Professional Documents
Culture Documents
A. Pendahuluan
Bakso daging merupakan salah satu jenis bakso yang banyak dikonsumsi
masyarakat Indonesia. Bakso memiliki sifat mudah rusak, karena sangat mudah
diserang bakteri. Untuk mencegah hal tersebut dalam pembuatannya diberi tambahan
formalin, formalin digunakan agar microorganisme tidak mampu menyerang bakso.
Akan tetapi, ternyata formalin adalah bahan yang sangat berbahaya. Menurut
penelitian Salam (2006), formalin dapat menyebabkan luka pada ginjal, sensitasi
paru-paru, efek neuropsikologis meliputi gangguan tidur, cepat marah, kehilangan
konsentrasi, kemandulan, kanker dam masih banyak penyakit kronis lainnya.
Mempertimbangkan bahaya dari formalin maka diperlukan subtitusi formalin dengan
senyawa lain yang mempunyai efek sebagai antibakteri dan antioksidan.
Bakteri yang menyerang daging adalah bakteri gram positif dan gram negatif
seperti halnya Salmonella sp. , Escherichia coli, Staphylococcus sp. Oleh karena itu
diperlukan senyawa anti bakteri yang berspektrum luas. Senyawa antibakteri
berspektrum luas efektif terhadap bakteri yang bersifat gram positif dan gram negatif
(Jamaludin, 2005).
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) adalah rempah-rempah Indonesia,
temulawak mengandung minyak atsiri 6-11%, kurkuminoid (kurkumin 62% dan
desmetoksikurkumin 38%), serta pati 30-40% (Joe,2002). Hasil penelitian Dzen
(2006), menyatakan bahwa temulawak mempunyai senyawa aktif yang diketahui
mempunyai kemampuan sebagai antibakteri, antiseptik, dan aktivitas antibiotik.
Tumbuhan lidah buaya (Aloe vera) awalnya dikenal sebagai tanaman hias,
akan tetapi kemudian dikenal sebagai tanaman obat karena mengandung zat aktif
seperti saponin, kompleks Anthraquinone, acemannan, tanin, dan senyawa flavonoid
C. TINJAUAN PUSTAKA
1. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza)
Gel (daging daun) Aloe verra Linn. mengandung nilai nutrien yang kaya,
diantaranya adalah delapan belas jenis asam amino terutama leusin, lisin, valin,
dan histidin; enzim-enzim seperti enzim proteolitik, karboksipeptidase, katalase,
dan oksidase; vitamin-vitamin berupa vitamin C, vitamin B12, vitamin B6,
vitamin A, niacin, dan kholin; mineral-mineral berupa kalsium, besi, belerang,
pospor, mangan, alumunium, silika, boron, dan barium; karbohidrat poli dan
monosakarida berupa glukomanan, arabinan, galaktan, D-glukosa, D-manosa,
arabinosa, galaktosa, dan xylosa; dan komponen spesifik senyawa glikosida
antrakinon berupa aloin, barbaloin, asam aloetat, dan emodin dalam kadar yang
sangat kecil. Bahkan beberapa peneliti lain meyakini bahwa gel ini mengandung
stimulator biogenik untuk epitelisasi berupa heteroauksin, asam fenilindoasetat,
glioksidiuresida, dan alantoin (Padmadisastra, 2003).
3. Daging
Buckle et al. (1987) menyatakan bahwa daging merupakan bahan pangan
yang mudah rusak oleh mikroorganisme karena ketersediaan gizi di dalamnya
yang sangat mendukung untuk pertumbuhan mikroorganisme, terutama mikroba
perusak. Menurut Elveira (1988), daging sapi yang biasa digunakan untuk
membuat bakso adalah daging penutup (top side), gandik (silver side), dan
lemusir (cube roll). Penggunaan daging gandik menyebabkan bakso mempunyai
kadar protein, daya iris (shear WB), kecerahan dan kemerahan tertinggi, serta
kadar lemak terendah (Indarmono, 1987).
4. Bakso
Bakso daging menurut SNI No. 01-3818-1995 adalah produk makanan
berbentuk bulatan atau lain yang diperoleh dari campuran daging ternak (kadar
daging tidak kurang dari 50 persen) dan pati atau serealia dengan atau tanpa BTP
(bahan tambahan pangan) yang diizinkan. Pembuatan bakso biasanya
menggunakan daging yang segar. Daging segar (pre-rigor) adalah daging yang
diperoleh setelah pemotongan hewan tanpa mengalami proses pendinginan
terlebih dahulu. Berdasarkan jenis daging sebagai bahan baku untuk membuat
bakso, maka dikenal bakso sapi, bakso ayam, bakso ikan, bakso kerbau, dan
bakso kelinci (Gaffar, 1998).
Menurut Wibowo (2005), bakso daging sapi memiliki komposisi kimia
(prosimat) sebagai berikut kadar air 77,85%, kadar protein 6,95%, kadar lemak
0,31% dan kadar abu 1,75%.
D. Metode Penelitian
1. Waktu dan tempat
Penelitian ini dilakukan pada hari Kamis, 9 Januari 2014 Senin, 13 Januari 2014
di Laborotarium Islamic Internasional School-PSM Magetan Jawa Timur
2. Alat dan Bahan
Alat: Lemari es, saringan, termometer, labu refluks, baskom plastik, sarung
tangan, panci, blender, kompor
Bahan: Lidah buaya, temulawak, etanol, daging, Pisau, tepung tapioka, bawang
putih, garam, es batu, aquades, kertas label.
3. Langkah kerja:
a. Ekstraksi Gel Lidah Buava (Aloe vera Linn.)
Daun lidah buava (Aloe vera Linn) dikuliti dan diambil gel yang transparan
selanjutnya dibilas dengan aquades. Gel tersebut kemudian dipanaskan
(blanching) dengan perendaman pada air suling bersuhu antara 45 70 0C
selama lima belas menit, kemudian ditiriskan. Gel lidah buaya segera di
blender dan hasilnya yang berupa ekstrak kasar berbuih banyak segera
dimasukkan ke dalam lemari es selama 15 menit dan terakhir ekstrak kasar
gel
lidah
buaya
disaring
sehingga
hanya
didapat
cairannya
saja
(Padmadisastra, 2003).
b. Ekstraksi Temu lawak (Curcuma xanthorrhiza)
Etanol terlebih dahulu dipanaskan dalam labu refluks berukuran 500 mL
sampai kondisi operasi yang diinginkan, kemudian sebanyak 25 g serbuk
Ekstrak gel lidah buaya, efektif untuk bakteri gram positif, bakteri gram negatif
maupun jenis fungi. Efek antimikroba gel lidah buaya yang berspektrum luas
diperkirakan diperankan zat-zat aktif yang larut dalam
ekstraksi pada penelitian ini menggunakan pelarut alkohol. Ditemukan zat-zat aktif
yang larut dalam alkohol adalah saponin dan tannin (Noorhamdani , 2013).
Perlakuan pengawet alami yang mendapat skor rata-rata tertinggi yaitu ..............
(Tabel 1). Perlakuan ................ tersebut hanya terdiri dari kombinasi .......... dan ...........
Data hasil pengamatan penampakan fisik bakso (Lampiran) pada penelitian
pendahuluan ini menunjukkan bahwa kombinasi pengawet ................ memberikan
penampakan yang lebih baik selama penyimpanan pada suhu ruang sampai hari
terakhir. Penampakan warnanya tetap cerah, tidak berlendir, dan rasa yang khas pada
bakso.
Tannin sebagai antimikroba bekerja pada pembentukan kompleks dengan protein,
yaitu melalui ikatan hydrogen dan kovalen. Kerjanya meliputi inaktivasi molekul
adhesion mikroba, enzim, transport protein melalui membrane sel, perusakan substrat
dan berikatan dengan polisakarida dinding sel bakteri. Inaktivasi adhesin oleh tannin
menyebabkan bakteri tidak dapat menempel pada sel epitel usus hospes (Cowan,
1999).
Senyawa flavonoid yaitu phydroxybenzaldehyde, vanillin, dan kaempferol.
Senyawa ini merupakan senyawa fenol yang mempunyai beberapa mekanisme yaitu
merusak dinding sel sehingga mengakibatkan lisis atau menghambat proses
pembentukan dinding sel pada sel yang sedang tumbuh, mengubah permeabilitas
membran sitoplasma yang menyebabkan kebocoran nutrien dari dalam sel, dan
mendenaturasi protein sel (Peoloengan, 2006).
H. Kesimpulan
I. Daftar pustaka
Anand, dkk. 2007. Bioavaliability of Curcumin:Problem and Promises. J:Mol
Pharmaceutics, 4(6), pp:807-18.
Basalmah,Rahmat.2006. Optimalisasi Kondisi Ektraksi Kurkomonoid Temulawak:
Waktu,Suhu, dan Nisbah. Bogor
Cowan, M. 1999. Plant Products as Antimicrobial Agents, Clinical Microbiology.
Dzen, Sjoekoer. 2008. Efek Anti Mikroba Ekstrak Rimpang Temulawak (Curcuma
Xanthorrhiza) Terhadap Salmonella Typhi Secara In Vitro. Jakarta
Fit, 1983. Aloe vera : The Miracle Plant. Mountain View
Hing Kwok Cu, Joe. 2002. Shu Gu Jiang Huang, Taiwan
Jamaludin, D. 2005. Study Awal Kandungan Steroid dan Uji Aktivitas antibakteri Ikan
laut dalam (Satyrichthys welchi) dari Perairan selatan Jawa. Bogor
Kusnadi, 2012. Daya Ikat Air, Tingkat Kekenyalan dan Kadar Protein pada Bakso
Kombinasi Daging Sapi dan Daging Kelinci. Jakarta.
Mahdi, Chanif. 2013. Mengenal Bahaya Formalin, Borak dan Pewarna Berbahaya
dalam Makanan. Malang.
Noorhamdani, 2013. Uji Ekstrak Gel Lidah Buaya (Aloe Vera) sebagai Antimikroba
terhadap Bakteri Shigella Dysenteriaesecara In Vitro. Malang.
Padmadisastra, Yudi. 2003 Sidik. Formulasi Sediaan Cair Gel Lidah Buaya (Aloe
vera Linn.) Sebagai Minuman Kesehatan. Bandung.
Peoloengan, M., Chairul, Komala, I., Salmah, S., Susan, M.N. 2006. Aktivitas
Antimikroba Beberapa Tanaman Obat, Jakarta
Ria Mariana Mustafa, 2006. Studi Efektifitas Bahan Pengawet Alami dalam
Pengawetan Tahu. Bogor.
Rahayu dan Budiman, 2008. Pemanfaatan Tanaman Tradisional Sebagai Feed
Additive dalam Upaya Menciptakan Budidaya Ayam Lokal Ramah Lingkungan.
Jakarta.
Wijayakusumah, H.M.H., 1990.Lidah Buava Tanaman Obat, Murah dan Mudah
Didapat. Jakarta.