You are on page 1of 38

TUGAS MATAKULIAH BATUBARA

FAHMI YAHYA
DBD 111 0022

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN/PRODI TEKNIK PERTAMBANGAN
2014

SOAL
1. Sebutkan dan jelaskan lingkungan pengendapan batubara! (sumber, menurut siapa)
2. Sebutkan bentuk-bentuk endapan batubara! (pada saat sedimentasi maupun pengaruh
struktur)
3. Jelaskan klasifikasi dan jenis batubara!
4. Sebutkan dan jelaskan minimal 5 cekungan yang mengandung batubara! Formasi
pembawa batubaranya apa?

JAWAB
1. Lingkungan Pengendapan Batubara
Menurut Diessel (1992) ada beberapa lingkungan pengendapan yang dapat menghasilkan
endapan batubara, antara lain:

Gravelly braid plain dengan sub-lingkunganenvironments: bars, channels, overbank

plains, swamps, and raised bogs.


Sandy braid plain dengan sub-environments: bars, channels, overbank plains,

swamps, and raised bogs.


Alluvial valley and upper delta plain dengan sub-environments: channels, point bars,

flood plains, swamps, fens, and raised bogs.


Lower delta plain dengan sub-environments: delta front, mouth bar, splays, channels,

swamps, fans, and marshes.


Back barrier strand plain dengan sub-environments: off-, near-, and backshore, tidal

inlets, lagoons, fens, swamps, and marshes.


Estuary dengan sub-environments: channels, tidal flats, fens, and marshes.

Environment
Gravelly

Subenvironment

Coal Characteristics

braid Bars, channel, overbank plains, mainly dull coals, medium to low

plain

swamps, raised bogs

TPI, low GI, low sulphur

Sandy braid plain

Bars, channel, overbank plains, mainly dull coals, medium to high


swamp, raised bogs,

TPI, low to medium GI, low sulphur

Alluvial valley and channels, point bars, floodplains mainly


upper delta plain

bright

coals,

high

TPI,

and basins, swamp, fens, raised medium to high GI, low sulphur
bogs

Lower delta plain

Delta front, mouth bar, splays, mainly bright coals, low to medium
channel,
marshes

swamps,

fans

and TPI, high to very high GI, high


sulphur

Backbarrier strand Off-, near-, and backshore, tidal transgressive : mainly bright coals,
plain

inlets, lagoons, fens, swamp, and medium TPI, high GI, high sulphur
marshes
regressive : mainly dull coals, low

TPI and GI, low sulphur


Estuary

channels, tidal flats, fens and mainly bright coal with high GI and
marshes

medium TPI

Proses pengendapan batubara pada umunya berasosiasi dengan lingkungan fluvial flood
plain dan delta plain. Akumulasi dari endapan sungai (fluvial) di daerah pantai akan membentuk
delta dengan mekanisme pengendapan progradasi (Allen & Chambers, 1998).
Lingkungan delta plain merupakan bagian dari kompleks pengendapan delta yang terletak di atas
permukaan laut (subaerial). Fasies-fasies yang berkembang di lingkungan delta plain ialah
endapan channel, levee, crevase, splay, flood plain, dan swamp. Masing-masing endapan tersebut
dapat diketahui dari litologi dan struktur sedimen.
Endapan channel dicirikan oleh batupasir dengan struktur sedimen cross bedding, graded
bedding, paralel lamination, dan cross lamination yang berupa laminasi karbonan. Kontak di
bagian bawah berupa kontak erosional dan terdapat bagian deposit yang berupa fragmenfragmen batubara dan plagioklas. Secara lateral endapan channel akan berubah secara berangsur
menjadi endapan flood plain. Di antara channel dengan flood plain terdapat tanggul alam
(natural

levee)

yang

terbentuk

ketika

muatan

sedimen

melimpah

dari

channel.

Endapan levee yang dicirikan oleh laminasi batupasir halus dan batulanau dengan struktur
sedimen ripple lamination dan paralel lamination.
Pada

saat

terjadi

banjir,

channel

utama

akan

memotong natural

levee dan

membentuk crevase play. Endapan crevase play dicirikan oleh batupasir halus sedang dengan
struktur sedimen cross bedding, ripple lamination, dan bioturbasi. Laminasi batupasir, batulanau,
dan

batulempung

juga

umum

ditemukan.

Ukuran

butir

berkurang

semakin

jauh

darichannel utamanya dan umumnya memperlihatkan pola mengasar ke atas.


Endapan crevase play berubah secara berangsur ke arah lateral menjadi endapan flood plain.
Endapan flood plain merupakan sedimen klastik halus yang diendapkan secara suspensi dari air

limpahan banjir. Endapan flood plain dicirikan oleh batulanau, batulempung, dan batubara
berlapis.
Endapan swamp merupakan jenis endapan yang paling banyak membawa batubara karena
lingkungan pengendapannya yang terendam oleh air dimana lingkungan seperti ini sangat cocok
untuk akumulasi gambut.
Tumbuhan pada sub-lingkungan upper delta plain akan didominasi oleh pohon-pohon keras dan
akan menghasilkan batubara yang blocky. Sedangkan tumbuhan pada lower delta plai didominasi
oleh tumbuhan nipah-nipah pohon yang menghasilkan batubara berlapis (Allen, 1985).

2. Bentuk-bentuk Endapan Batubara


Bentuk cekungan, proses sedimentasi, proses geologi selama dan sesudah proses
coalification akan menentukan bentuk lapisan batubara.
Dikenal beberapa bentuk lapisan batubara yaitu:

Bentuk Horse Back

Bentuk Pinch

Bentuk Clay Vein

Bentuk Burried Hill

Bentuk Fault

Bentuk Fold
Bentuk Horse Back
Bentuk ini dicirikan oleh lapisan batubara dan lapisan batuan sedimen yang
menutupinya

melengkung

ke

arah

atas,

akibat

adanya gaya kompresi.

Tingkat

perlengkungan sangat ditentukan oleh besaran gaya kompresi. Makin kuat gaya kompresi
yang berpengaruh, makin besar tingkat perlengkungannya. Ke arah lateral lapisan batubara
mungkin akan sama tebalnya atau menjadi tipis. Kenampakan ini dapat terlihat langsung
pada singkapan lapisan batubara yang tampak/dijumpai di lapangan (dalam skala kecil),
atau dapat diketahui dari hasil rekontruksi beberapa lubang pemboran eksplorasi pada saat

dilakukan coring secara sistematis. Akibat dari perlengkungan ini lapisan batubara terlihat
terpecah-pecah akibatnya batubara menjadi kurang kompak.
Pengaruh air hujan, yang selanjutnya menjadi air tanah, akan mengakibatkan
sebagian dari butiran batuan sedimen yang terletak di atasnya, bersama air tanah akan
masuk di antara rekahan lapisan batubara. Kejadian ini akan megakibatkan apabila
batubara tersebut ditambang, batubara mengalami pengotoran (kontaminasi) dalam bentuk
butiran-butiran batuan sedimen sebagai kontaminan anorganik, sehingga batubara menjadi
tidak bersih. Keberadaan pengotor ini tidak diinginkan, apabila batubara tersebut akan
dipergunakan sebagai bahan bakar.

Bentuk Pinch
Bentuk ini dicirikan oleh perlapisan yang menipis di bagian tengah. Pada umumnya
bagian bawah (dasar) dari lapisan batubara merupakan batuan yang plastis misalnya
batulempung sedang di atas lapisan batubara secara setempat ditutupi oleh batupasir yang
secara lateral merupakan pengisian suatu alur. Sangat dimungkinkan, bentuk pinch ini
bukan merupakan penampakan tunggal, melainkan merupakan penampakan yang berulangulang. Ukuran bentuk pinch bervariasi dari beberapa meter sampai puluhan meter. Dalam
proses penambangan batubara, batupasir yang mengisi pada alur-alur tersebut tidak
terhindarkan ikut tergali, sehingga keberadaan fragmen-fragmen batupasir tersebut juga
dianggap sebagai pengotor anorganik. Keberadaan pengotor ini tidak diinginkan apabila
batubara tersebut akan dimanfaatkan sebagai bahan bakar.

Bentuk Clay Vein


Bentuk ini terjadi apabila di antara dua bagian lapisan batubara terdapat urat lempung
ataupun pasir. Bentuk ini terjadi apabila pada satu seri lapisan batubara mengalami
patahan, kemudian pada bidang patahan yang merupakan rekahan terbuka terisi
oleh material lempung ataupun pasir. Apabila batubaranya ditambang, bentukan Clay
Vein ini dipastikan ikut tertambang dan merupakan pengotor anorganik (mineral matter)
yang tidak diharapkan. Pengotor ini harus dihilangkan apabila batubara tersebut akan
dikonsumsi sebagai bahan bakar.

Bentuk Burried Hill


Bentuk ini terjadi apabila di daerah di mana batubara semula terbentuk suatu
kulminasi sehingga lapisan batubara seperti terintrusi. Sangat dimungkinkan lapisan
batubara pada bagian yang terintrusi menjadi menipis atau hampir hilang sama sekali.
Bentukan intrusi mempunyai ukuran dari beberapa meter sampai puluhan meter. Data hasil
pemboran inti pada saat eksplorasi akan banyak membantu dalam menentukan dimensi

bentukan tersebut. Apabila bentukan intrusi tersebut merupakan batuan beku, pada saat
proses penambangan dapat dihindarkan, tetapi apabila bentukan tersebut merupakan tubuh
batupasir, dalam proses penambangan sangat dimungkinkan ikut tergali. Oleh sebab itu
ketelitian dalam perencanaan penambangan sangat diperlukan, agar fragmen-fragmen
intrusi tersebut dalam batubara yang dihasilkan dari kegiatan penambangan dapat
dikurangi sehingga keberadaan pengotor anorganik tersebut jumlahnya dapat diperkecil.

Bentuk Fault (Patahan)


Bentuk ini terjadi apabila di daerah di mana deposit batubara mengalami beberapa
seri patahan. Apabila hal ini terjadi, akan mempersulit dalam melakukan perhitungan
cadangan batubara. Hal ini disebabkan telah terjadi pergeseran perlapisan batubara ke arah
vertikal. Dalam melaksanakan eksplorasi batubara di daerah yang memperlihatkan banyak
gejala patahan, diperlukan tingkat ketelitian yang tinggi, tidak dibenarkan hanya
berpedoman pada hasil pemetaan geologi permukaan saja. Oleh sebab itu, di samping
kegiatan pemboran inti, akan lebih baik bila ditunjang oleh data hasil penelitian geofisika.
Dengan demikian rekonstruksi perjalanan lapisan batubara dapat diikuti dengan
bantuan hasil interpretasi dari data geofisika. Apabila patahan-patahan secara seri
didapatkan, keadaan batubara pada daerah patahan akan ikut hancur. Akibatnya keberadaan
kontaminan anorganik pada batubara tidak terhindarkan. Makin banyak patahan yang
terjadi pada satu seri sedimentasi endapan batubara, makin banyak kontaminan anorganik
yang terikut pada batubara pada saat ditambang.

Bentuk Fold (Perlipatan)


Bentuk ini terjadi apabila di daerah endapan batubara, mengalami proses tektonik
hingga terbentuk perlipatan. Perlipatan tersebut dimungkinkan masih dalam bentuk
sederhana, misalnya bentuk antiklin atau bentuk sinklin, atau sudah merupakan kombinasi
dari kedua bentuk tersebut. Lapisan batubara bentuk fold, memberi petunjuk awal pada kita
bahwa batubara yang terdapat di daerah tersebut telah mengalami proses coalification
relatif lebih sempurna, akibatnya batubara yang diperoleh kualitasnya relatif lebih baik.
Sering sekali terjadi, lapisan batubara bentuk fold berasosiasi dengan lapisan batubara
berbentuk fault. Dalam melakukan eksplorasi batubara di daerah yang banyak perlipatan
dan patahan, kegiatan pemboran inti perlu mendapat prioritas utama agar ahli geologi
mampu membuat rekonstruksi struktur dalam usaha menghitung jumlah cadangan batubara

3. Klasifikasi dan Jenis Batubara


KLASIFIKASI
A. Klasifikasi menurut ASTM
Klasifikasi ini dikembangkan di Amerika oleh Bureau of Mines yang akhirnya
dikenal dengan Klasifikasi menurut ASTM (America Society for Testing and
Material). Klasifikasi ini berdasarkan rank dari batubara itu atau berdasarkan derajat
metamorphism nya atau perubahan selama proses coalifikasi (mulai dari lignit hingga
antrasit). Untuk menentukan rank batubara diperlukan data fixed carbon (dmmf),
volatile matter (dmmf) dan nilai kalor dalam Btu/lb dengan basis mmmf (moist,
mmf). Cara pengklasifikasian :

Untuk batubara dengan kandungan VM lebih kecil dari 31% maka klasifikasi
didasarkan atas FC nya, untuk ini dibagi menjadi 5 group, yaitu :
FC lebih besar dari 98% disebut meta antrasit
FC antara 92-98% disebut antrasit
FC antara 86-92% disebut semiantrasit
FC antara 78-86% disebut low volatile
FC antara 69-78% disebut medium volatile

Untuk batubara dengan kandungan VM lebih besar dari 31%, maka klasifikasi
didasarkan atas nilai kalornya dengan basis mmmf.
3 group bituminous coal yang mempunyai moist nilai kalor antara 14.000
13.000 Btu/lb yaitu :
o High Volatile A Bituminuos coal (>14.000)
o High Volatile B Bituminuos coal (13.000-14.000)
o High Volatile C Bituminuos coal (<13.000)
3 group Sub-Bituminous coal yang mempunyai moist nilai kalor antara
13.000 8.300 Btu/lb yaitu :
o Sub-Bituminuos A coal (11.000-13.000)

o Sub-Bituminuos B coal (9.000-11.000)


o Sub-Bituminuos C coal (8.300-9.500)

Untuk batubara jenis Lignit


2 group Lignit coal dengan moist nilai kalor di bawah 8.300 Btu/lb yaitu :
o Lignit (8.300-6300)
o Brown Coal (<6.300)

Tabel
Klasifikasi batubara berdasarkan tingkatnya (ASTM, 1981, op cit Wood et al., 1983)
Volatile

Fixed
Carbon ,% ,
dmmf
Class

Group

Equal
or
Greate
r Than

I Anthracite*

Matter

Calorific Value Limits BTU per

Limits, % , pound (mmmf)


dmmf

Less Greate
Tha r
n

Than

Equa Equal
l

Than r Than

98

2.Anthracite

92
86

98
92

2
8

8
14

78

86

14

22

69

78

22

31

69

31

II Bituminous 1.Low

volatile

bituminous coal
2.Medium
volatilebituminous
coal
3.High
volatile Abituminous
coal

Less Agglomerating

Less Greate Than Character

1.Meta-anthracite

3.SemianthraciteC

or or

nonagglomeratin

14000
D

commonly

4.High
volatile Bbituminous

13000 1400
D

coal
5.High
volatile Cbituminous

11500

coal
10500
1.SubbituminousA co
III
Subbituminou
s

IV. Lignite

al
2.SubbituminousB co
al
3.SubbituminousC co
al
1.Lignite A
1.Lignite B

10500
9500

agglomerating**E

1300
0
1150
0
1150

agglomerating

0
1050
0

8300

9500

6300

8300
6300

nonagglomeratin
g

B. Klasifikasi menurut National Coal Board (NCB)


Klasifikasi ini dikembangkan di Eropa pada tahun 1946 oleh suatu organisasi Fuel
Research dari departemen of Scientific and Industrial Research di Inggris.
Klasifikasi ini berdasarkan rank dari batubara, dengan menggunakan parameter
volatile matter (dry, mineral matter free) dan cooking power yang ditentukan oleh
pengujian Gray King. Dengan menggunakan parameter VM saja NCB membagi
batubara atas 4 macam :
Pembagian NCB menurut parameter VM
1. Volatile dibawah 9,1%, dmmmf dengan coal rank 100 yaitu Antrasit
2. Volatile diantara 9,1-19,5%,dmmmf dengan coal rank 200 yaitu Low
Volatile/Steam Coal
3. Volatile diantara 19,5-32%,dmmf dengan coal rank 300 yaitu Medium Volatile
Coal

4. Volatile lebih dari 32 %, dmmmf dengan coal rank 400-900 yaitu Haigh Volatile
Coal
Masing masing pembagian di atas dibagi lagi menjadi beberapa sub berdasarkan
tipe coke Gray King atau pembagian kecil lagi dari kandungan VM.
Untuk High Volatile Coal dibagi berdasarkan sifat caking nya :

C.

1.

Very strongly caking dengan rank code 400

2.

Strongly caking dengan rank code 500

3.

Medium caking dengan rank code 600

4.

Weakly caking dengan rank code 700

5.

Very weakly caking dengan rank code 800

6.

Non caking dengan ring code 900

Klasifikasi menurut International


Klasifikasi ini dikembangkan oleh Economic Commision for Europe pada tahun
1956.
Klasifikasi ini dibagi atas dua bagian yaitu :
-

Hard Coal
Di definisikan untuk batubara dengan gross calorific value lebih besar dari
10.260

Btu/lb

atau

5.700

kcal/kg

(moist,

ash

free).

International System dari hard coal dibagi atas 10 kelas menurut kandungan
VM (daf). Kelas 0 sampai 5 mempunyai kandungan VM lebih kecil dari 33%
dan kelas 6 sampai 9 dibedakan atyas nilai kalornya (mmaf) dengan kandungan
VM lebih dari 33%.

Masing-masing kelas dibagi atas4 group (0-3) menurut sifat cracking nya
dintentukan dari Free Swelling Index dan Roga Index. Masing group ini
dibagi lagi atas sub group berdasarkan tipe dari coke yang diperoleh pengujian
Gray King dan Audibert-Arnu dilatometer test. Jadi pada International
klasifikasi ini akan terdapat 3 angka, angka pertama menunjukkan kelas, angka
kedua menunjukkan group dan angka ketiga menunjukkan sub-group.
Sifat caking dan coking dari batubara dibedakan atas kelakuan serbuk batubara
bila dipanaskan. Bila laju kenaikan temperature relative lebih cepat
menunjukkan sifat caking. Sedangkan sifat coking ditunjukkan apabila laju
kenaikan temperature lambat.
-

Brown Coal
International klasifikasi dari Brown coal dan lignit dibagi atas parameternya
yaitu total moisture dan low temperature Tar Yield (daf).
Pada klasifikasi ini batubara dibagi atas 6 kleas berdasarkan total moisture (ash
free) yaitu :
1. Nomor kelas 10 dengan total moisture lebih dari 20%, ash free

Kelas

2.

Nomor

kelas

11

dengan

total

moisture

20-30%,

ash

free

3.

Nomor

kelas

12

dengan

total

moisture

30-40%,

ash

free

4.

Nomor

kelas

13

dengan

total

moisture

40-50%,

ash

free

5.

Nomor

kelas

14

dengan

total

moisture

50-60%,

ash

free

6.

Nomor kelas 15 dengan total moisture 60-70%, ash free


ini

dibagi

lagi

atas

group

dalam

1. No group 00 tar yield lebih rendah dari 10% daf


2. No group 10 tar yield antara 10-15 % daf
3. No group 20 tar yield antara 15-20 % daf
4. No group 30 tar yield antara 20-25 % daf
5. No group 40 tar yield lebih dari 25% daf

group

yaitu

JENIS BATUBARA
1.

Gambut / Peat
Golongan ini sebenarnya termasuk jenis batubara, tapi merupakan bahan bakar. Hal ini
disebabkan karena masih merupakan fase awal dari proses pembentukan batubara.
Endapan ini masih memperlihatkan sifat awal dari bahan dasarnya (tumbuh-tumbuhan).

2.

Lignite / Brown Coal


Golongan ini sudah memperlihatkan proses selanjutnya berupa struktur kekar dan gejala
pelapisan. Apabila dikeringkan, maka gas dan airnya akan keluar. Endapan ini bisa
dimanfaatkan secara terbatas untuk kepentingan yang bersifat sederhana, karena panas
yang dikeluarkan sangat rendah.

3.

Sub-Bituminous / Bitumen Menengah


Golongan ini memperlihatkan ciri-ciri tertentu yaitu warna yang kehitam-hitaman dan
sudah mengandung lilin. Endapan ini dapat digunakan untuk pemanfaatan pembakaran
yang cukup dengan temperatur yang tidak terlalu tinggi.

4.

Bituminous
Golongan ini dicirikan dengan sifat-sifat yang padat, hitam, rapuh (brittle) dengan
membentuk bongkah-bongkah prismatik. Berlapis dan tidak mengeluarkan gas dan air bila
dikeringkan. Endapan ini dapat digunakan antara lain untuk kepentingan transportasi dan
industri.

5.

Anthracite
Golongan ini berwarna hitam, keras, kilap tinggi, dan pecahannya memperlihatkan pecahan
chocoidal. Pada proses pembakaran memperlihatkan warna biru dengan derajat pemanasan
yang tinggi. Digunakan untuk berbagai macam industri besar yang memerlukan temperatur
tinggi.

Semakin tinggi kualitas batubara, maka kadar karbon akan meningkat, sedangkan
hidrogen dan oksigen akan berkurang. Batubara bermutu rendah, seperti lignite dan subbituminous, memiliki tingkat kelembaban (moisture) yang tinggi dan kadar karbon yang
rendah, sehingga energinya juga rendah. Semakin tinggi mutu batubara, umumnya akan

semakin keras dan kompak, serta warnanya akan semakin hitam mengkilat. Selain itu,
kelembabannya pun akan berkurang sedangkan kadar karbonnya akan meningkat, sehingga
kandungan energinya juga semakin besar.

4.

Cekungan yang Mengandung Batubara


A. Cekungan-Cekungan di Pulau Sumatra
Di Sumatera Selatan, endapan batubara berumur Miosen-Pliosen tersebar pada
cekunganSumatra Selatan dan terdapat pada formasi Muara Enim. Endapan tersebut
telah

mengalami

intrusi

andesit

pada

masa

orogenesa

Plio-Pleistosen,

yang

singkapannya dapat dijumpai di Bukit Asam, Air Laya, Suban, dan Bukit Tapuan.
Endapan batubara terdiri dari lima lapisan yaitu Lapisan A (Lapisan Mangus), Lapisan B
(Lapisan Suban), Lapisan C (Lapisan Petai), Lapisan Keladi, dan Lapisan Batubara
Gantung (coal hanging seam). Ciri khusus endapan batubara tersebut adalah sebarannya
yang terbatas, yang diduga disebabkan oleh banyaknya kelokan sungai yang mengalir ke
dalam daerah pengendapan yang terdapat di ujung atau di antar endapan kipas aluvium.
Di Sumatra Tengah, khususnya daerah di Sumatera Barat, endapan batubara
tersebar pada cekungan antar gunung, atau yang lebih dikenal dengan Cekungan
Ombilin yang memanjang searah dengan struktur utama Pulau Sumatera (barat lauttenggara). Endapan batubara terdapat pada formasi Sawah Lunto yang berumur EosenOligosen, terdiri dari tujuh lapisan batubara yang bila diurut dari yang berumur muda ke
tua adalah Lapisan A, B (tiga lapisan), C dan D (dua lapisan).
Jumlah cadangan batubara di Sumatera, termasuk yang terdapat di daerah
Bengkulu dan Aceh diperkirakan sebesar 24,7 miliar ton, atau mencapai sekitar 67,9%
dari cadangan Indonesia.

A.

Batuan-batuan yang terdapat dalam Cekungan Sumatera Utara dapat dikelompokan


menjadi tujuh satuan lithostratigrafi, yaitu Formasi Prapat, Formasi Bampo, Formasi Belumai,
Formasi Baong, Formasi Keutapang, Formasi Seureula dan Formasi Julurajeu. Formasi yang
mengandung batubara:
(a) Formasi Keutapang
Formasi ini berumur Miosen Atas. Diendapkan diatas Formasi Baong, terdiri dari selangseling antara batupasir, serpih dan kadang-kadang lapisan batubara muda. Batupasir lebih
dominant pada bagian bawah dari formasi ini. Lingkungan pengendapan formasi ini adalah laut
dangkal yang bersifat regresif.
(b) Formasi Seureula
Formasi ini berumur pliosen bawah. Formasi ini diendapkan selaras di atas formasi keutapang,
terdiri dari selang-seling antara batubara dan serpih. Bila dibandingkan dengan

formasi

keutapang, formasi ini lebih bersifat lempungan dan kurang karbonan.


(c) Formasi Julurajeu
Formasi ini berumur Pliosen Atas. Formasi ini terletak selaras di atas Formasi Seureula,
terdiri dari batupasir tufaan, lempung, lapisan batubara muda dan konglomerat. Formasi ini
diendapkan pada lingkungan pantai hinggga darat.
Perusahaan yang ada di formasi Seureula diantaranya adalah PT. Riau Bara Harum

Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Tengah


(After White,1975 dan Wongsosantiko,1976, in Eubank & Makki, 1981)
Batuan-batuan yang terdapat dalam Cekungan Sumatera Tengah dapat dikelompokan menjadi
lima satuan lithostratigrafi, yaitu Formasi Pematang, Formasi Sihapas, Formasi Telisa, Formasi
Wingfoot dan Formasi Petani.
Formasi yang mengandung batubara: Formasi Petani
Formasi ini berumur Miosen Atas sampai Pliosen. Formasi ini diendapkan selaras

di

atas Formasi Wingfoot, terdiri dari batupasir tufaan, batulempung, konglomerat dan lapisan
tipis batubara.

B. Cekungan Sumatera Selatan


Batuan-batuan

yang

terdapat

dalam

Cekungan

Sumatera

Selatan

dapat

dikelompokan menjadi tujuh satuan lithostratigrafi, yaitu Formasi Lahat, Formasi Talang
Akar, Formasi Baturaja, Formasi Gumai, dan Formasi Palembang (Formasi Palembang
terdiri tiga bagian, yaitu bagian bawah dengan Formasi Air Benakat, bagian tengan
dengan Formasi Muara Enim dan bagian atas dengan Formasi Kasai.
Perusahaan yang ada di formasi Palembang yaitu PT. Bukit Asam
Formasi yang mengandung batubara:
(a)

Formasi Lahat
Formasi ini berumur Eosen sampai Miosen Bawah. Formasi ini diendapkan tidak
selaras di atas batuan Pra-Tersier, terdiri dari tuf breksi berwarna ungu, hijau dan
coklat, batulempung tufaan, breksi dan konlomerat. Ke arah bagian dalam cekungan,
faciesnya berangsur berubah menjadi serpih, serpih tufaan, batulanau, batupasir, dan
sisipan batubara. Pengendapan formasi ini diawali oleh endapan non marin, paludal,
yang berangsur menjadi kondisi euxinic. Pada formasi ini ditemukan lapisan-lapisan
tipis batugamping dan lapisan batuan sediment yang mengandung glaukonit,
menunjukan lingkungan danau yang kadang-kadang berhubungan dengan laut
terbuka. Diantara batuan-batuan sedimen yang dijumpai ada yang menunjukan ciri
endapan kipas alluvial, endapan fluvatil dan endapan delta. Tebal formasi ini
mencapai 300 m.

(b)

Formasi Talang Akar


Formasi ini berumur Oligosen Atas sampai Miosen Bawah. Formasi Talang Akar
diendapkan selaras di atas Formasi Lahat, terdiri dari batupasir, batupasir
gampingan, batulempung, batulempung pasiran, dan sedikit batubara, pada bagian
bawah dijumpai batupasir. Formasi ini diendapkan pada lingkungan fluvatil sampai
delta dan marin dangkal yang menunjukan adanya transgresi marin. Pada beberapa
tempat dijumpai batupasir di daerah tinggian (Pendopo High atau dekat paparan
Sunda). Secara lateral, formasi ini berubah facies dengan formasi gumai.
Ketebalannya mencapai 100 m. Formasi Talang Akar merupakan penghasil
hidrokarbon di Cekungan Sumatra Selatan.

(c)

Formasi Muara Enim

(Jawa Barat), dan di daerah Brebes, Rembang, Kebumen, dan Nanggulan (Jawa Tengah),
dengan jumlah secara keseluruhan diperkirakan sebesar 60,7 juta ton

Stratigrafi wilayah barat dan barat daya jawa

Formasi yang mengandung batubara


(a)

Formasi Cibulakan
Formasi ini berumur Miosen Bawah. Formasi ini terletak selaras di atas Formasi
Jatibarang. Formasi Cibulakan dibagi menjadi dua anggota, yaitu Anggota
Cibulakan Bawah dan Anggota Cibulakan Atas.
(1)

Anggota Cibulakan Bawah


Bagian bawah dari anggota ini terdiri dari serpih dengan sisipan-sisipan

batulanau karbonan, batupasir halus sampai sangat halus, batubara dan batugamping
(ekivalen dengan Formasi Talang akar). Seri batuan sediment ini merupakan hasil
endapan paralik, yang makin ke arah timurberubah menjadi lingkungan laut. Bagian
atas dari Anggota Cibulakan Bawah terdiri dari batugamping (ekivalen dengan
Formasi Batu Raja) yang mempunyai penyebaran merata di seluruh cekungan.
Batugamping ini merupakan hasil endapan transgresi dan tektonik stabil.
(2)

Anggota Cibulakan Atas


Terdiri dari serpih dengan selingan-selingan tipis batupasir gampingan dan

batugamping, yang diendapkan pada lingkungan neritik.


(b)

Formasi Cisubuh
Formasi ini berumur Pliosen. Formasi Cisubuh terletak selaras di atas Formasi
Parigi, terdiri dari batulempung dengan sisipan-sisipan tipis batupasir halus, lignit
dan kerikil di bagian atas. Seri batuan tersebut merupakan hasil pengendapan
regresif sebagai akibat pembentukan geantiklin Jawa yang terjadi di sebelah selatan
cekungan.

(c)

Formasi Bojongmanik
Formasi Bojongmanik merupakan bagian dari Blok Banten, yaitu pada Tinggian
Bayah. Endapan pada Provinci Banten terdiri dari tiga tahap pengendapan. Formasi
Bojongmanik terdapat pada tahap pengendapan yang ketiga (terakhir). Formasi ini
berumur Miosen Tengah dan terdiri dari batulempung, batupasir dengan sisipansisipan lapisan lignit

F. Cekungan Jawa Timur dan Cekungan Jawa Timurlaut

Batuan-batuan yang terdapat dalam Cekungan Jawa Timur dan Cekungan Jawa
Timurlaut dapat dikelompokan menjadi sebelas satuan lithostratigrafi, yaitu Formasi
Ngimbang, Formasi Kujung, Formasi Prupuh, Formasi Tuban, Formasi Tawun, Formasi
Bulu, Formasi Wonocolo, Formasi Ledok, FormasiMundu, Formasi Paciran dan Formasi
Lidah.
Formasi yang mengandung endapan batubara
(a)

Formasi Ngimbang
Formasi ini berumur Oligosen Awal. Formasi ini bagian bawahnya tersusun oleh
perulangan batupasir, serpih dan lanau dengan sisipan-sisipan tipis batubara,
sedangkan pada bagian atasnya terdiri dari batugamping dengan sisipan-sisipan tipis
serpih gampingan dan napal. Ketebalan formasi ini mencapai 758 m.

(b)

Formasi Tawun
Formasi ini berumur Miosen Awal bagian atas sampai Miosen Tengah. Bagian
bawah dari formasi ini terdiri dari batulempung, batugamping pasiran, batupasir dan
lignit. Sedangkan pada bagian atasnya (Anggota Ngrayong) terdiri dari batupasir
yang kaya akan moluska, lignit dan makin ke atas dijumpai pasir kuarsa yang
mengandung mika dan oksida besi.

G. Cekungan-Cekungan di Pulau Kalimantan


Cadangan batubara berjumlah sangat besar terdapat di Kalimantan Timur dan
Selatan yang tersebar dari ujung selatan hingga ke perbatasan dengan Malaysia di sebelah
2
utara. Endapan batubara tersebut yang luas penyebarannya mencapai 53.000 km , terdapat
dalam batuan sedimen tersier berumur Eiosen-Pliosen, yang tersebar di empat cekungan
yaitu Cekungan Pasir, Kutai, Barito dan Tarakan.
Berdasarkan hasil kegiatan eksplorasi yang telah dilakukan oleh perusahaan kontraktor,
swasta nasional, dan koperasi, jumlah cadangan di Kalimantan Timur dan Selatan
diperkirakan mencapai 8,9 miliar ton. Selain itu endapan batubara terdapat juga di
Kalimantan Tengah (daerah Puruk Cahu) dan Kalimantan Barat (daerah Ketungau dan
Melawi). Dengan demikian, jumlah seluruh cadangan batubara Kalimantan diperkirakan
sebesar 11,5 miliar ton, atau mencapai sekitar 31,6% dari cadangan Indonesia.

Susunan Tektonik Kalimantan

H. Cekungan Tarakan
Batuan-batuan yang terdapat dalam Cekungan Tarakan dapat dikelompokan menjadi lima
satuan lithostratigrafi, yaitu Flysch Facies, Formasi Tempilan dan Seilor, Formasi Birang,
Formasi Latih dan Formasi Tarakan-Bunyu. formasi yang mengandung batubara:
(a) Formasi Latih
Formasi ini berumur Miosen Tengah sampai Miosen Atas. Formasi Latih terletak
selaras di atas Formasi Birang, terdiri dari selang-seling antara batulempung dengan
batupasir halus yang kadang-kadang mempunyai sifat gampingan, disamping itu
juga dijumpai adanya lapisan tipis batubara.
Di Pulau Bunyu formasi ini dikenal dengan nama calcerous series dan merupakan
batuan yang diendapkan pada lingkungan prodelta sampai delta front sebagai akibat
regresi.
(b) Formasi Meliat
Formasi ini terdiri dari batulempung dan batulanau dengan sisipan-sisipan tipis
batubara, batupasir dan batugamping. Umur formasi ini adalah Miosen Awal
Miosen Tengah. Lingkungan pengendapannya diperkirakan antara prodelta hingga
marin.
(c)

Formasi Tabul
Formasi ini terdiri dari perulangan lempung, batulanau dan batupasir dengan
sisipansisipan batubara. Umur Formasi Tabul adalah Miosen Tengah Miosen
Akhir. Formasi ini terletak selaras di atas Formasi Meliat.

(d)

Formasi Tarakan
Formasi ini terdiri dari perulangan batupasir, batulempung, dan batubara. Pada
bagian bawah Formasi Tarakan mengandung batubara dengan ketebalan 0,5 1 m,
dan makin ke atas makin menebal, yaitu berkisar antara 3 5 m. Formasi ini
berumur Pliosen dan diendapkan dalam lingkungan dataran delta bawah dataran
delta atas.

(e)

Formasi Bunyu
Formasi ini terdiri dari perulangan batubara, batulempung dan batupasir.
Ketebalan batubara dalam formasi ini berkhisar antara 5 20 m. Formasi ini
berumur Plio Plistosen dan diendapkan dalam sistem pengendapan delta.

I. Cekungan Kutai

Batuan-batuan yang terdapat dalam Cekungan Kutai dapat dikelompokan


menjadi enam satuan lithostratigrafi, yaitu Formasi Mangkupa, Formasi Gunung
Sekerat, Formasi Pamaluan, Formasi Palubapang, Formasi Balikpapan dan Formasi
Kampungbaru.
Formasi yang mengandung batubara:
(a)

Formasi Pamaluan
Formasi ini berumur Miosen Bawah. Formasi ini terletak selaras di atas Formasi
Gunung Sekerat, terutama terdiri dari batulempung dengan sisipan-sisipan tipis
batupasir, batubara dan batugamping, diendapkan pada lingkungan delta marin
(prodelta).

(b)

Formasi Balikpapan
Formasi ini berumur Miosen Tengah. Formasi Balikpapan terletak selaras di atas
Formasi Palubapang, terdiri dari batupasir, batupasir lempungan, batulempung dan
batubara. Lapisan batupasir dan batupasir lempungan terutama dijumpai pada bagian
bawah. Lingkungan pengendapannyaadalah delta (delta front sampai delta plain).
Tebal formasi ini mencapai 2.000 m.

(c)

Formasi Kampung Baru


Formasi ini berumur Miosen atas sampai Pliosen. Formasi ini diendapkan selaras
di atas Formasi Balikpapan, bagian bawahnya terdiri dari batulempung, batupasir,
batupasir gampingan yang diendapkan pada lingkungan litoral, sedangkan pada
bagian atasnya terutama terdiri dari batulempung, batubara, sedikit lapisan pasir dan
konkresi-konkresi lempung besian. (clay ironstone), diendapkan pada lingkungan
transisi paralik. Tebal Formasi Kampung Baru sekitar 1.200 m.

(d)

Formasi Pulaubalang
Formasi ini berumur miosen bawah atas hingga miosen tengah bawah, tersusun
atas batupasir berselingan dengan batulempung serta sisipan batubara. Batubara
yang di bawah formasi ini menyebar di sepanjang sayap timur dan barat sinklin
Maritan dengan jurus hampir utara-selatan serta struktur lokal dan kekar pada anak
sungai Santan.
Perusahaan yang ada di formasi Pamaluan diantaranya adalah PT. Tanito Harum. Di

formasi Balikpapan diantaranya adalah PT. Kideco Jaya Agung, dan PT. Kitadin

Tenggarong. Sedangkan yang ada di formasi Pulau Balang diantaranya adalah PT. Kitadin
Tandung Mayang dan Embalut, PT. Citra Borneo Permai, dan PT. Indominco Mandiri.
J. Cekungan Barito
Batuan-batuan yang terdapat dalam Cekungan Barito dapat dikelompokan menjadi
empat satuan lithostratigrafi, yaitu Formasi Tanjung, Formasi Berai, Formasi Warukin dan
Formasi Dahor. Formasi yang mengandung batubara
(a)

Formasi Tanjung
Formasi ini berumur Eosen. Formasi Tanjung terletak tidak selaras di atas batuan
dasar yang terdiri dari batuan beku dan metamorf yang berumur Pra-Tersier. Bagian
bawah dari formasi ini terdiri dari batuan beku dan metamorf yang berumur PraTertier. Bagian bawah dari formasi ini terdiri dari red beds (lapisan-lapisan batuan
berwarna merah) yang terdiri konglomerat, batupasir, batulempung dan batubara
sebagai sisipan, sedangkan bagian atasnya terdiri dari batulempung dan napal,
dengan sisipan-sisipan batupasir dan batugamping. Tebal formasi ini 500 m.

(b)

Formasi Berai
Formasi ini berumur Oligosen sampai Miosen bawah. Formasi Berai
diendapkan selaras di atas Formasi Tanjung. Formasi ini dapat dibagi menajdi
tiga anggota, yaitu:
(1)

Anggota Berai Bawah, terdiri dari napal, batulanau, batugamping dan


sisipan batubara.

(2)

Anggota Berai Tengah, terdiri dari batugamping massif dengan intrkalasi


napal.
Jenis

batugampingnya

adalah

mudstone,

wackestone

dan

kadang-

kadang dijumpai packstone dan boundstone, rijangan yang diendapakn pada


lingkungan carbonat platform-shelf lagoon.
(3)

Anggota Berai Atas, terdiri dari serpih dengan sisipan-sisipan tipis


batugamping berselingan dengan napal, batulempung napalan dan sedikit
batubara. Tebal Formasi Berai 500 m sampai 700 m.

(c)

Formasi Warukin

Formasi ini berumur Miosen Tengah sampai Miosen Atas. Formasi Warukin
diendapkan selaras di atas Formasi Berai. Formasi ini dapat dibagi menjadi tiga
anggota, yaitu:
(1)

Anggota Warukin Bawah, teridri dari napal, batulempung, dan lapisanlapisan tipis batupasir.

(2)

Anggota Warukin Tengah, batuannya relative sama dengan yang terdapat


pada Anggota Warukin Bawah, hanya disini batupasirnya menjadi semakin
tebal dan banyak dijumpai, disamping terdapat lapisan-lapisan batubara.

(3)

Anggota Warukin Atas, dicirikan oleh lapisan-lapisan batubara yang tebal (20
m) dan dominan, disamping dijumpai batupasir dan batulempung karbonan. (d)
Formasi Dahor

Formasi ini berumur Mio-Plistosen. Formasi ini terletak tidaak selaras di atas
Formasi Warukin, terdiri dari batupasir, batulempung, batubara dan lensa-lensa
konglomerat. Diendapkan pada lingkungan paralik lagoon. Singkapan formasi ini
banyak dijumpai di daerah sinklin atau depresi-depresi structural. Tebal maksimum
dari formasi ini kurang lebih 2.000 m.
Perusahaan yang ada di formasi Tanjung diantaranya adalah PT. Arutmin, PT.
Antang Gunung Meratus, PT. Adaro Indonesia, PT Pasura Bina Tambang, dan PT
Jorong Barutama Greston. Seadngkan perusahaan yang ada di formasi Warukin
diantaranya adalah PT. Trans Coalindo Megah, PT KEU, PT. ESMU, dan PT. Borneo Indo
Bara.
K. Cekunkungan Salawati
Batuan-batuan yang terdapat dalam Cekungan Salawati dapat dikelompokan
menjadi enam satuan lithostratigrafi, yaitu Formasi Faumai, Formasi Sirga, Formasi
Kais, Formasi Klasafet, Formasi Klasaman dan Formasi Sele.
Formasi yang mengandung endapan batubara
(a)

Formasi Sirga
Formasi ini berumur Oligosen. Formasi Sirga terletak selaras di atas Formasi
Faumai, terdiri dari batupasir konglomerat, batupasir kuarsa, batulanau dengan
sisipan lignit, diendapakan pada lingkungan laut dangkal sampai lingkungan payau.

(b) Formasi Klasaman


Formasi ini berumur Mio-Plistosen. Formasi ini terletak tidak selaras di atas
Formasi Klasafet, terdiri dari batulempung lanauan, batu lempung pasiran
mengandung mineral karbon dengan sisipan batupasir dan batubara, diendapkan
pada lingkungan fluvatil sampai payau.
L. Cekungan Bintuni
Batuan-batuan yang terdapat dalam Cekungan Bintuni dapat dikelompokan menjadi
tujuh satuan lithostratigrafi, yaitu Formasi Faumai, Formasi Sirga, Formasi Kais,
Formasi Klasafet, Formasi Steen kool, Formasi Sele dan Formasi Bula.
Formasi yang mengandung endapan batubara
Formasi Sirga
Formasi ini berumur Oligosen. Formasi ini diendapkan selaras diatas Formasi Faumai,
terdiri dari batupasir konglomeratan, batupasir kuarsa dan batulanau dengan sisipan lignit,
diendapkan pada lingkungan laut dangkal sampai payau.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim.

2010.

Lingkungan

Pengendapan

Batubara

http://cogangeologist.blogspot.com/2010/12/lingkungan-pengendapanbatubara.htmlhttp://cogangeologist.blogspot.com/2010/12/lingkungan-pengendapanbatubara.html (Diunduh pada Sabtu, 15 November 2014)


Anonim. 2013. Pengenalan Batubara. http://kampungminers.blogspot.com/2013/10/pengenalanbatubara.html. (Diunduh pada Sabtu, 15 November 2014)
Anonim. Cogangeologist.blogspot.com
Anonim.

Lingkungan

Pengendapan

Batubara.

http://www.fortunacoal.com/publication/article/116-lingkungan-pengendapanbatubara.html
Arief. 2012. Kualitas Klasifikasi Batubara. http://ariefdjo.blogspot.com/2012/01/kualitasklasifikasi-batubara.html (Diunduh pada Sabtu, 15 November 2014)
Badan Geologi. Studi Regional Cekungan Batubara Daerah Pesisir Kalimantan
Timur
HMTPUMI.

2010.

Bentuk-bentuk

lapisan

Batubara.

http://hmtpumi.blogspot.com/2010/10/bentuk-bentuk-lapisan-batubara-bentuk.html
(Diunduh pada Sabtu, 15 November 2014)
http://psdg.bgl.esdm.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=341:studi-regionalcekungan-batubara-daerah-pesisir-kalimantan-timur&catid=52:content-menuutama&Itemid=378
Indo Energi. 2012. Jenis-Jenis Batubara. http://www.indoenergi.com/2012/03/jenis-jenisbatubara.html (Diunduh pada Sabtu, 15 November 2014)
Riska., Geologi Regional Cekungan Kutai. http://genrambai.blogspot.com/2013/01/geologiregional-cekungan-kutai_11.html
STTNAS YOGYAKARTA. Formasi Di indonesia yang Berpotensi Terdapat Batubara.
https://www.scribd.com/doc/209287280/Coal-v-Cekungan-Batubara (Diunduh pada Sabtu,
15 November 2014)

You might also like