You are on page 1of 16

LAPORAN KASUS

IDENTITAS
Nama
Umur
Agama
Pekerjaan
Tanggal pemeriksaan

II

: Tn. S
: 40 tahun
: Islam
: Supir
: 19 Februari 2014

ANAMNESIS

Auto anamnesis pada tanggal 19 Februari 2014 jam 10.30 WIB


Keluhan utama
Mata kiri merah sejak 1 minggu yang lalu
Keluhan tambahan
Mata kiri buram, berair dan silau
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poliklinik RSUD Ciawi dengan keluhan mata kiri merah sejak 1 minggu
yang lalu. Pasien menceritakan satu hari sebelum matanya merah, ada nyeri di pelipis kiri,
nyerinya berdenyut. Mata merah (+), rasa mengganjal (+). Pasien menceritakan selain
matanya merah, mata kirinya juga berair terus, melihat buram, dan jika melihat sinar terasa
silau. Demam (-), bisul atau bentol di kulit (-). Pasien tidak pernah mengalami seperti ini
sebelumnya, dan dikeluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit seperti pasien. Pasien
tidak memakai kontak lens, riwayat pemakaian obat tetes lama disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Diabetes Melitus disangkal
Riwayat Hipertensi disangkal.
Riwayat Penyakit Jantung disangkal.
Riwayat Asma disangkal.
Riwayat Alergi Makanan dan Obat disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga

III

Riwayat Diabetes Mellitus disangkal


Riwayat Hipertensi disangkal
Riwayat Penyakit Jantung disangkal.
Riwayat Asma disangkal.
Riwayat Alergi Makanan dan Obat disangkal.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum
Kesadaran
Tanda Vital

: Tampak sakit sedang


: Compos mentis
: Tekanan Darah: 120/80 mmHg, Frekuensi Nadi: 82

kali/menit, Frekuensi Nafas : 17 kali/menit


Kepala/leher

: Pembesaran KGB preauriukuler (-)

Thorax, Jantung

: Tidak ada kelainan

Paru

: Tidak ada kelainan

Abdomen

: Tidak ada kelainan

Ekstremitas

: Deformitas (-), Edema (-) , Sianosis (-)

STATUS OPHTALMOLOGI
KETERANGAN
1 VISUS
- Visus
- Koreksi
- Addisi
- Distansia Pupil
- Kacamata Lama
2 KEDUDUKAN BOLA MATA
3
-

Eksoftalmus
Enoftalmus
Deviasi
Gerakan Bola Mata
SUPERSILIA
Warna

OD

OS

6/6
32mm
-

6/7,5 PH 6/6
32mm
-

Baik ke segala arah

Baik ke segala arah

Hitam

Hitam
2

4
5
6
7
-

Simetris
Simetris
PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR
Edema
Nyeri tekan
Ekteropion
Entropion
Blefarospasme
Trikiasis
Sikatriks
Punctum lakrimal
Normal
Fissure palpebral
Normal
Tes anel
Tidak dilakukan
KONJUNGTIVA SUPERIOR DAN INFERIOR
Hiperemis
Folikel
Papil
Sikatriks
Hordeolum
Kalazion
KONJUNGTIVA BULBI
Sekret
Injeksi Konjungtiva
Injeksi Siliar
Perdarahan Subkonjungtiva
Pterigium
Pinguekula
Nevus Pigmentosus
Kista Dermoid
SKLERA
Warna
Putih
Ikterik
Nyeri Tekan
-

8
9
-

KORNEA
Kejernihan
Permukaan
Ukuran
Sensibilitas
Infiltrat
Keratik Presipitat
Sikatriks
Ulkus
Perforasi
Arcus senilis
Edema
Test Placido
BILIK MATA DEPAN
Kedalaman

Simetris
+
Normal
Normal
Tidak dilakukan
+
+
Putih
-

Jernih
Rata
12 mm
Baik
Tidak dilakukan

Keruh
Rata
12 mm
Menurun
Gambaran dendritik
Tidak dilakukan

Cukup

Cukup
3

10
11
12
13
14
-

Kejernihan
Hifema
Hipopion
Efek Tyndall
IRIS
Warna
Kripte
Sinekia
Koloboma
PUPIL
Letak
Bentuk
Ukuran
Refleks Cahaya Langsung
Refleks Cahaya Tidak Langsung
LENSA
Kejernihan
Letak
Test Shadow
BADAN KACA
Kejernihan
FUNDUS OCCULI
Fundus Reflex
Batas
Warna
Rasio arteri : vena
C/D rasio
Makula lutea
Eksudat
Perdarahan
Sikatriks
Ablatio

15
16
-

PALPASI
Nyeri tekan
Masa tumor
Tensi Occuli
Tonometry Schiotz
KAMPUS VISI
Tes Konfrontasi

IV

Jernih
-

Jernih
-

Cokelat
+
-

Cokelat
+
-

Tengah
Bulat
3 mm
+
+

Tengah
Bulat
3 mm
+
+

Jernih
Tengah
Negatif

Jernih
Tengah
Negatif

Jernih

Jernih

Terang
Tegas
Kuning kemerahan
2:3
0.3
Tegas
-

Terang
Tegas
Kuning kemerahan
2:3
0.3
Tegas
-

N/Palpasi
-

N/Palpasi
-

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Uji flourescein
Uji festel
PCR antiviral HSV (ELISA)

RESUME
Telah diperiksa pasien laki laki bernama Tn S, umur 40 tahun dengan keluhan
mata kiri merah sejak 1 minggu yang lalu. Satu hari sebelum matanya merah, ada
nyeri di pelipis kiri, nyerinya berdenyut. Mata merah (+), rasa mengganjal (+).
Hiperlakrimasi (+), buram(+), silau (+). Demam (-), pilek (-), bisul atau bentol di
kulit (-). Pasien tidak pernah mengalami seperti ini sebelumnya, dan dikeluarga
pasien tidak ada yang menderita penyakit seperti pasien. Riwayat pemakaian

kontak lensa (-), riwayat pemakaian obat tetes lama (-).


Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat Penyakit Keluarga : Status Generalis : TD : 120/80 mmHg
Status Ophtalmologi :
o VOD (6/6) ; VOS (6/7,5 PH 6/6)
o Konjungtiva bulbi tarsal superior inferior OD jernih, OS hiperemis
o Konjungtiva bulbi OS injeksi siliar
o Kornea OS keruh, gambaran dendritik
o Sensibilitas kornea OS menurun

VI
DIAGNOSIS KERJA
Keratitis dendritik OS
VII

DIAGNOSIS BANDING
Keratitis Stroma
Keratitis Herpes Zooster
Keratitis Epidemika
Keratitis Bakterialis
Keratitis Jamur

VIII

PENATALAKSANAAN
Acyclovir 3% EO 5 gtt 1 OS
Ofloxacin 3% ED 5 gtt 1 OS
Polivynilpyrrolidon 20 mg ED 6 gtt 1 OS
Na Diclofenak ED 4 gtt 1 OS
Vitamin C 500 mg tablet 1 x 1

IX

PROGNOSIS
Ad Vitam
Ad Fungsionam
Ad Sanationam

OKULI DEXTRA (OD)


:
Bonam
:
Bonam
:
Bonam

OKULI SINISTRA (OS)


Bonam
Dubia ad Bonam
Dubia ad Bonam

Tinjauan Pustaka
Definisi
Keratitis herpes simpleks merupakan peradangan pada kornea yang disebabkan oleh
infeksi virus herpes simpleks tipe I maupun tipe II. Herpes Simpleks Virus (HSV) merupakan
virus DNA rantai ganda yang termasuk ke dalam famili herpesviridae. HSV yang menyerang
manusia terdiri dari dua tipe yaitu HSV tipe 1 dan tipe 2. HSV tipe 1 (HSV-1) infeksinya
terutama pada daerah orofasial dan ocular, sementara HSV tipe 2 (HSV-2) umumnya
ditularkan melalui hubungan seksual dan menyebabkan penyakit genitalia. HSV-2 jarang
namun dapat menginfeksi mata melalui kontak orofasial dengan lesi genitalia dan secara
tidak sengaja ditularkan kepada neonatus ketika neonatus lahir secara normal pada ibu yang
teinfeksi HSV-2. Keratitis herpes simpleks dibagi dalam 2 bentuk yaitu epitelial dan stromal.
Perbedaan ini perlu dipahami karena mekanisme kerusakannya yang berbeda.
Pada yang epitelial kerusakan terjadi akibat pembelahan virus di dalam sel epitel,
yang akan mengakibatkan kerusakan sel dan membentuk ulkus kornea superfisial. Sedangkan
pada yang stroma diakibatkan reaksi imunologik tubuh pasien sendiri terhadap virus yang
menyerang. Karena kornea merupakan bangunan yang avaskuler, maka pertahanan pada
waktu peradangan tidak bereaksi dengan cepat, seperti jaringan lain yang mengandung
banyak vaskularisasi. Sehingga badan kornea, wandering cells dan sel-sel lainnya yang
terdapat di dalam stroma kornea akan segera bekerja sebagai makrofag yang kemudian akan
disusul dengan terjadinya dilatasi dari pembuluh darah yang terdapat di limbus dan akan
tampak sebagai injeksi perikornea. Kemudian akan terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuklear,
sel plasma dan sel polimorfonuklear yang akan mengakibatkan timbulnya infiltrat yang
selanjutnya dapat berkembang dengan terjadinya kerusakan epitel dan timbulla ulkus (tukak)
kornea.
Pada peradangan yang dalam, penyembuhan berakhir dengan pembentukan jaringan
parut (sikatrik), yang dapat berupa nebula, makula, dan leukoma. Nebula bila ulkus tidak
terlalu dalam dan tampak sebagai bercak seperti awan, yang hanya dapat dilihat di kamar
6

gelap dengan cahaya buatan. Makula, terjadi bila ulkus lebih dalam dan tampak sebagai
bercak putih yang tampak di kamar biasa. Leukoma, didapat bila ulkus lebih dalam lagi dan
tampak sebagai bercak putih seperti porselen, yang sudah tampak dari jarak jauh

Epidemiologi
Sekitar 90% populasi adalah karier HSV yang dapat menimbulkan infeksi kambuhan
setiap saat yang berasal dari virus yang dorman di ganglion trigeminalis. Kira-kira 94-99%
kasus bersifat unilateral, walaupun pada 40% atau lebih dapat terjadi bilateral khususnya
pada pasien-pasien atopik. Infeksi primer dapat terjadi pada setiap umur, tetapi biasanya
antara umur 6 bulan-5 tahun atau 16-25 tahun. Keratitis herpes simpleks didominir oleh
kelompok laki-laki pada umur 40 tahun ke atas. Keratitis HSV adalah salah satu infeksi
kornea terbanyak di Amerika Serikat dan merupakan penyebab nomor satu penyebab
kebutaan akibat infeksi yang mengindikasikan transplantasi kornea. Kira kira 500.000
orang di amerika terkait dengan HSV pada mata, 20.000 kasus baru dan 28.000 kasus
kambuhan setiap tahunnya. Tingkat kekambuhan keratitis HSV sebanyak 25% pada tahun
pertama, dan 33% pada tahun kedua.
Gejala Klinis
Gejala-gejala subyektif keratitis epitelial meliputi: fotofobia, injeksi perikornea /
siliar, hiperlakrimasi, kelopak mata bengkak, dan penglihatan kabur. Berat ringannya gejalagejala iritasi tidak sebanding dengan luasnya lesi epitel, berhubung adanya hipestesi atau
insensibilitas kornea. Dalam hal ini harus diwaspadai terhadap keratitis lain yang juga disertai
hipestesi kornea, misalnya pada: herpes zoster oftalmikus, keratitis akibat pemaparan dan
mata kering, pengguna lensa kontak, keratopati bulosa, dan keratitis kronik.
Gejala spesifik pada keratitis herpes simpleks ringan adalah tidak adanya fotofobia.
Infeksi herpes simpleks laten terjadi setelah 2-3 minggu pasca infeksi primer. Dengan
mekanisnie yang tidak jelas, virus menjadi inaktif dalam neuron sensorik atau ganglion
otonom. Dalam hal ini ganglion servikalis superior, ganglion n. trigeminus, dan ganglion
siliaris berperan sebagai penyimpan virus. Namun akhir-akhir ini dibuktikan bahwa jaringan
kornea sendiri berperan sebagai tempat berlindung virus herpes simpleks. Beberapa kondisi
yang berperan terjadinya infeksi kambuhan antara lain: demam, infeksi saluran nafas bagian

atas, stres emosional, pemaparan sinar matahari atau angin, haid, renjatan anafilaksis, dan
kondisi imunosupresi.

Manifestasi Klinis dan Bentuk Keratitis HSV


Kelainan mata akibat infeksi herpes simpleks dapat bersifat primer dan kambuhan.
lnfeksi primer ditandai oleh adanya demam, malaise, limfadenopati preaurikuler,
konjungtivitis folikutans, bleparitis, dan 2/3 kasus terjadi keratitis epitelial. Keratitis herpes
simpleks kambuhan atau lazim disebut keratitis herpes simpleks dibedakan atas bentuk
superfisial, profunda, dan bersamaan dengan uveitis atau kerato uveitis.
Keratitis superfisial dapat berupa pungtata, dendritik, dan geografik. Keratitis
dendritika merupakan proses kelanjutan dari keratitis pungtata yang diakibatkan oleh
perbanyakan virus dan menyebar sambil menimbulka kematian sel serta membentuk defek
dengan gambaran bercabang. Keratitis dendritika dapat berkembang menjadi keratitis
geografika, hat ini terjadi akibat bentukan ulkus bercabang yang melebar dan bentuknya
menjadi ovoid. Dengan demikian gambaran ulkus menjadi seperti peta geografi dengan kaki
cabang mengelilingi ulkus. Keratitis herpes simpleks bentuk dendrit harus dibedakan dengan
keratitis herpes zoster, pada herpes zoster bukan suatu ulserasi tetapi suatu hipertropi epitel
yang dikelilingi mucus plaques; selain itu, bentuk dendriform lebih kecil.

Gambar 1. Keratitis Dendritik dan Keratitis Geografik


Keratitis epitelial dapat berkembang menjadi ulkus metaherpetik, dalam hal ini
terjadi perobekan membrana basalis. Ulkus metaherpetik bersifat steril, deepitelisasi meluas
8

sampai stroma. Ulkus ini berbentuk bulat atau lonjong dengan ukuran beberapa mm dan
bersifat tunggal. Pada kasus ini dapat dijumpai adanya edema stroma yang berat disertai
lipatan membrana descemet. Reaksi iritasi konjungtiva bersifat ringan akibat adanya
hipestesia. Reflek lakrimasi berkurang, sehingga produksi tear film menjadi relative tidak
cukup. Ulkus metaherpetik dapat menetap dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan.
Untuk penyembuhannya memerlukan waktu sekurang-kurangnya 6 minggu.

Gambar 2. Ulkus Metaherpetik


Terdapat dua bentuk keratitis stroma, yaitu keratitis disciform dan keratitis
interstitial. Keratitis disciform dihipotesiskan sebagai reaksi hipersensitivitas tipe lambat,
sedang keratitis interstitialis terjadi akibat reaksi hipersensitivitas imun komp1ek.
Karakteristik keratitis disciform berupa edema stroma berbentuk lonjong atau gambaran
meilingkar seperti cakram dengan ukuran diameter 57 mm, biasanya disertai infiltrat ringan.
Edema dapat terbatas pada bagian depan stroma, tetapi dapat juga meluas ke seluruh tebal
stroma. Keratic precipitates biasanya dijumpai menempel di endotel kornea belakang daerah
edema. Keluhan penderita antara lain: penglihatan kabur, lakrimasi, rasa tidak enak, dan
fotofobia terjadi bila disertai ada- nya iritis. Pada kasus yang ringan, tanpa disertai nekrosis
dan neovaskularisasi penyembuhan dapat terjadi dalam beberapa bulan tanpa meninggalkan
sikatriks. Pada kasus yang berat, penyembuhan memerlukan waktu sampai 1 tahun atau lebih,
bahkan sering terjadi penyullt berupa penipisan kornea maupun perforasi. Keratitis disciform
dapat pula terjadi akibat infeksi herpes zoster, varisela, campak, keratitis karena bahan kimia,
dan trauma tumpul yang mengenai kornea. Pada keratitis disciform dapat diisolir virus herpes
simpleks dari cairan akuos.

Gambar 3. Keratitis Disciform


Keratitis insterstsialis memiliki bentuk bervariasi, lesi dapat tunggal maupun beberapa
tempat. Gambaran klinisnya bahkan dapat mirip keratitis bakteri maupun jamur. Infiltrat
tampak mengelilingi daerah stroma yang edema, dan dijumpai adanya neovaskularisasi.
Kadang-kadang dijumpai adanya infiltrat marginal atau lebih dikenal sebagai Wessely ring,
diduga sebagai infiltrat polimorfonuklear (PMN) disertai reaksi antigen antibodi virus herpes
simpleks. Beberapa penyulit keratitis stroma antara lain: kornea luluh, descemetocele,
penipisan kornea, superinfeksi, dan perforasi. Terjadinya kornea luluh disebabkan oleh
mekanisme aktif enzim kolagenase, nekrosis, replikasi virus, dan efek steroid. Enzim kolagenase dilepaskan oleh sel epitel rusak, sel polimorfonuklear, dan fibroblas selama reaksi
radang.

Gambar 4. Keratitis Interstitial

Table 1. Manifestations of herpetic keratitis


Live virus
Immune reaction
Epithelium
Dendrite,
Stroma

geographic
Necrotizing
keratitis

Immune keratitis

"Meta-herpetic"
Epithelial defect
Microbial

and

non-microbial
ulcerative
10

keratitis
Endotheliu
m
Anterior

Disciform keratitis
Keratouveitis

Keratouveitis

chamber

Diagnosis
Pemeriksaan pada Kornea
1. Uji Fluoresein
Uji untuk melihat adanya defek pada epitel kornea. Caranya kertas fluoresein dibasahi
terlebih dahulu dengan garam fisiologis kemudian diletakkan pada saccus konjungtiva
inferior setelah terlebih dahulu penderita diberi anestesi lokal. Penderita diminta
menutup matanya selama 20 detik, kemudian kertas diangkat. Defek kornea akan
terlihat berwarna hijau sebagai uji fluoresein positif.
2. Uji Fistel
Uji untuk mengetahui letak dan adanya kebocoran kornea. Pada konjungtiva inferior
ditaruh kertas fluoresein. Bila terdapat fistel kornea akan terlihat pengaliran cairan
mata berwarna hijau.
3. Uji Placido
Untuk melihat kelengkungan kornea. Caranya dengan memakai papan plasido yaitu
papan dengan gambaran lingkaran konsentris putih hitam yang menghadap pada
sumber cahaya, sedang pasien berdiri membelakangi sumber cahaya. Melalui lubang
di tengah dilihat gambaran bayangan plasido pada kornea. Normal bayangan plasido
pada kornea berupa lingkaran konsentris.
4. Uji Sensibilitas Kornea
Uji untuk menilai fungsi saraf trigeminus kornea. Caranya dengan meminta penderita
melihat jauh ke depan, kemudian dirangsang dengan kapas basah dari bagian lateral
kornea. Bila terdapat refleks mengedip, rasa sakit atau mata berair berarti fungsi saraf
trigeminus dan fasial baik.
Pemeriksaan Penunjang
11

Diagnosis keratitis herpes simpleks kadang-kadang sulit dibedakan dengan kelainan


kornea yang lain. Dalam hal ini pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan untuk
membedakan dengan keratitis lain, misalnya keratitis bakteri, jamur, dan trauma kimia. Virus
herpes dapat ditemukan pada vesikel dan dapat dibiakkan. Pada keadaan tidak terdapat lesi
dapat diperiksa Serologi antibodi HSV dengan cara ELISA. Pemeriksaan dengan cara ELISA
adalah pemeriksaan untuk menemukan antigen HSV. Pemeriksaan ini sensitifitasnya 95% dan
sangat spesifik, tapi dapat berkurang jika spesimen tidak segera diperiksa. Tes ini
memerlukan waktu 4,5 jam. Tes ini juga dapat dipakai untuk mendeteksi antibodi terhadap
HSV dalam serum penderita. Tes ELISA ini merupakan tes alternatif yang terbaik di samping
kultur karena mempunyai beberapa keuntungan seperti hasilnya cepat dibaca, dan tidak
memerlukan tenaga ahli
Penatalaksanaan
Hal-hal yang perlu dinilai dalam mengevaluasi keadaan klinis keratitis meliputi: rasa
sakit, fotofobia, lakrimasi, rasa mengganjal, ukuran ulkus dan luasnya infiltrat. Pengobatan
keratitis epitelial meliputi pemberian antiviral topikal mata ditutup, dan pemberian antibiotik
topikal untuk mencegah infeksi sekunder. Keratitis herpes simpleks biasanya sembuh sendiri
dalam jangka waktu sekitar 3 minggu, meskipun demikian terapi yang diberikan bertujuan
untuk menghentikan replikasi virus di dalam kornea, sambil memperkecil timbulnya
kerusakan pada stromaa dan meminimalkan timbulnya sikatrik pada kornea. Sebagian besar
para pakar menganjurkan melakukan debridement sebelumnya. Debridement epitel kornea
selain berperan untuk pengambilan spesimen diagnostik, juga untuk menghilangkan sawar
epitelial sehingga antiviral lebih mudah menembus. Dalam hal ini juga untuk mengurangi
subepithelial ghost opacity yang sering mengikuti keratitis dendritik. Diharapkan
debridement juga mampu mengurangi kandungan virus epitelial, konsekuensinya reaksi
radang akan cepat berkurang.
Terapi Antivirus
Pengobatan menggunakan agen antivirus baik oral maupun topikal efektif untuk
mengobati infeksi keratitis herpes simpleks. Agen antivirus yang dipakai pada keratitis herpes
antara lain :
Idoxuridine

12

Sering digunakan untuk infeksi pada epitel kornea. Infeksi yang ditandai dengan
timbulnya gambaran dendritik lebih memberikan respon yang baik dengan menggunakan
obat ini daripada infeksi pada stroma. Idoxuridine merupakan analog dari thymidine. Obat ini
menghambat sintesis DNA virus dan manusia, sehingga toksik untuk epitel normal dan tidak
boleh digunakan lebih dari 2 minggu. Terdapat dalam larutan1% dan diberikan setiap jam.
Salep 0,5% diberikan setiap 4 jam. Resistensi terhadap obat ini dilaporkan terdapat pada 1,5
4% kasus. Obat ini sering menimbulkan efek samping antara lain keratitis pungtata,
dermatitis kontakta, konjungtivitis folikularis, dan oklusi pungtum lakrimalis.
Vidarabine
Suatu turunan dari adenin yang cara kerjanya dengan menghambat sintesis DNA virus
pada tahap awal. Hanya terdapat dalam bentuk salep 3% yang diberikan lima kali sehari.
Apabila tidak ada tanda perbaikan setelah 7 hari pemakaian atau dalam 21 hari proses
reepitelisasi tidak sempurna maka pertimbangkan untuk memakai obat lain.
Trifluridine
Merupakan analog dari thymidine, menghambat DNA polymerase virus. Trifluridine
dapat berpenetrasi dengan baik melalui kornea dan lebih manjur ( tingkat kesembuhan 95%
dibandingkan dengan obat topikal yang lain. Obat ini jauh lebih efektif untuk penyakit stroma
daripada yang lain. Terdapat dalam larutan 1% diberikan setiap 4 jam. Apabila tidak ada
respon setelah 7 14 hari pemakaian obat ini maka dapat dipertimbangkan untuk
menggunakan obat lain. Seperti Idoxuridine, obat ini sering menimbulkan reaksi toksik.
Acyclovir
Obat ini merupakan derivat guanin. Di dalam sel yang terinfeksi virus herpes,
acyclovir mengalami fosforilasi menjadi bentuk aktif acyclovir trifosfat, 30 100 kali lebih
cepat dari pada di dalam sel yang tidak terinfeksi. Acyclovir trifosfat bekerja sebagai
penghambat dan sebagai substrat dari herpes secified DNA polymerase sehigga mencegah
sintesis DNA dari virus lebih lanjut tapa mempengaruhi proses sel yang normal.
Acyclovir oral ada manfaatnya utuk pengobatan penyakit herpes mata berat,
khususnya pada orang atopik yang rentan terhadap penyakit herpes mata dan kulit agresif
( aczema herpeticum ). Terdapat dalam betuk tablet 400mg 5x/hari per oral, dan topikal

13

dalam bentuk salep 3 % yang diberikan tiap 4jam. Sama efektifnya dengan antivirus lain akan
tetapi dengan efek samping yang minimal.
Table 2. Recommended management of herpetic keratitis
Recommended Management
Epithelial

Stromal

Endothelial

Anterior

Acyclovir 400 mg PO 5 times daily x 21 days OR

Valacyclovir 500 mg PO 3 times daily x 21 days

Consider debridement

Long-term oral anti-viral prophylaxis x 1 year if recurrent

Appropriate steroid therapy followed by slow taper

Consider antiviral coverage commensurate with steroid therapy

Long-term oral antiviral prophylaxis (1 year to indefinite)

Appropriate steroid therapy followed by slow taper

Consider antiviral coverage commensurate with steroid therapy

Long-term oral antiviral prophylaxis (1 year to indefinite)

Appropriate steroid therapy followed by slow taper

Strongly consider full dose oral antiviral therapy

Long-term oral antiviral prophylaxis (1 year to indefinite)

chamber

Profilaksis Antiviral
The Herpetic Eye Disease Study (HEDS) bagina National Eye Institute menemukan bawa
penggunaan acyclovir oral 400 mg dua kali sehari efektif dalam :
1. Mengurangi insidens kekambuhan keratitis epithelial dan stromal secara signifikan
2. Efektif dalam mengurangi kekambuhan pada keratitis endothelial dan keratouveitis

14

Based upon the HEDS findings and our own anecdotal experience, we currently utilize the
following guidelines for prophylactic therapy with either acyclovir 400 mg PO BID or
valacyclovir 500 mg PO daily for herpetic eye disease:
1. HSV epithelial keratitis
1. Initial episode = no prophylactic therapy
2. One or more recurrent episodes = oral therapy x 1 year
2. HSV stromal keratitis
1. Initial episode (uncomplicated) = oral therapy x 1 year
2. Initial episode (complicated) = oral therapy x 2 years
3. Chronic disease = oral therapy (2 years to indefinite)
3. HSV endothelial keratitis
1. Initial episode = oral therapy x 1 year
2. Multiple episodes = oral therapy (2 years to indefinite)
4. HSV keratouveitis
1. Initial episode = oral therapy x 1 year
2. Multiple episodes = oral therapy (2 years to indefinite)
5. Post-phototherapeutic keratectomy = oral therapy (1 year)
6. Post-keratoplasty (any type) = oral therapy (2 years to indefinite)

DAFTAR PUSTAKA

1. Eva R P. Witcher J P. Cornea in : E-book Vaughan & Asburys General


Ophthalmology.17th ed: Mc Graw Hil;USA.2007
2. James B, Chew C, Bron A. Lecture Notes Oftalmologi. Edisi 9. Jakarta, Penerbit
Erlangga, 2006. p 67 - 68

15

3. Lang.Cornea , Infectious Keratitis in E-book Atlas Ophthalomology a Pocket Texbook


Atlas:Thieme;USA.2006.p 130 132
4. Krieglstein K G, Weinreb R N.Herpes Simplex Keratitis and Related Syndromes in E
book Cornea and External Eye Disease.Chapter 7:Springer;USA.2007.p123-130.
5. Wang JC. Keratitis, Herpes Simplex. Emedicine. Accessed online from:
http://emedicine.medscape.com/article/1194268-overview. Updated 8/7/2009.
6. Herpetic Eye Disease Study Group. Acyclovir for the prevention of recurrent herpes
simplex virus eye disease. N Engl J Med 1998; 339:300-6.

16

You might also like