You are on page 1of 8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengawetan Makanan
Pengawetan makanan adalah cara yang digunakan untuk
membuat

makanan

mempertahankan

memiliki

sifat-sifat

daya

fisik

dan

simpan
kimia

yang

lama

makanan.

dan

Dalam

mengawetkan makanan harus diperhatikan jenis bahan makanan


yang diawetkan, keadaan bahan makanan, cara pengawetan, dan
daya tarik produk pengawetan makanan (Imam, 2011).

2.1.1 Prinsip Pengawetan


(Menutur Fajar arif, dkk, 2013) prinsip pengawetan pangan
ada tiga, yaitu:
1. Mencegah

atau

memperlambat

laju

proses

dekomposisi

(autolisis) bahan pangan.


2. Mencegah kerusakan yang disebakan oleh faktor lingkungan
termasuk serangan hama.
3. Mencegah atau memperlambat kerusakan mikrobial. Bahan
kimia yang digunaka sebagai pengawet juga diharapkan dapat
mengganggu kondisi optimal pertumbuhan mikroba. Ditinjau
secara kimiawi, pertumbuhan mikroba yang paling rawan adalah
keseimbangan elektrolit pada sistem metabolismenya. Karena
itu bahan kimia yang digunakan untuk antimikroba yang efektif
biasanya digunakan asam-asam organik. Cara yang ditempuh
untuk mencegah atau memperlambat kerusakan mikrobial
adalah :
a) Mencegah masuknya mikroorganisme (bekerja dengan
aseptis)
b) Mengeluarkan mikroorganisme, misalnya dengan proses
filtrasi
c) Menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme,
misalnya dengan penggunaan suhu rendah, pengeringan,

penggunaan kondisi anaerobik atau penggunaan pengawet


kimia.
d) Membunuh mikroorganisme, misal dengan strerilisasi atau
radiasi.

2.1.2 Teknik Pengawetan Makanan


Secara prosesnya teknik pengawetan makanan dapat dibagi
menjadi 3 metode :
1. Metode Biologi
a) Fermentasi.
Proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik
(tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu
bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi, terdapat definisi yang
lebih kelas yang mendinisikan fermentasi sebagai respirasi
dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor elektron
eksternal (Safnowandi, 2012).
Fermentasi juga berkhasiat bagi kesehatan. Salah satunya
fermentasi dengan menggunakan bakteri laktat pada bahan
pangan akan menyebabkan nilai pH pangan turun dibawah 5,0
sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri fekal yaitu
jenis

bakteri

yang

jika

dikonsumsi

akan

menyebabkan

muntah-muntah, diare, atau muntaber (Arif Hidayat, dkk,


2015).
2. Metode Kimia
a) Penambahan bahan kimia.
Menurut Safnowandi (2012) bahan pengawet dari bahan
kimia berfungsi, membantu mempertahankan bahan makanan
dari serangan mikroba pembusuk dan memberikan tambahan
rasa sedap dan manis. Pengawetan bahan makanan secara
kimia menggunakan bahan-bahan kimia, seperti gula pasir,
garam

dapur,

nitrat,

nitrit,

natrium

benzoat,

asam

propinat,asam sitrat, garam sulfat, dan lain-lain. Proses


pengasapan juga termasuk cara kimia sebab bahan bahan
kimia dalam asap dimasukkan ke dalam makanan yang
diawetkan. Apabila jumlah pemakaiannya tepat, pengawetan
dengan bahan-bahan kimia dalam makanan sangat praktis
karena

dapat

menghambat

bekerkembang

biaknya

mikroorganisme seperti jamur atau kapang, bakteri, dan ragi


(Aka, 2008).
b) Pengasaman
Proses pengolahan yang dilakukan dengan cara diberi
asam dengan tujuan untuk mengawetkan melalui penurunan
derajat pH (mengasamkan) produk makanan sehingga dapat
menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk. Pengasaman
makanan dapat dilakukan dengan jalan penambahan asam
secara langsung misalnya asam propinate, asam sitrat, asam
asetat, asam benzoat, dll atau penambahan makanan yang
bersifat asam seperti tomat. Contoh produk yang dihasilkan
melalui pengasaman yakni acar atau khimchi (Safnowandi,
2012).
c) Pengasinan
Cara ini dengan menggunakan bahan NaCl atau yang kita
kenal sebagai garam dapur untuk mengawetkan makanan.
Teknik ini disebut juga dengan sebutan penggaraman. Garam
dapur memiliki sifat yang dapat menghambat perkembangan
dan pertumbuhan mikroorganisme perusak atau pembusuk
makanan. Contohnya seperti ikan asin yang merupakan
paduan antara pengasinan dengan pengeringan.
Penggaraman adalah suatu proses pengolahan yang
dilakukan dengan cara memeberi garam dengan tujuan untuk
menghambat
khususnya

pertumbuhan

yang

merusak

bakteri
daging

dan

dan

enzim-emzim

ikan.

Selain

itu

penggaraman mengakibatkan cairan yang ada dalam tubuh

ikan mengental serta kadar proteinnya menggumpal dan


daging ikan mengkerut (Safnowandi, 2012).
d) Pemanisan
Dengan menaruh atau meletakkan makanan

pada

medium yang mengandung gula dengan kadar konsentrasi


sebesar 40% untuk menurunkan kadar mikroorganisme. Jika
dicelup pada kadar konsentrasi 70% maka dapat mencegah
kerusakan makanan.
Penambahan gula adalah suatu proses pengolahan yang
dilakukan dengan cara pemberian gula dengan tujuan untuk
mengawetkan karena air yang ada akan mengental pada
akhirnya akan menurunkan kadar air dari bahan pangan
tersebut. Konsentrasi gula yang ditambahkan minimal 40%
padatan terlarut sedangkan dibawah itu tidak cukup untuk
mencegah kerusakan karena bakteri, apabila produk tersebut
disimpan dalam suhu kamar atau normal (tidak dalam suhu
rendah). Contoh makanan dengan pengawetan pemanisan
adalah manisan buah (Safnowandi, 2012).
3) Metode Fisika
a) Pengeringan
Mikroorganisme menyukai tempat yang lembab atau
basah mengandung air. Jadi teknik pengeringan membuat
makanan menjadi kering dengan kadar air serendah mungkin
dengan cara dijemur, dioven, dipanaskan, dann sebagainya.
Semakin banyak kadar air pada makanan, maka akan menjadi
mudah proses pembusukan makanan. Proses pengeringan
akan

mengeluarkan

air

dan

menyebabkan

peningkatan

konsentrasi padatan terlarut didalam bahan makanan. Kondisi


ini akan meningkatkan tekanan osmotik didalam bahan,
sehingga menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan
memperlambat laju reaksi kimia maupun enzimatis.

Pengeringan bertujuan untuk mengawetkan makanan


dengan jalan menurunkan kadar air atau aktivitas air (aw)
sampai kadar 15%-20% karena baktei tidak dapat tumbuh
pada nilai aw dibawa 0,91 dan jamur tidak dapat tumbuh pada
kadar aw dibawah 0,70-0,75. Makanan yang dikeringkan
mengandung nilai gizi yang rendah karena vitamin-vitamin
dan zat warna akan rusak, akan tetapi kandungan protein,
karbohidrat, lemak dan minerlnya tinggi (Safnowandi, 2012).
Menurut Syamsir (2008) pengawetan makanan dapat
bersifat jangka panjang dan jangka pendek. Pengawetan
jangka

pendek

dapat

dilakukan

dengan

beberapa

cara

misalnya penanganan aseptis yakni proses penanganan yang


dilakukan untuk mencegah masuknya kontaminan kimiawi
dan mikroorganisme kedalam bahan makanan atau mencegah
terjadinya kontaminan pada tingkat pertama, penggunaan
suhu rendah (<20 C), pengeluaran sebagian air bahan,
perlakuan panas ringan, mengurangi keberadaan udara,
penggunaan pengawet dalam konsentrasi rendah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan terutama
adalah luas permukaan benda, suhu pengeringan, aliran
udara, tekanan uap udara, dan waktu pengeringan (Arif
Hidayat, dkk, 2015).
b) Pemanasan
Menurut Safnowandi (2012) teknik pemanasan dibedakan
menjadi 2 yakni pemanasan dengan suhu rendah dan
pemanasan dengan suhu tinggi.
Pemanasan dengan suhu rendah dibagi lagi menjadi 2 yakni :

Blansir (Blanching)
Proses pemanasan yang dilakuakn pada suhu <100 C
selama beberapa menit dengan menggunakan air panas
atau uap air panas. Contohnya yakni mencelupkan
sayuran atau buah didalam air mendidih selama 3-5
menit atau mengikusnya. Tujuan utamanya yakni untuk

menginaktifkan enzim yang terdapat secara alami


didalam bahan pangan, misalnya enzim polifenolase

yang menimbulkan pencoklatan.


Pasteurisasi
Proses pemanasan yang dilakukan dengan tujuan untuk
membunuh mikroba patogen atau penyebab penyakit
seperti bakteri penyebab penyakit TBC, disentri, diare
dan penyakit perut lain. Panas yang diberikan pada
proses ini harus cukup untuk membunuh bakteri-bakteri
patogen tersebut, misalnya pasteurisasi susu harus
dilakukan pada suhu 60 C selama 30 menit. Pada
suhu

60 C selama

30

pemanasan pada suhu 72 C

menit

setara

dengan

selama 15 detik.

Pemanasan dengan suhu tinggi

Sterillisasi
Umumnya dilakukan pada bahan pangan yang sifatnya
tidak asam atau lebih dikenal dengan bahan pangan
berasam rendah. Yang tergolong bahan pangan berasam
rendah adalah bahan pangan yang memiliki pH >4,5,
misalnya seluruh bahan pangan hewani seperti daging,
susu, telur dan ikan, beberapa jenis sayuran seperti
buncis dan jangung.
Bahan pangan berasam rendah memiliki resiko untuk
mengandung spora bakteri Clostridium botulinum yang
dapat menghasilkan toksin mematikan jika tumbuh
didalm makanan kaleng. Oleh karena itu, spora ini harus
dimusnahkan dengan pemanasan yang cukup tinggi.
Sterillisasi komersial adalah pemanasan pada suhu
diatas 100 C, umumnya sekitar 121,1 C dengan
menggunakan uap air selama waktu tertentu dengan
tujuan untuk memusnahkan spora bakteri patogen
termasuk spora bakteri Clostridium botulinum. Dengan
demikian, sterillisasi komersial ini hanya digunakan

untuk mengolah bahan pangan berasam rendah didalam


kaleng, seperti kornet, sosis dan sayuran dalam kaleng.
c) Pengeluaran Udara (Oksigen)
Penghilangan udara akan mengeluarkan semua oksigen
sehingga

mencegah berlangsungnya reaksi kimiawi dan

enzimatis

yang

dipicu

oleh

oksigen,

juga

menghambat

pertumbuhan mikroorganime aerobik (Fibrianriadho,2008).


d) Pendinginan
Teknik yang paling terkenal karena sering digunakan oleh
masyarakat desa dan kota. Konsep dan teori dari sistem
pendinginan adalah memasukkan makanan pada tempat atau
ruangan yang bersuhu sangat rendah. Untuk mendinginkan
makanan

atau

minuman

bisa

dengan

memasukkannya

kedalam kulkas atau lemari es atau bisa juga dengan menaruh


di wadah yang berisi es (Safnowandi,2012).
Menurut Arif Hidayat, dkk (2015) suhu pendingan adalah
-2 sampai +10 C. Sedangkan suhu pembekuan yaitu 12
sampai -24 C, pembekuan cepat (quick freezing) dilakukan
pada suhu -24 sampai -40 C.
e) Pengalengan
Menurut

Safnowandi

(2012)

teknik

ini

merupakan

penerapan dari pengawetan dengan menggunakan suhu


tinggi. Pengalengan ini ditemukan pertama kali oleh Nicholas
Appert. Proses pengalengan yang ditujukan untuk pengawetan
jangka

panjang

dilakukan

pengeluaran

udara,

penggunaan

suhu

dengan

pengemasan,
tinggi

melibatkan
pengaturan

(sterillisasi).

Juga

proses
pH

dan

penting

diperhatikan penggunaan wadah (container) dan kemasan


yang dapat melindungi produk dari mikroorganisme untuk
menghindari terjadinya rekontaminasi selama penyimpanan.
f) Teknik Iradiasi
Menurut Safnowandi (2012) iradiasi pangan adalah suatu
teknik pengawetan pangan dengan menggunakan radiasi

ionisasi secara terkontrol untuk membunuh serangga, kapang,


bakteri, parasit atau untuk mempertahankan kesegaran bahan
pangan. Sinar gamma, sinar x, ultra violet dan elektron yang
dipercepat (accelerated electron) memiliki cukup energi untuk
menyebabkan ionisasi.
Menurut Herma (1991) dosis radiasi adalah jumlah energi
radiasi yang diserap ke dalam bahan pangan dan merupakan
faktor kritis pada iradiasi pangan. Seringkali untuk tiap jenis
pangan diperlukan dosis khusus untuk memperoleh hasil yang
diinginkan. Kalau jumlah radiasi yang digunakan kurang dari
dosis yang diperlukan, efek yang diinginkan tidak akan
tercapai. Sebaliknya jika dosis berlebihan, pangan mungkin
aka rusak sehingga tidak dapat diterima konsumen.

You might also like