Professional Documents
Culture Documents
HIPERTENSI
DISUSUN OLEH:
FITRIA FADZRI
RELANFA FARANDO
SASADARA PRAMUDITA
PEMBIMBING:
dr. Librantoro, Sp.JP
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas berkah,
rahmat, nikmat dan hidayah-Nya. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW
pembawa rahmat bagi seluruh alam, suri tauladan seluruh umat di dunia.
Atas berkat rahmat dan hidayah serta mengucapkan syukur kehadirat Ilahi
Rabbi sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan referat yang berjudul:
HIPERTENSI. Referat ini diajukan dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan
untuk menyelesaikan kepaniteraan ilmu kesehatan penyakit dalam.
Terwujudnya referat ini adalah berkat bantuan dan dorongan semangat baik
berupa bimbingan, dukungan dan doa dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini,
penulis ingin menyampaikan ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. dr. Eny Ambarwati, Sp.PD, MARS, FINASIM selaku Ketua SMF Ilmu
Penyakit Dalam RS. Moh. Ridwan Meuraksa
2. dr. Librantoro, Sp.JP selaku Pembimbing yang telah meluangkan waktunya
untuk membimbing penulis disaat padatnya aktivitas beliau dan selalu meberikan
masukan, arahan, dan petunjuk yang berguna dalam penyusunan referat ini.
Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada dokter
sekeluarga.
3. SMF Ilmu Penyakit Dalam RS. Moh. Ridwan Meuraksa, dr. Andi Sutanto,
Sp.PD, Sp.PD dan dr. Endah Arya Astuti, Sp.P
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang memberi
gejala yang berlanjut untuk suatu target organ, seperti stroke untuk otak, penyakit
jantung koroner untuk pembuluh darah jantung dan untuk otot jantung. Penyakit ini
telah menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia
maupun di beberapa negara yang ada di dunia. Semakin meningkatnya populasi usia
lanjut maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga akan
bertambah. Diperkirakan sekitar 80 % kenaikan kasus hipertensi terutama di negara
berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, di perkirakan
menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dan pembuatan referat ini adalah untuk mengetahui definisi,
etiologi, epidemiologi, patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis,
komplikasi, hingga bagaimana penatalaksanaannya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Definisi
Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan
tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg (Wilson LM, 1995). Tekanan darah diukur
dengan spygmomanometer yang telah dikalibrasi dengan tepat (80% dari ukuran
manset menutupi lengan) setelah pasien beristirahat nyaman, posisi duduk punggung
tegak atau terlentang paling sedikit selama lima menit sampai tiga puluh menit
setelah merokok atau minum kopi. Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya
didefinisikan sebagai hipertensi esensial. Beberapa penulis lebih memilih istilah
hipertensi primer untuk membedakannya dengan hipertensi lain yang sekunder
karena sebab-sebab yang diketahui. Menurut The Seventh Report of The Joint
National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High
Blood Pressure (JNC VII) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi
menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2
(Yogiantoro M, 2006).
2.2
Etiologi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:
hipertensi esensial atau hipertensi primer dan hipertensi sekunder atau hipertensi
renal. 1) Hipertensi esensial Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak
diketahui penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95% kasus.
Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan, hiperaktifitas
sistem saraf simpatis, sistem renin angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan
Na dan Ca intraseluler dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko seperti obesitas,
alkohol, merokok, serta polisitemia. Hipertensi primer biasanya timbul pada umur 30
50 tahun (Schrier, 2000). 2) Hipertensi sekunder Hipertensi sekunder atau hipertensi
renal terdapat sekitar 5 % kasus. Penyebab spesifik diketahui, seperti penggunaan
estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme primer, dan
sindrom cushing, feokromositoma, koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan
dengan kehamilan, dan lain lain (Schrier, 2000).
2.3
Epidemiologi
Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang memberi
gejala yang berlanjut untuk suatu target organ, seperti stroke untuk otak, penyakit
jantung koroner untuk pembuluh darah jantung dan untuk otot jantung. Penyakit ini
telah menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia
maupun di beberapa negara yang ada di dunia. Semakin meningkatnya populasi usia
lanjut maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga akan
bertambah. Diperkirakan sekitar 80 % kenaikan kasus hipertensi terutama di negara
berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, di perkirakan
menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini didasarkan pada angka
penderita hipertensi saat ini dan pertambahan penduduk Universitas Sumatera Utara
saat ini (Armilawati et al, 2007). Angka-angka prevalensi hipertensi di Indonesia
telah banyak dikumpulkan dan menunjukkan di daerah pedesaan masih banyak
penderita yang belum terjangkau oleh pelayanan kesehatan. Baik dari segi case
finding maupun penatalaksanaan pengobatannya. Jangkauan masih sangat terbatas
dan sebagian besar penderita hipertensi tidak mempunyai keluhan. Prevalensi
terbanyak berkisar antara 6 sampai dengan 15%, tetapi angka prevalensi yang rendah
terdapat di Ungaran, Jawa Tengah sebesar 1,8% dan Lembah Balim Pegunungan Jaya
Wijaya, Irian Jaya sebesar 0,6% sedangkan angka prevalensi tertinggi di Talang
Sumatera Barat 17,8% (Wade, 2003).
2.4
Klasifikasi
Sumber : https://www.nhlbi.nih.gov/files/docs/guidelines/express.pdf
2.5
Manifestasi Klinis
Peninggian tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala pada
hipertensi esensial dan tergantung dari tinggi rendahnya tekanan darah, gejala yang
timbul dapat berbeda-beda. Kadang-kadang hipertensi esensial berjalan tanpa gejala,
dan baru timbul gejala setelah terjadi komplikasi pada organ target seperti pada
ginjal, mata, otak dan jantung (Julius, 2008). Perjalanan penyakit hipertensi sangat
perlahan. Penderita hipertensi mungkin tidak menunjukkan gejala selama bertahun
tahun. Masa laten ini menyelubungi perkembangan penyakit sampai terjadi
kerusakan organ yang bermakna. Bila terdapat gejala biasanya bersifat tidak spesifik,
misalnya sakit kepala atau pusing. Gejala lain yang sering ditemukan adalah
epistaksis, mudah marah, telinga berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur, dan
mata berkunang-kunang. Apabila hipertensi tidak diketahui dan tidak dirawat dapat
mengakibatkan kematian karena payah jantung, infark miokardium, stroke atau gagal
ginjal. Namun deteksi dini dan parawatan hipertensi dapat menurunkan jumlah
morbiditas dan mortalitas (Julius, 2008).
2.6
Patofisiologi
Kaplan menggambarkan beberapa faktor yang berperan dalam pengendalian
tekanan darah yang mempengaruhi rumus dasar: Tekanan Darah = Curah Jantung x
Tahanan Perifer. (Yogiantoro, 2006). Mekanisme patofisiologi yang berhubungan
dengan peningkatan hipertensi esensial antara lain : 1) Curah jantung dan tahanan
perifer Keseimbangan curah jantung dan tahanan perifer sangat berpengaruh terhadap
kenormalan tekanan darah. Pada sebagian besar kasus hipertensi esensial curah
jantung biasanya normal tetapi tahanan perifernya meningkat. Tekanan darah
ditentukan oleh konsentrasi sel otot halus yang terdapat pada arteriol kecil.
Peningkatan konsentrasi sel otot halus akan berpengaruh pada peningkatan
konsentrasi kalsium intraseluler. Peningkatan konsentrasi otot halus ini semakin lama
akan mengakibatkan penebalan pembuluh darah arteriol yang mungkin dimediasi oleh
angiotensin yang menjadi awal meningkatnya tahanan perifer yang irreversible (Gray,
et al. 2005).
2) Sistem Renin-Angiotensin Ginjal mengontrol tekanan darah melalui
pengaturan volume cairan ekstraseluler dan sekresi renin. Sistem Renin-Angiotensin
merupakan sistem endokrin yang penting dalam pengontrolan tekanan darah. Renin
disekresi oleh juxtaglomerulus aparantus ginjal sebagai respon glomerulus
underperfusion atau penurunan asupan garam, ataupun respon dari sistem saraf
dengan faktor lain termasuk natrium, volume sirkulasi, dan beberapa hormon (Gray, et
al. 2005). 4) Disfungsi Endotelium Pembuluh darah sel endotel mempunyai peran
yang penting dalam pengontrolan pembuluh darah jantung dengan memproduksi
sejumlah vasoaktif lokal yaitu molekul oksida nitrit dan peptida endotelium.
Disfungsi endotelium banyak terjadi pada kasus hipertensi primer. Secara klinis
pengobatan dengan antihipertensi menunjukkan perbaikan gangguan produksi dari
oksida nitrit (Gray, et al. 2005). 5) Substansi vasoaktif Banyak sistem vasoaktif yang
mempengaruhi transpor natrium dalam mempertahankan tekanan darah dalam
keadaan normal. Bradikinin merupakan vasodilator yang potensial, begitu juga
endothelin. Endothelin dapat meningkatkan sensitifitas garam pada tekanan darah
serta mengaktifkan sistem renin-angiotensin lokal. Arterial natriuretic peptide
merupakan hormon yang diproduksi di atrium jantung dalam merespon peningkatan
volum darah. Hal ini dapat meningkatkan ekskresi garam dan air dari ginjal yang
akhirnya dapat meningkatkan retensi cairan dan hipertensi (Gray, et al. 2005). 6)
Hiperkoagulasi Pasien dengan hipertensi memperlihatkan ketidaknormalan dari
dinding pembuluh darah (disfungsi endotelium atau kerusakan sel endotelium),
ketidaknormalan faktor homeostasis, platelet, dan fibrinolisis. Diduga hipertensi dapat
menyebabkan protombotik dan hiperkoagulasi yang semakin lama akan semakin
parah dan merusak organ target. Beberapa keadaan dapat dicegah dengan pemberian
obat anti-hipertensi (Gray, et al. 2005). 7) Disfungsi diastolik Hipertropi ventrikel kiri
menyebabkan ventrikel tidak dapat beristirahat ketika terjadi tekanan diastolik. Hal ini
untuk memenuhi peningkatan kebutuhan input ventrikel, terutama pada saat olahraga
terjadi peningkatan tekanan atrium kiri melebihi normal, dan penurunan tekanan
ventrikel (Gray, et al. 2005).
2.7 Diagnosis
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tes
laboratorium
rutin
dianjurkan
sebelum
memulai
terapi
mencakup
1.7
Tatalaksana
Sumber : http://www.nmhs.net/documents/27JNC8HTNGuidelinesBookBooklet.pdf
Adopsi gaya hidup sehat oleh semua orang sangat penting untuk pencegahan BP
tinggi dan merupakan bagian tak terpisahkan dari manajemen hipertensi. Modifikasi
gaya hidup terbukti dapat menurunkan BP termasuk berat badan pengurangan orangorang yang kelebihan berat badan atau obesitas, adopsi Dietary Approaches to Stop
Hypertension (DASH), makan yang kaya kalium dan kalsium, pengurangan diet
sodium, aktivitas fisik, dan moderasi konsumsi alkohol. Modifikasi gaya hidup
mengurangi BP, meningkatkan khasiat obat antihipertensi, dan menurunkan risiko
kardiovaskular. Misalnya, 1.600 mg sodium DASH rencana makan memiliki efek
mirip dengan obat tunggal therapy. Kombinasi dua (atau lebih) modifikasi gaya hidup
dapat mencapai hasil yang lebih baik.
Sumber : https://www.nhlbi.nih.gov/files/docs/guidelines/express.pdf
2.9
Komplikasi
Ischemic Heart Disease
Penyakit jantung iskemik (IHD) adalah bentuk paling umum dari kerusakan
organ target yang berhubungan dengan hipertensi. Pada pasien dengan hipertensi
dan angina pektoris stabil, obat pilihan pertama biasanya BB; alternatif, longacting CCBs dapat digunakan. Pada pasien dengan sindrom koroner akut (angina
tidak stabil atau infark miokard), hipertensi harus diperlakukan awalnya dengan
BBS dan ACEI, dengan penambahan obat lain yang diperlukan untuk kontrol BP.
Pada pasien dengan infark miokard, ACEI, BBS, dan antagonis aldosteron telah
terbukti paling menguntungkan. manajemen lipid intensif dan terapi aspirin juga.
Heart Failure
Gagal jantung (HF), dalam bentuk disfungsi ventrikel sistolik atau diastolik, hasil
terutama dari hipertensi sistolik dan IHD. BP kritis dan kontrol kolesterol adalah
langkah-langkah pencegahan utama bagi mereka yang berisiko tinggi untuk HF.
Pada individu asimtomatik dengan disfungsi ventrikel telah dibuktikan, ACEI dan
BBS direkomendasikan. Bagi mereka dengan gejala disfungsi ventrikel atau
penyakit jantung stadium akhir, ACEI, BBS, ARB dan aldosteron blockers
direkomendasikan bersama dengan diuretik loop.
Diabetic Hypertension
Kombinasi dari dua atau lebih obat biasanya diperlukan untuk mencapai tujuan
target <130/80 mmHg. diuretik thiazide, BBS, ACEI, ARB, dan CCBs yang
bermanfaat dalam mengurangi CVD dan kejadian stroke pada pasien dengan
diabetes. ACEI-
atau
perawatan
berbasis ARB
positif
mempengaruhi
Pencegahan
Model perilaku menyarankan bahwa terapi yang diterapikan oleh dokter dapat
mengontrol tekanan darah pasien hanya bila pasien tersebut memiliki motivasi
untuk menjalani pengobatan dan menjalankan modifikasi gaya hidup yang baik.
Motivasi timbul ketika pasien mendapatkan pengalaman yang positif, percaya
kepada dokternya. Komunikasi yang baik akan meningkatkan hasil pengobatan;
empati dapat membangun kepercayaan dan merupakan motivator yang potensial
(National Institutes of Health, 2003).
DAFTAR PUSTAKA
Fisch, B.J., 2000. The Patient with Chronic Renal Disease. In: Schrier, R.W., 2000. Manual of
Nephrology. ed 5rd. USA: Lippincott Williams & Wilkins, 155-166.
Gray, H.H., Dawkins, K.D., Morgan, J.M., dan Simpson, I.A., 2005. Kardiologi : Lecture
Notes. ed 4. Jakarta : Penerbit Erlangga, 57-69.