Professional Documents
Culture Documents
IDENTITAS
Nama
Umur
Agama
Pekerjaan
Tanggal pemeriksaan
II
: Tn. S
: 40 tahun
: Islam
: Supir
: 19 Februari 2014
ANAMNESIS
III
Thorax, Jantung
Paru
Abdomen
Ekstremitas
STATUS OPHTALMOLOGI
KETERANGAN
1 VISUS
- Visus
- Koreksi
- Addisi
- Distansia Pupil
- Kacamata Lama
2 KEDUDUKAN BOLA MATA
3
-
Eksoftalmus
Enoftalmus
Deviasi
Gerakan Bola Mata
SUPERSILIA
Warna
OD
OS
6/6
32mm
-
6/7,5 PH 6/6
32mm
-
Hitam
Hitam
2
4
5
6
7
-
Simetris
Simetris
PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR
Edema
Nyeri tekan
Ekteropion
Entropion
Blefarospasme
Trikiasis
Sikatriks
Punctum lakrimal
Normal
Fissure palpebral
Normal
Tes anel
Tidak dilakukan
KONJUNGTIVA SUPERIOR DAN INFERIOR
Hiperemis
Folikel
Papil
Sikatriks
Hordeolum
Kalazion
KONJUNGTIVA BULBI
Sekret
Injeksi Konjungtiva
Injeksi Siliar
Perdarahan Subkonjungtiva
Pterigium
Pinguekula
Nevus Pigmentosus
Kista Dermoid
SKLERA
Warna
Putih
Ikterik
Nyeri Tekan
-
8
9
-
KORNEA
Kejernihan
Permukaan
Ukuran
Sensibilitas
Infiltrat
Keratik Presipitat
Sikatriks
Ulkus
Perforasi
Arcus senilis
Edema
Test Placido
BILIK MATA DEPAN
Kedalaman
Simetris
+
Normal
Normal
Tidak dilakukan
+
+
Putih
-
Jernih
Rata
12 mm
Baik
Tidak dilakukan
Keruh
Rata
12 mm
Menurun
Gambaran dendritik
Tidak dilakukan
Cukup
Cukup
3
10
11
12
13
14
-
Kejernihan
Hifema
Hipopion
Efek Tyndall
IRIS
Warna
Kripte
Sinekia
Koloboma
PUPIL
Letak
Bentuk
Ukuran
Refleks Cahaya Langsung
Refleks Cahaya Tidak Langsung
LENSA
Kejernihan
Letak
Test Shadow
BADAN KACA
Kejernihan
FUNDUS OCCULI
Fundus Reflex
Batas
Warna
Rasio arteri : vena
C/D rasio
Makula lutea
Eksudat
Perdarahan
Sikatriks
Ablatio
15
16
-
PALPASI
Nyeri tekan
Masa tumor
Tensi Occuli
Tonometry Schiotz
KAMPUS VISI
Tes Konfrontasi
IV
Jernih
-
Jernih
-
Cokelat
+
-
Cokelat
+
-
Tengah
Bulat
3 mm
+
+
Tengah
Bulat
3 mm
+
+
Jernih
Tengah
Negatif
Jernih
Tengah
Negatif
Jernih
Jernih
Terang
Tegas
Kuning kemerahan
2:3
0.3
Tegas
-
Terang
Tegas
Kuning kemerahan
2:3
0.3
Tegas
-
N/Palpasi
-
N/Palpasi
-
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Uji flourescein
Uji festel
PCR antiviral HSV (ELISA)
RESUME
Telah diperiksa pasien laki laki bernama Tn S, umur 40 tahun dengan keluhan
mata kiri merah sejak 1 minggu yang lalu. Satu hari sebelum matanya merah, ada
nyeri di pelipis kiri, nyerinya berdenyut. Mata merah (+), rasa mengganjal (+).
Hiperlakrimasi (+), buram(+), silau (+). Demam (-), pilek (-), bisul atau bentol di
kulit (-). Pasien tidak pernah mengalami seperti ini sebelumnya, dan dikeluarga
pasien tidak ada yang menderita penyakit seperti pasien. Riwayat pemakaian
VI
DIAGNOSIS KERJA
Keratitis dendritik OS
VII
DIAGNOSIS BANDING
Keratitis Stroma
Keratitis Herpes Zooster
Keratitis Epidemika
Keratitis Bakterialis
Keratitis Jamur
VIII
PENATALAKSANAAN
Acyclovir 3% EO 5 gtt 1 OS
Ofloxacin 3% ED 5 gtt 1 OS
Polivynilpyrrolidon 20 mg ED 6 gtt 1 OS
Na Diclofenak ED 4 gtt 1 OS
Vitamin C 500 mg tablet 1 x 1
IX
PROGNOSIS
Ad Vitam
Ad Fungsionam
Ad Sanationam
Tinjauan Pustaka
Definisi
Keratitis herpes simpleks merupakan peradangan pada kornea yang disebabkan oleh
infeksi virus herpes simpleks tipe I maupun tipe II. Herpes Simpleks Virus (HSV) merupakan
virus DNA rantai ganda yang termasuk ke dalam famili herpesviridae. HSV yang menyerang
manusia terdiri dari dua tipe yaitu HSV tipe 1 dan tipe 2. HSV tipe 1 (HSV-1) infeksinya
terutama pada daerah orofasial dan ocular, sementara HSV tipe 2 (HSV-2) umumnya
ditularkan melalui hubungan seksual dan menyebabkan penyakit genitalia. HSV-2 jarang
namun dapat menginfeksi mata melalui kontak orofasial dengan lesi genitalia dan secara
tidak sengaja ditularkan kepada neonatus ketika neonatus lahir secara normal pada ibu yang
teinfeksi HSV-2. Keratitis herpes simpleks dibagi dalam 2 bentuk yaitu epitelial dan stromal.
Perbedaan ini perlu dipahami karena mekanisme kerusakannya yang berbeda.
Pada yang epitelial kerusakan terjadi akibat pembelahan virus di dalam sel epitel,
yang akan mengakibatkan kerusakan sel dan membentuk ulkus kornea superfisial. Sedangkan
pada yang stroma diakibatkan reaksi imunologik tubuh pasien sendiri terhadap virus yang
menyerang. Karena kornea merupakan bangunan yang avaskuler, maka pertahanan pada
waktu peradangan tidak bereaksi dengan cepat, seperti jaringan lain yang mengandung
banyak vaskularisasi. Sehingga badan kornea, wandering cells dan sel-sel lainnya yang
terdapat di dalam stroma kornea akan segera bekerja sebagai makrofag yang kemudian akan
disusul dengan terjadinya dilatasi dari pembuluh darah yang terdapat di limbus dan akan
tampak sebagai injeksi perikornea. Kemudian akan terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuklear,
sel plasma dan sel polimorfonuklear yang akan mengakibatkan timbulnya infiltrat yang
selanjutnya dapat berkembang dengan terjadinya kerusakan epitel dan timbulla ulkus (tukak)
kornea.
Pada peradangan yang dalam, penyembuhan berakhir dengan pembentukan jaringan
parut (sikatrik), yang dapat berupa nebula, makula, dan leukoma. Nebula bila ulkus tidak
terlalu dalam dan tampak sebagai bercak seperti awan, yang hanya dapat dilihat di kamar
6
gelap dengan cahaya buatan. Makula, terjadi bila ulkus lebih dalam dan tampak sebagai
bercak putih yang tampak di kamar biasa. Leukoma, didapat bila ulkus lebih dalam lagi dan
tampak sebagai bercak putih seperti porselen, yang sudah tampak dari jarak jauh
Epidemiologi
Sekitar 90% populasi adalah karier HSV yang dapat menimbulkan infeksi kambuhan
setiap saat yang berasal dari virus yang dorman di ganglion trigeminalis. Kira-kira 94-99%
kasus bersifat unilateral, walaupun pada 40% atau lebih dapat terjadi bilateral khususnya
pada pasien-pasien atopik. Infeksi primer dapat terjadi pada setiap umur, tetapi biasanya
antara umur 6 bulan-5 tahun atau 16-25 tahun. Keratitis herpes simpleks didominir oleh
kelompok laki-laki pada umur 40 tahun ke atas. Keratitis HSV adalah salah satu infeksi
kornea terbanyak di Amerika Serikat dan merupakan penyebab nomor satu penyebab
kebutaan akibat infeksi yang mengindikasikan transplantasi kornea. Kira kira 500.000
orang di amerika terkait dengan HSV pada mata, 20.000 kasus baru dan 28.000 kasus
kambuhan setiap tahunnya. Tingkat kekambuhan keratitis HSV sebanyak 25% pada tahun
pertama, dan 33% pada tahun kedua.
Gejala Klinis
Gejala-gejala subyektif keratitis epitelial meliputi: fotofobia, injeksi perikornea /
siliar, hiperlakrimasi, kelopak mata bengkak, dan penglihatan kabur. Berat ringannya gejalagejala iritasi tidak sebanding dengan luasnya lesi epitel, berhubung adanya hipestesi atau
insensibilitas kornea. Dalam hal ini harus diwaspadai terhadap keratitis lain yang juga disertai
hipestesi kornea, misalnya pada: herpes zoster oftalmikus, keratitis akibat pemaparan dan
mata kering, pengguna lensa kontak, keratopati bulosa, dan keratitis kronik.
Gejala spesifik pada keratitis herpes simpleks ringan adalah tidak adanya fotofobia.
Infeksi herpes simpleks laten terjadi setelah 2-3 minggu pasca infeksi primer. Dengan
mekanisnie yang tidak jelas, virus menjadi inaktif dalam neuron sensorik atau ganglion
otonom. Dalam hal ini ganglion servikalis superior, ganglion n. trigeminus, dan ganglion
siliaris berperan sebagai penyimpan virus. Namun akhir-akhir ini dibuktikan bahwa jaringan
kornea sendiri berperan sebagai tempat berlindung virus herpes simpleks. Beberapa kondisi
yang berperan terjadinya infeksi kambuhan antara lain: demam, infeksi saluran nafas bagian
atas, stres emosional, pemaparan sinar matahari atau angin, haid, renjatan anafilaksis, dan
kondisi imunosupresi.
sampai stroma. Ulkus ini berbentuk bulat atau lonjong dengan ukuran beberapa mm dan
bersifat tunggal. Pada kasus ini dapat dijumpai adanya edema stroma yang berat disertai
lipatan membrana descemet. Reaksi iritasi konjungtiva bersifat ringan akibat adanya
hipestesia. Reflek lakrimasi berkurang, sehingga produksi tear film menjadi relative tidak
cukup. Ulkus metaherpetik dapat menetap dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan.
Untuk penyembuhannya memerlukan waktu sekurang-kurangnya 6 minggu.
geographic
Necrotizing
keratitis
Immune keratitis
"Meta-herpetic"
Epithelial defect
Microbial
and
non-microbial
ulcerative
10
keratitis
Endotheliu
m
Anterior
Disciform keratitis
Keratouveitis
Keratouveitis
chamber
Diagnosis
Pemeriksaan pada Kornea
1. Uji Fluoresein
Uji untuk melihat adanya defek pada epitel kornea. Caranya kertas fluoresein dibasahi
terlebih dahulu dengan garam fisiologis kemudian diletakkan pada saccus konjungtiva
inferior setelah terlebih dahulu penderita diberi anestesi lokal. Penderita diminta
menutup matanya selama 20 detik, kemudian kertas diangkat. Defek kornea akan
terlihat berwarna hijau sebagai uji fluoresein positif.
2. Uji Fistel
Uji untuk mengetahui letak dan adanya kebocoran kornea. Pada konjungtiva inferior
ditaruh kertas fluoresein. Bila terdapat fistel kornea akan terlihat pengaliran cairan
mata berwarna hijau.
3. Uji Placido
Untuk melihat kelengkungan kornea. Caranya dengan memakai papan plasido yaitu
papan dengan gambaran lingkaran konsentris putih hitam yang menghadap pada
sumber cahaya, sedang pasien berdiri membelakangi sumber cahaya. Melalui lubang
di tengah dilihat gambaran bayangan plasido pada kornea. Normal bayangan plasido
pada kornea berupa lingkaran konsentris.
4. Uji Sensibilitas Kornea
Uji untuk menilai fungsi saraf trigeminus kornea. Caranya dengan meminta penderita
melihat jauh ke depan, kemudian dirangsang dengan kapas basah dari bagian lateral
kornea. Bila terdapat refleks mengedip, rasa sakit atau mata berair berarti fungsi saraf
trigeminus dan fasial baik.
Pemeriksaan Penunjang
11
12
Sering digunakan untuk infeksi pada epitel kornea. Infeksi yang ditandai dengan
timbulnya gambaran dendritik lebih memberikan respon yang baik dengan menggunakan
obat ini daripada infeksi pada stroma. Idoxuridine merupakan analog dari thymidine. Obat ini
menghambat sintesis DNA virus dan manusia, sehingga toksik untuk epitel normal dan tidak
boleh digunakan lebih dari 2 minggu. Terdapat dalam larutan1% dan diberikan setiap jam.
Salep 0,5% diberikan setiap 4 jam. Resistensi terhadap obat ini dilaporkan terdapat pada 1,5
4% kasus. Obat ini sering menimbulkan efek samping antara lain keratitis pungtata,
dermatitis kontakta, konjungtivitis folikularis, dan oklusi pungtum lakrimalis.
Vidarabine
Suatu turunan dari adenin yang cara kerjanya dengan menghambat sintesis DNA virus
pada tahap awal. Hanya terdapat dalam bentuk salep 3% yang diberikan lima kali sehari.
Apabila tidak ada tanda perbaikan setelah 7 hari pemakaian atau dalam 21 hari proses
reepitelisasi tidak sempurna maka pertimbangkan untuk memakai obat lain.
Trifluridine
Merupakan analog dari thymidine, menghambat DNA polymerase virus. Trifluridine
dapat berpenetrasi dengan baik melalui kornea dan lebih manjur ( tingkat kesembuhan 95%
dibandingkan dengan obat topikal yang lain. Obat ini jauh lebih efektif untuk penyakit stroma
daripada yang lain. Terdapat dalam larutan 1% diberikan setiap 4 jam. Apabila tidak ada
respon setelah 7 14 hari pemakaian obat ini maka dapat dipertimbangkan untuk
menggunakan obat lain. Seperti Idoxuridine, obat ini sering menimbulkan reaksi toksik.
Acyclovir
Obat ini merupakan derivat guanin. Di dalam sel yang terinfeksi virus herpes,
acyclovir mengalami fosforilasi menjadi bentuk aktif acyclovir trifosfat, 30 100 kali lebih
cepat dari pada di dalam sel yang tidak terinfeksi. Acyclovir trifosfat bekerja sebagai
penghambat dan sebagai substrat dari herpes secified DNA polymerase sehigga mencegah
sintesis DNA dari virus lebih lanjut tapa mempengaruhi proses sel yang normal.
Acyclovir oral ada manfaatnya utuk pengobatan penyakit herpes mata berat,
khususnya pada orang atopik yang rentan terhadap penyakit herpes mata dan kulit agresif
( aczema herpeticum ). Terdapat dalam betuk tablet 400mg 5x/hari per oral, dan topikal
13
dalam bentuk salep 3 % yang diberikan tiap 4jam. Sama efektifnya dengan antivirus lain akan
tetapi dengan efek samping yang minimal.
Table 2. Recommended management of herpetic keratitis
Recommended Management
Epithelial
Stromal
Endothelial
Anterior
Consider debridement
chamber
Profilaksis Antiviral
The Herpetic Eye Disease Study (HEDS) bagina National Eye Institute menemukan bawa
penggunaan acyclovir oral 400 mg dua kali sehari efektif dalam :
1. Mengurangi insidens kekambuhan keratitis epithelial dan stromal secara signifikan
2. Efektif dalam mengurangi kekambuhan pada keratitis endothelial dan keratouveitis
14
Based upon the HEDS findings and our own anecdotal experience, we currently utilize the
following guidelines for prophylactic therapy with either acyclovir 400 mg PO BID or
valacyclovir 500 mg PO daily for herpetic eye disease:
1. HSV epithelial keratitis
1. Initial episode = no prophylactic therapy
2. One or more recurrent episodes = oral therapy x 1 year
2. HSV stromal keratitis
1. Initial episode (uncomplicated) = oral therapy x 1 year
2. Initial episode (complicated) = oral therapy x 2 years
3. Chronic disease = oral therapy (2 years to indefinite)
3. HSV endothelial keratitis
1. Initial episode = oral therapy x 1 year
2. Multiple episodes = oral therapy (2 years to indefinite)
4. HSV keratouveitis
1. Initial episode = oral therapy x 1 year
2. Multiple episodes = oral therapy (2 years to indefinite)
5. Post-phototherapeutic keratectomy = oral therapy (1 year)
6. Post-keratoplasty (any type) = oral therapy (2 years to indefinite)
DAFTAR PUSTAKA
15
16