarkan terjadinya akumulasi asap dalam jumlah tertentu. Ada dua tipe
detektor asap :
a. Detektor Asap optik, digunakan untuk mendeteksi pada kebakaran yang
menghasilkan asap tebal seperti pada kebakaran PVC.
b. Detektor Asap ionisasi, digunakan untuk mendeteksi asap kebakaran yang
terdiri dari partikel kecil yang biasa terjadi pada kebakaran yang sempurna.
Menurut Departemen Tenaga Kerja dalam Training Material K3 Bidang
Penanggulangan Kebakaran :1997. Penempatan dan pemasangan detektor
asap harus memenuhi syarat syarat berikut :
Penempatan detektor asap harus sesuai dengan fungsi ruangan.
Detektor asap tidak boleh dipasang pada jarak kurang dari 10 cm dari
dinding dan tidak boleh lebih dari 30 cm dari langit langit.
Detektor asap sebisa mungkin dipasang dekat dengan bahan yang akan
diproteksi.
Detektor asap tidak boleh dipasang dalam jarak kurang dari 1,5 m dari
lubang AC.
Dalam hal adanya lubang udara masuk AC, maka detektor asap harus
dipasang pada daerah dekat lubang udara balik pada jarak kurang dari 1,5 m.
Detektor asap tidak boleh dipasang pada ruangan yang mempunyai
temperatur ruang lebih dari dari 38C atau dibawah 0C, kecuali untuk
detektor asap yang mempunyai spesifikasi temperatur kerja khusus.
Jarak detektor asap yang terjauh dari dinding pemisah adalah 6 m dalam
ruang efektif dan 12 m dalam rauang sirkulasi.
Pada setiap luas lantai 92 m dengan tinggi langit langit 3 m, harus
dipasang sebuah alat detektor.
PROGRAM STUDI DIPLOMA IV TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
2016

18

Jarak antar detektor asap maksimum 12 m didalam ruang efektif dan 18 m


didalam ruang sirkulasi.
Setiap kelompok atau zona detektor harus dibatasi maksimum 20 buah
detektor asap yang dapat melindungi ruangan 1000 m luas lantai.
Pemasangan detektor asap harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1) Berkas sinar yang membentuk bagian suatu sistem dari detektor asap jenis
optik harus dilindungi terhadap kemungkinan timbulnya alarm palsu.
2) Elemen peka cahaya detektor jenis optik harus ditempatkan sedemikian
rupa atau diberi perisai sehingga bila ada sinar dari manapun berpengaruh
terhadap bekerjanya detektor.
2. Detektor Panas (Heat Detector) adalah detektor yang bekerjanya
berdasarkan pengaruh panas (temperatur) tertentu. Ada tiga tipe detektor
panas yaitu :
a. Detektor bertemperatur tetap yang bekerja pada suatu batas panas tertentu
(Fixed temperature)
b. Detektor yang bekerja berdasarkan kecepatan naiknya tempetatur (Rate of
rise).
c. Detektor kombinasi yang bekerja berdasarakan kenaikan temperatur dan
batas temperatur maksimum ditetapkan.
Menurut Departemen Tenaga Kerja dalam Training Material K3 Bidang
Penanggulangan Kebakaran : 1997. Penempatan dan pemasangan detektor
panas harus memenuhi syarat syarat berikut :
Detektor panas harus dipilih sesuai dengan temperatur kerjanya
Penempatan detektor panas harus sesuai dengan fungsi ruangan.
Pada atap atau langit langit yang datar, penempatan detektor tidak boleh
kurang dari 30 cm dari dinding dan tidak boleh lebih dari 30 cm dari langit
langit.
Jarak antara detektor harus sesuai dengan tinggi langit langit.
Detektor tidak boleh dipasang dalam jarak kurang dari 1,5 m dari lubang
lubang udara masuk (difluser) AC.
Dalam hal adanya saluran udara AC , detektor panas harus dipasang pada
daerah lubang udara balik (Return air grill) pada jarak kurang dari 1,5 m.
Pada satu kelompok detektor, tidak boleh dipasang lebih dari 40 buah
detektor panas.
PROGRAM STUDI DIPLOMA IV TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
2016

19

Untuk setiap ruangan dengan luas 46 m dan tinggi langit-langit 3 m harus


dipasang satu alat detektor panas.
Jarak antara detektor panas tidak boleh lebih dari 7 m untuk jarak ruangan
efektif dan tidak boleh lebih dari 10 m untuk ruang sirkulasi.
Jarak detektor panas dengan dinding pembatas paling jauh 3 m pada
ruangan efektif dan 6 m pada ruang sirkulasi serta paling dekat 30 cm dari
dinding pembatas.
Dipuncak lekukan langit langit, pada ruangan tersembunyi harus dipasang
sebuah detektor panas untuk setiap jarak memasang 9 m.
3. Detektor nyala api (Flame Detector) adalah detektor yang bekerjanya
berdasarkan radiasi nyala api. Ada dua tipe detektor nyala api yaitu :
a. Detektor nyala api ultra violet
b. Detektor nyala api infra merah
Menurut Departemen Tenaga Kerja dalam Training Material K3 Bidang
Penanggulangan Kebakaran, 1997. Penempatan dan pemasangan detektor
nyala api harus memenuhi syarat, yaitu :
Penempatan detektor harus sesuai dengan fungsi ruangan.
Setiap kelompok atau setiap zona detektor harus dibatasi maksimum 20
buah detektor nyala api yang dapat melindungi ruangan dengan luas
maksimum 1000 m.
Pada pemasangan detektor diluar ruangan (udara terbuka) maka spesifikasi
detektor nyala api harus sesuai dengan maksud diatas dan terbuat dari bahan
tahan karat, tahan pengaruh angin, lembab, cuaca dan getaran.
Pada pemasangan detektor nyala api untuk daerah yang sering mengalami
gangguan sembaran petir, detektor tersebut harus dilindungi supaya tidak
terjadi kemungkinan timbulnya alarm palsu.
Detektor harus direncanakan dan dipasang cukup menjamin dapat
mendeteksi daerah kebakaran spesifik yang akan diproteksi.
Detektor tidak boleh dipasang terhalang oleh sesuatu pada daerah yang akan
diproteksi.
Detektor harus dilindungi terhadap gangguan sinar yang tidak di kendaki
(yang mungkin menyebabkan alarm palsu).
4. Detektor Gas (Gas Detector) adalah detektor yang bekerjanya berdasarkan
kenaikan konsentarsi gas yang timbul akibat kebakaran ataupun gas lain yang
PROGRAM STUDI DIPLOMA IV TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
2016

20

mudah terbakar.
Menurut Departemen Tenaga Kerja dalam Training Material K3 Bidang
Penanggulangan Kebakaran, 1997. Penempatan dan pemasangan detektor gas
harus memenuhi syarat syarat berikut :
Detektor gas harus biasa mendeteksi satu atau lebih gas yang dihasilkan
oleh suatu kebakaran.
Detektor gas harus mampu juga mendeteksi gas yang mudah terbakar.
Penempatan detektor harus sesuai dengan fungsi ruangan.
Penempatan dan jarak pemasangan detektor gas harus disesuaikan dengan
bentuk dan permukaan langit langit, tinggi langit langit, dipasang sesuai
dengan kemungkinan adanya sumber bahaya, sistem ventilasi.
Penempatan pada atap yang datar detektor gas tidak boleh dipasang kurang
dari 10 cm terhadap dinding dan jarak dari langit langit tidak boleh lebih
dari 50 cm.
Pada setiap luas 92 m dengan tinggi langit langit 3 m harus dipasang
sekurang kurangnya 1 buah detektor gas.
Jarak antara detektor gas maksimum 12 m.
Jumlah detektor untuk setiap zona harus dibatasi maksimum 20 buah alat
detektor gas.
Dalam hal adanya saluran udara AC, maka detektor gas harus dipasang pada
dekat lubang udara balik kurang dari 1,5 m.
Detektor gas tidak boleh dipasang pada ruangan yang mempunyai
temperatur lebih dari 38C atau dibawah 0C, kecuali untuk detektor gas yang
mempunyai spesifikasi temperatur yang sesuai.
Untuk gas yang lebih berat dari udara, jarak maksimum secara mendatar
adalah 4 m dari kemungkinan timbulnya kebocoran gas, dan tinggi maksimum
dari lantai adalah 30 cm.
B. Alarm Kebakaran
Alarm kabakaran adalah komponen dari sistem yang memberikan isyarat atau
tanda adanya suatu kebakaran yang dapat berupa :
a. Alarm kebakaran yang memberikan tanda / isyarat berupa bunyi khusus
(Audible Alarm).

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
2016

21

b. Alarm kebakaran yang memberikan tanda / isyarat yang tertangkap oleh


pandangan mata secara jelas (Visible Alarm).
2.4.6.2 Alat pemadam kebakaran
A. Alat Pemadam Kabakaran Api Ringan ( APAR)
APAR adalah alat yang ringan serta mudah dilayani oleh satu orang
untuk memadamkan api pada mula terjadi kebakaran.
Tipe konstruksi APAR adalah :
1) Tipe tabung gas (Gas Container Type), ialah :
Suatu pemadaman yang bahan pemadamnya didorong keluar oleh gas
bertekanan yang dilepas dari tabung gas.
2) Tipe tabung bertekanan tetap (Stored Preasure Type), ialah :
Suatu pemadamanya didorong keluar oleh gas kering tanpa bahan
kimia aktif atau udara kering yang disimpan bersama dengan tepung
pemadamnya dalam keadaan bertekanan.
Syarat penempatan APAR yang memenuhi syarat adalah sebagai
berikut :
Ditempatkan ditempat yang mudah terlihat, dijangkau dan mudah
diambil (tidak diikat, dikunci atau digembok).
Setiap jarak 15 m dengan tinggi pemasangan maksimum 125cm.
Memperhatikan jenis media dan ukurannya harus sesuai dengan
klasifikasi beban api.
Dilakukan pemeriksaan secara berkala.
B. Hydrant
Menurut Departemen Tenaga Kerja dalam bukunya yang berjudul
Training Material K3 Bidang Penanggulangan Kebakaran (1996)
Hydrant adalah suatu sistem pemadam kebakaran tetap yang
menggunakan media pemadaman air bertekanan yang dialirkan melalui
pipa pipa dan selang kebakaran. Sistem ini terdiri dari system
persediaan air, pompa, perpipaan, kopling outlet dan inlet serta slang
dan nozzle.
Persyaratan umum penempatan Hydrant adalah sebagai berikut :
1. Letak kotak dan pilar hydrant mudah dilihat, mudah dicapai, tidak
terhalang dan harus bercat merah dengan tulisan Hydrant berwarna

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
2016

22

putih.
2. Kotak hydrant mudah dibuka.
3. Panjang maksimal slang 30 cm dan dalam keadaan baik yaitu tidak
membelit bila ditarik.
4. Pipa pemancar (nozzle) terpasang pada slang.
C. Sprinkler
Adalah alat yang bekerja otomatis memancarkan air kesegala arah
untuk memadamkan kebakaran dalam suatu ruangan.
Dan sumber lain menyebutkan bahwa Sprinkler adalah instalasi
pemadam kebakaran yang dipasang secara permanen untuk melindungi
bangunan dari bahaya kebakaran yang akan bekerja secara otomatik
memancarkan air, apabila alat tersebut terkena panas pada temperatur
tertentu.
2.4.6.3 Sarana penyelamat jiwa
Upaya penyelamatan jiwa (evakuasi) saat terjadi kebakaran dalam
gedung atau bangunan industri dapat berjalan lancar, suatu bangunan
dan gedung harus mempunyai beberapa hal sebagai berikut :
A. Rute evakuasi
Adalah sarana penyelamatan dari daerah kebakaran ketempat aman
atau daerah yang aman, baik secara vertikal maupun horizontal, yang
dapat berupa pintu, tangga, koridor, jalan keluar atau kombinasi dari
komponen komponen tersebut.
Ada tiga (3) tipe rute penyelamat diri yang dapat digunakan untuk
melarikan diri dari bahaya kebakaran yaitu :
Langsung menuju tempat terbuka
Melalui koridor atau gang
Melalui terowongan atau tangga kedap asap / api.
Syarat syarat rute evakuasi, yaitu :
Rute evakuasi harus bebas dari barang barang yang dapat
mengganggu kelancaran evakuasi dan mudah dicapai.
Koridor, terowongan, tangga harus merupakan daerah aman
sementara dari bahaya api, asap dan gas. Dalam penempatan pintu
keluar darurat harus diatur sedemikian rupa sehingga dimana saja

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
2016

23

penghuni dapat ,menjangkau pintu keluar (exit).


Koridor dan jalan keluar harus tidak licin, bebas hambatan dan
mempunyai lebar : untuk koridor minimum 1,2 m dan untuk jalan
keluar 2 m.
Rute penerangan harus diberi penerangan yang cukup dan tidak
tergantung dari sumber utama.
Arah menuju exit harus dipasang petunjuk yang jelas.
Pintu keluar darurat (emergency exit) harus diberi tanda tulisan,
PINTU DARURAT
A.EMERGENCY EXIT
Warna tulisan hijau diatas dasar putih
tembus cahaya dan dubagian belakang tanda tersebut dipasang dua
buah lampu pijar yang selalu menyala.
B. Pintu darurat
Adalah alat bantu yang digunakan untuk keluar dan menyelamatkan
jiwa menuju tempat yang aman.
C. Tempat berhimpun
Adalah tempat yang aman untuk berkumpul dan menghindar dari
bahaya kebakaran, atau tempat berkumpul pengungsi ataupun untuk
barang/dokumen penting, yang aman dan bebas dari pengaruh
kebakaran. Dan tempat ini harus lebih dari satu dan setiap berkumpul
harus diberi tanda yang jelas.

2.5 Petugas tim penanggulangan kebakaran


Regu / tim penanggulangan kebakaran adalah satuan tugas yang mempunyai tugas
khusus fungsional dibidang penanggulangan kebakaran.
2.5.1 Usia
Kemampuan perkembangan manusia berfikir abstrak dan dapat menganalisa
masalah masalah secara ilmiah dan kemudian menyelesaikan suatu masalah
adalah pada umur 11 tahun dewasa.
Sejumlah pengkajian telah memperlihatkan pola produktifitas dan kinerja
pekerjaan yang cukup konsisten dengan bertambahnya umur, yakni
memperlihatkan kurva kinerja terbaik. Pada usia 30 sampai 60 tahun masih

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
2016

24

unggul karena pengalamannya dibandingkan usia belasan. Temuan yang paling


umum adalah angka kejadian kecelakaan lebih rentan pada pekerja lanjut usia
(>45 tahun) daripada pekerja muda (< 24 tahun).
2.5.2 Pendidikan
Pendidikan seseorang mempengaruhi cara berfikir dalam menghadapai
pekerjaan, demikian pula dalam menerima pelatihan kerja, baik praktik maupun
teori, termasuk diantaranya cara pencegahan kecelakaan kerja ataupun
menghindari terjadinya kecelakaan.
Sedangkan untuk unit penanggulangan kebakaran ditempat kerja
mengemukakan bahwa untuk dapat menjadi anggota regu atau tim
penanggulangan kebakaran pendidikan minimal SLTA dan pernah mengikuti
kursus atau latihan teknis mengenai penanggulangan kebakaran.
2.5.3 Pengetahuan
Pengetahuan merupakan faktor yang sangat penting dalam membentuk tindakan
seseorang, karena dari pengalaman yang didapat bahwa tindakan yang didasari
pengetahuan akan lebih baik dibanding dengan yang dipaksakan. Pengetahuan
yang di cakupi dalam kognitif mempunyai (enam) tingkatan, yaitu :
a. Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya
b. Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang obyek yang diketahui dan dapat mempraktekkan materi tersebut.
c. Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari sesuai dengan situasi dan kondisi yang sebenarnya.
d. Analisis merupakan kemampuan untuk menjabarkan materi tersebut didalam
pengorganisasian tersebut.
e. Sintesis sebagai suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan
bagian bagian dalam suatu keseluruhan yang baru.
f. Evaluasi merupakan kemampuan untuk melakukan penelitian terhadap suatu
materi atau obyek.
2.5.4 Masa kerja
Masa kerja seseorang dapat dikaitkan dengan pengalamannya, dimana
pengalaman kerja dapat mempengruhi terjadinya sebuah kecelakaan.

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
2016

25

Pengalaman seseorang adalah pengalaman tentang orang itu dengan


pengalamannya tersebut merupakam investasi midal dirinya yang tak ternilai
harganya.
Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 186 tahun 1999 tentang unit
penanggulangan kebakaran minimal masa kerjanya 5 (lima) tahun. Lingkup
pengalaman kerja seseorang dapat meliputi :
1. Kegiatan dalam pekerjaan atau aktivitasnya secara rutin yang nantinya akan
mengarah pada teknis pengembangan dan penyempurnaan pekerjaan barunya.
2. Kejutan peristiwa didalam kehidupannya sehari hari dimana dengan sadar
atau tidak sadar ia melakukan gerakan insting yang bersifat kodrati.
3. Waktu yang menyertai setiap gerakan pekerjaan yang dilakukan, sehingga
karena pengalaman tersebut sangat berharga untuk dipakai sebagai modal
perencanaan dikemudian hari.

BAB III
STUDI KASUS

3.1 Data Lokasi


Gedung perencanaan terletak pada ibukota Propinsi Jawa Timur yaitu Kota Surabaya.
Gedung perencanaan berupa apartemen yang dinamakan EastCoast Residence
merupakan milik dari PT. Pakuwon Darma sebagai owner/developer yang merupakan
bagian dari Pakuwon Group. Apartemen ini berada di wilayah Surabaya Timur, tepatnya
di dalam komplek perumahan Pakuwon City. Apartemen EastCoast Residence di bangun
pada lahan seluas 47681,56m 2 yang terdiri dari 3 tower (Saphire, Topaz, dan Amethys)
termasuk club house, dan lahan parkir di lantai lower ground, dimana untuk Tower
Saphire dan Tower Amethys mempunyai 12 lantai dan Tower Topaz mempunyai 18

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
2016

26

lantai. Apartemen EastCoast Residence memiliki 1 lantai basement, 10 lantai tipikal dan
masing-masing 2 lantai tambahan berjumlah 4 kamar pada Tower Saphire dan Amethys
serta tambahan 6 lantai pada Tower Topaz. Masing-masing rincian total luas daerah
perencanaan adalah sebagai berikut (untuk Tower Saphire dan Tower Amethys)
12318,925
Tower Saphire

m2
12318,925

Tower Amethys

m2

Club house
Parkir lower

650,740 m2
6910,690

ground
=
m2
Pembagian tower Apartemen EastCoast Residence dapat dilihat pada Gambar berikut

Gambar 1. Site Plan Bangunan Perencanaan (Sumber: PT. Pakuwon Darma)


Lower Ground : Tempat parkir

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
2016

27

Ground Floor : Commercial area dan ruang hunian


Lantai 1 12 : Ruang hunian
Sehingga jumlah ruang huni di Tower Saphire dan Amethys dapat dilihat pada Tabel 1
berikut ini.
Tabel 1. Tipe dan Jumlah Hunian Tower Saphire dan Amethys
Tipe Hunian

Tower Saphire (unit)

Tower Amethys (unit)

Tipe 1 BR

50

47

Tipe 2 BR

160

152

Tipe 3 BR

48

46

Jumlah

258

245

Sumber : Hasil Perhitungan, 2009


Keterangan : BR = Bed Room

Sehingga jumlah ruang saniter di Tower Saphire dan Amethys dapat diketahui pada Tabel
2 berikut ini.
Tabel 2 Jumlah Ruang Saniter Tower Saphire dan Amethys
Tipe Hunian

Tower Saphire (unit)

Tower Amethys (unit)

Tipe 1 BR

50

47

Tipe 2 BR

160

152

Tipe 3 BR

48

46

Commercial Area

13

Jumlah

258

258

Sumber : Hasil Perhitungan, 2009


Keterangan : BR = Bed Room

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
2016

28

3.2 Pembahasan
Sistem pemadam yang dipakai pada apartemen east coast residence adalah Sistem
addressable kebanyakan digunakan untuk instalasi Fire Alarm di gedung bertingkat,
semisal hotel, perkantoran, mall dan sejenisnya. Perbedaan paling mendasar dengan
sistem konvensional adalah dalam hal Address (Alamat). Pada sistem ini setiap detector
memiliki alamat sendiri-sendiri untuk menyatakan identitas ID dirinya. Jadi titik
kebakaran sudah diketahui dengan pasti, karena panel bisa menginformasikan deteksi
berasal dari detector yang mana. Sedangkan sistem konvensional hanya
menginformasikan deteksi berasal dari Zone atau Loop, tanpa bisa memastikan detector
mana yang mendeteksi, sebab 1 Loop atau Zone bisa terdiri dari 5 bahkan 10 detector,
bahkan terkadang lebih.
Agar bisa menginformasikan alamat ID, maka di sini diperlukan sebuah module yang
disebut dengan Monitor Module. Ketentuannya adalah satu module untuk satu beberapa
detector , (istilahnya semi addressable). Sedangkan addressable detector adalah detector
konvensional yang memiliki module yang built-in. Apabila detector konvensional akan
dijadikan addressable, maka dia harus dihubungkan dulu ke monitor module yang
terpisah seperti pada contoh di bawah ini:

Dengan teknik rotary switch ataupun DIP switch, alamat module detector dapat
ditentukan secara berurutan, misalnya dari 001 sampai dengan 127.

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
2016

29

Ketika terjadi hubungan arus pendek, kebocoran gas, atau panas. Alarm akan berbunyi,
ruang control room akan memerintahkan security untuk menuju lokasi tempat timbulnya
alarm. Hal ini untuk mencegah apabila yang terjadi hanya false alarm. Apabila saat di
lokasi detector yang berbunyi memang terjadi kebakaran. Maka pihak apartemen akan
segera memadamkan api dengan APAR yang tersedia di sekitar ruangan. Karena berada
pada apartemen, maka karang digunakan sprinkler didalam ruangan karena dapat
merusak perabotan yang ada.
Terdapat 2 jenis pompa yang digunakan saat terjadi kebakaran di apartemen east coast
residence yaitu :

Electric Pump
Jenis

: Hydropac

Merek

: Grundfos

Tipe

: CR 32-4-2/96121956

Kapasitas

: 30 m3/jam

Head

: 50,8 m

Tekanan Maksimum Beroperasi: 16 bar / 120C


Jumlah

: 1 buah electric, 1 buah diesel

Jockey Pump
Jenis

: Ebara Vertical multistage centrifugal pump

Tipe

: EVM 8 11 N/4.0

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
2016

30

Kapasitas

: 200lpm

Head : 80m
Shaff seal

: Mechanical Seal

Jumlah : 1 buah
Komponen pemadam kebakaran apartemen east coast residence baik didalam maupun
diluar gedung
Dalam gedung:
1. Fire hose reel yang ada di dalam kotak hidran (Indoor Hydrant Box)

2. Portable Fire Extinguisher (PFE)

3. Sprinkler

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
2016

31

Luar gedung:
1. Pillar hydrant
2. Outdoor Hydrant Box
3. Siamese Connection
Menggunakan pipa blacksteel
Berdasarkan ketentuan struktur utama bangunan terhadap api, apartemen
harus tahan api minimal 2 jam. Jumlah pemakaian hidran kebakaran 1 buah
per 1000 m2 luasan.

Maintenance fire hoserack dan tempered switch , smoke detecktor , venting


hydrant .

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
2016

32

3.3 Wawancara
A. Topik Wawancara
Sistem Penanggulangan kebakaran apartemen East Coast residence
B. Waktu dan tempat kejadian
Acara ini dilaksanakan pada :
Hari / Tanggal
: Rabu, 7 Desember 2016
Pukul
: 11.00 s/d selesai
Tempat
: Kantor Mechanical Enginering apartemen East Coast
: residence
C. Laporan Hasil Wawancara
Narasumber
: Bambang Siswanto selaku Chief Enginering
Pewawancara
: Rafael Dani Kusuma
Juru foto & rekam
: Arya Javas Bimantara
Juru tulis
: Rumagia Bangun Setiawan
D. Hasil wawancara
Pada hari Rabu, 07 Desember 2016, pukul 11.00 kami datang ke apartemen East Coast
Residence. Kesan pertama kai datang ke tempat ini adalah nyaman dan sejuk ruangan
ber-AC. Tentu saja kami langsung bertemu dengan Chief Enginering gedung yang
bernama bapak Bambang Siswanto dan meminta izin untuk mewawancarainya. Bapak
Bambang bersikap sangat baik dan terbuka, sehingga wawancara berjalan dengan baik
dan lancar.

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
2016

33

Bentuk wawancara
P
: Apakah apartemen East Cost residence memiliki kebijakan berkaitan dengan
N
P

penanggulanga kebakaran ?
: Tentu saja ada
: Apa saja sistem pemadam kebakaran yang ada di apartemen East Coast

residence ?
: sistem yang digunakan pada apartemen ini adalah sistem semi adressable,
jadi pada tiap titik dari detector kebakaran meiliki alamat sendiri-sendiri, jadi

P
N
P

lokasi kebakaran dapat diketahui dengan pasti.


: Apakah disetiap lantai memiliki alat pemadam kebakaran (APAR) ?
: Ya, detector kebakaran dipasang pada koridor ditiap lantai
: Lalu, apabila terjadi kebakaran darimana sumber air yang digunakan ? apakah

dari PDAM ?
: Tidak, pada setiap gedung harus memiliki persediaan air sendiri yang khusus
digunakan saat kebakaran terjadi, dimana volume nya harus dapat memenuhi
seluruh area gedung. Air ini nantinya akan di pompa dan disalurkan pada pipa-

P
N

pipa yang terhubung dengan outlet air pada titik detector kebakaran.
: Bagaimana tentang perawatansistem pemadam ini ?
: Pemeliharaan dilakukan 4 bulan sekali, ini dilakukan untuk menghindari
terjadinya kerusakan pada alat pemadam, tentu saja kita tidak mau terjadi

kegagalan aat saat kebakaran terjadi.


: Apakah pihak pengelola apartemen melakukan pendidikan dan pelatihan

penanggulangan kebakaran ?
: ya tentu, selain memberikan penyuluhan-penyuluhan pada penghuni
apartemen, kami juga melakukan latihan evakuasi saat terjadi kebakaran, ini
dimaksudkan agar saat terjadi kebakaran para penghuni tidak panik dan malah
membahayakan diri sendiri lebih-lebih orang lain

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
2016

34

Bab 4
Kesimpulan
Sistem pemadam kebakaran pada apartemen east coast residence adalah semi addressable
dengan komponen-komponen pemadam kebakaran yang tersedia didalam maupun diluar
gedung antara lain :
Dalam gedung:
1. Fire hose reel yang ada di dalam kotak hidran (Indoor Hydrant Box)
2. Portable Fire Extinguisher (PFE)
3. Sprinkler
Luar gedung:
1. Pillar hydrant
2. Outdoor Hydrant Box
3. Siamese Connection
Menggunakan pipa blacksteel

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
2016

35

LAMPIRAN

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
2016

36

You might also like