Professional Documents
Culture Documents
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
LAPORAN KASUS
AGUSTUS 2015
. Disusun oleh:
Marisa Oktofia Luhukay
(2010-83-011)
Pembimbing:
Dr. dr. Bertha J. Que, Sp. S, M. Kes
Sindroma
Guillain
Barre
yang
disebut
juga
Acute
Inflammatory
B. LAPORAN KASUS
1. Identitas Pasien
Nama
: Nn. RL
: 082286
Jenis Kelamin
: Perempuan
Pekerjaan
:-
Agama
: Kristen Protestan
1
Alamat
: Kayu Tiga
Ruang rawat
: Bangsal Neuro TT 3
Suku/Bangsa
: Indonesia
Tanggal MRS
: 19 Juli 2015
: 28 Juli 2015
2. Anamnesis
Keluhan utama : Kelemahan keempat anggota gerak
Anamnesis terpimpin :
Keluhan ini dialami sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Kelemahan
dirasakan secara tiba-tiba dan berangsur-angsur mulai dari ujung jari-jari
kaki lalu menjalar ke tungkai dan lengan, sehingga membuat pasien sulit
berjalan. Keadaan tidak bertambah berat maupun berkurang dengan
istirahat. Pasien juga mengeluh kurangnya rasa pada kedua tungkai sampai
ke daerah pusar dan menjalar ke tulang belakang. Demam dialami sejak 1
hari SMRS. Mual dan muntah (-). Makan dan minum pasien baik, BAK
lancar dan normal, BAB (-) sudah 4 hari. Sebelumnya pasien dirawat di
RS. Baktirahayu selama 3 hari dengan keluhan nyeri ulu hati, kemudian
tiba-tiba pasien tidak dapat menggerakkan keempat anggota geraknya,
sehingga pasien di rujuk ke RSUD. dr. M Haulussy.
Riwayat penyakit dahulu:
- Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.
- Riwayat ISPA (+) saat 1 bulan sebelum masuk rumah sakit.
- Riwayat trauma tidak pernah.
Riwayat pengobatan:
- Pasien pernah menggonsumsi obat Maag, Paracetamol dan Vitamin
saat dirawat di rumah sakit sebelumnya.
Riwayat penyakit keluarga:
- Saudara laki-laki pernah menderita lumpuh layu.
3. Pemeriksaan Fisis
a. Pemeriksaan umum
Kesan
: tampak sakit berat
2
Nadi
: 120/70 mmHg
: 80x/m, reguler
Kepala
: bentuk
Suhu
Pernapasan
normosefal,
deformitas
: 38,9C
: 24x/m
(-),
rambut
Mata
Hidung
Telinga
Mulut
sekret (-)
: sianosis (-), kandidiasis (-), bibir simetris
Leher
Thoraks
Paru-paru
Jantung
: Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Sonor
Auskultasi
: Inspeksi
Palpasi
Perkusi
midclavicula sinistra
: Redup
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
: Datar
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
: Timpani
Alat kelamin
: Tidak diperiksa
Ekstremitas
Kulit
b. Status neurologis
Kesadaran : GCS E4M6V5
Saraf kranial :
N. I (olfaktorius)
: Normosmia
N. II (optikus)
Ketajaman penglihatan
OD
:
OS
> 2/60
> 2/60
(posisi berbaring)
Lapangan penglihatan
Tidak dapat
Tidak dapat
Funduskopi
dievaluasi
tidak dilakukan
dievaluasi
tidak dilakukan
OS
Normal
normal
Ptosis
Eksoftalmus / endoftalmus
Pupil
Ukuran / bentuk
3 mm / bulat
3 mm / bulat
Isokor / anisokor
Isokor
isokor
+/+
+/+
Parese ke arah
Nistagmus
N. V (trigeminal)
Sensibilitas
Motorik N. V3
: N. V1
: Normal
N. V2
: Normal
N. V3
: Normal
Refleks kornea
: -
: +/+
N. VII (fasialis)
Motorik
M. frontalis
M. orbik okuli
M. orbik oris
Istirahat
simetris
simetris
simetris
Gerak mimik
simetris
simetris
simetris
Sensorik khusus
Pengecapan 2/3 lidah bagian depan
N. VIII (vestibulokoklearis)
Pendengaran
: kesan normal
Tes Rinne
: +/+
Tes Weber
Tes Swabach
Fungsi vestibuler
N. IX (glosofaringeus), N. X (vagus)
Posisi arkus faring (istirahat / AAH)
: simetris
: +
: normal
Suara
: normal
Takikardi / bradikardi
: -/-
N. IX (asesorius)
5
Memalingkan
kepala
dengan
tahanan
Angkat bahu
: Sulit dievaluasi
N. XII (hipoglosus)
Deviasi lidah
: -
Tremor
: -
Fasikulasi
: -
Ataksia
: -
Atrofi
: -
: +
: TDP
Brudzinzki I
Brudzinzki II
: TDP
: TDP
Motorik
Trofi otot
:
Pergerakan :
Kekuatan
:
Tonus otot :
Otot terganggu
Refleks fisiologis
Superior
Kanan
Kiri
eutrofi
eutrofi
terbatas
terbatas
1/0/0
1/0/0
hipotoni
hipotoni
: -
Biceps
:
Triceps
:
Brachioradialis :
Superior
Kanan Kiri
+
+
+
+
+
+
Inferior
Kanan
Kiri
eutrofi
eutrofi
terbatas
terbatas
0/0/0
0/0/0
hipotoni
hipotoni
Inferior
Kanan Kiri
KPR :
+
+
APR :
+
+
Klonus
Lutut
Kanan
:
-
Kiri
-
Kaki
Kanan
-
Kiri
-
Refleks patologis
Hoffmann-
Kanan
-
Kiri
Babinski
Kanan
-
Kiri
-
:
:
:
:
Trommer
Chaddock
Gordon
Schaefer
Oppenheim
Pergerakan abnormal yang spontan : -
Sensorik :
Eksteroseptif
Nyeri
Superior
Kanan
Kiri
normal normal
Suhu
Raba halus
:
:
TDP
normal
TDP
normal
Inferior
Kanan
Kiri
Hipostesa R. pedis-umbilikus
menurun
TDP
Hipotigma R. pedisumbilikus
Proprioseptif
Rasa sikap
Nyeri dalam
:
:
Fungsi kortikal
Diskriminasi :
Stereognosis
Superior
Kanan
Kiri
normal
normal
normal
normal
Superior
Kanan
Kiri
dapat mem- dapat mem-
Inferior
Kanan
Kiri
Inferior
Kanan
Tidak dapat
Kiri
Dtidak apat
bedakan 2
bedakan 2
mem-bedakan
mem-bedakan
titik
Dapat
titik
Dapat
2 titik
Tidak
2 titik
Tidak
mengenali
mengenali
mengenali
mengenali
benda
benda
benda
benda
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Darah rutin (20-07-2015)
Parasitologi
Hasil :
- Darah rutin
NRBCs, Trombositosis, Agregasi trombosit, Large immature cells,
-
normal.
b. Pemeriksaan radiologi
Foto Thoracal AP / lateral (24-07-2015)
Bacaan:
Alignment columna vertebra thoracal baik, tidak tampak listhesis
Tidak tampak fraktur maupun destruksi tulang
Mineralisasi tulang baik
Discus intervertebralis dan foramen intervertebralis baik
Jaringan lunak di sekitarnya baik
Kesan: Tidak tampak kelainan radiologis pada foto ini
Foto Cervikalis AP/ lateral dan oblik (24-07-2015)
Bacaan
Alignment columna vertebra cervical baik, tidak tampak listhesis
Tidak tampak fraktur maupun destruksi tulang
Mineralisasi tulang baik
Discus intervertebralis dan foramen intervertebralis baik
Jaringan lunak di sekitarnya baik
Kesan: Tidak tampak kelainan radiologis pada foto ini
5. Resume
Pasien perempuan umur 12 tahun, masuk RS dengan keluhan
keempat anggota gerak tidak dapat digerakkan sejak 1 hari sebelum
masuk rumah sakit. Kelemahan dirasakan secara tiba-tiba dan berangsurangsur mulai dari ujung jari-jari kaki lalu menjalar ke tungkai dan lengan,
sehingga membuat pasien sulit berjalan. Keadaan tidak bertambah berat
maupun berkurang dengan istirahat. Pasien juga mengeluh kurangnya rasa
pada kedua tungkai sampai ke daerah pusar dan menjalar ke tulang
belakang. Demam dialami sejak 1 hari SMRS. Mual dan muntah (-).
Makan dan minum pasien baik, BAK lancar dan normal, BAB (-) sudah 4
hari. Sebelumnya pasien dirawat di RS. Baktirahayu selama 3 hari dengan
keluhan nyeri ulu hati, kemudian tiba-tiba pasien tidak dapat
menggerakkan keempat anggota geraknya, sehingga pasien di rujuk ke
RSUD. dr. M Haulussy. Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti
ini sebelumnya. Riwayat ISPA (+) saat 1 bulan sebelum masuk rumah
sakit. Riwayat trauma tidak pernah dialami. Saudara laki-laki pernah
7. Diagnosis banding
Miastenia Gravis
Meningitis
8. Penatalaksanaan
Diet biasa
IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
Paracetamol drip 500mg/8 jam
Metilprednisolon 3 x 125 mg/hari/IV tap off/ 2hari
Norages 3x1 ampul
Ceftriaxone 2x1 gr/IV
Kalmeco 3x1 amp
Ranitidin 2x1 ampul/hari/IV
10
9. Prognosis
Ad vitam
: dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad malam
10. Follow-up
Tanggal/jam
20/07/2015
21/07/2015
22/07/2015
Diet biasa
IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
Ceftriaxone 2x1 g/IV
Norages 3x1 amp/IV
Paracetamol drip 500 mg/8 jam
Kalmeco 3x1 amp/IV
Ranitidin 2x1 ampul/hr/IV
Metilprednisolon 2x125 mg/ IV
11
23/07/2015
24/07/2015
25/07/2015
26/07/2015
P: 24 x/menit
S: 39,6C
A: Tetraparese LMN
Dulcolax supp
Diet biasa
IVFD NaCl 0,9% 16 tpm
Ceftriaxone 2x1 g/IV
Norages 3x1 amp/IV
Ranitidin 2x1 ampul/hr/IV
Metilprednisolon 2x125 mg/ IV
Drip PCT 2x0,5 gr, kalau >40o C
Diet biasa
IVFD NaCl 0,9% 16 tpm
Ceftriaxone 2x1 g/IV
Norages 3x1 amp/IV
Ranitidin 2x1 ampul/hr/IV
Metilprednisolon 1x125 mg/ IV
Diet biasa
IVFD NaCl 0,9% 16 tpm
Ceftriaxone 2x1 g/IV
Norages 3x1 amp/IV
Ranitidin 2x1 ampul/hr/IV
Metilprednisolon 1x125 mg/ IV
Diet biasa
O2 5 L
IVFD NaCl 0,9% 16 tpm
Ceftriaxone 2x1 g/IV
Norages 3x1 amp/IV
12
27/07/2015
28/07/2015
Diet biasa
O2 5 L
IVFD NaCl 0,9% 16 tpm
Ceftriaxone 2x1 g/IV
Norages 3x1 amp/IV
Ranitidin 2x1 ampul/hr/IV
Metilprednisolon 1x125 mg/ IV
Paracetamol drip 500 mg/8 jam
Diet biasa
O2 10 L
IVFD NaCl 0,9% 16 tpm
Ceftriaxone 2x1 g/IV
Norages 3x1 amp/IV
Ranitidin 2x1 ampul/hr/IV
Metilprednisolon 1x125 mg/ IV
Paracetamol drip 500 mg/8 jam
Ambroxol 3x30 mg tab
Pasien meninggal pada pukul
10.00 WIT
13
C. PEMBAHASAN
Definisi
Sindrom
Guillain
Barre
(SGB)
adalah
inflamasi
demielinisasi
polineuropati akut (AIDP) dengan karakterisitik gejala perifer akut dan disfungsi
saraf kranial dan sering dipicu oleh proses infeksi akut, infeksi akut ini
menyebabkan sistem kekebalan tubuh manusia menyerang bagian dari susunan
saraf tepi dirinya sendiri dan menyebabkan kerusakan pada saraf-saraf tersebut.2
Etiologi 3,4
Tidak ada etiologi yang akurat dan belum secara lengkap dapat
dimengerti
namun
sejumlah
besar
penelitian
mengindikasikan
bahwa
mengindikasikan
terjadinya
perubahan
ekspresi
antigen,
major
sitokin proinflamasi seperti interferon gama (IFN) dan tumor necrosis faktor alpha
(TNF ) dan reseptor sitokin. Ini akan mengawali aktivasi daripada komplemen,
yang mengikat ikatan antibodi pada permukaan sel schwaan dan memulai
terjadinya vesikulasi dari myelin. Invasi makrofag diamati terjadi pada waktu 1
minggu sesudah kerusakkan myelin terjadi. 1,2,8
Pada neuropati aksonal motorik akut, IgG dan aktivasi komplemen
berikatan dengan aksolema pada serat motorik dari nodus ranvier, diikuti oleh
pembentukkan kompleks membrane-attack. Selanjutnya diikuti dengan degenerasi
akson dari serat motorik tanpa adanya inflamasi limfosit maupun demielinisasi.
1,2,8
15
16
Klasifikasi Subtipe 12
a. Acute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy (AIDP)
Mediasi oleh antibody, dipicu oleh infeksi virus atau bakteri sebelumnya,
gambaran elektrofisiologi berupa demielinisasi, remielinisasi muncul
setelah reaksi imun berakhir, merupakan tipe SGB yang sering dijumpai di
Eropa dan Amerika.
b. Acute motor axonal neuropathy (AMAN)
Bentuk murni dari neuropathy axonal, 67% pasien seropositif untuk
Campylobacteriosis, elektrofisiologi menunjukkan absen/ turunnya saraf
motorik dan saraf sensorik, penyembuhan lebih cepat, sering terjadi pada
anak, merupakan tipe SGB yang sering di Cina dan Jepang.
c. Acute motor sensory axonal neuropathy (AMSAN)
Degenerasi myelin dari serabut saraf motorik dan sensorik, mirip dengan
AMAN hanya tipe ini juga mempengaruhi sensorik, seringkali terdapat
pada dewasa.
d. Miller Fisher Syndrome
Merupakan kelainan yang jarang dijumpai, berupa trias ataxia, areflexia
dan oftalmoplegia, dapat terjadi gangguan proprioseptif, resolusi dalam
waktu 1-3 bulan.
e. Acute panautonomic neuropathy
Varian yang paling jarang dari SGB, mempengaruhi system simpatis dan
parasimpatis, gangguan kardiovaskular (hipotensi, takikardi, hipertensi,
disaritmia), gangguan penglihatan berupa pandangan kabur, kekeringan
pada mata dan anhidrosis, penyembuhan bertahap dan tidak sempurna,
sering dijumpai juga gangguan sensorik.
Manifestasi Klinis
SGB merupakan penyebab paralisis akut yang dimulai dengan rasa baal,
parestesia pada bagian distal dan diikuti secara cepat oleh paralisis ke-empat
ekstremitas yang bersifat asendens.3,4,5,7,9 Parestesia ini biasanya bersifat bilateral.
Refleks fisiologis akan menurun dan kemudian menghilang sama sekali.
17
Kerusakan saraf motorik biasanya dimulai dari ekstremitas bawah dan menyebar
secara progresif ke ekstremitas atas, tubuh dan saraf pusat. Kerusakan saraf
motoris ini bervariasi mulai dari kelemahan sampai pada yang menimbulkan
quadriplegia flacid. Keterlibatan saraf pusat, muncul pada 50 % kasus, biasanya
berupa facial diplegia. Kelemahan otot pernapasan dapat timbul secara signifikan
dan bahkan 20 % pasien memerlukan bantuan ventilator dalam bernafas.3,7
Kerusakan saraf sensoris yang terjadi kurang signifikan dibandingkan
dengan kelemahan pada otot. Rasa sakit dan kram juga dapat menyertai
kelemahan otot yang terjadi terutama pada anak-anak. Kelainan saraf otonom
tidak jarang terjadi dan dapat menimbulkan kematian. Kelainan ini dapat
menimbulkan takikardi, hipotensi atau hipertensi, aritmia bahkan cardiac arrest,
facial flushing, sfingter yang tidak terkontrol, dan kelainan dalam berkeringat.3,5,7
Kerusakan pada susunan saraf pusat dapat menimbulkan gejala berupa
disfagia, kesulitan dalam berbicara, dan yang paling sering (50%) adalah bilateral
facial palsy. Gejala-gejala tambahan yang biasanya menyertai SGB adalah
kesulitan untuk mulai BAK, inkontinensia urin dan alvi, konstipasi, kesulitan
menelan dan bernapas, perasaan tidak dapat menarik napas dalam, dan
penglihatan kabur (blurred visions).3,5,7,9
Skala disabilitas syndrome Guillain Barre menurut Hughes:12
0
: Sehat
Kematian
Diagnosis
18
Kriteria diagnosis umum yang dipakai adalah kriteria dari National Institute
of Neurological and Communicative Disorder and Stroke (NINCDS) yaitu: 3
I. Ciri-ciri yang perlu untuk diagnosis:
Terjadinya kelemahan yang progresif
Hiporefleksi
II. Ciri-ciri yang secara kuat menyokong diagnosis SGB:
a. Ciri-ciri klinis:
Progresifitas: gejala kelemahan motorik berlangsung cepat,
maksimal dalam 4 minggu, 50% mencapai puncak dalam 2
minggu, 80% dalam 3 minggu, dan 90% dalam 4 minggu.
Relatif simetris
Gejala gangguan sensibilitas ringan
Gejala saraf kranial 50% terjadi parese N VII dan sering
bilateral. Saraf otak lain dapat terkena khususnya yang
mempersarafi lidah dan otot-otot menelan, kadang < 5% kasus
neuropati dimulai dari otot ekstraokuler atau saraf otak lain.
Pemulihan: dimulai 2-4 minggu setelah progresifitas berhenti,
dapat memanjang sampai beberapa bulan.
20
21
bukan di CSS dan dilakukan pemeriksaan pada hari yang sama saat munculnya
onset bukan pada saat 1 minggu setelah onset berlangsung.
Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan radiologi, yaitu foto thoracal AP/
lateral dan cervikalis AP/ lateral dan oblik, untuk menyingkirkan ada atau
tidaknya kelainan pada vertebra. Namun hasilnya tidak ditemukan adanya
kelainan neurologis. sehingga kecurigaan akan adanya gangguan pada vertebra
dapat disingkirkan dan kelemahan yang terjadi bukan diakibatkan oleh lesi atau
gangguan pada vertebra pasien.
Diferensial Diagnosis 2,7
Diferensial diagnosis dari Sindrome Guillain Barre
1. Neuropati perifer
Neuropati vasculitis
Neuropati difterik
Lymphomatous neurophaty
Myasthenia gravis
Eaton-lambert syndrome
3. Disorder of muscle
Inflammatory myopathy
Periodic paralysis
Hypokalemia
22
Hypophoshatemia
Infeksi
Brainstern stroke
Brainstern encephalitis
Tatalaksana
1.
Terapi Suportif
Pasien dengan
SGB
terutama
membutuhkan
perhatian
yang
23
samping/komplikasi
lebih
ringan.
Pemberian
IVIg
diduga
anti-idiotipik,
menurunkan
sitokin
proinflammatory
dan
Tidak diketahui apakah IVIg efektif pada pasien SGB sedang (skala
2) atau pasien
MSF
Indikasi untuk terapi ulangan dengan IVIg: perburukan sekunder sesudah awalnya
membaik atau stabil (terapi mengalami fluktuasi): diterapi dengan 0,4 g/kg untuk 5
hari
Tidak ada bukti efek dari terapi ulangan dengan IVIg pada pasien yang berlanjut
menjadi buruk.
Adakah indikasi untuk masuk ICU:
Kelemahan berat yang progresnya cepat sering dengan kegagalan respirasi (kapasitas
vital < 20 ml/kg)
Membutuhkan ventilasi buatan (mekanik)
Penurunan refleks menelan dengan perkiraan infeksi yang tinggi
Disfungsi autonom berat
Penggunaan model prognostik untuk mendeterminasi indikasii untuk ventilasi artificial
Fluktuasi dari penyakit atau berlanjut dengan progress yang lambat
Pertimbangkan treatment-related fluctuation (TRF): terapi ulangan
Pertimbangkan onset akut CIDP dan terapi yang sesuai
Rehabilitasi dan kelelahan:
Mulailah fisioterapi sedini mungkin selama proses penyakit
Memulai rehabilitasi saat penyembuhan dimulai.
Prognosis 3,4,7
25
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Yuki N, MD, Hartung H P. Guillain Barre Syndrome. The new England
journal of medicine. 2012; 366: 2294-304 [cited 2015 Augt 03] Available
from:
http://www.aahs.org/medstaff/wp-content/uploads/guillain-
barresyndromenejm20121.pdf
2. Pithadia A B, Kakadia N. Guillain barre syndrome (GBS). Pharmacological
reports. 2010; 62: 220-32 [cited 2015 Augt 03] Available from:
http://www.if-pan.krakow.pl/pjp/pdf/2010/2_220.pdf
3. Support and information for those affected by Guillain-Barr syndrome, CIDP
& associated inflammatory neurophaties. Issue 1.0. 2014 [cited 2015 Augt 03]
Available from: http://www.gaincharity.org.uk/pdf/A4_GBS_16pp.pdf
4. Wakerley B R. Uncini A, Yuki N. Guillain barre and miller fisher syndromesnew diagnostic classification. Nature review neurology. 2014; 10: 537-44
[cited
2015
Augt
03]
Available
from:
http://static1.squarespace.com/static/53e0d272e4b0ea4fa48a8d40/t/545faddae
4b003a28634ed22/1415556570707/Wakerley+NatRevNeurol2014.pdf
5. Winer J B. An update in guillain barre syndrome. Hindawi publishing
corporation autoimmune disease. 2014 [cited 2015 Augt 03] Available from:
http://downloads.hindawi.com/journals/ad/2014/793024.pdf
6. Israr Y A. Juraita, S Rahmat. Sindroma Guillain Barre. Faculty of medicine
Riau.
2009
[cited
2015
Augt
03]
Available
from:
https://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/10/guillain_barre_syndrome_fil
es_of_drsmed.pdf
7. Walling A D, Dickson G. Guillain barre syndrome. American Family
Physician. 2013; 87(3): 191-97 [cited 2015 Augt 03] Available from:
http://www.aafp.org/afp/2013/0201/p191.pdf
8. Van doorn P A. Diagnosis, treatment and prognosis of guillain barre syndrome
(GBS). Nature reviews neurology. 2013; 42: 193-201 [cited 2015 Augt 03]
Available from:
http://www.researchgate.net/profile/Pieter_Doorn/publication/263935465_Gui
llainBarr_syndrome_Pathogenesis_diagnosis_treatment_and_prognosis/links/5481
28
8cb70cf263ee1adfc7cd.pdf?
inViewer=true&&origin=publication_detail&inViewer=true
9. Beth A, Rosen. Guillain barre syndrome. American academy of pediatrics.
2012;
33(4):
164-71
[cited
2015
Augt
03]
Available
from:
http://pedsinreview.aappublications.org/content/33/4/164.full.pdf
10. Rinaldi S. Update on guillain barre syndrome. Journal of the peripheral
nervous system. 2013; 18: 99-112 [cited 2015 Augt 03] Available from:
http://www.readcube.com/articles/10.1111%2Fjns5.12020?
r3_referer=wol&tracking_action=preview_click&show_checkout=1&purchas
e_referrer=onlinelibrary.wiley.com&purchase_site_license=LICENSE_DENI
ED
11. Inawati. Sindrome Guillain Barre. Departemen patologi anatomi. 2011 [cited
2015
Augt
03]
Available
from:
http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/jurnal/Vol%20Edisi%20Khusus
%20Desember%202010/SINDROM%20GUILLAIN%20BARRE.pdf
12. Lukito V, Mangunatmadja I, Pudjiadi A H, Puspandjono T M. Plasmaferesis
sebagai terapi syndrome guillain-barre berat pada anak. Sari pediatric. 2010;
11(06): 448-55
13. Sebastian S. A case of guillain-barre syndrome in a primary care setting. The
journal for nurse practitioners-JPN.2012; 8(8):643-8
29