Professional Documents
Culture Documents
PATOLOGI ANATOMI
1. INFLAMASI
Inflamasi adalah respons terhadap cedera dan infeksi. Ketika proses inflamasi
berlangsung terjadi reaksi vaskuler dimana cairan, elemen - elemen darah,
leukosit, dan mediator kimia berkumpul pada tempat cedera jaringan atau infeksi.
Proses inflamasi merupakan suatu mekanisme perlindungan dimana tubuh
berusaha untuk menetralisir dan membasmi agen - agen yang berbahaya pada
tempat cedera dan untuk mempersiapkan keadaan untuk perbaikan jaringan.
Respons inflamasi adalah respons fisiologis terhadap kerusakan jaringan.
Tujuan respons inflamasi adalah melindungi, mengisolasi, menonaktifkan dan
mengeluarkan agens penyebab serta jaringan yang rusak sehingga dapat terjadi
pemulihan.
yang
memiliki
konsentrasi protein yang tinggi, debris seluler dan memiliki berat jenis
lebih dari 1.020.
d. Leukosit ekstra awalnya neutrofil, lalu monosit (yang menjadi
makrofag), dan limfosit (yang melibatkan patogen) berpindah ke area
inflamasi karena zat kimia inflamasi dan zat kimia yang dilepaskan oleh
mikroorganisme dalam suatu proses yang disebut kemotaksis positif.
Kemotaksis adalah emigrasi leukosit di dalam jaringan menuju tempat
jejas sepanjang gradient kimiawi. Hal ini dapat terjadi dengan stimuli
exogenus agent yaitu produk dari bakteri, dan endogenous agent yaitu
berbagai mediator kimia.
Sementara itu aliran darah yang lebih lambat memungkinkan leukosit
berpindah (ke sisi kapiler)
2
mudah beraglutinasi)
Leukositosis
membran
pembungkus
enzim
lisozimtersebut
mengalami
didominasi
oleh
denaturasi
protein
dengan
tetap
mempertahankan sel dan kerangka jaringan. Pola ini khas pada kematian
debris sel.
Nekrosis lemak terlihat dalam jaringan adipose; aktivasi lipase (misalnya
dari sel pankreas makrofag atau yang jejas) melepaskan asam lemak dari
trigliserida yang kemidian membentuk kompleks dengan kalsium untuk
membentuk sabun. Secara makroskopis terlihat area berwarana putih
seperti kapur (saponifikasi lemak). Secara histologis ditemukan garis sel
yang kabur dan pengendapan kalsium (Mitchel, dkk., 2008).
Akibat nekrosis :
-
tertentu
Perubahan - perubahan sistemik tertentu, misalnya demam, leukositosis
Pengeluaran enzim-enzim yangg dikandungnya ke dalam darah akibat sel
pada orang yang sengaja berpuasa dalam jangka waktu yang lama (tanpa
berbuka puasa), orang yang memang tidak mendapat makanan sama sekali
(karena terdampar di laut atau di padang pasir). Orang yang menderita
gangguan pada saluran pencernaan misalnya karena penyempitan
(striktura) esophagus. Pada penderita stiktura esophagus tersebut mungkin
mendapatkan suplai makanan yang cukup, namun makanan tersebut tidak
dapat mencapai lambung dan usus karena makanan akan di semprotkan
keluar kembali. Karena itu, makanan tidak akan sampai ke jaringanjaringan tubuh sehingga terjadilah emasiasi, inanisi, dan badan menjadi
kurus kering.
Atrofi local
Atrofi local dapat terjadi akibat keadaan-keadaan tertentu.
Atrofi inaktivas
Terjadi akibat inaktivitas organ tubuh atau jaringan. Misalnya inaktivitas
otot-otot mengakibatkan otot-otot tersebut mengecil. Atropi otot yang
paling nyata yaitu bila terjadi kelumpuhan otot akibat hilangnya persarafan
seperti yang terjadi pada poliomyelitis. Atrofi inaktivitas disebut juga
sebagi atrofi neurotrofik karena disebabkan oleh hilangnya impuls trofik.
Tulang-tulang pada orang yang karena suatu keadaan terpaksa harus
berbaring lama mengalami atrofi inaktivitas. Akibatnya, tulang-tulang
menjadi berlubang-lubang karena kehilangan kalsiumnya sehingga tidak
dapat menunjang tubuh dengan baik. Sel-sel kelenjar akan rusak apabila
saluran keluarnya tersumbat untuk waktu yang lama. Ini misalnya terjadi
pada pankreas. Jika terjadi sumbatan (occlusion) pada saluran keluar
pancreas, sel-sel asinus pancreas (eksokrin) menjadi atrofik. Namun,
pulau-pulau Langerhans (endokrin) yang membentuk hormon dan
disalurkan ke dalam darah tidak mengalami atrofi.
Atrofi desakan
Atrofi ini terjadi akibat desakan yang terus-menerus atau desakan dalam
waktu yang lama dan yang mengenai suatu alat tubuh atau jaringan. Atrofi
desakan fisiologik terjadi pada gusi akibat desakan gigi yang mau tumbuh
dan dan yang mengenai gigi (pada nak-anak). Atroi desakan patologik
misalnya terjadi pada sternum akibat aneurisma aorta. Pelebaran aorta di
kebuthan sel.
Hiperplasia merupakan peningkatan jumlah sel dalam organ atau jaringan.
Hiperplasia dapat fisiologik atau patologik. Hiperplasia fisiologik misalnya
hiperplasia hormonal (ex. proliferasi epitel kelenjar payudara perempuan pada
masa pubertas dan kehamilan), serta hiperplasia kompensatoris yaitu
hiperplasia yang terjadi saat sebagian jaringan dibuang atau sakit (namun
sifatnya reversible). Hiperplasia patologik biasanya terjadi akibat stimulasi
BAB II
PATOLOGI KLINIK
A. Plebotomi
Plebotomi (bahasa inggris:phlebotomy) berasal dari kata Yunani phleb dan tomia.
Phleb berarti pembuluh darah vena dan tomia berarti mengiris / memotong
(cutting).
Dulu
dikenal
istilah
venasectie
(Bld),
venesection
atau
venisection(Ing).
Sedangkan Plebotomist adalah seorang tenaga medic yang telah mendapat latihan
untuk mengeluarkan dan menampung specimen darah dari pembuluh darah vena,
arteri atau kapiler. Akhir-akhir ini dikenal lagi suatu teknik microcollection.
Tujuan phlebotomi adalah memperoleh sampel darah dalam volume yang cukup
untuk pemeriksaan yang dibutuhkan, dengan memperhatikan pencegahan
interferensi preanalisis, memasukkannya ke dalam tabung yang benar,
memperhatikan keselamatan (safety), dan seminimal mungkin menimbulkan
ketidaknyamanan pada pasien.
Dalam praktek laboratorium klinik, ada 3 macam cara memperoleh darah, yaitu :
1. melalui tusukan vena (venipuncture),
2. tusukan kulit (skinpuncture)
3. tusukan arteri atau nadi.
10
11
12
Tourniquet
akan
dilakukan
penusukan
plebotomy.
Adapun
tujuan
13
Ialah ujung spuit atau jarum yang digunakan untuk pengambilan secara
vakum. Needle ini bersifat non fixed atau mobile sehingga mudah dilepas
dari spuit serta container vacuum. Penggantian needle dimaksudkan
untuk menyesuaikan dengan besarnya vena yang akan diambil atau untuk
kenyamanan pasien yang menghendaki pengambilan dengan jaru kecil.
Vacuum Tube
14
15
Setelah darah keluar, buang tetes darah pertama dengan memakai kapas
kering, tetes berikutnya boleh dipakai untuk pemeriksaan.
Pengambilan darah diusahakan tidak terlalu lama dan jangan diperas-peras
Prosedur
Lakukan penjelasan kepada penderita
Rasional
Mengurangi rasa cemas dan
meningkatkan kerjasama.
16
2.
jarum.
tidak diiinfus).
Memungkinkan perawat
menempatkan jarum menjadi paralel
dengan vena. Sehingga saat vena
dipungsi, risiko menusuk sampai
tembus ke luar berkurang.
Daerah yang diinfus harus dihindari
karena meningkatkan risiko
bercampurnya cairan infuse dengan
sampel darah yang akan diambil yang
dapat mengakibatkan hasil test tidak
valid.
3.
sambil mengepal.
Lakukan desinfeksi daerah yang akan
6.
kering.
a. Lakukan pembendungan pada daerah
arahnya ke atas)
vena.
hematoma.
Memastikan spuit cukup untuk jumlah
karetnya.
17
8.
9.
berkurang.
10.
11.
membentuk sudut.
Penghisap spuit ditarik pelan-pelan sampai
12.
hematoma.
b. Mencegah perdarahan.
menit.
Lepaskan jarum, alirkan darah dalam wadah
hemolisa.
Tuangkan darah ke dalam botol
ke laboratorium terkait.
diminta).
Jika menggunakan antikoagulan, kocok
darah.
18
19
BAB III
RADIOLOGI
A. PRINSIP RADIASI
Dasar- dasar radiologi
Definisi radiologi
Radiologi adalah suatu ilmu tentang penggunaan seumber sinar pengion dan
bukan pengion, gelombang suara dan magnet untuk imaging diagnostic dan
terapi.
Bidang bidang dalam radiologi:
1. Sinar X
Sinar X adalah pancaran gelombang elektromagnetik yang sejenis dengan
gelombang radio, panas, cahaya, dan sinar ultraviolet, tetapi dengan panhjang
gelombang yang sangat pendek. Sinar X bersifat heterogen, panjang
gelombangnya bervariasi dan tidak terlihat. Perbedaan antara sinar X dengan
sinar elektromagnetik lainnya juga terletak pada panjang gelombang, dimana
panjang gelombang sinar x sangat pendek itu, maka sinar x dapat menembus
benda- benda. Panjang gelombang elektromagnetik dinyatakan dalam satuan
angstrom.
1A = 10-8 cm (1 / 100.000.000 cm ). Gelombang yang di pergunakan
dalam dunia kedokteran antara 0, 50 A 0, 125 A. gelombang atau sinar
elektromagnetik terdiri atas, listrik, radio, inframerah, cahaya, ultraviolet,
sinar X, sinar gamma, dan sinar cosmic.
Sifat sifat sinar X
Sinar X mempunyai beberapa sifat fisik, yaitu : daya tembus, pertebaran,
penyerapan, efek fotografik, pendar flour (fluoresensi), ionisasi, dan efek
biologic.
a) Daya tembus
Sinar X dapat menembus bahan, dengan daya tembus sangat besar dan di
gunakan untuk radiografi. Makin tinggi tegangan tabung (besarnya KV)
yang di gunakan, makin besar daya tembusnya, makin rendah berat atom
atau kepadatan suatu benda, makin besar daya tembus sinarnya.
b) Pertebaran
Apabila berkas sinar X melalui suatu bahan atau suatu zat, maka berkas
tersebut akan bertebaran ke segala jurusan, menimbulkan radiasi sekunder
(radiasi hambur) pada bahan / zat yang dilaluinya. Hal ini akan
mengakibatkan terjadinya gambar radiograf dan pada film akan tampak
20
sinar x saja.
Fosforesensi : pemendaran cahaya akan berlangsung beberapa saat
21
fluoroskopi.
Sifat jaringan jaringan yang dcitrakan dapat dibedakan.
Alatnya kecil dan dapat dibawa kemana- mana, misalnya kebangsal,
unit gawat darurat, atau kamar bedah untuk pemeriksaan durante
operationem
Pemeriksaan tidak memerlukan waktu yang lama
Berbagai bidang organ dalam tubuh dapat diperiksa
Tenaga listrik yang dipergunakan hanya sedikit
Tidak perlu kamar gelap
Ruangan yang dipergunakan relative kecil dan dinding ya yang di
magnetic resonance.
5. Magnetic Resonance (MR)
Alat magnetic resonance yang berkaitan dengan radio frekuensi dan
lapangan magnit dapat menghasilakan suatu citra (image) tanpa memakai
radiasi ionisasi. Pencitraan yang diperoleh hamper mirip dengan CT dan tidak
ada bahaya radiasi bagi pasien dan operator. Resolusi pencitraan (image)
semakin lama semakin baik dengan menggunakan teknik teknik tertentu .
pencitraan (image) otak dan medulla spinalis yang sangat menakjubkan.
Jaringa lunak dan otot juga dapat dilihat dengan baik. Sisitem tulang yang
22
disintegrasi
satuan lama radioaktivitas, yaitu curie (ci ). Becquerel adalah satuan yang
23
sangat kecil untuk digunakan, sehingga dalam radiologi secara luas dipakai
satuan megaBecquerel (MBq) = 106Bq.
9. Curie
Satu curie sama dengan 3, 7 x 1010 disintegrasi atom perdetik. Jadi, 1
Ci = 3,7 x 1010 Bq. Nama curie diambil dari nama marie curie, penemu sifat
radioaktif dalam unsure radium.
10. REM
Dose equevalen (dulu disebut Rem) adalah jumlah radiasi ionisasi
yang menyebabkan pengaruh biologis yang sama dengan 1 rad sinar x dan
sinar . Satuannya sieverts (Sv). 1 Sv = 100 Rem. Dose equevalen (Sv)
=dose (Gy) x QF (Q) Quality factor ini dulu dinyatakan sebagai RBE(
Relative Biological Effectiveness)
Jenis sinar
X ray, ray
Electron
Netron & proton (energy s/d 10 MeV)
Partikel
QF
1
1
10
10
B. KOMPLIKASI RADIASI
Pengaruh radiasi pada organ tubuh manusia dapat bermacam macam
bergantung pada jumlah dosis dan luas lapangan radiasi yang di terima. Komidi
internasional untuk perlindungan terhadap penyinaran menetapkan bahwa pengaruh
sinar x adalah sebagai berikut :
1
25
C. PERAN PERAWAT
Pencegahan atau proteksi radiasi
Tujuan proteksi radiasi ialah :
a
Pada pasien : dosis radiasi diberikan harus sekecil mungkin sesuai keharusan
klinis.
Pada personil : dosis radiasinyang di terima yang ditekan serendah mungkin dan
dalam keadaan bagaimanapun juga tidak boleh melebihi dosis maksimum yang
di perkenankan.
Tiga cara pengendalian tingkatan pemaparan radiasi
2
-
Jarak
Ternyata cara ini efektif karena intensitas radiasi di pengaruhi oleh hukum
kuadarat terbalik.
Waktu
Pemaparan dapat diatur dengan waktu melalui berbagai jalan, yaitu :
Membatasi waktu generator dihidupkan
Pembatasan waktu berkas diarahkan keruang tertentu
Pembatasan waktu ruang dipakai.
Bila ternyata dengan jarak dan waktu tidak mencukupi, maka di pakai cara
ketiga di bawah ini.
Perisai
Perisai ini dibuat dari timbale atau beton ,ada 2 jenis perisai, yaitu:
26
Periasi primer, membrri proteksi terhadap radiasi primer (berkas sinar guna ).
Tempat tabung sinar X dan kaca timbal pada tabir fluoroskopi merupakan perisai
primer.
Perisai sekunder, member proteksi terhadap radiasi sekunder ( sinar bocor dan
hambur ). Tabir sarat timbale pada tabir fluoroskopi edan perisai yang dapat
dipindah- pindahkan, merupakan perisai sekunder.
27
BAB IV
FARMAKOLOGI
FARMAKODINAMIKA OBAT
Farmakodinamika obat ialah salah satu subdisiplin farmakologi yang
mempelajari tentang efek biokimiawi dan fisiologi obat, serta mekanisme kerjanya.
Farmakodinamika obat juga mempelajari cara kerja obat , efek obat terhadap fungsi
berbagai organ, dan pengaruh obat terhadap reaksi biokimia dan struktur organ obat.
Dengan memahami farmakologi diharapkan diketahui bagaimana interaksi
obat dengan sel dan bagaimana efek dan respons yang terjadi.
Farmakodinamik adalah subdisiplin farmakologi yang mempelajari efek
biokimiawi dan fisiologi obat serta mekanisme kerjanya.
a. Mekanisme kerja obat
Kebanyakan obat menimbulkan efek melalui interaksi dengan
reseptornya pada sel organisme. Interaksi obat dengan reseptornya ini
mencetuskan perubahan biokimiawi dan fisiologi yang merupakan respon
khas untuk obat tersebut.
b. Reseptor Obat
c. Transmisi sinyal biologis (Setiawati, 2007).
Mekanisme Kerja Obat
Mekanisme kerja obat pada umumnya melalui interaksi dengan reseptor pada
sel organisme. Reseptor obat pada umumnya merupakan suatu makromolekul
fungsional, yang pada umumnya juga bekerja sebagai suatu reseptor fisiologis bagi
ligan-ligan endogen (semisal: hormon dan neurtransmiter). Interaksi obat dengan
reseptor pada tubuh dapat mengubah kecepatan kegiatan fisiologis, namun tidak
dapat menimbulkan fungsi faali yang baru.
Terdapat bermacam-macam reseptor dalam tubuh kita, misalnya reseptor
hormon, faktor pertumbuhan, faktor transkripsi, neurotransmitter, enzim metabolik
dan regulator (seperti dihidrofolat reduktase,asetilkolinesterase). Namun demikian,
reseptor untuk obat pada umumnya merupakan reseptor yang berfungsi bagi ligan
endogen (hormon dan neurotransmitter).2 Reseptor bagi ligan endogen seperti ini
pada umumnya sangat spesifik (hanya mengenali satu struktur tertentu sebagai
ligan).
28
Contoh ligan untuk reseptor ini: amina biogenik, eikosanoid, dan hormone hormon peptida lain.
Reseptor faktor transkripsi mengatur transkripsi gen tertentu. Terdapat
daerah pengikatan dengan DNA (DNA binding domain) yang berinteraksi secara
spesifik terhadap genom tertentu untuk mengaktifkan atau menghambat
transkripsi.
Contoh ligan: hormon steroid, hormon tiroid, vitamin D, dan retinoid
Second Messenger pada sitoplasma dalam transduksi sinyal memungkinkan
terbentuknya caraka kedua (second messenger) yang bertindak sebagai sinyal
lanjutan untuk jalur transduksin sinyal.
Ciri khas cara kedua adalah produksinya yang sangat cepat dengan konsentrasi
yang rendah.
Setelah sinyal utama (first messenger) tidak ada, caraka kedua akan disingkarkan
melalui proses daur ulang.
Contoh: AMP, siklik GMP, siklik ADP
Selain daripada reseptor, obat juga dapat bekerja tanpa melalui reseptor,
misalnya obat yang mengikat molekul atau ion dalam tubuh. Contohnya penggunaan
antasida sebagai penetral keasaman lambung yang berlebihan. 2-merkaptoetana
sulfonat (mesna) meniadakan radikal bebas disaluran perkemihan. Obat lain juga
berfungsi sebagai analog struktur normal tubuh yang bisa bergabung ke dalam sel
sehingga mengganggu fungsi sel dan tubuh. Misalnya analog purin dan pirimidin
yang dapat diinsersei ke dalam asam nukleat antivirus dan kemoterapi untuk kanker.
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Respons Tubuh terhadap Obat
DE fo e sk i s f ay ra m n ga k d o i lmb o e g rn i uk ma n
pemberian obat dengan dosis tertentu. Pemberian obat biasanya telah disepakati
secara bersama oleh farmakolog dalam dosis biasa ( dosis rata-rata) yang cocok
untuk sebagian besar pasien. Dosis rata rata ini dapat menimbulkan efek toksik
untuk beberapa orang. Sebaliknya dosis rata-rata juga dapat menimbulkan efek yang
tidak teraupetik.
30
topical
pada
neonatus,
misalnya,
menyebabkan
respons
31
oleh hepar masih rendah (glukuronidasi) serta filtrasi obat oleh glomerulus ginjal
belum berlangsung dengan sempurna.
Pada usia lanjut efek ini juga terjadi. Fungsi ginjal yang melemah merupakan
penyebab perubahan farmakokinetik yang terbesar. Peningkatan sensitivitas reseptor
(terutama di otak) juga menjadi andil dalam konteks ini. Contohnya adalah
penggunaan isoniazid yang dapat menyebabkan hepatotoksisitas akibat melemahnya
metabolism
oleh
hepar. Demikian
juga
penggunaan
antikolinergik
dapat
(metabolisme)
obat.
Selain
biotransformasi
(metabolisme),
ekskresi.
32
farmakodinamik
ini
biasanya
dapat
diramalkan
(misalnya:
34
bersaing untuk reseptor tertentu (misalnya agonis beta2, seperti salbutamol, dan beta
blockers, seperti propranolol) tetapi sering reaksi yang lebih langsung dan
melibatkan gangguan fisiologis mekanisme (Stockley, 2008).
Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antara obat yang bekerja pada
sistem reseptor, tempat kerja atau sistem fisiologik yang sama sehingga terjadi efek
yang aditif, sinergistik atau antagonistik, tanpa terjadi perubahan kadar obat dalam
plasma (Setiawati, 2007). Hal ini terjadi karena kompetisi pada reseptor yang sama
atau interaksi obat pada sistem fisiologi yang sama. Interaksi jenis ini tidak mudah
dikelompokkan seperti interaksi-interaksi yang mempengaruhi konsentrasi obat
dalam tubuh, tetapi terjadinya interaksi tersebut lebih mudah diperkirakan dari efek
farmakologi obat yang dipengaruhi (Fradgley, 2003)
Beberapa mekanisme interaksi obat dengan farmakodinamika mungkin
terjadi bersama-sama, antara lain :
Sinergisme
Interaksi farmakodinamik yang paling umum terjadi adalah sinergisme antara
dua obat yang bekerja pada sistem, organ, sel, enzim yang sama dengan efek
farmakologi yang sama. Semua obat yang mempunyai fungsi depresi pada
susunan saraf pusat- sebagai contoh, etanol, antihistamin, benzodiazepin
(diazepam,
lorazepam,
prazepam,
estazolam,
bromazepam,
alprazolam),
35
satu atau lebih obat. Sebagai contoh, penggunaan secara bersamaan obat yang
bersifat beta agonis dengan obat yang bersifat pemblok beta (Salbutamol untuk
pengobatan asma dengan propanolol untuk pengobatan hipertensi, dapat
menyebabkan bronkospasme); vitamin K dan warfarin; diuretika tiazid dan obat
antidiabet.
Beberapa antibiotika tertentu berinteraksi dengan mekanisme antagonis.
Sebagai contoh, bakterisida seperti penisilin, yang menghambat sintesa dinding
sel bakteri, memerlukan sel yang terus bertumbuh dan membelah diri agar
berkhasiat maksimal. Situasi ini tidak akan terjadi dengan adanya antibiotika yang
berkhasiat bakteriostatik, seperti tetrasiklin yang menghambat sintesa protein dan
kompensasi di atas.
Gangguan cairan dan elektrolit
Interaksi obat dapat terjadi akibat gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit. Pengurangan kadar kalium dalam plasma sesudah pengobatan dengan
diuretik,
kortikosteroid,
atau
amfoterisina
akan
meningkatkan
resiko
37
BAB V
MIKROBILOGI DAN PARASITOLOGI
A. BAKTERIOLOGI
Bakteri, dari kata Latin bacterium (jamak, bacteria), adalah kelompok raksasa
dari organisme hidup. Mereka sangatlah kecil (mikroskopik) dan kebanyakan
uniselular (bersel tunggal), dengan struktur sel yang relatif sederhana tanpa
nukleus/inti sel, cytoskeleton, dan organel lain seperti mitokondria dan
kloroplas.
Klasifikasi Bakteri
-
Tingkat Genom
Tingkat Sel : Eubacteria dan Arkhaebacteria
Tingkat Morfologi : Coccus, Bacillus, Spiral
Sifat Biokimia
Struktur Bakteri
Bakteri termasuk golongan prokariotika, sehingga struktur nya lebih sederhana
dibandingkan dengan struktur eubakteria kecuali struktur dinding selnya.
genus Mycoplasma.
Memiliki mesosom (lekukan kedalam ) ditempat-tempat tertentu
1. Septal mesosom : berfungsi dalam pembelahan sel
38
Nomenklatur Bakteri
-
[1753]
Nama terdiri atas genus dan epitheton specificum. Nama genus dimulai
: Bacteria
terhadap antibiotik
Sifat ekologis
Komposisi basa DNA, homologi dan sifat-sifat genetic
Pemberian nama bakteri dapat berdasarkan:
1. Nama penemu Clostridium welchii [Welch]
2. Bentuk Bacillus subtilis [basil]
3. Penyakit Brucella abortus
Perkembangan biologi molekuler klasifikasi berdasarkan genetika
Komposisi basa DNA
39
MORFOLOGI BAKTERI
1. Bulat/kokus/coccus
-
Bergerombol Staphylococcus
Berantai Streptococcus
Berpasangan Diplococcus
Bertumpuk empat-empat Tetrada
Berkelompok delapan-delapan Sarcina
Staphylococcus
streptococcus
sarcina (berkelompok 8)
Diplococcus
40
2. Batang/Basil/Bacil
Escherichia coli
Vibrio Sp.
Corynobacterium
41
Spirochaeta
Pertumbuhan Bakteri
Peningkatan secara teratur jumlah semua komponen suatu organisme.
Substansi yang di perlukan :
1. Air
merupakan pengantar semua bahan gizi yang diperlukan sel dan untuk
membuang semua zat-zat yang diperlukan sel, bagian terbesar protoplasma.
2. Garam-garam anorganik
Diperlukan untuk mempertahankan keadaan koloidal dan tekanan osmotik di
dalam sel, untuk memelihara keseimbangan asam basa, dan berfungsi sebagai
bagian enzim atau sebagai aktivator reaksi enzim.
3. Mineral
Sulfur
Komponen substansi sel. Sebagian besar sulfur sebagai H2S, tetapi
kebanyakan mengambilnya dalam bentuk (SO4) sulfat.
Fosfor - fosfat (PO4)
Diperlukan sebagai komponen asam-asam nukleat dan berupa ko-enzim.
Aktivator enzim
Mg, Fe, K, dan Ca.
4. Sumber nitrogen
Nitrogen mencapai 10% berat kering sel bakteri. Nitrogen yang dipakai oleh
bakteri diambil dalam bentuk NO3, NO2, NH3, N2, dan R-NH2.
5. CO2
Diperlukan dalam proses-proses sintesa dengan timbulnya asimilasi CO2 di
dalam sel.
Kuman autotrof (Litotrof)
42
Kuman yang hanya memerlukan air, garam anorganik dan CO2 sebagai
sumber C bagi pertumbuhannya, mensintesa sebagian besar metabolik
organiknya dari CO2. Energi yang diperlukan diperoleh dari
43
9. Suhu
Tiap-tiap kuman mempunyai temperatur optimum yaitu dimana kuman
tersebut tumbuh sebaik-baiknya dan batas temperatur dimana pertumbuhan
dapat terjadi.
Berdasarkan batas-batas suhu pertumbuhan :
Psikhrofilik : -5oC sampai 30oC dengan optimum 10oC 20oC.
Mesofilik : 10oC 45oC dengan optimum 20oC 40oC.
Termofilik : 25oC 80oC dengan optimum 50oC 60oC.
10. pH
pH perbenihan juga mempengaruhi pertumbuhan kuman. Kebanyakan kuman
yang patogen mempunyai pH optimum 7,2 7,6.
11. Kekuatan ion dan tekanan osmotik
Bagi kebanyakan kuman sifat-sifat yang dimiliki perbenihan yang biasa
dipergunakan sudah memuaskan, tetapi bagi kuman-kuman yang berasal dari
laut dan yang diadaptasikan terhadap pertumbuhan dalam larutan gula
berkadar tinggi, faktor-faktor tersebut perlu di perhatikan.
Halofilik : kuman yang memerlukan kadar garam tinggi.
Osmofilik : kuman yang memerlukan tekanan osmotik tinggi.
Reproduksi Kuman
Aseksual
Pembelahan
Umumnya kuman berkembang biak secara amitosis dengan
membelahmenjadi dua bagian (binary division). Waktu diantara dua
pembelahan disebut generation time an ini berlainan untuk setiap jenis
Pembentukan filamen
Sel mengeluarkan serabut panjang, filamen yang tidak bercabang. Bahan
krommosom kemudian masuk kedalam filamen. Filamen terputus-putus
Mutasi
Perubahan yang ada hubungannya dengan gen, bersifat tetap dan dapat
artifisial.
Adaptasi
Kuman-kuman berbeda-beda dalam penyesuaian dirinya terhadap keadaan
sekitarnya yang baru.
METABOLISME BAKTERI
Sebelum prosesnya diperlukan energi.biasanya energi yang diambil dari
proses fermentasi,respirasi,dan fotosintesa.jika suatu reaksi menghasilkan enegi
45
disebut eksergonik sedangkan jika reaksi pada saat prosses memerlukan energi
disebut endergonik.
-
46
48
yang
dapat
dibentuk
dan
ditarik
apabila
dibutuhkan.
REPRODUKSI (Perbanyakan diri)
Mengatur semua fungsi penting kehidupan protozoa, selain itu juga
berperan dalam reproduksi (perbanyakan diri). Hanya bentuk tropozoit yang
49
ASEKSUAL,
protozoa
mengadakan
multiplikasi
Pembelahan
Berlipat
Ganda
(berulang
ulang),
kemudian
sitoplasma
akan
(Budding)
atau
50
REPRODUKSI SEKSUAL
Pada protozoa parasitik hanya terjadi KONJUGASI dan SYNGAMY
g. KONJUGASI, (umumnya ditemukan pada Siliata), dua
individu bertemu secara temporer (sementara) dan bersatu
pada
satu
sisi
sepanjang
bagian
dari
tubuhnya.
dua
gamet
(mikrogamet
dan
hari.
Anak anak : 50 mg/kg/ BB/hari selama 5 10 hari.
Nimorazol
Dewasa : 2 gram/hari selama 5 hari (amebiasis usus)
Anak anak : 30 40 mg/kg BB/hari selama 5 hari (amebiasis usus).
Ornidazol
Dewasa : 2 x 1 gram/hari selama 3 hari
Anak anak : 50 mg/kg BB/hari selama 3 hari.
Tinidazol
2 gram (dosis tunggal) selama 2 3 hari
Seknidazol
52
Kelas Ciliata
Merupakan protozoa yang memiliki silia, salah satu spesiesnya adalah
Balantidium coli.
Balantidium coli, merupakan protozoa usus manusia terbesar dan satu
satunya yang merupakan pathogen, menimbulkan balantidiasis atau ciliate
dysenteri. B. coli dalam siklus hidupnya memiliki 2 stadium, yaitu stadium
trofozoit dan kista.
Siklus Hidup :
u. Trofozoit, berbentuk lonjong berukuran 60 70 x 40 50 m.
Tubuh tertutup silia pendek, kecuali di daerah mulut yang
bersilia lebih panjang. Bagian anterior terdapat cekungan
yang dinamakan peristom dan terdapat mulut (sitostom), tidak
memiliki usus. Bagian posterior memiliki anus. Terdapat 2 inti
yang terdiri dari makronukleus dan mikronukleus. Terdapat
juga vakuola makanan yang berisi sisa makanan, bakteri,
leukosit, eritrosit, dll dan vakuola kontraktil (cv).
53
sitoplasmanya
bergranul,
terdapat
makro
dan
54
Pengobatan
Obat obatan
diiodohidroksikinolin
yang
sering
(diiodokin),
digunakan
sediaan
adalah
arsen
dari
golongan
(karbarson),
dan
oksitetrasiklin.
Kelas Mastighopora
Kelas Sporozoa
Kelas Nematoda
Kelas cestoda
Kelas trematoda
55
Daftar Referensi
Dinas Gould dan Chiristine Brooker, 2003. Mikrobiologi Terapan untuk Perawat.
Jakarta : EGC
Direktorat Laboratorium Kesehatan Departemen Kesehatan RI. 2004. Pedoman
Praktek Laboratorium yang Benar (Good Laboratory Practice), Cetakan
ke-3, Jakarta.
Gunawan, SG, Setyabudi, R, Nafrialdi, Ellysabeth (Editor). 2007. Farmakologi dan
Terapi Ed.5. Jakarta : Departemen Farmakologi dan Teraupetik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
http://www.scribd.com/doc/40213883/Cara-Pengambilan-Sampel-Darah-Vena
diakses pada 19 Juli 2013
http://ml.scribd.com/doc/99863544/MAKALAH-FLEBOTOMI Diakses pada 19
Juli 2013
ikma10fkmua.files.wordpress.com/.../inflamasi-akut-dan-kronik-s1-fkm-... diakses
pada 19 Juli 2013
Joyce LeFever Kee, 2007.Pedoman Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik, Edisi
6, Jakarta : EGC.
Katzung, B.G. 2004. Farmakologi: Dasar dan Klinik. Edisi 8. Jakarta: Salemba
Medika
Muslim, H.M. 2009. Parasitologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC
Nugroho, Agung Endro. 2012. Prinsip Aksi & Nasib Obat Dalam Tubuh. Pustaka
Pelajar : Yogyakarta
Nurachmah, Elly & Ratna S. Sudarsono. 2005. Buku Saku Prosedur Keperawatan
Medikal-Bedah. EGC : Jakarta.
Patel, Pradip R. 2007. Lecture Notes Radiologi. Jakarta: Erlangga Medical Series
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22896/4/Chapter%20II.pdf diakses pada
19 Juli 2013
Supriana, N. Terapi Radiasi. 2008. http: //www.radioterapi-cm.org/index.php?
lang=ina&to=mnu_120 diakses pada 18 Juli 2013
Tambayong, J. 2002. Farmakologi Untuk Keperawatan. Jakarta: Widya Medika
56
57