You are on page 1of 6

JAWABAN FARMAKOLOGI DR.

HAMZAH 2007
1. Laki-laki 66 th, pusing dan bengkak kedua kaki, habis mandi atau jalan
agak sesak, tidur pakai bantal tinggi, mengeluh ulu hati sakit, telah lama
minum phenylbutazon untuk nyeri lutut, tensi 170/100. Obat apa yang
perlu diberikan?
JAWAB:
Pasien tersebut kemungkinan menderita gagal jantung congestif (CHF).
Tujuan tx adalah meningkatkan curah jantung dengan cara:
Mengurangi beban miokard dengan vasodilator. Pada pasien ini
kita pilih ACEI (misal captopril dosis kecil 2-3 x sehari sebelum
makan) karena efek renoprotektif, cardioprotektif, dan cardio
remodeling, juga memperbaiki memperbaiki tanda-tanda klinik
dan gejala pada pasien yang menggunakan diuretic saja atau

bersama digoksin.
Menurunkan cairan ekstraseluler dengan diuretic. Pada px ini
bisa kita gunakan furosemid, tapi perlu diingat pada px gagal
jantung terjadi udema mucosa usus dan menurunkan aliran
darah splanchnic sehingga menurunkan absorbsi obat

furosemid. Jadi pada pasien ini bisa diberikan furosemid i.v.


Meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dengan obat
inotropik. Pada px ini bisa kita pilih digoxin peroral (digoxin lebih
menguntungkan karena waktu paruh relative pendek, efek toksis
lebih kecil, lebih cepat bekerja sehingga digunakan untuk situasi
darurat). Karena px ini juga mendapat furosemid, dimana
furosemid bisa menyebabkan hipokalemia sehingga
meningkatkan intoksisitas digoxin, maka pemberian initial dose
digoxin harus diturunkan (pada manula body mass turun) dan

maintenance dose diturunkan (pada manula GFR menurun).


Penderita mengeluh sering sakit ulu hati. Hal ini bisa disebabkan
penggunaan phenylbutazon jangka lama, mengingat cara kerjanya
adalah menghambat PGE-2 meningkatkan produksi asam lambung
iritasi lambung nyeri, sedang di ginjal penghambatan PGE-2
menyebabkan retensi natrium dan air menyebabkan odem lebih
berat. Jadi hendaknya phenylbutazon dihentikan penggunaannya.

Untuk mengurangi nyeri lutut, asetaminofen bisa digunakan karena


aman untuk px dengan gg. saluran cerna.
2. Bumil 29 th, menelan sakit, panas, hamil 20 mgg, diabetes, tax 39 derajat
C, tonsillitis akuta, leucositosis, GD2JPP 200 g/dl, tx sendiri tetracycline
dan parasetamol. Usulan dan pengobatan pada ibu tesb?
JAWAB:
Pemberian tetrasiklin dihentikan karena menyebabkan teeth/bone
deformity pada fetus dan hepatitis pada ibu. Sebagai pengganti bisa
diberikan Amoksisilin karena aman untuk janin walaupun kadarnya cukup
tinggi dalam ketuban dan plasenta.
Pemberian parasetamol bisa diteruskan sebagai antipiretik dan analgetik
karena aman untuk ibu hamil dan janin.
Untuk mengatasi diabetes (GD2JPP 200 g/dll) diberikan insulin prandial
short acting setiap setengah jam sebelum makan dan mengatur diet
sesuai diet KV-T2 (RSD Dr. Soetomo), karena insulin paling aman untuk ibu
hamil sedangkan obat oral hipoglikemik bagi bumil termasuk obat
katagori C yang mempunyai efek farmakologi buruk pada janin, misal:
glibenklamid bisa menyebabkan hypoglycemia neonatal.
3. Buteki 2 bulan post partum normal, menyusui, datang dengan tonsillitis
akut lagi. Obat apa yang perlu diberikan? Bolehkah dia mendapat
Penicillin/Chloramphenicol/aminoglycosida/tetracycline?
JAWAB:
Bila panas dan nyeri bisa diberikan asetaminofen sebagai antipiretik dan
analgetik karena aman untuk ibu dan bayi. Antibiotik yang aman dan
berspektrum luas, amoksisilin bila kuman masih peka, bila kuman
penyebab merupakan penghasil -lactamase inhibitor diberikan obat
kombinasi amoksisilin dan asam klavulanat (co-amoxiclav), dimana
kombinasi ini bersifat sinergisme dimana asam klavulanat secara
sendirian tidak mempunyai aktivitas antibacterial bermakna namun bila
dikombinasi dengan derivate penicillin bisa melindungi inaktivasi
enzimatik selanjutnya.
Penicillin sebagian disekresi lewat ASI, hati-hati pemberiannya, karena
bisa menyebabkan diare pada bayi dan candidiasis terutama golongan

ampicillin, disebabkan ketidakseimbangan normal flora terutama pada


obat yang diabsorbsi tidak lengkap dan berspektrum luas.
Chloramphenicol dalam ASI sudah dalam bentuk metabolit yang tidak
aktif sehingga tidak berpengaruh pada bayi, boleh diberikan pada buteki.
Aminoglycoside disekresi ASI, tapi tidak diabsorbsi oleh GIT bayi, boleh
diberikan buteki.
Tetrasiklin dalam ASI berikatan dengan calcium susu membentuk chelate
sehingga tidak bisa diabsorsi GIT bayi, boleh diberikan pada buteki.
JAWABAN DR. ENDANG MEI 2008
1. Penggunaan obat pada anak sering tidak rasional, hal ini dapat terjadi
karena:
a. Aspek industry farmasi: promosi obat yang relative lebih mahal,
lebih gencar daripada obat lama yang lebih lama, lebih murah,
sudah dikenal luas. Faktor premarketing trials yang banyak
kelemahannya, yaitu sampel sedikit, metode terlalu sederhana,
terlalu sempit unsure yang diteliti, waktu terlalu singkat, objek
penelitian pada usia pertengahan.
b. Aspek dokter: kurangnya pengetahuan tentang farmakoterapi,
money oriented, kurang edukasi pada pasien dan keluarganya,
kurang mendapat informasi obat yang benar, diagnose tidak pasti
= shot gun therapy, jarang mengikuti kursus penyegar, tekanan
dari penderita dan industry farmasi.
c. Tidak adanya pedoman pengobatan pada unit2 pelayanan
d. System yankes yang kurang merata
e. Pengawasan pemasukan obat yang kurang tepat (dulu)
Contoh penggunaan obat yang tidak rasional pada anak:
f. Antibacterials for viral URI
g. Decongestants for colds
h. Drugs to treat diarrhoea
i. Oral anti-emetic for vomiting
j. Antipyretic agents for fever
k. Tricyclic antidepressants for bed-wetting
l. Sedatives for sleepless/those labelled hyperactive
m. Spasmolytics for abdominal pain
n. Appetite stimulants
Dalam penggunaan obat pada anak harus diperhatikan hal-hal:
- Sebagian obat larut air apa dampak penggunaan kliniknya
- Apabila gisi buruk apa yang mesti diperhatikan

2. Pemberian teofilin berulang sebaiknya dalam bentuk slow release:


Teofilin adalah obat yang mempunyai index terapeutik yang sempit
sehingga bila digunakan dalam jangka waktu yang lama/penyakit akut
harus dilakukan monitoring kadar obat dalam plasma. Pemberian obat
berulang atau secara iv sering menyebabkan keracunan. Rentang terapi
10-20 microgram/ml. pemberian iv harus perlahan-lahan selama 20-40
menit untuk mencegah keracunan akut, sedangkan oral dalam bentuk
slow release (penggunaan jangka lama untuk menurunkan airway
reactivity dan meningkatkan execise tolerance).
3. Ny Y keluhan bengkak nyeri ibu jari kaki sinistra, sering kencing malam,
lab: as urat 9, GDP 180 mg/dl. Obat yang diberikan dan alasan
farmakologinya:
Diagnosis: hiperuricemia dan DM
Terapi : (boleh berpendapat bebasTATM)
- Antihiperuricemia: Allupurinol 1-3 x 100 mg allupurinol
merupakan enzyme inhibitor di liver, meningkatkan risiko
hipoglikemi, efek allupurinol dikurangi oleh salisilat, jadi digunakan
-

dosis maksimal 3x100 mg.


Antidiabetik oral: glibenclamide dosis rendah (2,5 mg) pagi hari
setengah jam sebelum makan karena diberikan bersama allupurinol

dan aspirin yang bisa meningkatkan resiko hipoglikemia


Antiinflamasi: Aspirin 3 x 250 mg sesudah makan, dipilih obat ini
karena dikombinasi dengan allupurinol sehingga dosis diturunkan.
Hati-hati penggunaan NSAID oleh karena bisa menggeser ikatan
OAD dengan protein, sehingga OAD bebas meningkat dan bisa

menimbulkan hipoglikemia.
4. MDT pengukuran obat dalam plasma sering dilakukan sehubungan dengan
sifat2 farmakodinamik dan kinetic:
- Monitoring efek farmakodinamik: dilakukan bila efek terapi/respon
klinik tidak dapat diukur secara langsung, sehingga yang dapat
diukur efek farmakodinamiknya. Contoh: insulin monitoring gula
-

darah, warfarin monitoring PPT


Monitoring efek farmakokinetik, dilakukan untuk mengetahui:
o Apakah obat tetap pada jalur yang diharapkan atau
melenceng sehingga timbul efek terapi yang tidak
o

diinginkan/timbul efek samping


Mengukur plasma konsentrasi obat

5. Untuk obat yang bagaimana perlu MDT?


- Marked pharmacokinetic variability
- Therapeutic and ADR related to drug concentration
- Narrow therapeutic index
- Defined therapeutic (target) concentration range
- Desired therapeutic effect difficult to monitor
6. Pada pemakaian digoksin kenapa perlu MDT?
- Respon terapi <
- Toksisitas?
- Previous drug history?
- Continued therapy?
- Changing renal function
- Interaksi obat +/Catatan:
- rentang terapi digoxin: 1-2,6 nmol/L
- SS digoxin: 7 hari
- clearance turun bila berinteraksi dengan quinidine, verapamil,
amiodarone
- hipoK afinitas meningkat
- hipertiroid digitalis plasma meningkat
- anak <6 th: digitalis plasma menurun
JAWABAN Dr. SRI
1. Mr X keluhan kepala berat, batuk 1 bulan tidak sembuh, tensi 170/110, bta
(+) lain2 dbn. Terapi?
Diagnosa: Hipertensi dan TBC
Terapi: (bebas beralasan TA
-

TM

, yang penting liat ada interaksi obat gak?)

Antihipertensi: dimulai dengan obat tunggal dan first line


menggunakan diuretika yang bekerja dengan cara meningkatkan
ekskresi Na dan air menurunkan vol ekstrasel mengurangi
stroke volume jantung dan aliran darah ginjal menurunkan tensi.

Pada pasien ini dicoba menggunakan tiasid (Hct) 1 x pagi hari.


MDT TB first line: INH sebelum makan, rifampisin , pirazinamid dan
etambutol untuk memperlambat dan mencegah resistensi selama 2
bulan, lanjut dengan INH dan rifampisin selama 4 bulan, dengan

monitor fungsi hati (INH, rifampin, pirasinamid mempengaruhi


fungsi hati) dan fungsi ginjal (etambutol).
Keywords:
- Rokok enzim Cyt P450 inducer meningkatkan metabolit obat lain dan
menurunkan kadar obat plasma efek farmakologik obat turun cenderung
-

menaikkan dosis meningkatkan resiko intoksikasi


Cimetidin enzim Cyt P450 inhibitor, menurunkan hepatic blood flow

clearance menurun
Ciprofloxacin pada anak menghambat/gangguan pertumbuhan cartilage

jangan diberikan
NSAID menurunkan eliminasi Na ginjal TD tidak turun
Pemberian obat harus 4 tepat 1 waspada, jadi bila ada terapi TUNGGAL gagal
terus kupas tentang TEPAT INDIKASI, TEPAT OBAT, TEPAT PENDERITA, TEPAT
DOSIS, WASPADA EFEK SAMPING.

You might also like