You are on page 1of 11

STUDI INDEKS BIAS MINYAK HASIL REGENERASI MINYAK JELANTAH

DENGAN PENYERAP ARANG AKTIF SEKAM PADI


Elsa Fitri,1) Muh. Anas2), Rosliana Eso.3)
Dosen Jurusan Pendidikan Fisika Universitas Halu Oleo
Wahyu.Suprapto93@gmail.com
ABSTRAK

Elsa Fitri (A1C3 13 097), telah melakukan penelitian dengan judul Studi
Indeks Bias Minyak Hasil Regenerasi Minyak Jelantah Dengan
Penyerap Arang Aktif Sekam Padi yang bertujuan untuk mengetahui
indeks bias minyak goreng yang bersumber dari kopra, Bimoli, dan kelapa
akibat pengulangan pemakaian dalam proses penggorengan dan untuk
mengetahui indeks bias minyak jelantah yang bersumber dari 3 jenis minyak
goreng yaitu kopra, Bimoli, dan kelapa yang telah diregenerasi dengan
penyerap arang aktif sekam padi. Sekam padi dipirolisis dengan suhu 400 C
kemudian digerus dan disaring dengan saringan 100 mesh. Arang sekam padi
diaktivasi dengan suhu 700 C selama 30 menit. Minyak jelantah diperoleh
dari pengulangan penggorengan ubi sebanyak 3 kali untuk ketiga jenis
minyak. Pengukuran indeks bias minyak dilakukan pada lima variasi perlakuan
yaitu sebelum pakai, minyak yang digunakan setelah menggoreng ubi 1-3 kali
penggorengan, dan setelah regenerasi. Sampel yang diregenerasi dengan
penyerap arang aktif sekam padi berupa minyak goreng pada pemakaian
ketiga. Regenerasi dilakukan 2 kali dengan perbandingan arang aktif dan
minyak adalah 3:30; 3:40; dan 3:50. Hasil penelitian ini adalah menunjukkan
semakin banyak pengulangan pemakaian dalam proses penggorengan maka
semakin rendah indeks bias minyak. Setelah regenerasi pertama minyak
kopra pada perbandingan 30 gram arang aktif dan 300 mL minyak (3:30)
menunjukkan perubahan nilai indeks bias dari 1,3103 menjadi 1,4814. Pada
regenerasi kedua (3:30) nilai indeks bias semakin meningkat dari 1,4814
menjadi 1,5033. Perbandingan 3:30 menghasilkan minyak regenerasi paling
optimal. Perbandingan 3:30 lebih efektif jika dibandingkan dengan 3:40 dan
3:50 karena indeks bias minyak jelantah mendekati minyak segarnya begitu
pula pada minyak Bimoli dan kelapa.

Kata kunci : Indeks Bias, Regenerasi, Minyak Jelantah, Arang Aktif Sekam
Padi

PENDAHULUAN
Minyak goreng merupakan
salah satu kebutuhan pokok manusia
sebagai
pengolahan
bahan-bahan
makanan.
Minyak
goreng
erat
kaitannya
dengan
kehidupan
masyarakat yang kebutuhannya kian
meningkat dan sangat sulit dipisahkan
dari
kehidupan
masyarakat
(Yustinah, 2011).
Minyak
goreng
berperan
sebagai
media
untuk
perpindahan panas yang cepat dan
merata pada permukaan bahan yang
digoreng. Selain itu, minyak goreng
juga berperan memberikan rasa gurih
dan nilai gizi dalam bahan pangan.
Minyak goreng terdiri atas beberapa
jenis, diantaranya adalah minyak
kelapa sawit dan minyak kelapa.
Minyak goreng merupakan zat yang
penting untuk menjaga kesehatan
tubuh manusia. Minyak, khususnya
minyak nabati, dapat mencegah
penyempitan pembuluh darah akibat
penumpukan kolesterol. Minyak juga
berfungsi sebagai sumber dan pelarut
bagi vitamin-vitamin A, D, E dan K
(Ketaren, 2008).
Menggoreng pada suhu tinggi
dalam waktu tertentu dan penggunaan
minyak goreng berulang-ulang akan
menurunkan mutu minyak goreng
sehingga menyebabkan terjadinya
perubahan warna, bau dan sifat-sifat
fisika. Kerusakan minyak goreng
mempengaruhi kualitas dan nilai gizi
makanan yang digoreng. Menurut
Kusumastuti (2004), penurunan mutu
minyak goreng bekas (jelantah) antara
lain dilihat dari warna menjadi lebih
gelap, aroma menjadi kurang enak,
serta kadar asam lemak bebas dan
bilangan peroksida yang tinggi. Selain
itu adanya peroksida dan senyawa
karbonil pada minyak goreng yang
sudah rusak dapat menyebabkan
makanan
gorengan
mengandung
banyak lemak dan kolestrol yang
sering kali memicu berbagai macam
penyakit seperti jantung coroner dan

toksinitas kronis terhadap kesehatan


manusia.
Pada saat ini semakin banyak
jenis minyak goreng yang tersedia di
pasaran namun sering kali kita
memilih dan menggunakan minyak
goreng tanpa mengetahui dengan pasti
kualitas minyak goreng tersebut.
Tidak hanya pedagang-pedagang kaki
lima yang sering menggunakan
minyak goreng secara berulang,
bahkan dalam dapur keluargapun
sering menggunakan minyak goreng
secara berulang dengan alasan
penghematan akibat harga minyak
goreng yang sangat mahal. Saat proses
penggorengan berlangsung, minyak
goreng
akan
terabsorbsi
pada
makanan masuk mengisi ruang-ruang
kosong pada makanan sehingga hasil
penggorengan mengandung 5-40 %
minyak, seperti halnya menggoreng
tahu dengan demikian minyak goreng
juga akan ikut terkonsumsi dan masuk
ke dalam tubuh. Konsumsi minyak di
masyarakat cukup tinggi, makanan
gorengan cenderung lebih disukai
dibanding rebus, karena lebih gurih
dan renyah (Aminah, 2010).
Tingginya konsumsi minyak
goreng yang mencapai lebih dari 2,5
juta ton per tahun atau lebih dari 20 kg
per tahun per orang sebanyak 49 %
dari total permintaan minyak goreng
di Indonesia berasal dari rumah tangga
dan sisanya untuk keperluan industri
maupun restoran. Sehubungan dengan
banyaknya minyak goreng bekas dari
sisa industri maupun rumah tangga
dalam jumlah tinggi dan menyadari
adanya bahaya konsumsi minyak
goreng bekas tersebut agar tidak
terbuang dan mencemari lingkungan
serta meningkatkan nilai ekonomis
minyak bekas dengan cara yang baik
dan aman. Maka dari itu, perlu
dilakukan
upaya-upaya
untuk
penanggulangan masalah minyak
goreng bekas agar dapat digunakan
kembali.

Pemanfaatan minyak goreng


bekas yang sudah dijernihkan tentu
akan sangat menguntungkan bagi
industri yang menggunakan minyak
goreng dalam proses produksinya.
Oleh karena itu perlu diteliti adsorben
yang mampu memperbaiki mutu
minyak goreng yang telah digunakan
untuk
menggoreng.
Menurut
Susinggih,
dkk (2005) bahwa
adsorben atau bahan penyerap berupa
arang aktif dapat meningkatkan
kembali mutu minyak goreng bekas,
dimana arang aktif akan bereaksi
menyerap warna yang membuat
minyak
bekas
menjadi
keruh.
Alternatif penerapan metode adsorpsi
dengan arang aktif dipilih karena
permukaan karbon aktif yang luas,
kemampuan adsorpsi yang besar,
mudah diaplikasikan dan biaya yang
diperlukan relatif murah. Menurut
Susanto (2013) dalam Plaza,dkk.,
(2009) bahwa arang aktif juga
memiliki kapasitas adsorpsi lebih
besar daripada zeolit. Arang aktif
dapat dibuat dari fosil, batubara, kayu,
dan limbah organik. Akan tetapi, pada
penelitian ini bahan baku yang
digunakan adalah sekam padi karena
tersedia dalam jumlah banyak sebab
Indonesia merupakan negara agraris
yang menghasilkan limbah pertanian
berupa sekam sebesar 22 % setiap
tahunnya. Hal ini berdasarkan data
yang dikeluarkan oleh Badan Pusat
Statistik (2013) bahwa produksi gabah
kering giling (GKG) di Indonesia pada
tahun 2012 sebesar 69,05 juta ton,
sementara sekam yang dihasilkan dari
gabah kering tersebut 15 juta ton.
Kenyataan
menunjukkan
bahwa
pemanfaatan limbah sekam belum
maksimal. Dari padi yang mereka
hasilkan hanya biji padi yang
dimanfaatkan sementara sekamnya
menjadi limbah. Jika hal ini dibiarkan,
limbah tersebut dapat menimbulkan
kerusakan
lingkungan.
Untuk
mengatasi hal tersebut pada penelitian

ini sekam padi akan dimanfaatkan


sebagai arang aktif sehingga sekam
padi tidak menjadi limbah kedepannya
(Nasution, 2006; Wilder, 2010).
Salah satu parameter yang
digunakan untuk syarat uji minyak
goreng adalah dengan nilai indeks
bias. Penelitian tentang kualitas
minyak goreng ditinjau dari aspek
fisikanya telah dilakukan oleh Sutiah
(2008) yang melaporkan bahwa
minyak goreng yang mempunyai
kualitas paling baik yaitu minyak
goreng dengan nilai viskositas dan
indeks bias yang besar, penelitian
yang dilakukan oleh Nindy (2014)
memberikan hasil bahwa nilai indeks
bias minyak kelapa merek Barco
berkisar (1,394-1,448), merek Ikan
Dorang berkisar (1,398-1,451), dan
merek Mada berkisar (1,389-1,447).
Penelitian yang dilakukan oleh Astika
(2015) memberikan gambaran bahwa
besar indeks bias minyak goreng
kelapa, minyak kopra dan minyak
merek Bimoli berbeda-beda, yang
memiliki nilai indeks bias paling besar
adalah minyak Bimoli sebesar 1,6446.
Penelitian tentang regenerasi
minyak yang sebelumnya telah
dilakukan oleh Rukmini dkk. (2003)
yang menyatakan bahwa regenerasi
minyak goreng (sawit) bekas dengan
menggunakan
arang
sekam
mempunyai
kualitas
mendekati
minyak segarnya dan tetap stabil
selama disimpan hingga tiga bulan.
Penelitian yang dilakukan oleh Wahyu
(2016) melaporkan bahwa besar
indeks bias minyak goreng hasil
regenerasi dengan menggunakan
jerami padi paling tinggi yaitu minyak
goreng bimoli sebesar 1,7356. Hal ini
menunjukkan minyak bimoli memiliki
kualitas paling baik dibandingkan
dengan minyak kelapa dan kopra. Dari
sekian banyak penelitian sampai saat
ini
belum
adanya
keterangan
bagaimana memanfaatkan arang aktif
khususnya arang aktif sekam padi

untuk regenerasi minyak jelantah.


METODE PENELITIAN
Alat dan Bahan

f.

Tabel 1 alat dan Bahan Penelitian

g.

h.

i.
j.

PROSEDUR PENELITIAN
Langkah-langkah kegiatan pada
penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Menyediakan arang aktif sekam
padi sebanyak 30 gram.
b. Menyediakan sampel minyak
jelantah 3 kali penggorengan
(kopra, bimoli, dan kelapa)
dengan volume masing-masing
divariasikan yaitu 300 mL, 400
mL, dan 500 mL.
c. Menyaring minyak jelantah
kopra (300 mL) dengan kertas
saring kedalam wadah yang
sudah berisi 30 gram arang aktif
sekam padi dan biarkan selama
30 menit.
d. Menyaring minyak yang telah
diregenerasi agar minyak yang
dihasilkan
tidak
tercampur
dengan arang aktif.
e. Mengambil 5 mL minyak
goreng dari proses regenerasi
pertama dan memasukannya

k.

kedalam botol sampel untuk


diuji indeks biasnya.
Minyak hasil regenerasi pertama
dimasukkan kedalam wadah
regenerasi kedua yang sudah
berisi 30 gram arang aktif sekam
padi dan biarkan selama 30
menit.
Menyaring
minyak
hasil
regenerasi dengan kertas saring
agar minyak yang dihasilkan
tidak tercampur dengan arang
aktif.
Mengambil 5 mL minyak goren
g dari wadah regenerasi kedua
dan memasukannya ke dalam
botol sampel untuk di uji indeks
biasnya.
Mengulangi langkah d sampai i
untuk volume 400 mL dan 500
mL pada minyak jelantah kopra.
Mengulangi langkah c sampai i
untuk minyak jelantah bimoli
dan kelapa dengan volume 300
mL, 400 mL dan 500 mL.
Sampel minyak goreng dibawa
ke Laboratorium untuk diukur
nilai indeks biasnya dengan
menggunakan alat refraktometer
abee..

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil Penelitian
4.1. Data Hasil Penelitian
4.1.1. Data pengukuran indeks bias
minyak
goreng
sebelum
regenerasi
Hasil pengukuran indeks bias
minyak
goreng,
sebelum
regenerasi
untuk
variasi
minyak goreng kopra, bimoli
dan kelapa dapat dilihat pada
grafik 4.1, 4.2, dan grafik 4.3
berturut-turut berikut.

signifikan pada minyak yang telah dipakai


hingga tiga kali penggorengan.
4.1.2. Data pengukuran indeks bias minyak
goreng setelah regenerasi
Data pengukuran indeks bias minyak
jelantah
menggunakan
sampel

Grafik 4.1 Hasil Pengukuran


Indeks
Bias
Minyak Goreng
Kopra
dalam
Beberapa
Perlakuan.

Indeks Bias

Grafik 4.21,631
Hasil Pengukuran
1,547
Indeks
Bias
Minyak Goreng
Bimoli
dalam
Beberapa
perlakuan

Grafik 4.3 Hasil Pengukuran Indeks Bias


Minyak Goreng Kelapa dalam
Beberapa Perlakuan
Grafik 4.1; 4.2; dan 4.3
menjelaskan bahwa indeks bias minyak
goreng yang belum pakai dengan variasi
perlakuan minyak menggoreng sebanyak
satu kali, dua kali, dan tiga kali diperoleh
hasil nilai indeks bias menurun dan
perubahan nilai indeks bias yang paling

penggore
ngan tiga kali pakai yang diregenerasi
selama dua kali regenerasi. Untuk variasi
minyak goreng kopra, bimoli, dan kelapa
dapat dilihat pada grafik 4.4; 4.5; dan 4.6
1,443
berturut-turut
berikut.
1,343

Grafik 4.4 Hasil Pengukuran Indeks Bias


Minyak Jelantah Kopra Setelah
Regenerasi, Regenerasi
Pertama (
), dan Regenerasi
kedua (
).

diatas dapat disimpulkan bahwa minyak


goreng setelah regenerasi yang mendekati
nilai indeks bias minyak goreng sebelum
pakai adalah pada minyak dengan
perbandingan 3:30 jika dibandingkan
dengan perbandingan 3:40 dan 3:50.
Tabel 4.7 Nilai indeks bias minyak goreng
keseluruhan

Grafik 4.5 Hasil Pengukuran Indeks Bias


Minyak Jelantah Bimoli
Setelah Regenerasi, Regenerasi
Pertama (
), dan Regenerasi
kedua (
).

Hasil pengukuran dalam bentuk grafik


sebagai berikut :
1.8
1.6
1.4
1.2
1

minyak curah
minyak bimoli
minyak kelapa

0.8
0.6
0.4
0.2
0

Grafik 4.6 Hasil Pengukuran Indeks Bias


Minyak Jelantah Kelapa
Setelah Regenerasi, Regenerasi
Pertama (
), dan Regenerasi
kedua (
).
Pada Grafik 4.4; 4.5;dan 4.6
diperoleh indeks bias minyak goreng hasil
regenerasi setelah tiga kali pemakaian
berulang
pada
perbandingan
3:30
regenerasi
pertama
mengalami
peningkatan indeks bias. Nilai indeks
biasnya semakin tinggi ketika dilanjutkan
pada
regenerasi
kedua
dengan
perbandingan 3:30. Berdasarkan grafik

Grafik 4.7 Hasil Pengukuran Indeks


Bias
Keseluruhan
Setelah
Pemakaian
Berulang
Pada hasil pengukuran nilai
indeks bias minyak goreng diperoleh
indeks bias minyak paling besar
pada merek Bimoli 1.6308 selanjutnya
minyak kelapa 1.5542 dan yang paling
rendah adalah minyak curah 1.5127.

Tabel 4.8 Nilai Indeks Bias Hasil


Regenerasi Minyak
Jelantah Secara
Keseluruhan

paling besar yaitu minyak Bimoli pada


perbandingan 3:30.

Hasil pengukuran dalam bentuk grafik


sebagai berikut :

Grafik 4.8 Hasil Pengukuran Indeks Bias


Minyak
Goreng
Hasil
Regenerasi pada Perbandingan
3:30
Keterangan : A = Minyak curah
B = Minyak Bimoli
C = Minyak Kelapa
R1= Regenerasi pertama
(
(

)
R2=

Regenerasi kedua

Hasil pengukuran indeks bias


minyak goreng setelah regenerasi kedua
lebih tinggi dari regenerasi pertama. Nilai
indeks bias minyak goreng yang paling
tinggi setelah regenerasi minyak kopra,
baik
regenerasi
pertama
maupun
regenerasi yang kedua menunjukan hasil
yang optimal. Begitupun pada minyak
Bimoli dan minyak kelapa. Regenerasi
pertama minyak Bimoli dan minyak kelapa
pada perbandingan 3:30 yaitu sebesar
1,609 dan 1,513. Untuk regenerasi kedua
minyak Bimoli indeks biasnya mengalami
peningkatan
yaitu
menjadi
1,629
Sedangkan minyak kelapa menjadi 1,553.
Berdasarkan
data
tersebut
dapat
disimpulkan bahwa minyak goreng setelah
regenerasi memiliki nilai indeks bias

4.2. Pembahasan
Uji kualitas minyak jelantah
dalam penelitian ini didasarkan pada
parameter pengukuran indeks bias dengan
menggunakan alat Refraktometer Abee.
Sebagaimana penelitian sebelumnya yang
telah dilakukan oleh Sutiah (2008) dari
hasil penelitianya disimpulkan bahwa
indeks bias dapat digunakan untuk
membedakan kualitas minyak goreng
dengan
indeks
bias
yang
besar
menunjukan bahwa minyak goreng
mempunyai
kualitas
yang
baik.
Berdasarkan tabel 4.1 menunjukan bahwa
terjadi penurunan indeks bias secara
signifikan pada minyak goreng jelantah
pada proses penggorengan 1 kali, 2 kali,
dan 3 kali jika ditinjau dari indeks bias
minyak goreng yang belum pakai. Namun
minyak Bimoli masih memiliki indeks
bias yang lebih besar sehingga dapat
dikatakan bahwa sebelum dan setelah
pengulangan pemakaian dalam proses
penggorengan Bimoli masih memiliki
kualitas yang lebih baik dari minyak
kelapa dan minyak curah. Hasil yang
diperoleh ini diperkuat oleh hasil
penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh Mahmudan (2014) dan Astika (2015),
dalam penelitiannya menunjukkan bahwa
pemakaian minyak secara berulang dalam
proses penggorengan dapat menurunkan
nilai indeks bias minyak setiap kali
pemakaian sehingga selama proses
penggorengan minyak goreng mengalami
penurunan kualitas, hal ini dikarenakan
komponen penyusun minyak yang rentan
rusak terhadap pemanasan dan kerapatan
minyak goreng pun semakin berkurang
mengikuti jumlah pengulangan pemakaian.
Untuk lebih jelasnya penurunan nilai
indeks bias ini dapat dilihat pada tabel 4.1,
4.3 dan 4.5. Menurut penelitian yang telah
dilakukan oleh Artika (2009) menyebutkan
bahwa minyak goreng berulang kali agar
tidak digunakan lebih dari 2 kali. Hal ini
berkaitan dengan peningkatan kandungan

asam lemak yang mulai mengalami


peningkatan pada saat penggorengan yang
kedua.
Pada penelitian ini minyak
jelantah yang diregenerasi yaitu
pemakaian 3 kali dalam proses
penggorengan karena minyak 1 kali dan
2 kali pakai masih bagus. Proses
regenerasi minyak jelantah dilakukan
untuk meningkatkan mutu minyak
goreng jelantah sehingga minyak dapat
digunakan kembali. Regenerasi minyak
dilakukan dengan berbagai variasi yaitu
3:30; 3:40; dan 3:50. Pada grafik 4.2
dapat dilihat bahwa regenerasi minyak
curah jelantah dengan perbandingan
3:30 menunjukkan indeks bias tertinggi
dibandingkan dengan minyak yang
mengunakan perbandingan 3:40 dan
3:50. Pemakaian minyak setelah
regenerasi pertama pada perbandingan
3:30 menunjukkan perubahan nilai
indeks bias dari 1,3103 menjadi 1,4814.
Pada regenerasi kedua 3:30 nilai indeks
bias semakin meningkat dari 1,4814
menjadi 1,5033 sedangkan minyak
goreng setelah regenerasi pertama
dengan
perbandingan
3:40
menunjukkan nilai indeks bias 1,4475
dan setelah regenerasi kedua menjadi
1,4726 serta perbandingan 3:50 untuk
regenerasi pertama dan kedua yaitu
1,4046 dan 1,4278. Diperoleh hasil
yang berbeda-beda dikarenakan sekam
padi yang digunakan mengandung
selulosa
yang
didalam
struktur
molekulnya terdapat gugus hidroksil
atau gugus OH. Zat warna yang
terdapat dalam minyak jelantah
mengandung gugus-gugus yang dapat
bereaksi dengan gugus OH dari selulosa
sehingga zat warna dapat terikat. Ketika
sekam padi diarangkan maka poriporinya akan semakin terbuka dan lebih
mudah menyerap komponen minyak
yang rusak. Terlebih lagi ketika
diaktivasi maka pori-pori arang aktif
semakin besar, semakin besar pori-pori
arang aktif maka luas permukaan arang
aktif semakin bertambah dan kapasitas

penyerapan arang aktif tersebut


semakin optimal (Suyono, 2016).
Berdasarkan tabel 4.4, nilai
indeks bias minyak goreng Bimoli
setelah regenerasi terendah adalah
1.4411 yang terdapat pada minyak
dengan perbandingan 3 : 50. Nilai
indeks bias tertinggi adalah 1.6289
yang terdapat pada minyak dengan
perbandingan 3 : 30. Hal ini disebabkan
karena setiap perbandingan memiliki
jumlah pori-pori yang berbeda sehingga
kemampuan meregenerasi minyaknya
pun berbeda pula. Dari grafik 4.4
terlihat bahwa indeks bias bertambah
besar seiring dengan bertambahnya
proses regenerasi.
Pada tabel 4.4 diperoleh bahwa
pada semua jenis minyak goreng pada
dasarnya sama, setiap kali terjadi proses
penggorengan, nilai indeks bias pada
minyak goreng tersebut cenderung
menurun minyak goreng sebelum pakai
yang memiliki nilai indeks bias
tertinggi yaitu minyak Bimoli sebesar
1,6308; sedangkan minyak Kelapa
sebesar 1,5542 dan minyak Kopra
sebesar 1,5127. Berdasarkan grafik 4.4
terlihat bahwa minyak goreng Bimoli
memiliki indeks bias yang lebih tinggi
dibandingkan dengan minyak Kopra
dan Kelapa. Hal ini menunjukkan
bahwa minyak goreng Bimoli memiliki
kualitas yang lebih baik dari minyak
Kopra dan Kelapa. Indeks bias minyak
yang sudah dipakai secara berulang
berbeda-beda namun secara teori indeks
bias minyak sebelum dipakai lebih
tinggi dibandingkan minyak yang sudah
dipakai
secara
berulang.
Hasil
penelitian ini didukung oleh penelitian
yang telah dilakukan oleh Wahyu
(2016), hasil penelitiannya menyatakan
bahwa minyak goreng semakin baik
jika indeks biasnya besar. Hal ini dapat
dilihat pada minyak goreng sebelum
dipakai warnanya masih normal jernih
kekuningan,
kemudian
setelah
digunakan secara berulang minyak
goreng mengalami perubahan warna

menjadi coklat kehitaman. Perubahan


warna tersebut terjadi karena proses
penggorengan dengan suhu yang tinggi
serta bahan yang digoreng tercampur
dengan minyak yang bahan tersebut
mengandung racun sehingga dapat
berdampak pada tubuh manusia yang
mengkonsumsi makanan tersebut. Pada
minyak kelapa yang sudah diregenerasi
indeks biasnya mendekati minyak
segarnya.
Dari uraian diatas, dapat dijelaskan bahwa
nilai indeks bias dipengaruhi oleh
banyaknya pengulangan pemakaian dalam
proses penggorengan. Disamping itu, nilai
indeks bias pada minyak hasil regenerasi
dipengaruhi oleh perbandingan arang aktif
dan volume minyaknya. Dari tabel 4.7
dapat diketahui bahwa besar indeks bias
dari sampel minyak goreng yang
digunakan secara keseluruhan berdasarkan
grafik 4.8 nilai indeks bias minyak jelantah
hasil regenerasi yang diperoleh dalam
penelitian ini jika dibandingkan dengan
standar mutu minyak goreng berdasarkan
SNI-3741-1995 yaitu sebesar 1,448-1,450
maka nilai indeks biasnya telah memenuhi
standar. Selain itu, minyak hasil regenerasi
mempunyai indeks bias yang tidak jauh
berbeda dengan minyak goreng sebelum
pemakaian. Pada penelitian ini diperoleh
hasil
bahwa
regenerasi
minyak
menggunakan arang aktif sekam padi
setelah
regenerasi
pertama
sudah
memenuhi Standar Nasional Indonesia.
Terlebih lagi setelah regenerasi kedua nilai
indeks biasnya semakin tinggi mendekati
indeks bias minyak awalnya. Minyak
Bimoli yang diregenerasi dengan Arang
aktif sekam padi ini warnanya menjadi
jernih kekuningan seperti warna minyak
awalnya. Namun pada minyak kelapa
warnanya menjadi jernih seperti air dan
bau harum dari minyak kelapa sedikit
berkurang. Hal ini dikarenakan arang aktif
mempunyai pori-pori yang mampu
menyerap zat warna dan bau. Jika
dibandingkan
dengan
penelitian
sebelumnya regenerasi minyak jelantah
dengan menggunakan penyerap jerami

padi lebih mudah dilakukan hasilnya 95 %


kembali kekeadaan awalnya (Wahyu
2016).
KESIMPULAN
Berdasarkan data hasil
penelitan dan uraian pembahasan,
dapat disimpulkan bahwa :
1. Indeks bias minyak goreng
kopra, Bimoli, dan kelapa
setelah
pengulangan
pemakaian semakin menurun
mengikuti
banyaknya
pengulangan pemakaian dalam
proses penggorengan.
2. Indeks bias minyak jelantah
hasil regenerasi tertinggi yaitu
minyak goreng Bimoli sebesar
1,629; minyak Kelapa sebesar
1,553; minyak curah sebesar
1,503.
3. Perbandingan antara arang
aktif sekam padi dan minyak
yang menghasilkan minyak
regenerasi paling optimal yaitu
3:30.
DAFTAR PUSTAKA
Amang,

B., 1996. Ekonomi Minyak


Goreng di Indonesia. IPB Press.

Aminah, S.,2010. Bilangan Peroksida


Minyak Goreng Curah dan Sifat
Organoleptik
Tempe
Pada
Pengulangan
Penggorengan.
Jurnal Pangan dan Gizi Vol.01.
Andarwulan, N., 1991. Perubahan Sifat
Fisika Kimia dan Pembentukan
Senyawa
Toksik
Selama
Penggorengan. Teknologi Pangan
dan Gizi, Fakultas Teknologi
Pertanian,
Institut
Pertanian
Bogor.
Apriyanto, P. 2012. Chemistry of Frying
Oils:
wordpress.com/kimialipid/Awang SA., 1994. Kelapa
Kajian Sosial Ekonomi. Aditya
Madia. Yogyakarta.

Asano, N., J. Nishimura, K. Nishimiya, T.


Hata, Y. Imamura, S. Ishihara,
and
B.
Tomita.
2001.
Formaldehide reduction in
indoor environments by wood
charcoals. Wood Researchs
No.86. Kyoto University. Japan.
Dewi. 2002. Hidrolisis Limbah Hasil
Pertanian Secara Enzimatik.
Jurnal Akta Agrosia Vol. 5, No. 2.
Dobermann, A., T.H. Fairhurst. 2002. Rice
straw Management. Better Crops
International, Vol. 16. Special
Supplement.
Fauzi, Y. Widyastuti, Y.E. 2006. Kelapa
Sawit Budi Daya Pemanfaatan
Hasil dan Limbah Analisis Usaha
dan
Pemasaran.
Penebar
Swadaya. Jakarta.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi
Minyak Dari Lemak Pangan. UI
Press. Jakarta.
, 2005. Minyak dan Lemak
Pangan. Universitas Indonesia
Press. Jakarta.
, 2008. Pengantar Teknologi
Minyak dan Lemak Pangan.
Universitas Indonesia Press.
Jakarta.
Kusumastuti. 2004. Kinerja Zeolit dalam
Memperbaiki
Mutu
Minyak
Goreng Bekas. Jurnal Teknologi
dan Industri Pangan.
Nindy. M. 2014. Pengukuran Indeks Bias
Minyak Kelapa pada Berbagai
Suhu
Menggunakan
Hukum
Pemantulan Fresnel. Fakultas
matematika dan ilmu pengetahuan
alam. Universitas Jember.
Makarim, A.K., Sunarno dan Suyamto.
2007. Jerami Padi: Pengelolaan

dan Pemanfaatan. Bogor. Pusat


Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Pangan.
Pantzaris, T.P. 1999. Palm Oil in Frying.
Departemen Fisiska Fakultas
Matematika
dan
Ilmu
Pengetahuan
lam,
Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Pari, G.2004 Kajian struktur arang aktif
dari serbuk gergajian kayu
sebagai
adsorben
emisi
formaldehida
kayu
lapis
[disertasi]. Bogor: Program
Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor.
PDII LIPI. 2004. Arang Aktif dari
Tempurung Kelapa. Jakarta.
Roy

GM. 2002. Activated Carbon


Application in The Food and
Pharmaceutical
Industries.
Pensilvania : Technonic Pub.

Sembiring, M.T., Sinaga T.S., 2003. Arang


Aktif (Pengenalan dan proses
Pembuatannya). Sumatera Utara
: Fakultas Teknik, Universitas
Sumatera Utara.
Sriwahyuni W. 2002. Efektivitas adsorben
dan koagulan-flokulan pada
penjernihan
air
wilayah
Marunda [skripsi]. Fakultas
Matematika
dan
Ilmu
Pengetahuan Alam. Institut
Pertanian Bogor.
Tanjung, Welly. 2013. Pengembangan
Sensor Larutan Gula Berbasis
Absorbsi Gelombang Evanescent
Pada SErat Optik. Sikripsi.
Departemen
Fisika
Fakultas
Matematika
dan
Ilmu
Pengetahuan
AlamInstitut
Pertanian Bogor, Bogor.
Tippler, P.A. 1991. Fisika untuk Sains dan
Teknik Jilid ., diterjemahkan oleh
Dr.Bambang Soegijono. Penerbit

Erlangga. Jakarta.
Wahyu, S. 2016. Studi Indeks Bias Minyak
Hasil
Regenerasi
Minyak
Jelantah dengan Jerami Padi.
Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan. Universitas Halu
Oleo.
Winarno, F.G. 1995. Kimia Pangan dan
Gizi. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.

, 1999. Minyak Goreng dalam


menu Masyarakat. Balai Pustaka.
Jakarta.
Yustinah, Hartini. 2011. Adsorbsi Minyak
Goreng Bekas Menggunakan
Arang Aktif dari Sabut Kelapa.
Prosiding seminar nasional teknik
kimia. Yogyakarta.

You might also like