You are on page 1of 33

PORENSEFALI

Disusun oleh:
Maria Erlin (11.2010.090)

Pembimbing: dr. Yudi Yuwono Wiwoho, Sp.BS

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH
RSPAU dr. ESNAWAN ANTARIKSA
JAKARTA
2012

STATUS
I.

Identitas pasien
Nama

: An.AR

Umur

: 1 tahun 6 bulan

Jenis kelamin

: Laki - laki

Alamat

: Jl Rawa Indah RT 03/RW 02 No 119 BJ Pondok


Terong, Cipayung,Depok.

Agama

: Islam

Tinggi badan

: 80 cm

Berat badan

: 9 kg

Dirawat

: Ruang Merak

Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis


II.

Keluhan Utama
Perkembangan yang lambat sejak 6 bulan SMRS.

III.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan perkembangan yang lambat sejak 6 bulan smrs.

Gerakan tubuh pasien juga terlihat lemah. Pasien belum dapat melakukan aktivitas
yang biasanya sudah dapat dilakukan anak seusianya, seperti duduk dan mengangkat
kepala. Pasien lebih suka berbaring telentang. Kejang (-), demam (-), muntah (+).
BAB dan BAK normal.
Sebelumnya pasien telah dinyatakan menderita hidrosefalus sejak usia 1 bulan.
Awalnya ibu pasien mencurigai hidrosefalus karena keluar cairan kekuningan dari
telinga pasien dan mata pasien tampak seperti selalu melihat ke bawah karena tertarik
oleh kepala yang membesar sehingga terlihat adanya gangguan penglihatan dan os
tidak dapat memfokuskan penglihatan pada 1 titik. Gangguan pendengaran (-). Ketika
dibawa ke bidan desa, bidan desa mengatakan ubun-ubun pasien tegang dan
mengkonsulkan ke dokter spesialis anak. Kemudian dilakukan pemeriksaan oleh
dokter spesialis anak dan dilakukan penyedotan cairan otak sebanyak 4 kali. Setelah
itu dilakukan tindakan ETV di RS Fatmawati dan dianjurkan kontrol tiap 2 bulan.
2

Saat kontrol yang ketiga, perkembangan pasien terlihat masih lambat dan ditemukan
penumpukan cairan otak lagi sehingga diputuskan untuk melakukan tindakan
pemasangan selang ventrikuloperitoneal.
Riwayat Kelahiran
Pasien lahir dengan berat badan 2900 gram dan panjang badan 50 cm ditolong oleh
dokter spesialis kebidanan dan kandungan melalui operasi Sectio Caesarea atas
indikasi adanya perdarahan intrapartum. Usia kehamilan 32 minggu dan saat lahir
bayi langsung menangis keras dan tidak tampak adanya pembesaran kepala abnormal
atau kelainan lain.
IV.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien sering menderita kejang sebanyak lebih dari 5 kali dan kejang
berlangsung lebih dari 15 menit.

V.

Riwayat Penyakit Keluarga

Pada keluarga riwayat keganasan (-)

penyakit Diabetes melitus (-)

riwayat hipertensi (-)

penyakit menular (-)

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos Mentis

Nadi

: 120 x/menit, reguler, equal, cukup

Suhu

: 37,30 celcius

Pernapasan

: 24 x/ menit, reguler, teratur

STATUS GENERALIS
Kepala

: Normocephali, Lingkar Kepala 50 cm

Rambut

: (+), distribusi merata

Mata

: CA -/-, SI -/-, RCL +/+, RCTL +/+, pupil isokor

Hidung

: Simetris, sekret (-), deviasi septum (-)

Telinga

: Serumen (-), tidak ada kelainan bentuk pada telinga

Mulut

: Simetris, sianosis (-), tidak kering, lidah tidak kotor,


tonsil T1/T1 tenang, tidak hiperemis

Leher

: Tidak ada pembesaran KGB, tiroid dalam batas normal

Thoraks

: Paru

: Sn. Vesikuler, rh -/-, wh -/-

Jantung : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)


Abdomen

: Supel, datar, timpani, BU (+) NT(-)

Ekstremitas

: Akral hangat pada kedua ekstremitas, tidak ada oedem

STATUS NEUROLOGIS
Kesadaran

: Compos Mentis

Pupil
o isokor/anisokor

: Isokor

o posisi

: Sentral

STATUS LOKALIS

Inspeksi

: Normocephali

Palpasi

: Ubun-ubun keras, karena sudah menutup

Perkusi

: tidak dilakukan

Transluminasi

: tidak dilakukan

TANDA RANGSANGAN MENINGEAL

Kaku kuduk

negatif

Brudzinski I

negatif

Brudzinski II

negatif

Laseque

negatif

Kernig

negatif

NERVI CRANIAL
NI
Daya penghidu

tidak dilakukan

Ketajaman penglihatan (hitung jari)

tidak dilakukan

Pengenalan warna

tidak dilakukan

Lapang pandang (konfrontasi)

tidak dilakukan

Funduskopi

tidak dilakukan

N II

N III, N IV, N VI
Ptosis

negatif

Strabismus

positif, strabismus konvergen

Nistagmus

negatif

Exoptalmus

negatif

Enoptalmus

negatif

o Lateral

dapat dilakukan

o Medial

dapat dilakukan

o Atas lateral

dapat dilakukan

o Atas medial

dapat dilakukan

o Bawah medial

dapat dilakukan

o Bawah lateral

dapat dilakukan

o Atas

dapat dilakukan

o Bawah

dapat dilakukan

Mengigit (M.messeter,M temporalis) :

dapat dilakukan

Membuka mulut

dapat dilakukan

Sensibilitas

Gerakan bola mata

N. V
:

o Atas

tidak dilakukan

o Tengah

tidak dilakukan

o Bawah

tidak dilakukan

Refleks masseter

tidak dilakukan

N. VII
Pasif

Kerutan kulit dahi

tidak dilakukan

Kedipan mata

dapat dilakukan

Mengerutkan dahi

tidak dilakukan

Mengerutkan alis

tidak dilakukan

Menutup mata dengan kuat

tidak dilakukan

Meringis/menyeringai

dapat dilakukan

Menggembungkan pipi

tidak dilakukan

Gerakan bersiul

tidak dilakukan

Daya pengecapan lidah 2/3

tidak dilakukan

Aktif

lidah depan
N. VIII

Mendengarkan detik arloji

tidak dilakukan

Tes schwabach

tidak dilakukan

Tes rinne

tidak dilakukan

Tes weber

tidak dilakukan

Arcus pharynx

tidak dilakukan

Posisi uvula

di tengah

Daya pengecapan lidah 1/3 belakang :

tidak dilakukan

Refleks muntah

tidak dilakukan

Arcus pharynx

tidak dilakukan

N. IX

N. X

Bersuara

dapat dilakukan

Menelan

dapat dilakukan

Memalingkan kepala

dapat dilakukan

Sikap bahu

tidak dilakukan

Mengangkat bahu

tidak dilakukan

Menjulurkan lidah

dapat dilakukan

Atrofi lidah artikulasi

negatif

Tremor lidah

negatif

Fasikulasi

negatif

:
:
:
:

bebas
5
baik
normal

:
:
:
:

tidak dilakukan
tidak dilakukan
tidak dilakukan
tidak dilakukan

:
:
:
:
:
:

negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif

N. XI

N. XII

MOTORIK

Gerakan
Kekuatan otot
Tonus otot
Trofi

REFLEKS FISOLOGIS

Refleks tendon
o Refleks biceps
o Refleks triseps
o Refleks patella
o Refleks achilles

REFLEKS PATOLOGIS

Hoffman trommer
Babinski
Chaddock
Openheim
Gordon
Schaefer

SENSIBILITAS

Eksteroseptif
o Nyeri
o Suhu
o Taktil
Propioseptif
o Vibrasi
o Posisi
o Tekan dalam

:
:
:

dapat dilakukan
tidak dilakukan
dapat dilakukan

:
:
:

tidak dilakukan
tidak dilakukan
tidak dilakukan

:
:
:
:
:
:

tidak dilakukan
tidak dilakukan
tidak dilakukan
tidak dilakukan
tidak dilakukan
tidak dilakukan

KOORDINASI DAN KESEIMBANGAN

Tes telunjuk hidung


Test telunjuk telunjuk
Tes tumit lutut
Tes romberg
Tes fukuda
Disdiadokinesis

FUNGSI OTONOM

Miksi

tidak dilakukan

Defekasi

tidak dilakukan

FUNGSI LUHUR

Fungsi bahasa

tidak dilakukan

Fungsi orientasi

tidak dilakukan

Fungsi memori

tidak dilakukan

Fungsi emosi

tidak dilakukan

Fungsi kognisi

tidak dilakukan

RESUME
Anak laki - laki berumur 1 tahun 6 bulan datang dengan keluhan adanya
gangguan perkembangan 6 bulan smrs. Gangguan penglihatan (+), Muntah (+).
Keadaan umum baik, kesadaran kompos mentis. Hasil CT-Scan kepala adalah
hidrosefalus obstruktif ec sumbatan ventrikel IV dan tampak lesi-lesi hipodens di

hemisfer kanan. An. AR dikonsul kepada dokter Sp.Anestesi, Sp.Bedah saraf dan
direncanakan untuk dilakukan pembedahan.
DIAGNOSA KLINIS

: Gangguan Perkembangan ec hidrosefalus

DIAGNOSA KERJA

: Porensefali.

Instruksi Persiapan operasi VP Shunt (24 Januari 2012) :

Surat ijin operasi

Cukur gundul

Pasang infus dan pediatrik blood set

Sedia PRC 100cc

Hubungi / dijadwalkan ke OK

Konsul anestesi

1 jam sebelum ke OK antibiotik injeksi ceftizoxime 250 mg IV

Puasa 5-6 jam sebelum OP

Booking ICU kalau ada tempat atau high care

Penemuan Pembedahan (24 Januari 2012, pkl 13.10-14.30) :


Laporan Bedah tindakan Ventriculo Peritoneal shunt (VP Shunt)

Pasien terletang diatas meja operasi dalam keadaan narkose dan kepala miring
ke kiri

A dan antisepsis lapangan operasi dan sekitarnya

Insisi regio parietooksipital kanan

Insisi perikranium, pisahkan dari tulang

Buat lubang Burr Hole

Insisi duramater

Punksi ventrikel, keluar LCS jernih, diambil sample pemeriksaan analisa


lengkap, kultur mikroorganisme dan resistensi

Dilakukan insersi drain ventrikel 10 cm

Dirangkai ke pompa dan difiksasi dengan benang Seide 3.0

Insisi abdomen regio kanan atas lapis demi lapis hingga membuka peritoneum

Drain peritoneal diinsersikan 25 cm ke intraperitoneum dan dirangkai ke

pompa VP Shunt dan difiksasi dengan benang Seide 3.0.

Pompa dites, lancar

Luka operasi ditutup lapis demi lapis

Operasi selesai

Instruksi post op :

Awasi KU, TTV, kesadaran

Puasa sampai bising usus (+) normal

IVFD RL 900 cc/24 jam

Ceftizoxime 2x300 mg iv

Novalgin inj 3x1/4 ampul

Ranitidin inj 2x1/4 ampul

Analisa LCS

Glukosa

51 mg/dl

Protein

460,0 mg/l

None

(-)

Pandy

(-)

Jumlah sel

50 /l

Mono

35 %

Poli

65 %

LDH (Liquor)

22 /l

Kultur

ditemukan Staphylococcus aureus

10

LAMPIRAN :
Lab : Hb 12,1 g/dL, Leukosit 7.400, Trombosit 319.000, Ht 37%, BT 3 CT 6
Hasil Ct-Scan :
Porensefali (26 Juni 2011)

Ventrikulitis 5 Juli 2011

11

Post Op ETV (15 September 2011)

Tampak pelebaran ventrikel lateralis, III

Ventrikel IV kecil

Pelebaran ventrikel lateralis kiri lebih lebar dibanding sisi kanan

Cysterna prepontin melebar, pons terdorong ke kiri

Shift struktur midline ke kanan

Tampak depect os frontoparietalis

Tampak lesi-lesi hipodens pada hemisfer kanan

Kesan : Hidrosefalus ec sumbatan di ventrikel IV dibanding CT Scan tgl


5/7/2011 ada perbaikan. Lesi-lesi ischemi pada hemisfer kanan.

12

Post ETV (12 Januari 2012)

Masih tampak pelebaran ventrikel lateralis, ventrikel III.

Ventrikel IV tampak kecil

Pelebaran ventrikel lateralis kiri lebih lebar dibandingkan yang kanan

Cysterna prepontin tampak melebar

Pons terdorong ke kiri

Tampak midline shift ke kanan

Tampak lesi-lesi hipodens pada hemisfer kanan

Tulang-tulang : tampak defect os frontoparietal

Kesan : Hidrosefalus ec sumbatan di ventrikel IV, disbanding CT Scan tanggal


19/9/2011 relatif stqa. Masih tampak lesi-lesi ischemia pada hemisfer kanan.

13

Proses pembedahan VP Shunt 24 Januari 2012:

Tindakan A dan Antiseptik

incisi regio parieto occipital

Pemasangan drain ventrikel

14

Pemasangan drain peritoneum

Drain peritoneum terpasang

15

Operasi selesai

FOLLOW UP
25-01-2012
S

: Demam (-), kejang (-)

: Status generalis : N: 100, S: 37, 0 , RR: 22


Keadaan umum: baik
Kesadaran: Compos mentis
Status Neurologis: Tidak ada perburukan
Status Lokalis : Luka operasi : Tidak ada pembesaran

: Post Op. hari ke I

: Terapi lanjutkan
Boleh pakai bantal
Mobilisasi gendong-gendong
Diet sesuai SpA

16

Ambil hasil analisa lengkap LCS


26-01-2012
S

: Demam (+), kejang (-)

: Status generalis : N: 84, S: 37,6 , RR: 24


Keadaan umum: sedang
Kesadaran: Compos mentis
Status Neurologis: Tidak ada perburukan
Status Lokalis : tenang

: Post Op. hari ke 2

: Terapi teruskan
Rencana pulang Sabtu pagi

27-01-2012
S

: Demam (+) sejak jam 11 pagi, muntah sejak semalam 2x

: Status generalis : N: 90, S: 38,7 RR: 24


Keadaan umum: baik
Kesadaran: Compos mentis
Status Neurologis: Tidak ada perubahan
Status Lokalis : balutan luka operasi kering

: Post Op. hari ke 3

: Terapi teruskan
Besok belum jadi pulang
KAEN 1 B 500 cc/hari 20 tpm mikro
ASI/PASI 6X70 cc tiap 4 jam
Ekstra Dumin supp 125 mg/x bila suhu lebih dari 38,5
Ceftizoxime 2x3oo mg inj
Novalgin 3x1/4 ampul inj
Ranitidin inj 3x1/4 ampul
PCT 3x1 cc
Jika asupan minum kurang, pasang sonde

28-01-2012
S

: Demam (-)
17

: Status generalis : N: 100, S: 37,0, RR: 20


Keadaan umum: baik
Kesadaran: Compos mentis
Status Neurologis: Tidak ada perubahan
Status Lokalis : Luka bekas operasi kering
Luka bekas burhole kempis

: Post Op. hari ke 4

: - Terapi ganti sirup


- Cefadroxil syr 3x5 cc
- Neurotam syr 2x5 cc
- Bcombion syr 2x5 cc
- PCT syr 3x1 cc
- ASI/PASI 6X70 cc/4 jam

Jika os tidak mau minum, pasang NGT


Jika suhu lebih dari 38,5 berikan dumin supp 125 mg
29-01-2012
S

: Demam (-), Kejang(-)

: Status generalis : N: 100 S: 36,8 RR: 20


Keadaan umum: baik
Kesadaran: Compos mentis

: Post Op. hari ke 5

: Terapi sesuai konsulen

30-01-2012
S

: Demam (-), tenang, bekas infus di kaki kiri kemerahan.

: Nadi 90, Suhu 36,5

: Post op hari ke 6

: - ACC pulang
- Obat diteruskan dan ditambah Bactoderm salep 2x1 pada bekas infus di kaki
kiri
- Kontrol Kamis 2 Februari 2012

18

TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Hidrosefalus adalah peningkatan abnormal volume LCS dan biasanya terjadi
peningkatan tekanan sebagai akibat tidak seimbangnya produksi dan atau absorbsi
LCS. Hidrosefalus berasal dari kata hidro yang berarti air dan chepalon yang berarti
kepala. Hidrosefalus merupakan penumpukan cairan serebrospinal (CSS) secara aktif
yang menyebabkan dilatasi sistem ventrikel otak dimana terjadi akumulasi CSS yang
berlebihan pada satu atau lebih ventrikel atau ruang subarachnoid. Keadaan ini
disebabkan oleh karena terdapat ketidak seimbangan antara produksi dan absorpsi dari
CSS. Bila akumulasi CSS yang berlebihan terjadi diatas hemisfer serebral, keadaan
ini disebut higroma subdural atau koleksi cairan subdural. Pada kasus akumulasi
cairan yang berlebihan terjadi pada sistem ventrikuler, keadaan ini disebut sebagai
19

hidrosefalus internal. Selain itu beberapa lesi intrakranial menyebabkan peninggian


TIK, namun tidak sampai menyebabkan hidrosefalus. Peninggian volume CSS tidak
ekivalen dengan hidrosefalus; ini juga terjadi pada atrofi serebral. Hidrosefalus
sebagai kesatuan klinik dibedakan oleh tiga factor yaitu peninggian tekanan
intraventrikuler, penambahan volume CSS, dilatasi rongga CSS.
ANATOMI DAN FISIOLOGI
Struktur anatomi yang berkaitan dengan hidrosefalus, yaitu bangunan-bangunan
dimana CSS berada. Sistem ventrikel otak dan kanalis sentralis.

1. Ventrikel lateralis
Ada dua, terletak didalam hemispherii telencephalon. Kedua ventrikel lateralis
berhubungan denga ventrikel III (ventrikel tertius) melalui foramen interventrikularis
(Monro).
2. Ventrikel III (Ventrikel Tertius)
Terletak pada diencephalon. Dinding lateralnya dibentuk oleh thalamus dengan
adhesio interthalamica dan hypothalamus. Recessus opticus dan infundibularis
menonjol ke anterior, dan recessus suprapinealis dan recessus pinealis ke arah kaudal.
Ventrikel III berhubungan dengan ventrikel IV melalui suatu lubang kecil, yaitu
aquaductus Sylvii (aquaductus cerebri).
3. Ventrikel IV (Ventrikel Quartus)
Membentuk ruang berbentuk kubah diatas fossa rhomboidea antara cerebellum

20

dan medulla serta membentang sepanjang recessus lateralis pada kedua sisi. Masingmasing recessus berakhir pada foramen Luschka, muara lateral ventrikel IV. Pada
perlekatan vellum medullare anterior terdapat apertura mediana Magendie.
4. Kanalis sentralis medula oblongata dan medula spinalis
Saluran sentral korda spinalis: saluran kecil yang memanjang sepanjang korda
spinalis, dilapisi sel-sel ependimal. Diatas, melanjut ke dalam medula oblongata,
dimana ia membuka ke dalam ventrikel IV.
5. Ruang subarakhnoidal
Merupakan ruang yang terletak diantara lapisan arakhnoid dan piamater.
CSS dihasilkan oleh plexus choroideus dan mengalir dari ventrikel lateral ke
dalam ventrikel III, dan dari sini melalui aquaductus masuk ke ventrikel IV. Di sana
cairan ini memasuki spatium liquor serebrospinalis externum melalui foramen
lateralis dan medialis dari ventrikel IV. Pengaliran CSS ke dalam sirkulasi vena
sebagian terjadi melalui villi arachnoidea, yang menonjol ke dalam sinus venosus atau
ke dalam lacuna laterales; dan sebagian lagi pada tempat keluarnya nervi spinalis,
tempat terjadinya peralihan ke dalam plexus venosus yang padat dan ke dalam
selubung-selubung saraf (suatu jalan ke circulus lymphaticus).
Kecepatan pembentukan CSS 0,3-0,4 cc/menit atau antara 0,2- 0,5% volume
total per menit dan ada yang menyebut antara 14-38 cc/jam. Sekresi total CSS dalam
24 jam adalah sekitar 500-600cc, sedangkan jumblah total CSS adalah 150 cc, berarti
dalam 1 hari terjadi pertukaran atau pembaharuan dari CSS sebanyak 4-5 kali/hari.
Pada neonatus jumblah total CSS berkisar 20-50 cc dan akan meningkat sesuai usia
sampai mencapai 150 cc pada orang dewasa.
ETIOLOGI
Hidrosefalus terjadi karena gangguan sirkulasi likuor di dalam system ventrikel
atau oleh produksi likuor yang berlebihan. Hidrosefalus terjadi bila terdapat
penyumbatan aliran likuor pada salah satu tempat, antara tempat pembentukan likuor
dalam system ventrikel dan tempat absorpsi dalam ruang subarachnoid. Akibat
21

penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS di bagian proksimal sumbatan. Tempat


yang sering tersumbat dan terdapat dalam klinis adalah foramen Monro, foramen
Luschka dan Magendi, sisterna magna dan sisterna basalis.
Secara teoritis, pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan
absorpsi yang normal akan menyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun dalam klinik
sangat jarang terjadi, misalnya terlihat pelebaran ventrikel tanpa penyumbatan pada
adenomata pleksus koroidalis. Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering
terdapat pada bayi dan anak yaitu kelainan bawaan, infeksi, neoplasma dan
perdarahan.
1.Kelainan Bawaaan
a.

Stenosis Akuaduktus Sylvius, merupakan penyebab terbanyak pada

hidrosefalus bayi dan anak ( 60-90% ). Akuaduktus dapat merupakan saluran buntu
atau abnormal lebih sempit dari biasa. Umumnya gejala hidrosefalus terlihat sejak
lahir atau progresif dengan cepat pada bulan-bulan pertama setelah lahir.
b.

Spina bifida dan cranium bifida, hidrosefalus pada kelainan ini biasanya

berhubungan dengan sindroma Arnord-Chiari akibat tertariknya medulla spinalis,


dengan medulla oblongata dan serebelum letaknya lebih rendah dan menutupi
foramen magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian atau total.
c.

Sindrom Dandy-Walker,merupakan atresiakongenital foramen Luschka

dan Magendi dengan akibat hidrosefalus obstruktif dengan pelebaran system


ventrikel, terutama ventrikel IV yang dapat sedemikian besarnya hingga merupakan
suatu kista yang besar di daerah fossa posterior.
d.

Kista arakhnoid,dapat terjadi congenital maupun didapat akibat trauma

sekunder suatu hematoma.


e.

Anomaly pembuluh darah, dalam kepustakaan dilaporkan terjadi

hidrosefalus akibat aneurisma arterio-vena yang mengenai arteria serebralis posterior


dengan vena Galeni atau sinus tranversus dengan akibat obstruksi akuaduktus.

22

2.Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen sehingga terjadi obliterasi
ruang subarachnoid. Pelebaran ventrikel pada fase akut meningitis purulenta terjad
bila aliran CSS terganggu oleh obstruksi mekanik eksudat purulen di akuaduktus
Sylvius atau sisterna basalis. Pembesaran kepala dapat terjadi beberapa minggu
sampai beberapa bulan sesudah sembuh dari meningitisnya. Secara patologis terlihat
penebalan jaringan piamater dan arakhnoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain.
Pada meningitis serosa tuberkulosa, perlekatan meningen terutama terdapat di daerah
basal sekitar sisterna kiasmatika dan interpendunkularis, sedangkan pada meningitis
purulenta lokasinya lebih tersebar.
3.Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanis yang dapat terjadi di setiap tempat aliran
CSS. Pengobatan dalam hal ini ditujukan kepada penyebabnya dan apabila tumor
tidak bisa dioperasi, maka dapat dilakukan tindakan paliatif dengan mengalirkan CSS
melalui saluran buatan atau pirau. Pada anak, kasus terbanyak yang menyebabkan
penyumbatan ventrikel IV dan akuaduktus Sylvius bagian terakhir biasanya suatu
glioma yang berasal dari serebelum, sedangkan penyumbatan bagian depan ventrikel
III biasanya disebabkan suatu kraniofaringioma.
4.

Perdarahan

Telah banyak dibuktikan bahwa perdarahn sebelum dan sesudah lahir dalam otak
dapat menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain
penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri
KLASIFIKASI
Hidrosefalus dapat dibagi 3 jenis :

1. Gangguan produksi : jarang, terjadi pada karsinoma plexus choroideus atau


papilloma plexus choroideus.
2. Gangguan sirkulasi : akibat obstruksi dari jalur sirkulasi LCS. Dapat juga terjadi di

23

ventrikel atau vili arachnoid. Dapat disebabkan oleh tumor, perdarahan


intrakranial, kongenital, atau infeksi.
3. Gangguan absorbsi : dapat terjadi pada sindrom vena cava superior dan trombosis
sinus. Terdapat beberapa jenis hidrosefalus yang tidak dapat diklasifikasikan,
yaitu hidrosefalus tekanan normal dan pseudotumor serebri.
PATOFISIOLOGI
Secara teoritis hidrosefalus terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu;
produksi liquor yang berlebihan, peningkatan resistensi aliran liquor, peningkatan
tekanan sinus venosa. Sebagai konsekuensi dari tiga mekanisme diatas adalah
peningkatan tekanan intracranial sebagai upaya mempertahankan keseimbangan
sekresi dan absorbs. Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel masib belum dipahami
dengan jelas, namun hal ini bukanlah hal yang sederhana sebagaimana akumulasi
akibat dari ketidakseimbangan antara produksi dan absorbs. Mekanisme terjadinya
dilatasi ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbeda beda tiap saat tiap saat selama
perkembangan hidrosefalus. Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari :
1.

Kompensasi sistem serebrovascular

2.

Redistribusi dari liquor serebrospinal atau cairan ekstraseluler atau

kedunya

dalam susunan sistem saraf pusat.


3.

Perubahan mekanis dari otak (peningkatan elastisitas otak, gangguan


viskoelastisitas otak, kelainan turgor otak)

4.

Efek tekanan denyut liquor serebrospinal (masih diperdebatkan)

5.

Hilangnya jaringan otak

6.

Pembesaran volume tengkorak (pada penderita muda) akibat adanya regangan


abnormal pada sutura cranial.
Produksi liquor yang berlebihan hampir semua disebabkan oleh tumor pleksus

khoroid (papiloma dan karsinoma). Adanya produksi yang berlebihan akan


menyebabkan tekanan intracranial meningkat dalam mempertahankan keseimbangan
antara sekresi dan absorbs liquor, sehingga akhirnya ventrikel akan membesar.
Adapula beberapa laporan mengenai produksi liquor yang berlebihan tanpa adanya
tumor pada pleksus khoroid, di samping juga akibat hipervitaminosis A. Gangguan
24

aliran liquor merupakan awal dari kebanyakan dari kasus hidrosefalus. Peningkatan
resistensi yang disebabkan oleh gangguan aliran akan meningkatkan tekanan liquor
secara proporsional dalam upaya mempertahankan resorbsi yang seimbang. Derajat
peningkatan resistensi aliran cairan liquor adan kecepatan perkembangan gangguan
hidrodinamik berpengaruh pada penampilan klinis.
GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis pada permulaan adalah pembesaran tengkorak
yang disusul oleh gangguan neurologik akibat tekanan likuor yang meningkat yang
menyebabkan hipotrofi otak. Hidrosefalus pada bayi (sutura masih terbuka pada umur
kurang dari 1 tahun, didapatkan gambaran :

Vena-vena kepala prominen

Cracked-pot sign, yaitu bunyi seperti pot kembang yang retak atau buah
semangka pada perkusi kepala

Perkembangan motorik terlambat

Perkembangan mental terlambat

Tonus otot meningkat, hiperrefleksi (refleks lutut/akiles)

Cerebral cry, yaitu tangisan pendek, bernada tinggi dan bergetar

Kepala membesar
Ubun-ubun melebar dan tegang
Sutura melebar
Fontanella kepala prominen
Mata kearah bawah (sunset phenomena), yaitu bola mata terdorong ke bawah
oleh tekanan dan penipisan tulang tulang supraorbita, sklera tampak di atas
iris, sehingga iris seakan-akan seperti matahari yang akan terbenam
Nistagmus horizontal
Gejala pada anak-anak dan dewasa :
Pada anak Bila sutura kranialis sudah menutup, terjadi tanda-tanda kenaikan

25

tekanan intrakranial :
Sakit kepala
Kesadaran menurun
Kejang
Gelisah
Mual, muntah proyektil
Hiperfleksi seperti kenaikan tonus anggota gerak
Gangguan perkembangan fisik dan mental
Papil edema; ketajaman penglihatan akan menurun dan
lebih lanjut dapat mengakibatkan kebutaan bila terjadi atrofi papila N.II.
Tekanan intrakranial meninggi oleh karena ubun-ubun dan sutura sudah menutup,
nyeri kepala terutama di daerah bifrontal dan bioksipital. Aktivitas fisik dan mental
secara bertahap akan menurun dengan gangguan mental yang sering dijumpai seperti
respon terhadap lingkungan lambat, kurang perhatian tidak mampu merencanakan
aktivitasnya.

DIAGNOSIS
Pengukuran lingkar kepala fronto-oksipital yang teratur pada bayi merupakan
tindakan terpenting untuk menentukan diagnosis dini. Pertumbuhan kepala normal
paling cepat terjadi pada tiga bulan pertama5. Lingkar kepala akan bertambah kirakira 2 cm tiap bulannya. Standar normal berbeda untuk bayi prematur dan bayi cukup
bulan. Pertumbuhan kepala normal pada bayi baru lahir adalah 2 cm / bulan untuk 3
bulan pertama, 1 cm / bulan untuk 3 bulan kedua dan 0,5 cm / bulan selama 6 bulan
berikutnya.
Ukuran Rata-Rata Lingkar Kepala :

26

Lahir
Umur 3 bulan
Umur 6 bulan
Umur 9 bulan
Umur 12 bulan
Umur 18 bulan

35 cm
41 cm
44 cm
46 cm
47 cm
48,5 cm

Studi laboratorium Tidak terdapat pemeriksaan darah yang spesifik untuk


menunjukkan hidrosefalus. Test genetic dan konseling di rekomendasikan jika
terdapat kemungkinan hidrosefalus secara genetic. Evaluasi cerebrospinal fluid (CSF)
pada kondisi posthemorrhagic dan postmeningitic hidrosefalus untuk melihat
konsentrasi protein dan untuk meniadakan residual infeksi.
Studi Imaging Pada foto Rontgen kepala polos lateral, tampak kepala yang
membesar dengan disproporsi kraniofasial, tulang yang menipis dan sutura melebar5,
yang menjadi alat diagnostic terpilih pada kasus ini adalah CT scan kepala dimana
sistem ventrikel dan seluruh isi intrakranial dapat tampak lebih terperinci, serta dalam
memperkirakan prognosa kasus. MRI sebenarnya juga merupakan pemeriksaan
diagnostic terpilih untuk kasus kasus yang efektif. Namun, mengingat waktu
pemeriksaan yang cukup lama sehingga pada bayi perlu dilakukan pembiusan.
Pemeriksaan cairan serebrospinal dengan punksi ventrikel melaui fontanel
mayor, dapat menunjukkan tanda peradangan, dan perdarahan baru atau lama. Punksi
juga dilakukan untuk menentukan tekanan ventrikel.
Ultrasonografi (USG) adalah pemeriksaan penunjang yang mempunyai peran
penting dalam mendeteksi adanya hidrosefalus pada periode perinatal dan pascanatal
selama fontanelnya tidak menutup sehingga dapat ditentukan adanya pelebaran
ventrikel atau perdarahan dalam ventrikel.
PORENSEFALI
Porensefali adalah adanya rongga yang diisi cairan didalam hemisfer serebral yang
berhubungan dengan ventrikel dan/atau ruang subarachnoid. Tipe yang paling sering
dari porensefali adalah porensefali yang didapat (porensefali palsu) akibat
destruksi jaringan otak; kadang-kadang disebut

ensefalomalasia sentral (bentuk

27

ensefaloklastik dari porensefali). Sista porensefali dari jenis ini umumnya berhubungan dengan ventrikel, dan jarang dengan ruang

subarakhnoid. Porensefali

bersamaan dengan hidrosefalus dikira sebagai akibat perlunakan jaringan otak


karena iskemia, yang disebabkan gangguan aliran darah serebral akibat peninggian
TIK. Porensefali pada bayi mungkin tampil sebagai retardasi psikomotor dengan
berbagai tingkatannya, atau mungkin bersama dengan hemiparesis, bangkitan motor
fokal, atau gejala lainnya. Defisiensi mental berat dan kelainan motor berkisar dari
tetraplegia spastik hingga rigiditas deserebrasi dapat disaksikan pada porensefali
displastik.

Gangguan fungsional SSP lebih

berat

pada kasus yang dengan

hidrosefalus. Setelah masa kanak-kanak awal, defisiensi mental jarang, dan kelainan
perseptual mungkin dijumpai. Porensefali klinis harus

diduga

bila

pasien

memperlihatkan hemiplegia spastik, makrosefali asimetris, transiluminasi tengkorak


unilateral, atau supresi tegangan pada satu sisi pada EEG. Setiap temuan harus
didiferensiasi secara klinik

dari diplegia spastik dan kelainan yang bersamaan.

Porensefali sering dijumpai dengan gangguan sensori seperti hemianestesi dan


hemianopia, sebagai tambahan terhadap kelainan motor. Gejala porensefali biasanya
unilateral.

Patogenesis Porensefali
------------------------------------------------------Porensefali kongenital
Defek germ plasm
Kecelakaan vaskuler intrauterina
Porensefali didapat (pseudoporensefali atau porensefali ensefaloklastik)
Trauma lahir dan trauma lainnya
Pasca inflamasi meningitis, serebritis, ventrikulitis, dll
Kecelakaan serebrovaskuler: trombosis, embolisme, spasme berulang, perdarahan
intraserebral, dll
Pasca bedah: pungsi ventrikel, drainase ventrikuler, shunt yang malfungsi
Hidrosefalus dan ensefalosel
-------------------------------------------------------Temuan Radiografik
28

CT scan pasien dengan porensefali memperlihatkan satu atau lebih area berdensitas
rendah yang berbatas, yang mempunyai densitas seperti CSS dan berhubungan
dengan ventrikel yang berdilatasi ringan hingga sedang. Lesi tidak diperjelas oleh
kontras. Ventrikel lateral memperlihatkan dilatasi asimetris dengan atau tanpa
pergeseran garis tengah, yang disebabkan oleh gradient tekanan antara hemisfer kiri
dan kanan. Atrofi serebral lokal sekitar sista porensefalik cenderung menyebabkan
pergeseran garis tengah. Sisternografi metrizamida atau ventrikulografi mungkin
diperlukan untuk menentukan hubungan antara sista dengan ventrikel lateral. Kista
porensefalik mungkin berhubungan dengan ruang subdural dan dengan koleksi
cairan subdural. Porensefali mungkin memberikan gambaran pada CT scan serupa
dengan displasia lober, terutama

dysplasia lobus temporal, dan ruptur tanduk

oksipital pada hidrosefalus kongenital berat. Porensefali harus didiferensiasi dari lesi
sistik serebral lainnya pada CT scan. Karena tidak ada kapsul vaskuler sekitar sista
porensefalik, maka tidak akan diperjelas oleh penyuntikan medium kontras. Tumor
sistik dan abses memperlihatkan penguatan kontras, serta nodulus atau cincin dapat
disaksikan.Infark lama berhubungan dengan atrofi hemisfer serebral ipsilateral.

Pertimbangan Operasi
Pasien yang hanya semata-mata dengan porensefali didapat, bukan kandidat operasi,
kecuali keadaannya bersamaan dengan hidrosefalus. Porensefali ditindak bedah
bila memiliki efek massa atau bila kista porensefali diperkirakan sebagai fokus
bangkitan yang tak bisa dikontrol. Seperti sista arakhnoid, kraniotomi dan fenestrasi
atau eksisi dinding luar dari sista dilakukan pada kebanyakan kasus. Bila sista tak
berhubungan

dengan ventrikel lateral, mungkin perlu untuk menciptakan

komunikasi. Kadang-kadang shunting CSS dilakukan untuk mengatasi hidrosefalus.


Kebanyakan pasien

memperlihatkan

berbagai tingkat mental retardasi

dan

memerlukan pemberian antikonvulsan jangka panjang.


PENATALAKSANAAN

29

Pada sebagian penderita, pembesaran kepala berhenti sendiri (arrested


hydrocephalus) mungkin oleh rekanalisasi ruang subarachnoid atau kompensasi
pembentukan CSS yang berkurang. Tindakan bedah belum ada yang memuaskan
100%, kecuali bila penyebabnya ialah tumor yang masih bisa diangkat. Ada tiga
prinsip pengobatan hidrosefalus, yaitu : mengurangi produksi CSS dengan merusak
sebagian pleksus koroidalis, dengan tindakan reseksi atau koagulasi, akan tetapi
hasilnya tidak memuaskan, Memperbaiki hubungan antara tempat produksi CSS
dengan tempat absorpsi yakni menghubungkan ventrikel dengan ruang subarachnoid.
Misalnya, ventrikulo-sisternostomi Torkildsen pada stenosis akuaduktus. Pada anak
hasilnya kurang memuaskan, karena sudah ada insufisiensi fungsi absorpsi,
Pengeluaran CSS ke dalam organ ekstrakranial.
Penanganan sementara
Terapi konservatif medikamentasa ditujukan untuk mebatasi evolusi
hidrosefalus melalui upaya mengurangi sekresi cairan dan pleksus choroid
(asetazolamit 100 mg/kgBB/hari; furosemid 1,2 mg/kgBB/hari) atau upaya
meningkatkan resorpsinya (isorbid). Terapi diatas hanya bersifat sementara sebelum
dilakukan terapi defenitif diterapkan atau bila ada harapan kemungkinan pulihnya
gangguan hemodinamik tersebut; sebaliknya terapi ini tidak efektif untuk pengobatan
jangka panjang mengingat adanya resiko terjadinya gangguan metabolic.
Drainase liqouor eksternal dilakukan dengan memasang kateter ventrikuler
yang kemudian dihubungkan dengan suatu kantong drain eksternal. Keadaan ini
dilakukan untuk penderita yang berpotensi menjadi hidrosefalus (hidrosefalus transisi)
atau yang sedang mengalami infeksi. Keterbatasan tindakan ini adalah adanya
ancaman kontaminasi liquor dan penderita harus selalu dipantau secara ketat8. Cara
lain yang mirip dengan metode ini adalah puksi ventrikel yang dilakukan berulang
kali untuk mengatasi pembesaran ventrikel yang terjadi.
Cara cara untuk mengatasi pembesaran ventrikel diatas dapat diterapkan pada
beberapa situasi tertentu seperti pada kasus stadium akut hidrosefalus paska
perdarahan

30

Penetrasi membrane. Penetrasi dasar ventrikel III merupakan suatu tindakan


membuat jalan alternative melalui rongga subarachnoid bagi kasus kasus stenosis
akuaduktus atau (lebih umum) gangguan aliran pada fossa posterior (termasuk tumor
fossa posterior). Selain memulihkan fungsi sirkulasi liquor secara pseudo fisiologi,
ventrukulostomi III dapat menciptakan tekanan hidrostatik yang uniform pada seluruh
sistem saraf pusat sehingga mencegah terjadinya perbedaan tekanan pada struktur
struktuk garis tengah yang rentan2. Saat ini metode yang terbaik untuk melakukan
tindakan tersebut adalah dengan teknik bedah endoskopik, dimana suatu
neuroendoskop (rigid atau fleksibel) dimasukkan melalui burrhole coronal (2-3 cm
dari garis tengah) kedalam ventrikel lateral, kemudian melalui foramen monro
(diidentifikasi berdasarkan pleksus khoroid dan vena septalis serta dan vena thalamus
triata) masuk kedalam ventrikel III. Lubang di buat didepan percabangan arteri
basilaris

sehingga

terbentuk

saluran

antara

ventrikel

III

dengan

sisterna

interpedinkularis. Lubang ini dapat dibuat dengan memakai laser, monopolar


kuagulator, radiofrekuensi, dan kateter balon.
Operasi pemasangan pintas (shunting). Sebagian besar pasien hidrosefalus
memerlukan shunting, bertujuan membuat aliran loquor baru (ventrikel atau lumbar)
dengan kavitas drainase (seperti; peritoneum, atrium kanan, pleura). Pada anak anak
lokasi kavitas yang terpilih adalah rongga peritoneum, mengingat mampu
menampung kateter yang cukup panjang sehingga dapat menyesuaikan pertumbuhan
anak serta resiko terjadi infeksi relatifd lebih kecil disbanding rongga jantung.
Biasanya cairan LCS didrainasi dari ventrikel, namun terkadang pada hidrosefalus
kommunikan ada yang didrain ke rongga subarachnoid lumbar.
Pada dasarnya alat shunt terdiri dari tiga komponen yaitu; kateter proksimal,
katub (dengan/tanpa reservior), dan kateter distal. Komponen bahan dasarnya adalah
elastomer silicon. Pemilihan pemakaian didasarkan atas pertimbangan mengenai
penyembuhan kulit yangd alam hal ini sesuai dengan usia penderita, berat badan,
ketebalan kulit dan ukuran kepala. Sistem hidrodinamik shunt tetap berfungsi pada
tekanan yang tinggi, sedang dan rendah, dan pilihan ditetapkan sesuai dengan ukuran
ventrikel, status pasien (vegetative, normal) pathogenesis hidrosefalus, dan proses
evolusi penyakit.

31

Penempatan reservoir shunt umunya dipasang di frontal atau temporo-oksipital


yang kemudian disalurkan di bawah kulit . tehnik operasi penempatan shunt
didasarkan pada pertimbangan anatomis dan potensi kontaminasi yang mungkin
terjadi. Terdapat dua hal yang perlu diorbservasi pasca operasi, yaitu: pemeliharaan
luka kulit terhadap kontaminasi infeksi dan pemantauan kelancaran dan fungsi alat
shunt yang dipasang.
Komplikasi shunt dikategorikan menjadi tiga komplikasi yaitu; infeksi,
kegagalan mekanis, dan kegagalan fungsional, yang disebabkan jumlah aliran yang
tidak adekuat. Infeksi meningkatkan resiko akan kerusakan intelektual, lokulasi
ventrikel dan bahkan kematian. Kegagalan mekanis mencakup komplikasi komplikasi
seperti; oklusi aliran di dalam shunt (proksimal katub atau distal), diskoneksi atau
putusnya shunt, migrasi dari tempat semula, tempat pemasangan yang tidak tepat.
Kegagalan fungsional dapat berupa drainase yang berlebihan atau malah kurang
lancarnya drainase. Drainase yang terlalu banyak dapat menimbulkan komplikasi
lanjutan seperti terjadinya efusi subdural, kraniosinostosis, lokulasi ventrikel,
hipotensi ortostatik.
KOMPLIKASI
Berhubungan dengan progresifitas hidrosefalus :
Perubahan Visual.
Oklusi dari arteri cerebral posterior akibat proses skunder dari transtentorial
herniasi.
Kronik papil udema akibat kerusakan nervus optikus.
Dilatasi dari ventrikel ke tiga dengan kompresi area kiasma optikum.
Disfungsi cognitive dan inkontunensia
Berhubungan dengan pengobatan :
Electrolit imbalance
Metabolic acidosis
Berhubungan dengan terapi bedah :
Tanda dan gejala dari peningkatan tekanan intracranial dapat disebabkan oleh
gangguan pada shunt.
Subdural hematoma atau subdural hygroma akibat skunder dari overshunting.

32

Nyeri kepala dan tanda neurologis fokal dapat dijumpai.


Tatalaksana kejangn dengan dengan obat antiepilepsi.
Okkasional Infeksi pada shunt dapat asimtomatik. pada neonates, dapat
bermanifestasi sebagai perubahan pola makan, irritabilitas, vomiting, febris,
letargi, somnolen, dan ubun-ubun menonjol. Anak-anak yang lebih tua dan
orang dewasa biasa dengan gejala dengan sakit kepala, febris, vomitus, dan
meningismus. Dengan ventriculoperitoneal (VP) shunts, sakit perut dapat
terjadi.
Shunts dapat bertindak sebagai saluran untuk metastasis extraneural tumor
tertentu (misalnya, medulloblastoma).
Komplikasi dari VP shunt termasuk; peritonitis, hernia inguinal, perforasi organ
abdomen, obtruksi usus, volvulus, dan CSF asites.
Komplikasi dari ventriculoatrial (VA) shunt termasuk; septicemia, shunt
embolus, endocarditis, dan hipertensi pulmunal.
Kompliaksi dari Lumboperitoneal shunt termasuk;

radiculopathy

dan

arachnoiditis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Ilmu kesehatan anak nelson. Vol 3.
Ed 15th .Jakarta: EGC;2000.
2. Andrew H Kaye. 2005.Raised Intracranial Pressure and Hydrocephalus in
Essential Neurosurgery, 3rd ed, Australia: Blackwell Publishing Asia Pty Ltd,
3:31-39.
3. Abnormalitas
bawaan
susunan
syaraf
pusat
umam.mhs.unimus.ac.id tanggal 11 november 2011.

diunduh

dari

4. Saanin
S.
Anomali
susunan
syaraf
pusat
diunduh
http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery tanggal 12 desember 2011.

dari

33

You might also like