You are on page 1of 7
PENGARUH PENEHAPAN S!IANVAH IEHAP!I VAN REGULAS! TERHADAP POLA PERESEPAN DI RUMAH SAKIT PUPUK KALTIM The Influence of Standard Treatment and Regulation on Prescription Pattern in Pupuk Kaltim Hospital Nurul Fathonil', Ali Ghufron Mukti?, Iwan Dwiprahasto” Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada ABSTRACT Background Pupuk Kaltim Hospital is a private hospital belonging to Pupuk Kaltim Company (BUMN), which is still supporting the resources for its operation. The Natioan| development of regional otonomy policy applied in January 1*,2001 and privatisation of PT Pupuk Kaltim affect the prospect of Pupuk Kaltim Hospital (Foundation). The Prescription pattern in Pupuk Kaltim Hospital is still irrational which impacts on the increasing total cost for medicine, and patients Pay more than they suppose to. Therefore some control system such as standard treatment and regulation should be developed. Objectives This study was aimed at assessing how the Therapeutic Standard and regulation could improve the prescription pattern. The atributes evaluated include : Antibiotic prescription, generic drugs prescribing, total items of drugs prescribed in one prescription and the total cost of every prescription. Method Quasi experimental-method was applied in the study with two prescription group as its unit analysis, ie: Diagnosis of Acute Upper Respiratory Infection and Acute simple Gastroenteritis without dehidration (Diare) as an intervention. Acute gastritis and Asthmatic patients as contro] group. Results The result showed that there was significant improvement in almost all prescription after intervention, The difference between the intervention and control groups in terms of the number of drugs prescribed for upper respiratory tract infection decreased from 3,8 to 3,3 and for acute Gastro-enteritis from 3,62 to 3,55 (ps 0,01). There was different patterns in generic prescription in the group of acute gastroenteritis after the application of standard treatment (X= 5,158, p=0,02); in the intervention group compared with control group (upper respiratory tract infection and asthma, X*= 4,222, p= 0,01); in the generic drugs patterns, and the available single prescription (p< 0,01). ‘This study showed that standard treatment significantly improved prescribing pattern if it is follewed by regular monitoring and structured feedback to prescribers. Keywords: rational prescription ~ standard treatment — feed-back monitoring result. 1) Rumah Sakit Pupuk Kaltim Bontang 2) Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta 38 SAINS KESEHATAN, 15 (1), Januari 2002 PENGANTAR Rumah Sakit Pupuk Kaltim merupakan RS milik Yayasan Rumah Sakit (YRS). Semula RS merupakan bagian dari Perusahaan Pupuk Kaltim Bontang (BUMN), sekalipun demikian hingga saat ini penga- wasan kegiatan RS masih tetap di bawah naungan PT Pupuk Kaltim, melalui lembaga dalam Yayasan (Badan Pengurus dan Badan Penga- was). Dalam pelayanan jasa, rumahsakit dengan kapasitas 67 bed, dan tingkat BOR mencapai 70% di tahun 2000. Captive market rumahsakit masih dari karyawan Perusahaan Pupuk Kaltim dan keluarganya, dengan kontribusi keuangan kurang lebih 65% (Sumber dari data rekam medis RS PKT 1999). Dalam perkembangannya, mulai terjadi pergeseran pengguria rumahsakit, karena Bontang sendiri terus berkembang men- jadi Kota urban, dengan jumlah penduduk lebih dari 110.000 jiwa pada akhir tahun 2000, sementara fasilitas rumahsakit umum di kota Bontang belum ada. Sumber Pendapatan keuangan terbesar rumahsakit (sekitar 60%) merupakan kontribusi dari Instalasi Farmasi melalui pelayanan obat di Apotik. Omzet penjualan obat dan alat kesehatan dalarn dua tahun terakhir ini sudah melampaui Rp. 12 milyar per tahun, harga peresepan juga semakin meningkat, tahun 1999, peresepan sebesar Rp. 127.104,-, -Sedangkan parameter peresepan yaitu: rata-rata item obat dalam satu Pperesepan adalah sebesar 3,50, peresepan obat generik 5% (Sumber dari: data apotik RS PKT, 1999). Dalam masalah tingginya harga peresepan mungkin sekali disebabkan oleh sistem pembiayaan dari Perusahaan Pupuk Kalimantan Timur yang menggunakan free for service, suatu metode pembiayaan yang menguntlmgkan pihak rumahsakit, dan cenderung terjadinya supply-induced-demand. Terlebih lagi belurn siapnya sistem di rumahsakit untuk mengendalikan akibat negatif sistem pembiayaan tersebut yang dapat menyebabkan rendahnya mutu peresepan. Dalam perkembangan mendatang terlebih lagi mulai diberlaku- kannya otonomi daerah, W perlindungan konsumen, adanya rumah- sakit daerah (yang segera akan dibangun) dan privatisasi Perusahaan Pupuk Kaltirn, mutu pelayanan peresepan yang mencerminkan mutu pelayanan medis merupakan suatu prasyarat penting bagi terse- lenggaranya pelayanan rumahsakit yang bermutu. Berkaitan dengan masalah mutu peresepan, yaitu pola peresepan yang rasional maka rumahsakit harus mulai dari mutu pelayanan klinis, yaitu dengan tersedianya dan dijalankannya standar terapi rumahsakit, termasuk tersediaannya daftar obat forrnularium rumahsakit. Nurul Fathoni et al., Pengaruh Penerapan Standar Terapi dan Regulasi 39 Badan Kesehatan Dunia (WHO) eee arti ae at secara rasional yaitu: pasien menerima obat sesuai denga’ seoutuhan Klinis, dalam dosis yang sesuai dengan kondisi pasien, untuk petiode waktu yang seswiai, dengan cara yang tepat, dan dengan harga yang efisien (terjangkau)'. : jan bentuk peresepan yang tidak rasional menurut Santoso a ae edalern: peresepan boros (ekstravagant), yaitu dengan memilih obat-obatan yang mahal, sekalipun masih ada altematif obat yang lebih murah dengan manfaat dan keamanan yang gama, peresepan berlebihan (overprescribing), apabila dosis obat, lama pemberian atau jumlah obat yang diresepkan melebihi ketentuan, peresepan yang salah (incorrect prescribing) atau petesepan obat untuk indikasi yang keliru, peresepan majemuk (multiple prescribing) pemberian dua atau lebih kombinasi obat, meskipun cukup diberikan obat tunggal saja, peresepan kurang ( ‘underprescribing) apabila obat yang diperitlkar tidak diresepkan, dosis tidak cukup atau waktiu pemberian terlalu pendek2. Sementara Grilli & Lomas menemukan tentang rendahnya angka kepatuhan dokter terhadap standar terapi, yaitu sebesar 55%, ada tiga faktor yang mempengaruhi kepatuhan tersebut, yaitu: complexity (42%), trialability (56’Y), dan observability ( 55fY). Dapat dijelaskan bahwa semakin kompleks. suatu prosedur maka angka kepatuhan akan semakin rendah, semakin sering prosedur dijalankan maka kepatuhannya semakin tinggi, dan semakin diawasi prosedur terapi dilakukan maka kepatuhannya akan semakin tinggi3. Kepatuhan terhadap standar terapi sangat terkait dengan peran komite farmasi terapi dalam melakukan monitoring secara terus menerus dan berkelanjutan, Goeckner (1998), mendapatkan peningkatan mutu pemakaian antibiotika (vancomycin) secara tasional dengan. bermakna yaitu dari tingkat kepatuhan 59% menjadi 86%, serta dapat menekan pemakaian vancomycin sebesat 75%. Angka sebesar itu dicapai dalarn waktu lebih dari 3 tahun‘. Dalam pola peresepan rasional, berbagai bentuk petesepan tidak rasional di ee Asia Tenggara dengan mudah diidentifikasi, yaitu dalarn bentuk polifarmasi, karena rata-rata satu resep pasien men- capai 3,3 item obat, kemudian pemakaian antibiotika yang berlebihan, rata-rata lebih dari 30% pasien mendapatkan antibiotika, serta penyimpangan penggunaan obat injeksi, karena lebih dari 30% pasien berobat mendapatkan suntikan’. ou SAINS KESEHATAN, 15 (1), Januari 2002 Indikator peresepan dipakai untuk mengukur kinerj i inerja yang ber- kaitan dengan pola Peresepan obat secara rasional, mengetahui Kualitas Pengobatan, mengidentifikasi pokok permasalahan yang sedang dihadapi dan m di i i i Bese engukur dampak suatu intervensi terhadap kualitas Dalam kaitannya dengan pola peresepan tersebut, pola di Rumah Sakit Pupuk Kaltim sampai dengan tahun 1998 masih kurenn rasional. Peresepan obat generik hanya sebesar 5%, peresepan antibice tika untuk Infekasi Saluran Pernafasan Atas dan Gastro-enteritis akut lebih dari 80% serta jumlah rata-rata item obat dalam setiap peresepan Pada kasus ISPA mencapai 3,9 item, sedangkan rata-rata harga aa sepan sudah tidak eflsien lagi, yaitu mencapai lebih dari Rj 120.000 (sumiber dari data apotik RS PRT tahun 1999), Ceterct Pengendalian pola peresepan di Rurnah Sakit Pu; i 8 uk Kalti segera dijalankan dengan konsisten dan sinbeuleunegtn ager pela aan yang tidak rasional tersebut dapat dihindari dan kerugian eee pihak ae terkait langsung dengan Peresepan, terutama masyarakat (pasien), penulis resep, perigelola i instansi rumahsakit sendiri. 950 ee Sebagai upaya meningkatkan mutu i i i : Peresepan di Rumah Saki Pupuk Kaltim, perlu dilakukan penyusunan dan Ppelaksanan Sader terapi yang disertai dengan pemberlakuan aturan yang konsiten, hal itu dapat dilakukan melalui kajian penelitian. : Tujuan dari penelitian ini secara umum adalah wu: ilai pengaruh penerapan standar terapi dan regulasi terhadap pola para oan di Rumah Sakit Pupuk Kaltim. Tujuan yang lebih khusus yaitu: 7 lengidentifikasi Pola peresepan diagnosis penelitian, 2) Memban- lingkan besarnya biaya peresepan sebelum dan sesudah penerapan standar terapi dan regulasi, 3) Melihat dampak penerapan standar terapi dan regulasi pada pola peresepan. ” CARA PENELITIAN Jenis penelitian yang di itian i igunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan kuasi eksperimental, dengan rane . design dengan group kontrol. a — Variabel bebas adalah standar terapi i vail a pi dan regulasi yaitu stand pengobatan yang disusun oleh dokter spesialis ae Bekeria di RS eee Kaltim, untuk dua diagnosis utama yang ditetapkan sebagai liagnosis dengan standar terapi, yaitu: ISPA (common cold) / Rhinitis Nurul Fathoni et al., Pengaruh Penerapan Standar Terapi dan Regulasi 41 akut, dan Gastro-enteritis akut tanpa dehidrasi. Ditentukan juga dua diagnosis lain sebagai kontrol, yaitu: Gastritis akut dan Asma Bronkhiale. Formularium termasuk bagian Standar terapi, ditetapkan oleh Direktur Medis atas usulan dari Sub Komite Farmasi dan terapi. Status dokter yang bekerja di RS Pupuk Kaltim, yaitu dokter tetap, dan dokter tamu. Faktor pengganggu (confounding factor) adalah: 1) Pengaruh industri farmasi adalah kegiatan promosi berupa kunjungan dari sales-representative perusahaan farrnasi terhadap dokter, dalam penelitian ini diabaikan 2) Permintaan pasien adalah pasien yang meminta jenis obat tertentu kepada dokter dalam rangkaian pengobatan. Dalam penelitian inipun diabaikan, akan tetapi disertakan dalam pembahasan. Variabel tergantungnya adalah: Pola peresepan obat secara rasional dan efisien, adalah pola peresepan yang sesuai dengan indikator yang telah dibuat berdasarkan teori dan penelitian sebelurnnya. Indikator yang dinilai adalah: jurnlah obat dalarn resep (untuk menilai poli- farmasi), persentasi sediaan tunggal, persentasi obat generik, harga rata-rata satu peresepan dan persentasi antibiotika. Sedangkan objek peneliban adalah resep- resep yang ditulis dokter untuk dua diagnosis intervensi, yaitu Infeksi Saluran Pemafasan Atas (ISPA) dan Gastro-enteritis Akut (Gea) serta dua diagnosis kontrol, yaitu Asma Bronkhiale, dan Gastritis ahit, buku status rekarn medis, lembar laporan harian pasien, Pengumpulan data dilakukan sebanyak sembilan (9) rninggu selama enam bulan, sejak 19 Juni 2000 sarnpai dengan minggu pertama bulan November (terdapat 20 minggu), diurut mulai nomor satu 1 sampai dengan nomor 20, yaitu minggu pertalna (19 -25 Juni) sampai dengan minggu ke 20 (30 Oktober - 5 November 2000), dilakukan random didapat minggu untuk mengadakan pengarnbilan data penelitian sebagai berikut: (1, 4, 9, 10, 15, 16,17, 19, 20), atau sama dengan tanggal: 19 - 25 Juni, 10-16 Juli, 14 - 20 Agustus, 21 - 27 Agustus, 25 September - 1 Oktober, 2 - 8 Oktober, 9 -15 Oktober, 23 -29 Oktober, 30 Oktober - 5 November 2000. Pilihan minggu sampel dibedakan antara minggu-minggu sebelum, dan sesudah Penetapan Standar terapi dan regulasi. Dengan memberi notasi minggu ke (-15, -11, -6, -5, 0, 1, 2, 4,5). Unit analisisnya adalah rsep-resep yang ditulis dokter berdasarkan bagian (dokter umum, dokter Spesialis Anak, Penyakit Dalam, THT), dengan single diagnosis terhadap diagnosis utama dan kontrol yang sudah ditetapkan. Data dikumpulkan diolah dan dianalisis secara statistik, untuk membandingkan data setelah dan sebelum intervensi, data kelompok SALINI REDEMAIAN, 15 (1), Januari 2002 perbandingan antara 2 proporsi, yaitu Chi-square. dan perbandingan bebas antara 2 mean, yaitu dengan uji-t-independen. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah resep di teliti dalam kurun waktu penelitian sebanyak 1814 resep, terdiri dari 934 (51,5%) resep sebelum dilakukan penerapan standar terapi dan regulasi, dan sebanyak 880 (48,5%) resep setelah penerapan standar terapi dan regulasi, Diagnosis terbanyak baik dalam periode sebelum, maupun setelah penerapan standar terapi dan reguiasi adalah Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA), yaitu masing-masing sebesar 651 resep (69,7%) pada periode sebelum, dan sebesar 635 resep (72,2%) pada periode sesudah intervensi. Diagnosis dengan jumlah pasien paling sedikit baik sebelam maupun sesudah penerapan standar terapi dan regulasi yaitu: Gastro- enteritis akut (Gea), masing-masing sebesar 58 resep (6,4%) sebelum standar terapi, dan 50 resep (5,7%) setelah standar terapi. Tabel 1. Perbedaan on diagnosis intervensi (ISPA dan Gea) sebelum dan sesudah penerapan standar terapi dan regulasi Parameter 1SPA L peresapan | sebelum) sesudah) Gea P [sebelum|sesudan] x? | p % generik 15,46 26,22 | X*=0,675) p=04N} 11,21 25,66 | X*=5,158 % antibiotika 85,23 80,44 | X?=0,096| p=0,756| 78,00 70,00 | X?=0,432 % sediaan tunggal 38,81 5A10 | X*=0,432) p=0,519] 78,00 86,00 | X*=0,390 p=0,023 paO5it p=0532 | Keterangan: sebelum = sebelum intervensi (penerapan standar terapi dan regulasi) sesudah = sesudah intervensi (penerapan standar terapi dan regulasi) Dari uji Chi-square perbedaan pola peresepan sebelum dan setelah dilakukan intervensi (standar terapi dan regulasi), pada kelompok inter- vensi ada satu paremeter yang menunjukkan perbedaan secara berrnak- na (X? = 5,158, p= 0,023), yaitu parameter peresepan generik pada diagnosis Gastroenterotos akut. Dalam peresepan antibiotika terjadi penurunan peresepan setelah diterapkan standar terapi, pada ispa dari 85,23% menjadi 80,44%, sedangkan pada Gea dari 78% menjadi 70%, angka tersebut hampir sama dengan yang dilaporkan Dwiprahasto et. al, 1993, Masih menurut Dwiprahasto angka tersebut masih jauh di atas angka 13- 18% yang benar- benar memerlukan antibiotika®. Nurul Fathoni et al., Pengaruh Penerapan stanaar Lerapi aan neguiast 40 Ajagnosis kontrol (Asma dan Gastritis) _ ee aaa jen sesuiah Penerapan standar terapi dan regulasi Bronchiale Grastritis Parameter Asma 7 peresapan | sebelum|sesudah| "| P ‘sebelum|sesudah| P ‘% generik 21,63 39,25 | X*=5,918 )p=0,015| 7,80 31,80 | X*=0,474 p=0A90 gen y ; ‘% antibiotika )} 68,45. 4963 | e=0,093 \p=0,761) 20,63 19,67 |X*=0,100 p=0,752 a 4 oa 20,408 ae 79,17 76,30 | X*=0,026 |p=0,787| 67.21 THIS \K=0,685 | p=! i dan regulasi) i: = sebelum intervensi (penerapan standar terapi ee an = Secudah intervensi (penerapan standar terapi dan regulas!) Pada kelompok kontrol, sebagaimana terlihat pada tabel 2 terdapat satu parameter yang menunjukkan perbedaan ain eae dar terapi dan regulasi, sebelum dengan sesudah penerapan stan E Beene! i ik pada Asma bronkhiale (X*= 5,918, p= 0,015), persentasi generik pada Asn , eee dak menunjukkan perbe re’ tara pada parameter lain ti ; aoe ibioti ; Asma Bronkhiale dan Gas! antibiotika pada kelompok kontrol; ; nies oe i ami penurunan (perbaikan), yaitu: unt f dari 68, ead Dy 63%, eedanekan rt Gastritis dari 20, 63% menjadi 19,67%, walaupun dengan tingkat kemaknaan yang tidak kuat (p> 0,05) i ola pel an antara diagnosis intervensi cine ree Cea) an diagnosis kontrol sebelum dan sesudah intervensi (uji-independent -t) i ie Kelompok intervensi | Diagnosis )Jumlal) Mean sD | P resep 1,373 | 0,17 IsPA1 | 643 46555,30 is ISPA2 | 634 63063, 64 mlah item obat ISPA1 | 641 [ ISPA2 | 634 i Geal 58 oo Geaz | 50 | 63214,98 4 Vt Geal } 58 355 1 yeaa Gea2 | 50 2,62 085 k kontrol ies Gastritis! | 63 | 88708,98 | 72129,72 Gastritis2| 61 |107957,20 item obat | Gastritis} 63 3,06 ell Gastritis? | 61 275 ‘Asmal | 168 | 88885,24 ee ‘Asma2 | 135 | 82857,71 Jumiah item obat ‘Asmal | 168 | 5,36 Asma2 5,38 PALINS KESEHATAN, 15 (1), Januari 2002 Tabel 3 menunjukkan bahwa: Pola peresepan kelompok intenvensi berbeda (lebih baik) dibandingkan dengan kelompok kontrol. Pararneter jumlah item obat pada Infeksi Saluran Pernafasan Atas dan Gastro- enteritis akut membuktikan Perbaikan tersebut, yaitu dari 3,8 item obat Ispa sebelum standar terapi, menjadi 3,3 item obat sesudah standar terapi, sedangkan pada Gastro-enteritis akutjtunlah item obat sebelum- nya 3,55 menjadi 2, 62 setelah standar terapi, masing-masing dengan tingkat kemaknaan yang kuat (p< 0,01). Jumlah item obat tersebut sudah cukup baik yaitu sudah kurang dari 3,2 iteml. Sekalipun masih lebih tinggi dan 2,50 yang direkomendasikan WHO’. Pada harga peresepan kelompok intenensi juga mengalami per- baikan setelah penerapan standar terapi sekalipun secara statistik kurang bermakna. Berbeda halnya dengan kelompok kontrol, tidak tampak adanya perubahan pola peresepan baik Pada harga peresepan (pada diagnosis Gastritis akut mengalarni kenaikan harga), maupun Pada jumlah item obat (p> 0,05). Pada harga Peresepan Gea yang mengalami Penurunan harga yang cukup besar dari Rp 81.285,- menjadi Rp 632.215, sekalipun secara statistik masih belurn menunjukkan tingkat kemaknaan yang kuat (p> 0,05). Penurunan seperti ini sesuai dengan penelitian Shepard et. al. (1995), bahwa Penerapan standar terapi dapat menambah efisiensi Pengobatan pasien sebesar 33%°. Tabel 4. Perbedaan pola 'sepan antara kelompok intervensi (Is; a) dan kelompok iontrel TAs) 7 z Diagnosis Parameter peresepan | Selisih ispa Selisih asma x P % generik 0,21 16,33 14,22 0,000 % antibiotika 2,0 5,0 1,286 0,257 % sediaan tunggal 10,50 2,77 4,571 0,033 Keterangan: Selisih ispa__ = selisih nilai ispa sebelum dikurangi sesudnh intenvensi Selsisih asma = selisih nilai asma sebelum dikurangi sesudah masa intervensi Dari perbedaan pola peresepan antara diagnosis intervensi (Ispa) dengan diagnosis kontrol (Asma) seperti pada Tabel 4, yang menggam- barkan perbedaan terlihat bahwa pola peresepan kelompok intervensi Nurul Fathoni et al., Pengaruh Penerapan Standar Terapi dan Regulasi 45 k intervensi (Ispa) . Perbedaan pola peresepan antara kelompo! ae dan ikelompok kontrol (Asma) Diagnosis Parameter peresepan | Selisih geal Selisih gastritis] Pp % generik 1153 6,66 0,889 0,346 % antibiotika 60,0 0,90 3,571 0,059 % sediaan tunggal 18,57 0,90 16,20 0,000 Keterangan: isil = ih nilai lum dikurangi sesudah intervensi Selisill Gea = selisih nilai ispa sebel ; s Selsisih Gastritis= selisih nilai asma sebelum dikurangi sesudah masa intervensi k intervensi (Gea) dar’ Sedangkan pada perbedaan antara kelompok inte : kelompok Tents (Gastribs), perbedaan terlihat terutama pada Para: meter persentasi sediaan tunggal dengan tingkat perbedaan yang sangat belmakna (p< 0,01). i bedaan pere sepan untuk diagnosis inter- ci oo ie En diagnosks kontrol (Asma Bronkhiale) [Diagnosis] Jumlah| Mean sD t P resep Harga obat ispa 634 | 5953,89 | 886,29 | 0,763 |0,446| asma | 135 |5448,504 | 811,75 Jumlah item obat ispa 634 0,51 167 | 1,652 |0,101 asma | 135 0,11 2,68 Intervensi: ispa_ Kontrol: asma Bronkhiale enunjukkan untuk peresepan harga obat dan jumlah item oe eo intervensi dengan kelompok kontrol, tidak ada perbedaan yang cukup bermakna (p>0,05), artinya dalam ke dua hal tersebut tidak terdapat perbedaan yang cukup berrnakna. Dalarn penelitian dilakukan juga penilaian terhadap Pengaruh oo ‘feed-back, feed-back yang dilakukan adalah berupa laporan eh eons resistensi kuman akibat penggunaan antibiotika di mmahsakit sel a 8 (delapan) bulan pertama, yaitu: Januari 2000 sampai dengan nae 2000 yang meliputi 115 buah data sekunder sampel kultur dan resist kuman, baik dari media tenggorokan, darah, pus, dan telinga. 46, SAINS KESEHATAN, 15 (1), Januari 2002 Gambar 1 mempresentasikan periode min; nelitian yai i dari minggu -15, yaitu: 19 Juni 2000 - 25 Juni 2000 te, sébelum minggu ke Q adalah periode sebelum penerapan standar terapi dan formularium, Garis tegak berpanah pada titik 0 adalah minggu ke 0, yaitu 25 Juni - 1 Oktober 2000 saat di berlakukannya standar terapi dan regulasi, sedangkan garis titik-titik pada sebelah minggu ke 4, (17 Oktober 2000) yaitu waktu dilakukan feed-back terhadap hasil pemeriksaan kultur dan resistensi test antibiotika. Intervensi | Fend hack Gambar | Grafik Peresepan antibiotika selama penelitian. Terlihat peresepan mulai minggu -15 sarnpai den; i dalam pola normal, kemudian setelah mines ke Cae minggu ke 4, 17 Oktober 2000 pola peresepan antibiotika el terutama untuk dignosis ISPA dan Asma Bronkhiale. Akan tetapi tidak tampak adanya penurunan untuk diagnosis Gea, dan Gastritis akut. Pada periode tanggal 17 Oktober 2000, atau saat setelah dilakukan leed-back tampak teljadi_ penumnan peresepan dari antibiotika vmtuk semua diagnosis penelitian. Penurunan paling tajam adalah pada pola persepaan Asma Bronkhiale, sedangkan untuk ISPA, Gea, dan Gastritis Akutjuga menunjukkan penururan sekalipun tidak setajam pada Asma ee Laporan feed-back berupa analisis hasil kultur dan resistensi cuman di Rurnah Sakit Pupuk Kaltim, cepat menjadi isu hangat di alangan dokter RS Pupuk Kaltim, terutama dengan angka resistensi kuman terhadap antibiotika hroadspectnxm sudah mencapai diatas 75%. Pembahasan yang dilakukan sampai pada satu kesimpulan, bahwa Penggunaan antibiotika perlu dilakukan secara bertanggung jawab. Nurul Fathoni et al., Pengaruh Penerapan Standar Terapi dan Regulasi 47 sesuai dengan indikasi medis yang tepat. Laporan feed-back resistensi kuman di RS Pupuk Kaltim ternyata membawa dampak positif terhadap pola peresepan. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1) Pola peresepan di Rumah sakit Pupuk Kaltim untuk kelompok intervensi: Ispa dan Gastro-enteritis akut maupun kelompok kontrol: Gastritis Akut dan Asma Bronkhiale dinilai masih belum rasional. 2) Intervensi yang dilakukan melalui penerapan standar terapi dan regulasi dapat memperbaiki pola peresepan, sekalipun belum secara keseluruhan menghasilkan perbedaan yang bermakna antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol, dan antara sebelum dengan setelah penerapan standar terapi dan regulasi 3) Terjadi perbaikan pola peresepan yang secara statistik bermakna pada kelompok intervensi dibandingkan dengan kelompok kontrol, yaitu pada pola peresepan jumlah item obat, persentasi sediaan tunggal, dan persentasi generik (p< 0,01). Pada kelompok kontrol juga mengalami perbaikan akan tetapi secara statistik ktlrang bermakna (> 0,05). Dalam harga peresepan, terjadi penurunan harga peresepan pada harnpir semua diagnosis penelitian, kecuali pada peresepan diagnosis Gastritis Akut. Monitoring yang dilakukan terhadap dokter melalui feed-back, terbukti dapat memperbaiki pola peresepan pada semua diagnosis penelitian. Saran 1) Monitoring dan feed-back terhadap standar terapi sebaiknya dilanjut- kan secara periodik, disertai dengan laporan kinerja dari masing- masing penulis resep 2) Monitoring sebaiknya dilakukan oleh subkomite Farrnasi terapi, karena subkomite ini diharapkan mampu berperan aktif dalarn pengendalian pemakaian obat secara rasional. 3) Diperlukan upaya pembelajaran yang lebih efektif terhadap penulis resep (dokter) dalam menangani pasien, dengan mengutamakan mutu klinis berdasarkan evidence-based, terutarna untuk dokter tetap. Misalnya dengan mengundang team-ahli (expert) untuk merivisi dan menetapkan standar terapi yang paling sesuai serta dapat dipertang- gung-jawabkan secara medis. Toes eee ens ae (4), JUMUATT ZUUL 4) Menyederhanakan daftar obat formularium, disesuaikan dengan kebutuhan klinis yang dapat dipertanggung jawabkan 5) Perlu dilakukan Penelitian jangka Panjang agar dapat dilihat pengar- uh jangka Panjang dari intervensi yang dilakukan. 6) Perlu diadakan penelitian lanjutan untuk mengetahui sebesar apa Pengaruh faktor diluar standar terapi dan formularium terhadap pola 7) Perlu disusun Tata Laksana obat yang lebih mendetail untuk mengendalikan pola peresepan. DAFTAR PUSTAKA 1. World Health Organization., 1985, Selected drugs use in health facilities, How to Investigate Drugs Uses In Health Facilities, World Health Organization, Geneva. 2. Santoso, B,, 1985, Hospital Pharmacy and theurapeutics countries in Southeast Asia, role and funobon, Medical Progress: 5-10. 3. Grilli, R., Lomas, J., 1994, Evaluating the message: The relationship between compliance rate and subject of practice guidedelines”, Medical Care. 32: 202-213. + Goekner, B., Hendershot, S,, Drakf, 1998, A Vancomycin monitoring program ata community hospital. Practice guideline Quality Improvement 24: 379- 385. >. Hellbruck, R.P,, 1997, Medical guidelines: a valid and reliable management tool, International Journal 22: 51-60. Dwiprahasto, I, 1993, Antibiotic utilization in the treatment of Acute Respiratory Infection in children seen in Private practice. - World Health Organization., 1997, Managing Drugs Supply,, 2nd editions., Management Sciences for Health in Collaboration with the WHO., World Health Organization, Boston. Shepard, D, S., Stason, W. B., Perry jr, M, H., Carrnen, A, B., Nagurney, JT, 1995, “Multivariate cost-effectiveness analysis: an application to optimizing ambulatory care for hypertension”, Inquiry, 32: 320-331.

You might also like