You are on page 1of 18

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Obat adalah senyawa kimia organik yang dapat berinteraksi secara selektif
dengan sistem biologi. Obat dapat digolongkan dengan berbagai cara, misalnya
berdasarkan aksi farmakologisnya atau berdasarkan struktur kimianya. Untuk
kepentingan terapi, obat mungkin lebih mudah jika digolongkan berdasarkan aksi
farmakologisnya. Namun untuk memprediksi suatu reaksi alergi atau idiosinkrasi,
penggolongan obat berdasarkan struktur kimia mungkin akan membantu, karena
obat dengan struktur kimia serupa mungkin menghasilkan reaksi yang hampir
sama. Untuk itu kadang digabung antara penggolongan berdasar aksi farmakologi
dan struktur kimia, contoh obat golongan sulfa, antibiotika golongan makrolida
atau antidepresan trisiklik (Ikawati, 2008).
Untuk dapat menghasilkan efek, obat harus melewati berbagai proses yang
menentukan, yaitu absorpsi, dstribusi, metabolisme, dan eliminasinya, namun
yang terpenting adalah bahwa obat harus dapat mencapai tempat aksinya. Dengan
semakin diketahuinya interaksi obat dan reseptornya pada tingkat molekuler, dan
untuk kepentingan pengembangan penemuan obat baru, maka berkembanglah
penggolongan obat berdasarkan tempat aksinya, yang kemudian bisa dirinci lebih
jauh (Ikawati, 2008).
Ada beberapa tempat yang bisa menjadi target aksi obat, salah satunya
yaitu pada reseptor. Reseptor merupakan target aksi obat yang utama dan paling
banyak. Reseptor didefinisikan sebagai suatu makromolekul seluler yang secara
spesifik dan langsung berikatan dengan ligan (obat, hormon, neurotransmitter)

untuk memicu proses biokimia antara dan di dalam sel yang akhirnya
menimbulkan efek. (Ikawati, 2008)
Berdasarkan transduksi sinyalnya reseptor dapat digolongkan ke dalam
beberapa kelompok, salah satunya yaitu reseptor yang terkait dengan aktivitas
kinase (tyrosine kinase-linked receptor). Reseptor ini merupakan reseptor single
transmembrane (sekali melintasi membrane), yang memiliki ativitas kinase dalam
transduksi signalnya. Contohnya adalah reseptor sitokin, reseptor insulin dan
reseptor growth factor (Ikawati, 2008).
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu ;
a.
b.
c.
d.
e.

Apa yang dimaksud dengan reseptor tirosin kinase?


Apa yang dimaksud dengan reseptor insulin?
Bagaimana transduksi sinyal reseptor insulin?
Apa saja contoh obat yang termasuk agonis reseptor insulin?
Apa saja contoh obat yang termasuk antagonis reseptor insulin?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui dan
memahami mengenai reseptor insulin dan contoh obat-obat yang termasuk agonis
dan antagonis reseptor insulin.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.

Reseptor
Reseptor didefinisikan sebagai suatu makromolekul seluler yang secara

spesifik langsung berikatan dengan ligan (obat, hormone, neurotransmitter) untuk


memicu proses biokimia antara dan di dalam sel yang akhirnya menimbulkan
efek. Suatu senyawa / ligan dapat beraksi sebagai agonis dan antagonis. Jika

agonis adalah suatu ligan yang jika berikatan dengan reseptor dapat menghasilkan
efek, antagonis dapat berikatan dengan reseptor tetapi tidak menghasilkan efek.
Dalam hal ini agonis dikatakan memiliki afinitas (kemampuan berikatan) dengan
reseptor dan efikasi (kemampuan menghasilkan efek). Sedangkan antagonis
memiliki afinitas tetapi tidak memiliki efikasi. Aktivasi reseptor oleh suatu agonis
atau ligan akan diikuti oleh respons biokimia atau fisiologi yang melibatkan
molekul-molekul pembawa pesan yang dinamakan second messengers (Ikawati,
2008).
Ikatan antara suatu ligan/obat dan reseptornya tergantung pada kesesuaian
antara dua molekul tersebut. Semakin sesuai dan semakin besar afinitasnya, akan
semakin kuat interaksi yang terbentuk. Selain itu, ikatan antara ligan-reseptor juga
memiliki spesifitas, yaitu bahwa suatu ligan dapat mengikat satu tipe reseptor
tertentu. Jika suatu ligan dapat berikatan dengan beberapa tipe reseptor, maka
ligan itu dinyatakan kurang spesifik. Spesifisitas ini dapat bersifat kimiawi atau
biologi. Spesifitas kimiawi artinya adanya perubahan struktur kimia atau
stereoisomerasi saja, dapat menyebabkan perbedaan kekuatan ikatan dengan
reseptor yang pada gilirannya mempengaruhi efek farmakologinya. Sedangkan
spesifisitas biologi artinya efek yang dihasilkan oleh interaksi ligan dan reseptor
yang sama dapat berbeda kekuatannya jika terdapat pada jaringan yang berbeda.
Aktivasi reseptor oleh suatu agonis atau hormone akan diikuti oleh respon
biokimia atau fisiologi yang melibatkan molekul-molekul yang dinamakan second
messenger (Ikawati, 2008).

Reseptor berfungsi mengenal dan mengikat suatu ligan/obat dengan


spesifisitas yang tinggi, dan meneruskan signal tersebut ke dalam sel melalui
beberapa cara, yaitu:
1. Perubahan permeabilitas membran; adanya ikatan ligan dengan reseptor
dapat menyebabkan membrane menjadi lebih permeable dengan adanya
permukaan kanal tertentu sehingga ion-ion tertentu dapat mengalir
melintasi membran.
2. Pembentukan second messenger, ikatan obat dengan ligan akan memicu
rangkaian peristiwa biokimia yang menghasilkan berbagai molekul
intrasel (second messenger) yang berperan dalam penghantaran signal.
Contoh second messenger antara lain adalah: cAMP (siklik AMP), Ca
(kalsium), DAG (diasil gliserol), IP3 (inositol tri-fosfat),dll.
3. Mempengaruhi transkripsi gen; ikatan ligan dengan reseptor dapat
juga memengaruhi transkripsi gen baik secara langsung maupun tidak
langsung (Ikawati, 2008).

Berdasarkan transduksi sinyalnya, maka reseptor dapat dikelompokkan


menjadi 4, yaitu (Ikawati, 2008) :
1. Ligand-ligand Ion Channel Receptor (Reseptor Kanal Ion)
Disebut juga reseptor ionotropik, golongan reseptor ini merupakan suatu
reseptor membrane yang langsung terhubung langsung oleh suatu kanal ion, yang
memperantarai aksi sinaptik yang cepat. Contohnya adalah reseptor asetil kolin
nikotinik, reseptor GABAA dan reseptor glutamate.
2. G-Protein Coupled Receptor (Reseptor yang Tergandeng dengan
ProteinG)

Reseptor ini merupakan reseptor membrane yang tergandeng dengan


system efektor yang disebut protein G. Selain disebut juga reseptor metabotropik ,
reseptor ini juga sering disebut 7TM atau 7 transmembran, karena rangkaian
peptide reseptor ini melintasi membrane sebanyak 7 kali. Reseptor ini
memperantarai aksi yang lambat beberapa neurotransmitter dan hormone.
Contohnya : reseptor asetilkolin muskarimik, reseptor adrenergic, reseptor
histamine, reseptor dopaminergik, dan reseptor serotonin.
3. Tyrosine Kinase-Linked Receptor (Reseptor yang Terkait dengan
Aktivitas Kinase)
Reseptor ini merupakan reseptor single transmembrane (sekali melintasi
membrane), yang memiliki aktivitas kinase dalam transduksi signalnya.
Contohnya adalah reseptor sitokin , reseptor growth factor, dan reseptor insulin.
4. Reseptor Inti (Nuclear Receptor)
Berbeda dengan tiga kelompok di atas yang berlokasi membrane sel,
reseptor ini disebut juga reseptor intraseluler, berada di dalam sitoplasmik atau
nucleus. Aksinya langsung mengatur transkripsi gen yang menentukan sintesis
protein tertentu.
2.2.

Reseptor Tirosin Kinase

Protein tirosin kinase (PTK) adalah enzim yang mengkatalisis proses


fosforilasi dari residu tirosin, yaitu proses transfer ion fosfat dari ATP ke gugus
hidroksil (OH) tirosin pada protein targetnya. Enzim tirosin kinase terlibat dalam
berbagai jalur signaling dan meregulasi fungsi fundamental sel seperti regulasi
terhadap proliferasi dan diferensiasi sel, siklus sel, migrasi sel, keberlangsungan

hidup sel, dan modulasi pada metabolisme seluler. Aktivitas yang tidak terkontrol
dari enzim ini, misalnya terjadi mutasi atau overekspresi, dapat menyebabkan
gangguan serius seperti kanker, penyakit inflamasi, dan lain-lain (Ikawati, 2008).
Reseptor tirosin kinase (Tyrosine kinase-linked receptor) merupakan
reseptor membrane sel terbanyak kedua setelah reseptor tergandeng protein G.
Reseptor ini adalah protein trans-membran yang memiliki satu segmen
transmembran, atau dikatakan berbentuk monomer. Keluarga reseptor tirosin
kinase (RTK) memiliki struktur yang mirip. Mereka memiliki satu tyrosine kinase
domain, yang akan memfosforilasi protein pada residu tirosin, satu hormone
binding domain, yaitu tempat ikatan dengan ligan atau hormon, dan satu segmen
karboksil terminal dengan tirosin ganda untuk autofosforilasi (Ikawati, 2008).
Gambaran skematik struktur RTK dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. Gambaran skematik struktur dari beberapa resptor Tirosin Kinase


2.3.

Transduksi Sinyal Reseptor Tirosin Kinase

Reseptor tirosin kinase transmembran adalah enzim yang berperan di jalur


transduksi sinyal intraseluler dengan memancarkan sinyal dari reseptor membrane
ke bagian dalam sel dan disandarkan ke membrane sel oleh suatu domain
transmembran hidrofobik. Sinyal ekstraseluler diterima enzim ini melalui

pengikatan ligan dengan wilayah luar reseptor membrane, yang merangsang


aktivasi domain sitoplasmik. Proses aktivasi ini memiliki dua tahap yang sangat
penting.
Tahap pertama tergantung kepada dimerisasi reseptor yang menyebabkan
perubahan konformasi. T
Tahap kedua, TK diautofosforilasi, yang diatur oleh ligan pengatur. Proses ini
menjadi pemicu terjadinya kaskade reaksi fosforilasi yang mengaktifkan sejumlah
protein hingga sinyal mencapai nucleus dan menyebabkan perubahan ekspresi gen
spesifik yang menjadi target kerja. (Syamsudin, 2013)
Sebagian besar RTK merupakan suatu monomer yang terdapat pada
membran sel, kecuali reseptor insulin, yang merupakan dimer. Aktivasi RTK
memerlukan sedikitnya dua reseptor yang akan terdimerisasi jika suatu ligan
(hormon) terikat pada tempat ikatannya. Ketika dua reseptor terdimerisasi (untuk
reseptor insulin: teraktivasi), maka resptor tirosin kinase domain akan saling
memfosforilasi ujung C pada residu tirosin, sehingga disebut autofosforilasi atau
transfosforilasi karena terjadi pada reseptor yang sejenis. Selanjutnya tirosin yang
terfosforilasi akan bertindak sebagai tempat ikatan berafinitas tinggi bagi suatu
protein adaptor yaitu protein yang memiliki SH2 domain (SH2=Src homology
regions 2). Protein adaptor ini berikatan dengan suatu guanyl nucleotide-release
protein (GNRP). Jika GNRP teraktivasi, dia akan menyebabkan protein G
bernama Ras untuk melepaskan GDP dan menukarnya dengan GTP.
Ras adalah suatu protein yang termasuk GTPase monomerik, dan
merupakan protein yang penting dalam transduksi signal melalui reseptor tirosin
kinase. Dia berperan mengantarkan signal dari reseptor ke dalam nukleus untuk
menstimulasi proliferasi dan diferensiasi sel. Ras yang teraktivasi akan

mengaktifkan Raf, suatu tirosin kinase seluler yang selanjutnya akan memicu
serangkaian peristiwa fosforilasi protein yang berurutan yaitu: MEK, ERK, dan
faktor transkripsi. Rangkaian fosforilasi ini disebut kinase cascade.

Gambar 2. Transduksi sinyal pada reseptor Tirosin Kinase


Signal transduksi pada reseptor tirosin kinase ada dua jalur yaitu:
1. Jalur Ras/Raf/MAP kinase, yaitu jalur yang berperan dalam pembelahan
sel, pertumbuhan dan proliferasi sel. Contohnya adalah reseptor growth
factor seperti: Epithelial Growth Factor Receptor (EGFR), Vascular
Endothelial Cell Growth Factor (VEGF) receptor, platelet-derived
growth factor (PDGF), reseptor insulin, dll.
2. Jalur Jak/Stat, yang diaktivasi oleh berbagai cytokines dan mengontrol
sintesis dan pelepasan berbagai mediator inflamasi. Contohnya adalah
pada reseptor sitokin (Ikawati, 2008).

2.4.

Reseptor Insulin

Insulin merupakan protein kecil (6000 Dalton) yang disekresi oleh sel pankreas, yang terkait erat dengan transport glukosa dari darah ke dalam sel.
Kurangnya produksi insulin menyebabkan penyakit diabetes melitus yang
dikarakterisir oleh tingginya kadar gula darah. Aksi insulin sendiri sebenarnya
bersifat pleiotropik, yaitu bisa memperantarai berbagai fungsi yang berbeda pada
sel-sel yang berbeda, tidak hanya mengatur kadar gula darah. Insulin menjalankan
aksinya jika berikatan dengan reseptor insulin.
Reseptor insulin termasuk reseptor tirosin kinase, namun tidak sama
dengan RTK lainnya yang berbentuk monomer, reseptor ini berbentuk dimer.
Reseptor insulin terdiri dari 2 subunit dan 2 subunit yang dihubungkan
dengan ikatan disulfida. Rantai berada dibagian ekstraseluler dan merupakan
domain ikatan insulin, sedangkan rantai berada menembus membran.
Pengikatan suatu ligan (insulin) pada subunit reseptornya akan menyebabkan
subunit mengalami autofosforilasi, yang selanjutnya memicu aktivitas katalitik
reseptornya. Terdapat beberapa tempat autofosforilasi pada domain intraseluler
subunit , yang masing-masing akan mengarahkan pada jalur signaling dan fungsi
yang berbeda. Salah protein yang menjadi efektor utama bagi reseptor insulin
adalah insulin receptor substrate 1 atau IRS-1 yang terikat dengan protein Grb2,
suatu protein adaptor memiliki Sh2 domain. Jiak IRS-1 terfosforilasi, maka ia
akan memicu beberapa jalur signaling, yaitu:
1. Jalur IRS/PI3-K (phosphatidylinositol 3-kinase)
Jalur ini mengarah pada beberapa fungsi, antara lain translokasi GLUT-4,
suatu transporter glukosa, dari sitoplasma menuju membran sel, untuk selanjutnya
memfasilitasi transport glukosa masuk ke dalam sel. Tanpa insulin dan aktivasi

reseptornya, GLUT-4 tetap berada di dalam sitoplasmik dan tidak berfungsi untuk
mentranspor glukosa. Jika kadar glukosa turun atau reseptor insulin tidak lagi
teraktivasi, GLUT-4 akan kembali ke sitoplasma. Jalur ini juga mengarahkan pada
sintesis glikogen, protein dan lipid.
2. Jalur Ras/MAPK (mitogen-activated protein kinase), jalur ini
mengarahkan pada pertumbuhan dan proliferasi sel serta ekspresi
gensecar umum.
3. Jalur Cbl/CAP. Jalur ini juga berkontribusi terhadap proses tranlokasi
GLUT-4 ke membran sel.

Gambar 3. Jalur signaling yang mengaktifasi Reseptor Insulin

2.4.1

Glukosa Transporter
Membrane sel yang berstruktur bilayer lipid akan menyebabkan sifat

impermeable pada molekul karbohidrat. Oleh karena itu, dibutuhkan system


transport untuk mengangkut glukosa. Glukosa dapat masuk ke dalam sel melalui
facilitated diffusion yang membutuhkan ATP, yakni melalui Glukosa Transporter
(GLUT). Terdapat 5 subtipe dari GLUT berdasarkan spesifisitas terhadap substrat,
profil kinetk, dan distribusinya pada jaringan. Sebagai contoh, sel otak memiliki

10

GLUT 1 sehingga sel tersebut mapu memasukkan glukosa ke dalam sel dalam
konsentrasi yang rendah di darah tanpa membutuhkan insulin. Sementara itu
GLUT 4 pada sel adipose dan sel otot membutuhkan insulin dan konsentrasi
glukosa yang tinggi. PI 3-kinase merupakan protein yang penting dalam
translokasi GLUT 4 ke membrane sel pada sel otot dan adipose dan menginduksi
enzim-enzim yang bekerja pada downstream (Wilcox, 2005).
2.4.2 Mekanisme Molecular Uptake Glukosa
GLUT-4 adalah transporter glukosa utama dan terletak terutama pada sel
otot dan sel lemak. Konsentrasi glukosa fisiologis adalah 36-179 mg per desiliter
(2 sampai 10 mmol per liter). Pentingnya GLUT-4 dalam homeostasis glukosa
ditunjukkan melalui penelitian pada tikus di mana satu alel dari GLUT-4 gen
diganggu. Tikus-tikus ini mengalami pengurangan 50 persen konsentrasi GLUT-4
pada otot rangka, jantung, dan sel lemak, dan mereka mengalami resistensi insulin
berat; diabetes berkembang pada setidaknya setengah tikus jantan (Sheperd et al,
1999).
Pada sel otot dan sel lemak normal, GLUT-4 didaur ulang antara membran
plasma dan vesikel penyimpanan intraseluler. GLUT-4 berbeda dari transporter
glukosa lain, yaitu sekitar 90 persen terletak di intrasel saat kondisi tidak ada
rangsang insulin atau rangsangan lain seperti olahraga (Sheperd et al, 1999)
Dengan adanya insulin atau stimulus lain, keseimbangan dari proses daur ulang
ini diubah untuk mendukung translokasi GLUT-4 dari vesikel penyimpanan
intraseluler ke arah membran plasma, dan juga ke tubulus transversa pada sel
otot,. Efek bersihnya adalah peningkatan kecepatan maksimal transpor glukosa ke
dalam sel. (Sheperd et al, 1999; Shulman, 2000).

11

Gerakan intraselular GLUT-4 dimulai dengan pengikatan insulin pada


bagian ekstraseluler dari reseptor insulin transmembran. Ikatan ini mengaktifkan
fosforilasi tirosin kinase pada bagian intraseluler dari reseptor. Substrat utama
untuk tirosin kinase ini termasuk insulin reseptor-substrat molekul (IRS-1, IRS-2,
IRS-3, dan IRS-4), Gab-1 (Grb2 [faktor pertumbuhan reseptor yang terikat protein
2] terkait pengikat 1), dan SHC (Src dan kolagen-homolog protein). Dalam sel
lemak dan otot rangka, aktivasi selanjutnya dari phosphoinositol-3 kinase
diperlukan untuk stimulasi transpor glukosa oleh insulin dan sudah cukup untuk
menimbulkan setidaknya translokasi sebagian GLUT-4 ke membran plasma
(Sheperd et al, 1999).
Aktivasi protein kinase serin-treonin juga terlibat. Phosphoinositol-3
kinase juga mengaktifkan kinase lain dengan menghasilkan produk lipid
phosphatidylinositol dalam bilayer lipid membran sel. Lipid ini, pada gilirannya,
akan mengaktifkan molekul signaling kunci. Dengan cara ini, serin-treonin kinase
yang, disebut protein kinase B (atau Akt), dan phosphoinositide-dependent kinase
1 dibawa bersama-sama, hingga memungkinkan molekul kedua untuk
memfosforilasi dan mengaktifkan protein kinase B. Beberapa isoform protein
kinase C juga diaktifkan oleh insulin , dan phosphoinositide-dependent protein
kinase 1 dapat menyebabkan aktivasi protein kinase C karena molekul ini
memfosforilasi loop aktivasi protein kinase C (Sheperd et al, 1999; Shulman,
2000).
Translokasi intraselular GLUT-4 ke membran plasma dirangsang oleh
ekspresi bentuk aktif protein kinase B atau isoform atipikal protein kinase C pada

12

percobaan kultur sel. Hal ini menunjukkan bahwa salah satu atau kedua kinase
tersebut adalah mediator kimia dalam proses insulin merangsang translokasi
GLUT-4 in vivo. Isoform atipikal protein kinase C adalah kandidat yang baik:
telah dibuktikan bahwa menghalangi kerja mereka akan melemahkan pergerakan
GLUT-4, sedangkan penelitian di mana aktivasi protein kinase B diblok memiliki
hasil yang bertentangan. Selanjutnya, pada sel otot dari subyek diabetes, pada
konsentrasi insulin fisiologis, stimulasi transpor glukosa terbukti terganggu,
sedangkan aktivasi protein kinase B normal (Sheperd et al, 1999; Shulman, 2000).

Gambar 4. Mekanisme Translokasi GLUT-4 di sel otot dan adipose

Gambar 5. Jalur sinyal insulin dalam metabolisme glukosa di sel otot dan adiposa
2.5.
Transduksi Sinyal Oleh Reseptor Insulin
Ikatan ligan insulin dan reseptor insulin menyebabkan
autofosforilasi beberapa residu tirosin yang terletak pada bagian

13

sitoplasma subunit dan kejadian ini akan memulai suatu


rangkaian peristiwa yang kompleks. Reseptor insulin memiliki
aktivitas intrinsiktirosin kinase dan berinteraksi dengan protein
substrat reseptor insulin yang disebut IRS-1 atau Insulin Receptor
Substrate 1 (berperan sebagai second messenger). Sejumlah
protein penambat (docking protein) mengikat protein selular dan
memulai aktivitasmetabolik insulin [GrB-2, SOS, SHP-2, p65,
p110 dan phosphatidylinositol 3 kinase (PI-3-kinase)]. Insulin
meningkatkan transport glukosa melalui lintasan PI-3-kinase dan
Cblyang berperan dalam translokasi vesikel intraselular yang
berisi transporter glukosa GLUT-4 pada membran plasma.

Kemudian GLUT-4 menepi dan berdifusi dengan dengan


plasma membran yang memungkinkan glukosa untuk ditranspor
ke dalam sel. Tanpa insulin dan aktivasi reseptornya, GLUT-4
tetap berada didalam sitoplasma dan tidak berfungsi untuk
mentranspor

glukosa.

GLUT-4

14

di

membran

luar

jaringan,

responsif terhadap insulin seperti sel otot dan jaringan lemak,


sehingga meningkatkan masuknya glukosa ke dalam sel. Jika
kadar insulin menurun atau reseptor insulin tidak lagi teraktivasi,
Glut-4 akan kembali ke sitoplasma.
a. Gen
pengkode
reseptor

insulin

(second

messenger)
Reseptor insulin dikode oleh gen yang disebut gen IRS 1.
Protein inilah yang berperansebagai second messenger.
Gen IRS 1 ini terletak pada kromosom 2q35 36.1
yangterdiri 2 ekson yang mengandung 64538 basa. Kodon
927 terletak pada ekson 1. Molekulprotein IRS 1 terdiri atas
1242 residu asam amino dengan berat molekul 131.592
kDa.Fungsi gen IRS 1 menyandi sintesis protein IRS 1 yang
diekspresikan secara luas padajaringan yang peka insulin
yaitu otot skelet, hepar, jaringan adiposa dan sel beta
pancreas.
b. Kelainan akibat mutasi gen IRS 1
Kelainan akibat mutasi gen IRS 1 akan menyebabkan
penyakit Diabetes Mellitus tipe 2. Kelainan yang terjadi
berupa polimorfisme G972R gena IRS 1 yaitu terjadi
substitusi antara asam amino glisin (G) menjadi arginin (R),
kedua asam amino tersebut mempunyai struktur muatan
yang

berbeda

sehingga

menyebabkan

perubahan

konformasi pada molekul IRS 1. Polimorfisme gena IRS 1


akan mengakibatkan perubahan strukturprotein IRS 1

15

sehingga terjadi penurunan fosforilasi IRS 1 dan penurunan


fosforilasiPI3K sehingga transport glukosa turun, sintesis
glikogen

turun

dan

terjadilah

resistensiinsulin

yang

mengakibatkan penyakit DM tipe 2.


2.6.
Contoh Obat yang Bereaksi pada Reseptor Insulin
Terapi farmakologik yang tersedia saat ini meliputi obat-obat yang
menghambat absorpsi glukosa di pencernaan (inhibitor glukosidase),
meningkatkan sekresi insulin oleh sel Beta pankreas (sulfonilurea, meglitinid),
menurunkan glukosa produk hepar (thiazolidinedion, biguanid), meningkatkan
ambilan glukosa oleh jaringan perifer melalui peningkatan aksi insulin
(thiazolidinedion, sulfonilurea dan biguanid) serta insulin.
Salah satu obat antidiabetes ini adalah gol Sulfunilurea yang mana
Sulfonilurea adalah obat hipoglikemik oral (OHO) derivat sulfonamide. Obat ini
telah digunakan sejak tahun 1940-an. Generasi pertama sulfonilurea antara lain
klorpropamid, tolazamide dan tolbutamide sedangkan generasi kedua adalah
glibenclamide, glipizide, gliquidon dan gliclazide.
Sulfonilurea akan terikat pada reseptor spesifik di membran sel Beta.
Reseptor ini diduga memiliki kaitan dengan

KATP channel sehingga bila

sulfonilurea berikatan dengan reseptornya, saluran ini akan ikut tertutup dan efluk
K+ dihambat. Hal ini menimbulkan depolarisasi membran sel dan pembukaan
voltage-dependent plasma membrane calcium channels sehingga terjadi influk
Ca++. Peningkatan Ca++ sitosolik akan mengaktivasi sistem sitoskeletal yang
bertanggung jawab terhadap translokasi granul-granul ke permukaan sel dan
pelepasan insulin.

16

BAB III
PENUTUP
3.1.

Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Reseptor Insulin

merupakan salah satu contoh dari reseptor Tirosin Kinase. Reseptor insulin
berbentuk dimer, terdiri dari 2 sub unit dan 2 sub unit yg di hubungkan dg
ikatan disulfida. Trandsuksi sinyal pada reseptor ini sama halnya dengan
transduksi sinyal pada Reseptor Tirosin Kinase yaitu Jalur Ras/Raf/MAP kinase
dan Jalur Jak/Stat. obat-obat yang berhubungan dengan reseptor insulin ini adalah
obat-obat antidibates oral seperti golongan sulfunilurea.
3.2.

Saran
Diharapkan diperolehnnya informasi lebih mengenai obat-obat yang

bekerja pada reseptor insulin karena ketebatasan sumber dalam memperoleh info
mengenai mekanisme kerja obat anti diabetes oral di tingkat seluler.

17

DAFTAR PUSTAKA
Ikawati, Zullies. 2008. Pengantar Farmakologi Molekuler. Yogyakarta : Gadjah
Mada University Press.
Syamsudin, Dr. 2013. Farmakologi Molekuler : Mekanisme Kerja Obat pada
Tingkat Molekuler. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Paulus W, Ignatia SM: Glimepiride, 2004, DEXA MEDIA, No. 2, Vol. 17, April Juni 2004.

18

You might also like